Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 12 - 1


Note :
- Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 12 - 1
Images by : SET TV
Chapter 12

Setelah Aoran pergi, Chuchu tiba – tiba muncul dan membuat Xiao’en sangat terkejut. Kenapa kembali?
“Jika aku tidak kembali, aku tidak akan melihat muka dua mu sebenarnya?! Kau orang paling tidak tahu malu yang pernah ku temui. Kau mendukungku di depan, tapi kau merayunya di belakangku. Kau sengaja mengusir yang lain biar bisa berfoto dengan CEO kan?”
“Aku benar-benar tidak seperti itu. Aku –“

“Aku tidak perlu penjelasanmu! Aku hanya mau kau meninggalkan CEO, meninggalkan CSO, meninggalkan perusahaan dan pergi yang jauh. Semakin jauh, semakin bagus!!” teriaknya dan mendorong Xiao’en hingga menabrak hiasan bunga yang ada di sana.

Chuchu terkejut melihat Xiao’en yang terjatuh dan langsung mau kabur. Tapi, di ujung lorong dia melihat rombongan Qingfeng. Dengan cepat, dia berbalik ke tempat Xiao’en, menariknya dan menjatuhkan diri ke lantai sambil berteriak.
Teriakannya membuat semua berkumpul.

“Zheng Xiao’en… Zheng Xiao’en memukulku,” tangis Chuchu dan berjalan ke sisi Aoran. Dia berbohong.
Semua menatap pada Xiao’en. Xiao’en speechless. Tapi, para pegawai yang sudah tidak menyukai Xiao’en, mulai memojokkannya dan memakinya karna sudah memukuli orang. Aoran sampai bingung dan meminta Chcuhu untuk menjelaskan dengan jelas apa yang terjadi.


Chuchu tetap berbohong kalau dia tidak tahu kenapa Xiao’en seperti ini padanya. Xiao’en hanya bilang kalau dia sangat sibuk beberapa hari ini dan karna tidak ada orang, dia memintaku datang kemari untuk membantunya. Tapi, setelah dia datang, Xiao’en malah marah dan menanyakannya kenapa begitu lambat. Dia ingin menjelaskan, tapi Xiao’en tidak mau mendengarkan dan mendorongnya (semua adalah kebalikan dari yang Chucu katakan).
Penjelasan Chuchu terdengar sangat menyakinkan hingga semua terus memarahi dan memaki Xiao’en. Mereka menyebut Xiao’en yang bersikap palsu, bermuka dua dan suka pamer.

“Xiao’en bukan orang seperti itu,” ujar Aoran, tegas. Membuat semua terdiam. “Apa mungkin ada salah paham?”
“Jika CEO bilang ini salah paham, maka memang salah paham,” ujar Chuchu, bersikap seolah memaafkan Xiao’en.
Tapi, karyawan lain tetap tidak terima dan menuntut Xiao’en untuk minta maaf. Qiutian yang sudah dari tadi berusaha menahan emosi, akhirnya tidak tahan dan bersuara mendukung Xiao’en. Dia memarahi mereka yang sangat aneh karna dulu tidak pernah mendukung Chuchu, tapi sekarang malah begini. Apa mereka melihat yang sebenarnya terjadi?
Di tengah keributan itu, hanya Qingfeng yang menyadari kalau siku tangan Xiao’en terluka. Luka lecet. Dengan khawatir, dia menanyakan keadaan Xiao’en.

Chuchu sadar hal itu dan takut kalau kebohongannya terungkap, jadi dia mendekatkan diri kepada Aoran dan berujar : ‘sakit’. Semua langsung berteriak menyuruh Xiao’en meminta maaf. Chuchu juga memasang wajah memelas.
“Aku rasa ini bukan masalah besar. Gimana kalau Xiao’en meminta maaf pada Chuchu dan kita akhiri masalah ini?” saran Aoran, agar masalah cepat selesai.
Xiao’en kecewa dengan permintaan itu. Qingfeng juga tahu bagaimana perasaan Xiao’en. Sementara, Chuchu, tanpa ada yang menyadari, tersenyum tipis seolah telah memenangkan sesuatu.
“Kau mau aku minta maaf. Kau percaya padanya?”
“Bukan itu maksudku,” ujar Aoran.
“Bukankah kalau sudah memukul orang kau harus meminta maaf! Cepat minta maaf,” desak yang lain.

