Note
:
-
Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 11 - 1
Images by : SET TV
Chapter 11
Efek samping dari ciuman yang di
akhiri dengan kata ‘maaf’ oleh Aoran, membuat Xiao’en jadi tidak bisa tidur.
Dia sibuk memikirkan semua maksud dari kata ‘maaf’ itu. Apa mungkin Aoran minta
maaf setelah menciumnya dan mau bilang kalau dia habis kena gigit anjing, atau
dia salah mencium orang, atau dia suka pria atau dll…
“Apa alasannya menciumku? Dan
kenapa meminta maaf setelah menciumku?”
--
Tidak hanya Xiao’en yang tidak bisa
tidur, Aoran pun begitu. Dia mencoba menyangkal diri kalau dia tidak mungkin
menyukai Zheng Xiao’en. Dia pasti tadi kerusakan.
--
“Meskipun aku bukan gadis remaja
lagi, tapi terkadang aku juga mempunyai fantasi seperti gadis remaja. Apa yang
sebenarnya di pikirkannya, membuatku berfantasi begini?” gumam Xiao’en.
--
Aoran masih saja memikirkan
ciumannya dengan Xiao’en. Dia mencoba menyangkal alasannya mencium Xiao’en
mungkin karna pencahayaan dan situasi tadi membuatnya kehilangan kontrol. Itu
hanyalah ciuman.
Walau mencoba membuat berbagai
alasan, dia tetap memikirkan ciuman itu.
--
“Apa mungkin dia… maybe… bisa saja sedikit menyukaiku?”
pikir Xiao’en.
--
Setelah memikirkannya, Aoran
akhirnya mau mengakui pada dirinya sendiri : “Aku menyukai Zheng Xiao’en.”
Walau begitu, dia malah menyamakan
rasa sukanya pada Xiao’en sama seperti rasa sukanya pada buku, mobil,
travelling, investasi, steak, jam dan masih banyak lagi. Dia kan memang
menyukai banyak hal.
Dia masih terus memikirkannya dan
kemudian teringat pernyataan cinta Xiao’en dulu. Jadi, dia malah menyimpulkan :
Zheng Xiao’en yang menyukainya dan dia mencium karna Zheng Xiao’en menyukainya.
--
Xiao’en udah mau tertidur, tapi
teringat sesuatu. Dia sudah melupakan hal penting karna ciuman tadi.
“Situ Moran muncul. Dan begitu dia
muncul, bos mulai bermimpi mengenai He Tianxing. Dia memikirkan mengenai He
Tianxing. Lalu apa? Pokoknya, aku tidak bisa menolong Tianxing di dunia nyata,
tapi di sini, aku tidak akan membiarkan Situ Moran melukai Bos. Harus,” tekad
Xiao’en. “Aku penasaran mengenai keadaan
Tianxing sekarang ini.”
--
Tianxing masih dalam keadaan koma. Tapi,
tiba-tiba saja matanya terbuka dan dari bola matanya terlihat sosok “Xiao’en”
dan suara Xiao’en yang memanggilnya “He Tianxing.”
Psaat!
Aoran terbangun dari mimpi buruk
itu. Keringat membasahi seluruh tubuhnya. Dia merasakan firasat buruk.
--
Qiaozhi menunjukkan artikel online mengenai
Tianjian yang terfoto keluar dari rumah sakit dengan wajah terluka. Melihat
berita itu, Mingli hanya merasa kalau Tianjian pasti merasa bosan hingga jadi
bodoh.
Berita-berita yang beredar memuat banyak
spekulasi seperti Tianjian di hajar oleh mafia wanita. Tapi, mafia yang di
beritakan sudah membuat pernyataan kalau dia tidak ada memukuli Tianjian. Ada
juga yang bilang Tianjian terlihat keluar dari klub malam. Klub malam yang di
beritakan sudah memberikan pernyataan dan membantah berita yang tersebar. Ada
juga paparazzi yang menebak kalau
Tianjian di pukuli oleh para mantan pacarnya.
