Note
:
-
Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 12 - 2
Images by : SET TV
Walaupun sudah di hajar babak
belur, Aoran masih tetap mengkhawatirkan Xiao’en. Dia memohon agar Moran tidak
menyakiti Xiao’en. Moran tertawa dan mengejek Aoran yang tampaknya beneran
mencintai Xiao’en. Walau begitu, dia tidak peduli. Dia pergi keluar gudang dan
mengunci pintu gudang dengan rantai, mengurung Aoran di dalam.
Aoran beneran babak belur hingga
berdiri saja, dia merasa sangat kesulitan. Dan saat itulah dia mendengar suara
teriakan Xiao’en yang memanggil namanya. Dengan sisa tenaga yang ada, dia
mengetukan tangan ke pintu. Mendengar suara itu, Xiao’en segera berlari ke arah
pintu dan meminta Aoran untuk tidak khawatir karna dia akan segera membukakan
pintu.
“Kau baik-baik saja. Untunglah,”
ujar Aoran, merasa lega.
Xiao’en melihat ke sekeliling dan
menemukan sebuah palu. Dengan palu yang ada, dia berusaha memutuskan rantai.
Tapi, rantai begitu kuat hingga tidak mungkin hancur dengan palu.
“Tunggu sebentar ya. Gunakan
hape-mu sebagai senter,” ujar Xiao’en.
“Hape-ku di bawa pergi olehnya,”
beritahu Aoran.
Mendengar itu, Xiao’en jadi semakin
khawatir.
Dari celah sebuah jendela kecil,
Xiao’en mengulurkan tangannya ke dalam gudang dan berteriak menyuruh Aoran
untuk memegang tangannya. Dengan tertatih, Aoran berjalan ke arah tangan
Xiao’en dan menggenggamnya erat. Dia merasa lega karna tangan Xiao’en terasa
hangat.
“Jangan khawatir. Kali ini, aku
pasti akan menyelematkanmu. Aku tidak akan membiarkanmu terluka,” janji
Xiao’en. “Tahan sedikit lagi. Pintunya terkunci. Aku akan segera
membukakannya.”
“Jangan pergi! Zheng Xiao’en, janji
satu hal padaku. Setiap aku mengulurkan tangan, aku harus bisa merasakan
tanganmu. Itu lah jarak terjauh kau bisa meninggalkanku. Kau mengerti?”
Xiao’en terdiam mendengar perkataan
itu. Dia menganggukan kepala, “Aku janji! Sekarang, kau harus membiarkanku
menolong mu keluar dulu. Tunggu aku.”
Dan setelah Xiao’en berkata begitu,
Aoran melepaskan genggaman tangannya. Xiao’en berusaha sangat keras untuk
memutuskan tali rantai. Karna palu tidak berhasil, Xiao’en mencoba menggunakan
linggis.
--
Moran ternyata pergi ke tempat
Xiao’en di kurung. Dan begitu sampai, tentu dia sangat marah karna sudah tidak
ada siapapun di sana. Dia berteriak menyuruh Chuchu keluar, tapi tidak ada
respon sama sekali.
--
Moran segera bergegas kembali ke
gudang tempat Aoran di kurung sambil membawa minyak tanah. Karna suara Moran
terdengar, Aoran berteriak panik menyuruh Xiao’en untuk pergi. Xiao’en
bersikeras mau tetap di sana, tapi Aoran dengan tegas menyuruhnya pergi dan
lebih baik menelpon polisi.
Sayangnya, Moran sudah sangat
dekat, jadi Xiao’en juga tidak bisa pergi jauh dan hanya bisa bersembunyi di
sana. Moran terus berteriak menyuruh Xiao’en keluar, tapi Xiao’en berusaha
keras untuk menulikan telinga. Moran juga tidak peduli dan mulai menyiram
minyak tanah ke depan pintu. Dia akan membunuh Aoran.