Aoran juga tidak tahu harus bagaimana membantu Xiao’en. Xiao’en beneran sakit hati dengan perlakuan yang di terimanya. Dia berjalan mendekat ke Chuchu, menarik tangannya da menatapnya penuh tatapan kecewa.
Plaakk!!! Xiao’en menampar pipi Chuchu dengan sangat keras. Meluapkan semua rasa kecewanya. Semua sampai terkejut dengan apa yang Xiao’en lakukan, termasuk juga Chuchu.


“Maaf!” ujar Xiao’en dan langsung pergi.

Qingfeng sangat khawatir dan mau mengejarnya, tapi Aoran sudah mendahuluinya. Apa yang Xiao’en lakukan, membuat lebih banyak orang marah dan cemburu karena Aoran mengejarnya. Qiutian tidak suka dan berteriak, hendak bertengkar dengan mereka, tapi Susan menahannya dan berbisik kalau ini bukan saat yang tepat.
“Pasti ada salah paham di sini,” komentar Qingfeng, agar mereka berhenti memaki Xiao’en. “Tolong kalian semua tenang dan jangan marah.”


Chuchu tidak suka dengan ucapan Qingfeng. Dia ingin Xiao’en semakin di benci, jadi dia memegang pipinya dan menangis sambil berujar kalau dia tidak tahu apa salahnya. Kenapa Xiao’en sangat marah? Semua jadi kasihan dan berusaha menghiburnya.
Sikap Chuchu yang tampak sangat bermuka dua itu, membuat Qingfeng sangat terkejut. Dia sudah bukan lagi Chuchu yang di kenalnya.
--

Aoran meminta Xiao’en untuk bicara dengannya. Dia masih mengira Xiao’en memukul Chuchu dan menanyakan alasannya. Apa karna dia pernah menyukai Chuchu sebelumnya, jadi Xiao’en cemburu? Bukankah Xiao’en harus meminta maaf pada Chuchu?
“Kau kira aku memukulnya karna aku cemburu? Kelihatannya kau melihatku sebagai orang yang berpikiran sempit.”

“Karena kau bukan orang seperti itu, makanya aku ingin tahu apa yang terjadi.”
“Kau mau tahu? Baik, ku kasih tahu. Itu karna dia mencoba menggangguku. Dia bersikap palsu! Sekarang ada banyak orang yang mengangguku. Setiap hari, aku harus berusaha keras menghadapi mereka semua. Apa kau pikir aku bodoh?”
“Tidak sama sekali.”

“Lalu kenapa aku harus di tusuk dari belakang? Itu karna aku tidak membuat pertahanan saat bersamanya. Meskipun kami adalah saingan dalam percintaan, tapi aku beneran ingin membantunya. Siapapun bisa mengangguku, tapi Chuchu tidak boleh!!” marah Xiao’en. Terlalu marah hingga menangis. Padahal, dia yang sudah mengajari Chuchu untuk bisa beradaptasi di lingkungan kantor, membantu biaya berobat orang tuanya bahkan sampai bekerja sampingan. “Jika aku tidak memukulnya, aku akan sangat marah hingga hatiku sakit.”
“Jadi kau tidak mendorongnya?”
“Aku orang yang bersedia bertanggung jawab atas apa yang ku lakukan. Jika tidak, maka tidak.”