“Aku tidak tahu siapa dalang di balik ini
semua, tapi berita mengenai tn. He (Tianjian) yang terluka ada di mana-mana,”
beritahu Qiaozhi. “Sebenarnya, perusahaan mempunyai dokter pribadi. Tapi dia
malah berobat ke dokter di pinggiran kota dan terpotret. Mungkin, ada sesuatu.”
“Dia hanya ingin membuatku jengkel. Terserah
saja dia mau melakukan apa, aku tidak peduli!” duga Mingli. “Aku lebih ingin
tahu siapa si brengsek yang menusukku dari belakang dan membantunya. Aku harus
bicara baik-baik dengan mereka.”
Qiaozhi mengerti maksud Mingli dan akan
segera mengatur waktu pertemuan Mingli dengan para direktur.
Begitu Qiaozhi pergi, Mingli hendak meminum
obatnya. Dan obatnya malah habis. Jadi, dia memutuskan untuk mengawasi kamar
rawat Tianxing saja.
--
Tianjian sedang bersama tn. Hu dan melihat
berita yang beredar. Tianjian tertawa sangat keras karna bisa menduga kalau Mingli
pasti mengira dia hanya ingin membuatnya jengkel. Begitu mudah.
“Kau melakukannya dengan baik. Aku bahkan
mengira orang-orang sudah menganggapmu remeh sebelumnya. Sekarang semua
persiapan sudah selesai, dan hanya tersisa hal terakhir,” puji tn. Hu.
“Hal terakhir apa? Biarkan aku yang
mengurusnya!”
“Tidak sulit mendapatkan posisi Ketua. Tapi,
kalau mau mempunyai posisi yang stabil dan lama, cerita lain. Tersisa
penghalang terakhir yang harus di singkirkan. Hal yang membuat kakakmu
terganggu.”
“Aku tahu. Yang kau maksud adalah He
Tianxing,” sadar Tianjian.
tn. Hu tersenyum sangat lebar dan memuji
Tianjian karna begitu pintar.
--
Qiaozhi dengan panik masuk ke ruangan Mingli
untuk melapor kalau Tianjian hari ini tidak datang kerja.
“Apa masalahnya?”
“Aku mendapat kabar kalau dia buru-buru
menuju rumah sakit Tuan Muda Tianxing sekarang dengan beberapa orang.”
Mendengar kabar itu, ketenangan Mingli
menjadi lenyap. Dia sadar kalau sekarang ini, Tianjian ingin mendapatkan
perusahaan dan semua harta keluarga He.
--
Tianjian pergi ke rumah sakit dengan di antar
oleh Tn. Hu. Dalam perjalanan, tn. Hu menyuruh Tianjian untuk membuka dashboard mobilnya. Di dalamnya ada
sebuah kotak kecil yang berisi jarum suntik dan botol obat.
“Hanya dengan satu kali suntikan,” jawab Tn.
Hu. “Apa kau bisa melakukannya?”
Tanpa perlu di jelaskan lebih lanjut,
Tianjian sudah mengerti maksud suntikan itu. Dia bisa melakukannya.
--
Qiaozhi dan Mingli bergegas ke rumah sakit.
Dalam perjalanan, Qiaozhi menelpon para orang yang di tempatkan untuk berjaga
di depan kamar rawat Tianxing. Dia hendak memastikan kalau Tianxing masih ada
di sana dan jangan biarkan siapapun maksud termasuk Tianjian. Ini perintah dari
Ketua.
Mingli juga terus melihat rekaman CCTV
ruangan kamar rawat Tianxing, “Aku mau kau mati, tapi kau tidak mati. Sekarang,
aku tidak mau kau mati,” gumam Mingli, cemas.
--
Begitu mengantarkan Tianjian, tn. Hu langsung
pergi dari sana. Para anak buah yang sudah di sewa Tianjian juga tiba dan
mengikuti Tianjian masuk ke dalam gedung rumah sakit.
--
Para anak buah Mingli masih terus berjaga di
depan kamar rawat Tianxing. Dan tiba-tiba saja terdengar pengumuman kalau ada
api di lantai 13 dan 14, jadi semua di minta melakukan evakuasi. Alarm
kebakaran dan asap juga mulai menyebar. Dan karna itu, para anak buah yang
berjaga langsung pergi mengevakuasi diri terlebih dahulu.