Xiao’en sangat ketakutan. Dia mau
keluar, tapi Aoran terus berteriak menyuruh Moran untuk tidak melibatkan
Xiao’en. Dia juga menanyakan alasan Moran begitu membencinya.
“Karna kau mencuri ayahku. Asalkan
kau menghilang, ayah akan mencintaiku!”
“Ayah tidak pernah tidak
mencintaimu.”
“Kau bilang ayah tidak pernah tidak
mencintaiku. Lalu, ku tanya, apa dia pernah mencintaiku sebelumnya?! Dari aku
kecil, di dalam keluarga Situ, aku di perlakukan seperti udara, seperti orang
yang tidak terlihat. Kenapa? Karena kau!! Kau adalah CEO yang sukses, lalu aku?
Di matanya, aku hanya pencundang yang selalu gagal di segala hal yang ku
lakukan! Loser!”
“Kau hanya belum sukses. Bukankah
selama ini aku selalu mendukungmu?
“Ya, right. Thank you. Tapi ini alasan kenapa aku sangat membencimu. Sok
seperti pahlawan dan membantuku tidak peduli apapun. Saat kau memberiku uang,
bukankah kau juga tertawa di belakangku dan memandangku rendah? Kali ini, aku
meminta 20juta yuan, dan kau tanpa berkedip bersedia memberiku uang. Aku tahu,
karna kau merasa 20juta yuan ini bisa membuatku menjauh dan tidak akan
mengganggumu. Kau kira aku tidak tahu apa yang kau pikirkan?!”
“Aku tidak pernah berpikir begitu.”
“KAU BERPIKIR BEGITU!!!”
Moran tampaknya sangat membenci
Aoran hingga dia mau membunuh Xiao’en juga. Dia menyuruh Xiao’en keluar di
hitungan ketiga, jika tidak, tidak akan ada kesempatan lagi bagi Xiao’en
bertemu Aoran. Aoran jadi panik dan berteriak keras menyuruh Xiao’en untuk
tidak keluar. Tutup telinga dan matanya, maka semua akan baik-baik saja.
Sayangnya, Xiao’en tidak mau
menjadi pengecut seperti dulu. Dia tidak mau melarikan diri dan menutup mata
melihat kejahatan yang terjadi. Dia memilih keluar untuk menyelematkan Aoran.
Aoran jelas marah dan berteriak menyuruh Xiao’en untuk kabur.
“Aku sudah bilang sebelumnya! Aku
tidak akan meninggalkanmu! Tidak akan!!!” balas Xiao’en, berteriak.
Xiao’en mulai menasehati Moran yang
bersikap bodoh dan kekanak kanakkan. Moran sudah gelap mata, jadi mau apapun
yang di katakan, tentu saja dia tidak mau mendengar. Dia menyuruh Xiao’en untuk
diam dan tidak memancingnya.
“Walaupun Situ Aoran mati, kau
tetaplah kau. Kau tidak akan pernah bisa menjadi Situ Aoran,” teriak Xiao’en.
“Chuchu sudah pergi menelpon polisi. Polisi udah dalam perjalanan kemari. Jika
kau membiarkan kami pergi, aku akan bilang pada mereka kalau ini hanya
pertengkaran saudara dan ada kesalahpahaman. Jika kau beneran membunuh orang,
seumur hidupmu akan hancur! Jika tidak masuk penjara, seumur hidupmu kau akan
terus melarikan diri. Mulai dari sekarang, kau tidak akan pernah bisa melihat
cahaya lagi. Itu yang kau inginkan?”
“Kau sangat berisik. Aku akan
mengurusmu dan Situ Aoran!” teriaknya dan mulai menyiramkan sisa minyak tanah
ke tubuh Xiao’en.
Aoran yang terkurung jelas panik.
Dengan susah payauh. Dia mencoba mendobrak pintu. Dan berhasil! (Ya elah, nggak
dari tadi mah!)