Aoran makin bingung, kenapa Chuchu bisa berbohong begitu? Xiao’en juga mana tahu dan menyuruh Aoran nanya langsung saja ke Chuchu. Aoran masih sulit percaya karna setaunya Chuchu bukan orang yang suka bicara bohong.
“Jadi, maksudku aku begitu?!” teriak Xiao’en, marah.
“Bukan begitu maksudku. Aku hanya terkejut karna Chuchu tidak seperti ini sebelumnya.”
“Aku lebih terkejut dari padamu. Tidak hanya itu, aku merasa sangat terluka sekarang! Yang lebih menjengkelkan, kau malah percaya. Semua pria sama aja. Ketika melihat wanita cantik, IQ-nya langsung mati.”

Ucapan Xiao’en malah membuat Aoran marah. Dia menyebut Xiao’en yang sama saja. Xiao’en jadi kesal, kalau yang di maksud Aoran adalah hubungannya dengan Qingfeng, dia kan udah sering menjelaskan. Hubungannya dan Qingfeng, murni hubungan pertemenan. Mau percaya atau tidak, ya sudah!
“Aku bukannya membicarakan Qingfeng.”
“Lalu siapa?”
“He Tianxing!!”

Nama itu membuat Xiao’en seketika bungkam. Aoran dengan sangat serius menanyakan hubungan Xiao’en dengan He Tianxing. Xiao’en kesulitan menjelaskan karna dia dan He Tianxing tidak mempunyai hubungan apapun. Dia menghormati dan mengagumi He Tianxing. Sama seperti orang-orang yang mempunyai idola, baginya He Tianxing seperti itu.

“Zheng Xiao’en. Pertanyaan yang akan ku tanyakan ini, kau harus menjawabnya dengan serius. Saat kita pertama kali bertemu, kau memanggilku ‘He Tianxing.’ Setelah itu, kau teurs bilang kalau aku sangat mirip dengannya. Zheng Xiao’en, tatap mataku. Beritahu aku. Kau sebenarnya menyukaiku, atau kau menyukai aku yang mirip sepertinya?”

Xiao’en merasa kesulitan menjawab pertanyaan itu. Dia meminta waktu untuk memikirkannya.
“Kau punya banyak waktu.”

“Sebenarnya, aku juga nggak tahu jelas. Awalnya, aku merasa Situ Aoran sama dengan He Tianxing. Lalu setelah itu, aku merasa kalau lebih baik jika Situ Aoran tidak sama dengan He Tianxing. Aku harap kau bisa hidup bahagia. Tidak menjadi sama seperti He Tianxing.”
“Jika kau hanya bisa memilih salah satu di antara kami, siapa yang kau pilih?”
Zheng Xiao’en kembali diam. Dia mengalihkan pandangannya, “Dapatkah aku tidak memilih di antara keduanya? Keduanya dasarnya berada dari dunia berbeda.”
“Tidak bisa!! Dia adalah dia. Aku adalah aku. Berhenti bilang kalau aku mirip dengan He Tianxing. Aku adalah Situ Aoran! Aku bukan pengganti siapapun!!” tegas Aoran dan berjalan meninggalkan Xiao’en.
Xiao’en hanya bisa berdiri diam terpaku. Dia masih membutuhkan waktu memikirkan semuanya.
--

Tianjian hari ini pulang ke rumah. Begitu tiba, Ibu langsung bertanya, apa dia sudah melapor ke polisi? Dia sangat khawatir kalau Tianjian berhubungan dengan mafia hingga tidak berani melapor. Dia menyuruh Tianjian untuk tidak khawatir karena keluarga mereka mempunyai hubungan dengan polisi dan mafia juga. Kalau Tianjian tidak berani, dia yang akan melapor!

Tianjian dengan panik menghalangi. Dengan terbata – bata, dia memberitahu kalau Mingli yang memukulinya. Begitu tahu, Ibu langsung berteriak memanggil Mingli agar keluar dari kamar. Tianjian dengan panik, menyuruh ibu untuk tidak mengganggu Mingli. Dia juga mendengar dari dokter kalau Mingli mengalami stress belakangan ini. Walaupun sudah meminum banyak obat tidur, Mingli tetap saja sulit tidur nyenyak. Dan dia menduga, mungkin karna insomnia-nya, Mingli jadi begini.