--
Mingli tiba tidak lama kemudian. Dan begitu
maksud, Tianjian menyambutnya dengan amarah menanyakan, dimana He Tianxing?
Kenapa? karna He Tianxing sudah menghilang dari
ranjang rumah sakit.
Kedua kakak beradik itu mulai saling menuduh
satu sama lain terkait hilangnya Tianxing. Mereka mengira salah satu dari
mereka telah menyembunyikan Tianxing.
Qiaozhi memeriksa rekaman CCTV dan menemukan
hal aneh. Di rekaman sekarang ini, terekam Tianxing yang berbaring padahal
tidak ada, dan semua yang berada di dalam sana, tidak terekam CCTV. Qiaozhi
segera menunjukkan rekaman itu pada Mingli dan memeriksa CCTV.
Di CCTV di temukan sebuah alat yang di
gunakan untuk mengelabui rekaman. Seseorang sudah membawa kabur Tianxing.
Tianjian dengan marah memerintahkan anak buahnya untuk segera berlari keluar
mencari jejak.
Melihat kepanikan Tianjian, Mingli tertawa
keras. Mereka mulai bertengkar kembali dan mengingatkan kalau mereka menginginkan
kematian Tianxing. Dan juga, Tianjian bertekad akan menemukan cara untuk
membuktikan keaslian surat wasiat.
“Kau jangan lupa kalau marga ku juga adalah
‘He’, jadi aku berhak atas harta keluarga He. Dan yang lebih penting, akulah
Ketua-nya sekarang,” ingati Mingli.
“Entah darimana rasa percaya dirimu itu
berasal. Karna He Tianxing belum mati, kau kira kau bisa mempertahankan posisi
mu?”
“Aiyooo, adikku yang bodoh. Sekarang ini,
siapapun yang panik, dia yang kalah,” tanggapi Mingli. “Kelihatannya masih
akulah pemenangnya,” ujarnya sambil berlalu pergi.
Begitu tinggal berdua, Qiaozhi menanyakan
perintah Mingli. Apa dia harus mencari He Tianxing? Mingli melarang.
Sebelumnya, dia sangat cemas kalau Tianjian akan melemparkan tuduhan pembunuhan
Tianxing padanya sehingga dia terus mengecek CCTV kamar rawat Tianxing setiap
menit. Itu membuatnya sangat tertekan. Dan sekarang, ada orang yang bersedia
melindungi He Tianxing, dia merasa lega.
“Jadi, kita beneran tidak akan memikirkan
kemana He Tianxing?”
“He Tianjian tidak tahu kemana He Tianxing
menghilang. Aku sangat yakin mengenai itu.’
“Lalu, mengapa kau hanya –“
“Coba pikirkan. Di dunia ini, siapa lagi yang
ingin menyembunyikan He Tianxing?”
“Yang Anda maksud….,” ujar Qiaozhi tersenyum,
bisa menebak.
Berbeda dengan Mingli yang sangat tenang,
Tianjian sangat marah.
--
Sama seperti yang kita semua bisa tebak, yang
membawa kabur Tianxing adalah Susanna dan Jason. Kini Tianxing berada di tempat
aman yang akan merawatnya dengan baik.
Flashback
Susanna
dan Jason yang membuat alarm kebakaran palsu. Mereka menyelinap masuk dengan
memakai pakaian dokter dan masker untuk menutupi wajah. Susanna juga yang
memasang alat untuk mengecoh CCTV yang terpasang. Mereka juga membawa kursi
roda untuk memudahkan membawa kabur Tianxing.
End
Dan kini, Tianxing ada di hadapan mereka.
--
Pameran seni akhirnya resmi di
buka. Pameran ini akan berlangsung selama 3 hari dan di mulai dari pukul 9
pagi. Qingfeng yang memberikan pengarahan dan meminta semuanya melakukan pekerjaan
mereka dengan baik. Jika sesuatu terjadi, mereka harus segera
menginformasikannya ke grup chat yang sudah di buat. Tapi, suara ponsel harus
di kecilkan agar tidak mengganggu para pengunjung.