Begitu keluar, kedua saudara itu
melanjutkan perkelahian mereka. Sadar kalau titik kelemahan Aoran adalah Xiao’en,
dia menjadikan Xiao’en sebagai sandera. Aoran tidak mau Xiao’en terluka, jadi
dia memohon Moran melepaskan Xiao’en dan menghabisi dirinya saja.
Xiao’en tidak mau pergi. Dia
mengambil pemantik api Moran yang terjatuh dan menggunakan pemantik itu agar
Moran melepaskan Aoran. Jika tidak, dia akan melemparkan pemantik itu ke tanah
yang sudah di penuhi dengan minyak tanah. Dia tidak peduli jika mereka semua
mati!!!
Aoran berteriak menyuruh Xiao’en
untuk pergi. Xiao’en tidak mau. Dia lebih memilih mati dengan Aoran. Jika Aoran
mati, dia tidak mungkin bisa tenang.
“Sudah sampai begini dan kau masih
saja berdebat denganku? Darimana kau datang sih? Kenapa aku bisa suka wanita
sepertimu!!”
“Kau suka padaku?” kaget Xiao’en.
“Aku tidak pernah menyangka akan mendengar kau bilang suka padaku.”
Moran yang sedari tadi diam sampai
kesal melihat drama percintaan di depannya.
“Bahkan jika aku mati sekarang, aku
tidak ada penyesalan lagi,” ujar Xiao’en.
“Aku tidak. Masih banyak hal yang
ingin ku lakukan bersamamu,” ujar Aoran.
Dan karena itu, dia melawan balik
Moran dan melumpuhkannya. Setelah itu, polisi baru tiba dan menangkap Moran. Chuchu
dan Qingfeng menyusul di belakang. Dan yang mereka lihat adalah perhatian Aoran
pada Xiao’en.
Chuchu hanya bisa menatap semua itu
dengan cemburu. Sementara Qingfeng, tampak sedih. Dia lagi-lagi, terlambat.
--
Begitu tiba di rumah, Xiao’en
mengobati luka irisan di leher Aoran. Dia menangis melihat luka itu. Walau
sudah mengobati luka itu, dia tidak bisa menghentikan tangisnya. Sisa ketakutan
akan hampir kehilangan Aoran tadi, masih sangat terasa.
Aoran meraih tangan Xiao’en dan
menempelkannya di wajahnya, “Tanganmu masih hangat seperti sebelumnya. Kau
ingat apa yang kau janjikan padaku. Selama aku mengulurkan tangan, aku harus
bisa merasakan tanganmu. Inilah jarak terjauh kau bisa pergi dariku.”
“Aku dapat memegang dan
merasakannya. Dari awal sampai akhir, semuanya adalah Situ Aoran. Bukan yang
lain. Itu bukan He Tianxing. Itu kau. Aku suka padamu, Situ Aoran. Kau bukan
pengganti siapapun. Kau unik. Tidak ada yang bisa menggantikanmu.”
Ucapan Xiao’en membuat Aoran
kehilangan kontrol. Dia mulai mencium Xiao’en. Mereka meluapkan rasa cinta
mereka. Dan berakhir dengan tidur bersama.
--
Setelah meminum obat tidur yang
Ibu berikan, Mingli jadi mengalami halusinasi. Dia berhalusinasi ada He Mingli
lain di hadapannya. Wanita itu terus berkata kalau dia adalah He Mingli,
sementara He Mingli yang sekarang bukanlah He Mingli.
Arrggghhh!!!!
Dan begitu dia membuka matanya,
dia malah sudah berada di tepi laut, masih dengan piyama-nya. Menakutkan. Dan
He Mingli sama sekali tidak ingat bagaimana dia bisa tiba di sana?
--
Qiaozhi lah yang menjemput Mingli
dari sana dan mengantarkannya pulang. Dia menyarankan agar Mingli membuat janji
dengan psikiater. Sarannya di tolak tegas oleh Mingli karna tidak ada yang
boleh tahu masalah ini.