Ibu malah setuju dengan Tianjian dan menyebut Mingli sakit. Dengan berlagak perhatian, Tianjian menunjukkan ibunya sebuah obat. Dia memberitahu kalau itu obat tidur dan sangat efektif. Yang paling penting, dosis obat itu kecil dan tidak membuat kecanduan. Lebih baik, Ibu memberikan obat itu pada Mingli.


Tanpa tahu tujuan sebenarnya Tianjian, Ibu memujinya sebagai anak yang sangat baik. Walaupun sudah di pukuli Mingli, tapi tetap saja peduli padanya. Dia janji akan memberikan obat itu pada Mingli. 
--
tn. Hu sangat terkejut saat tahu Tianjian memberikan obat untuk Mingli. Tianjian menenangkannya karna itu hanya obat tidur dengan sedikit efek yang lebih keras. Dan harusnya, ada efek sampingnya juga sih.

Beneran jahat. Tianjian sudah sangat berubah. Atau memang ini sifat asli yang di sembuyikannya di balik sifat cueknya? Entahlah. Yang jelas, tn. Hu juga tampak terkejut tapi dia tetap memuji Tianjian yang sudah berkembang dengan cepat. Dan sekarang, dia hanya perlu fokus pada para pemegang saham.
“Tidak masalah. Aku sudah bersiap sejak lama,” jawabnya, tampak senang.
--

 Malam hari,
Mingli menerima telepon dari Qiaozhi yang melapor kalau dia belum bisa mengatur rapat dengan para pemegang saham. Mingli sangat marah dengan laporan itu dan memaki Qiaozhi. Dia tetap menyuruhnya untuk tetap berusaha menelpon para pemegang saham.

Teriakan marahnya itu terdengar oleh Ibu. Dia masuk ke kamar Mingli dengan membawa air sambil menceramahinya untuk tidak memukul Tianjian. Mingli jelas tidak suka dengan ceramahannya tersebut. Kondisi Mingli tampak menyedihkan, jauh lebih menyedihkan daripada saat Tianxing sehat.
Walau marah pada Ibu, Mingli tetap meminum obat yang Ibunya berikan. Obat milik Tianjian.
--

Esok hari,
Begitu tiba di kantor, semua pegawai memasang sikap dingin pada Xiao’en. Xiao’en udah berusaha keras mengabaikan mereka, tapi tentu saja sulit. Qiutian yang baru saja datang, jelas marah dengan perlakuan mereka pada Xiao’en. Dia sudah mau ngajak tawuran, tapi Xiao’e menghalangi dan mengajaknya untuk naik lift selanjutnya saja.

Pas nunggu lift selanjutnya, mereka malah berpas-pasan dengan Qingfeng dan Aoran. Karna masalah kemarin, Aoran dan Xiao’en jadi canggung, yang akibatnya mereka jadi nggak mau menyapa satu sama lain. Qingfeng yang peka, menyadari hal tersebut. Saking canggungnya berhadapa dengan Aoran, Xiao’en memilih naik tangga daripada lift. Qiutian yang setia kawan, ikutan naik tangga dengannya.

Di dalam lift, Qingfeng menanyakan pertengkaran Aoran dan Xiao’en. Apa masalah kemarin masih belum selesai? Aoran tidak menjawab hal itu dan menanyakan hal lain. Apa Xiao’en pernah menceritakan mengenai He Tianxing pada Qingfeng?
“He Tianxing? Siapa dia?” tanya Qingfeng, balik.
“Kau juga tidak mengenalnya. Tampaknya, Xiao’en sangat menjaganya.”
“Menjaga siapa? He Tianxing? Siapa dia? Apa hubungannya dengan Zheng Xiao’en?” interogasi Qingfeng
“Jika aku tahu, ngapain aku nanya samamu,” balas Aoran, ketus.
--
Karna naik tangga, Xiao’en dan Qiutian jelas sampai ke ruangan terlambat dan kelelahan. Baru juga tiba, Susan sudah menyambut dengan kesal. Dia mengira mereka semua sudah kerjasama tidak datang kerja hari ini. Kenapa? karna Chuchu juga belum datang. Di telepon juga tidak di angkat.

“Apa itu karna Chuchu di tampar Xiao’en kemarin, jadi dia tidak punya keberanian untuk datang ke kantor dan bertemu semuanya?” duga Qiutian.
Xiao’en jadi tidak enak mendengarnya. Tapi, dia menyembunyikannya dengan sok tidak peduli.

Walau tidak peduli, tapi sepanjang hari Xiao’en terus memikirkan alasan Chuchu tidak datang. Apa benar karna masalah kemarin? Tidak! Dia tidak peduli!!


Qingfeng kebetulan lewat dan melihat Xiao’en. Seperti biasa, dia menghampirinya. Tapi, Xiao’en sangat takut kalau ada gosip buruk mengenainya selingkuh, jadi dia mencoba menghindari Qingfeng. Qingfeng malah menggoda Xiao’en begitu mendengarkan alasannya. Dan akhirnya, mereka malah berbincang santai, apalagi saat Qingfeng memberitahu kalau Aoran menanyakan padanya, siapa itu He Tianxing?
“Dia masih saja memikirkan itu,” gumam Xiao’en.
“Jadi… siapa itu He Tianxing?”
“Itu sulit di jelaskan.”
“Mantan pacar yang kecelakaan? Orang kaya yang terjebak di gunung? Cinta pertama yang mati karna leukemia? Atau tunangan yang menghilang? Atau—“
“Bukan semuanya!!! Dia seseorang yang tidak mungkin di jelaskan siapa dia.”
“Baiklah. Kalau gitu aku akan menunggu hingga kau tahu cara menjelaskannya,” jawab Qingfeng, santai.

Qingfeng kemudian mengalihkan topik lain, mengenai Chuchu. Xiao’en memberitahu kalau Chuchu tidak masuk kerja hari ini. Qingfen jadi teringat sesuatu. Sebenarnya, kemarin malam, dia melihat Chuchu ada di mobil Situ Moran.

Mendengar itu, Xiao’en jadi panik seolah mendapat firasat buruk. Dia takut kalau Situ Moran melakukan sesuatu pada Chuchu. Saking takutnya, Xiao’en sampai pergi dari kantor.
Dia pergi ke rumah Chuchu. Adik Chuchu yang baru pulang memberitahu kalau Chuchu sudah berangkat kerja sedari pergi. Lagi mencari Chuchu, Xiao’en tiba-tiba mendapat telepon dari Situ Moran.
“Chuchu ada bersamaku,” ujar Situ Moran.
--


Hari dengan cepat menjadi gelap,
Xiao’en pergi ke sebuah taman bermain yang kosong. Suasana sangat mencekam. Xiao’en yang kuat saja tampak ketakutan berada di tempat yang horor itu. Dia terus berjalan mencari Chuchu. Setelah mencari ke sana kemari, dia menemukan Chuchu yang terkurung di salah satu bianglala tua dengan mulut terbekap dan tangan terikat ke tiang.


Xiao’en tidak bodoh. Dia tidak mau langsung menolong begitu saja. Dengan cepat, dia bersembunyi, kemudian memasang timer di ponsel agar berbunyi 10 detik kemudian. Setelah itu, dia melempar ponselnya jauh.
Timer ponsel berbunyi dan menarik perhatian Situ Moran yang berjaga sambil memegang tongkat bisbol. Begitu Situ Moran sibuk mencarinya, Xiao’en memanfaatkan kesempatan untuk segera menolong Chuchu.