Ibu yang baru bangun, heran karna
Mingli ‘baru pulang’, kemana dia kemarin? Mingli berbohong kalau ada hal
penting di tengah malam tadi, jadi dia keluar dan sekarang baru kembali.
Tapi, Ibu tampak ragu. Karna dia
melihat Mingli bertelanjang kaki dan ada bekas pasir.
--
Tianjian hari ini kembali ke
kantor pusat. Dia menyapa semuanya dengan riang. Mingli yang baru datang
langsung mengusirnya untuk pergi. Tianjian memasang ekspresi bingung, karna
Mingli yang kemarin menyuruhnya kembali. Kemarin malam, Mingli menelpon di
tengah malam menyuruhnya kembali kerja mulai hari ini.
“Tidak mungkin!”
“Ketua, yang Tianjian bilang itu
benar. Bukankah kemarin malam Anda menelponku dan menyuruhku membiarkan
Tianjian kembali kerja hari ini,” ujar tn. Hu yang baru datang.
“Kak, apa kau baik-baik saja?
kenapa kau terlihat buruk? Apa kau lupa yang kau lakukan kemarin malam?” tanya
Tianjian.
Mingli panik dan menyangkal kalau
dia lupa. Padahal, kenyataannya dia lupa semuanya. Dan begitu tiba di
ruangannya, dia langsung memeriksa ponselnya. Dan memang ada riwayat telepon
kalau dia menelpon tn. Hu dan Tianjian kemarin malam. Tapi, kenapa dia tidak
ingat sama sekali?
Lagi memikirkan masalah ini,
malah ada masalah lain. Sekarang ini, di semua komputer pegawai ada rekaman
pertengkaran Tianjian dan Mingli. Saat dimana Tianjian bilang kalau Mingli
orang yang membuat jalan baginya dan Mingli adalah batu loncatan. Mingli yang
sangat marah hari itu, memukul Tianjian!
“MATIKAN!!! MATIKAN SEMUANYA!!”
teriak Mingli, menyuruh semua pegawai mematikan video tersebut.
--
Xiao’en kebangun dan
mengira dirinya sedang bermimpi tidur dengan Aoran. Tapi, begitu membuka mata
dan sadar kalau yang ada di hadapannya beneran Aoran, Xiao’en jadi panik. Dia
harus gimana? Pura-pura tidur? Atau gimana?
Berbeda dengan Xiao’en,
Aoran malah mengalami mimpi buruk. Xiao’en jadi khawatir dan memanggil namanya
agar sadar.
“Kau… kenapa kau tidak
menolongku?” tanya Aoran, begitu terbangun.
“Hah?”
“Bukan apa-apa,” ujar
Aoran, begitu sadar sepenuhnya.
“Kau… bermimpi buruk?”
tanya Xiao’en. “Apa ada hubungannya dengan He Tianxing? Mimpi apa? Aku? Aku ada
di mimpimu?”
Aoran mengenggam tangan
Xiao’en sama seperti cara He Tianxing saat mengenggam tangan Xiao’en saat
Xiao’en lewat (di akhir episode 01), “Seperti ini,” ujar Aoran.
“Kau bisa merasakan kau
memegang tanganku?”
“Tapi kau
mengabaikanku. Seperti kau membiarkan seseorang mendorongku.”
“Aku bukanya sengaja,
hanya saja---“
“Tidak peduli apapun,
kau tidak harusnya melepaskan tanganku,” uajr Aoran, santai.
Xiao’en tersenyum dan
menganggukan kepala. Aoran pun bangkit dari tempat tidur dan memakai bajunya.
Dia meminta Xiao’en untuk memasak sarapan, sama seperti yang biasanya di
lakukan. Dia ingin sarapan bersama Xiao’en.
Hal sederhana itu,
sudah membuat Xiao’en merasa sangat bahagia.