Dan begitu bebas, Chuchu malah langsung keluar dan mengunci pintu bianglala dari luar, mengurung Xiao’en. Wajahnya juga berubah jahat. Xiao’en jelas panik, apalagi Situ Moran muncul dan segera memasang gembok. Semua ternyata adalah rencana Chuchu.
“Apa rencanamu selanjutnya? Aku akan membantu,” tawarkan Situ Moran.

“Aku hanya ingin menakuti Zheng Xiao’en dengan mengurungnya di sini semalaman, jadi dia akan menjauh dari CEO.”
“Hanya begitu?! Ck, membosankan,” komentar Situ Moran. Dia terpikirkan sesuatu dan melemparkan kunci gembok jauh – jauh. “Karna aku sudah membantumu menghukum Xiao’en, gimana caramu membalasku?”
“Apa yang kau ingin aku lakukan?”


Situ Moran tersenyum senang. Dia memerintahkan Chuchu untuk menelpon Situ Aoran dan beritahu padanya kalau Xiao’en sekarang ada di sini. Xiao’en panik dan melarang Situ Aoran di libatkan. Chuchu juga menolak. Tapi Situ Moran malah mengancam akan menyakiti ayah dan adiknya.


Chuchu mulai ketakutan. Dia tidak ingin keluarganya di libatkan. Xiao’en berteriak menghalangi Chuchu melakukan hal itu jika benar menyukai Aoran. Tapi, Chuchu begitu ketakutan sehingga dia menuruti perintah Situ Moran. (Dia sudah memilih partner yang salah!).
--

Tentu saja, Aoran segera datang ke sana saat mendapat telepon dari Chuchu. Kenapa? Bukan karna dia khawatir pada Chuchu, melainkan Xiao’en. Dia takut terjadi sesuatu pada Xiao’en. Tapi, tentu saja, posisi yang di beritahukan padanya adalah posisi yang salah. Aoran tiba di sebuah gudang kosong.
Saat sadar kalau itu tempat yang salah, dia mau langsung pergi. Sayangnya, Aoran sudah ada di belakangnya dengan membawa tongkat bisbol dan pemantik api. Dia tersenyum penuh kemenangan karna Aoran sudah terjebak.
--

Xiao’en masih terkurung di dalam bianglala. Dia sangat khawatir tapi juga tidak bisa keluar. Untungnya, Chuchu masih belum pergi dan malah menangis di dekat sana. Suara tangisannya terdengar oleh Xiao’en, hingga Xiao’en berteriak menyuruhnya tidak bersembunyi dan selesaikan masalah ini.


Mendengar ucapan Xiao’en, dia pun berani keluar. Dia juga memberitahu kalau Aoran datang dan berada di gudang kosong di dekat sana. Tapi, entah berapa lama Aoran bisa bertahan karna gudang itu sangat gelap. Mendengar itu, Xiao’en jadi semakin panik karna Aoran kan takut gelap. Dengan jengkel, Xiao’en menyuruh Chuchu untuk berhenti menangis. Ini bukan saatnya menangis. Menangis juga tidak bisa menyelesaikan masalah dan lebih baik membantunya untuk keluar.
Chuchu masih juga menangis karna kunci gemboknya hilang. Xiao’en tidak kehilangan akal. Karna gembok yang di gunakan adalah gembok U, maka Xiao’en menyuruh Chuchu untuk segera mencari batu besar dan memukulkannya ke gembok.
--

Aoran tidak berkutik melawan Moran. Dia di pukuli sambil babak belur.
--

Chuchu melakukan seperti yang Xiao’en instruksikan. Dan setelah kali memukulkan batu ke gembok, gembok akhirnya berhasil lepas. Begitu keluar, Xiao’en langsung menanyakan posisi gudang dan menyuruh Chuchu untuk segera memanggil polisi.


Post a Comment

Previous Post Next Post