Di tengah penjelasan itu, Aoran
mendadak muncul. Matanya dan Xiao’en saling beradu dan keduanya jadi canggung
dan mengalihkan pandangan. Hal itu tidak luput dari perhatian Qingfeng dan
Chuchu.
Begitu pengarahan Qingfeng selesai,
semuanya langsung bubar melakukan tugas masing-masing. Qingfeng kemudian
menanyakan alasan Aoran datang karna seingatnya, Aoran tidak ada bilang mau
berkunjung.
“Aku datang membantu,” alasan
Aoran.
Dia langsung membantu orang yang
mengangkat banyak kardus. Dan baru sadar kalau orang yang di bantunya adalah
Xiao’en. Xiao’en juga terkejut dan tanpa sadar menjatuhkan kardus yang di
pegangnya dan mengenai kaki mereka. Keduanya refleks menjerit kesakitan. Tapi,
jeritan itu berhenti saat tubuh mereka bersentuhan. Benar-benar canggung.
Qingfeng, Susan dan Qiutian yang ada di dekat sana saja bisa merasakan atmosfer
kecanggungan tersebut.
--
Xiao’en beristirahat sejenak di
tempat sepi karna kakinya terasa sakit akibat kejatuhan kardus tadi. Qingfeng
melihatnya dan langsung menanyakan keadaannya. Xiao’en pun menjawab kalau
kakinya hanya sedikit sakit.
“Apa yang terjadi antara kau dan
Aoran?” tanya Qingfeng.
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Awalnya, aku tidak tahu. Tapi,
sekali melihat reaksimu, aku langsung tahu. Itu pasti hal yang memalukan.”
Xiao’en jadi malu dan mulai
mengalihkan topik dengan menanyakan kemarin malam Qingfeng janjian sama siapa?
Belum juga Qingfeng menjawab, Xiao’en malah melihat tablet lilin yang ada di
saku baju Qingfeng. Dia malah menggoda Qingfeng.
Kedekatan mereka terlihat oleh
Chuchu yang lewat. Dan dengan suara keras dan senyum lebar, Chuchu langsung
menghampiri sambil berujar, “Aku tidak menyangka kau membawanya.” Jelas sekali
Chuchu ingin menegaskan kalau itu adalah barang pemberiannya. Dia bahkan
mengambil tablet lilin dari tangan Xiao’en dan memasukkannya kembali ke saku
baju Qingfeng.
“Apa kau suka wanginya?” tanyanya.
Dan tampak sangat jelas, nilai terselubungnya yang ingin menunjukkan pada
Xiao’en kalau Qingfeng miliknya.
“Jika kau mau lagi, beritahu aku,”
lanjutnya dan tersenyum kemudian pergi.
Sayangnya, Xiao’en nggak cemburu
sama sekali. Dia malah semakin menggoda Qingfeng yang semakin dekat dengan
Chuchu dan memberikan selamat. Xiao’en beneran masih mengira kalau Qingfeng
menyukai Chuchu. Makanya, ketika Qingfeng mau menjelaskan, Xiao’en malah tidak
mendengarkan.
Keakraban mereka itu terlihat juga
oleh Aoran yang kebetulan lewat. Dia mulai menggerutu karna cemburu. Lagi-lagi,
Chuchu muncul dan menyapa dengan suara keras.
“CEO, lihat. Aku membawa ini
denganku. Bagaimana denganmu?” tanya Chuchu sambil menunjukkan dompet yang
mereka buat tempo hari.
Aoran diam sesaat, “Aku
meninggalkannya di rumah.”
Senyum Chuchu memudar, “Kalau gitu…
tolong ingat bawa lain kali ya.”
Tidak ada jawaban ‘ya’ sebaliknya,
Aoran ingin bicara dengan Chuchu sepulang kerja. Dan Chuchu dengan semangat
mengiyakan dan bilang kalau dia ada waktu.
Berbeda dari ekspresi wajah Chuchu
yang tampak bahagia, Aoran tidak demikian. Dan wajah gundah Aoran terlihat oleh
Xiao’en.
Xiao’en juga mulai merasakan ada
keanehan. Seolah ada yang memperhatikannya.
--
Begitu kembali ke kantor, Xiao’en
malah tanpa sengaja mendengar dua orang pegawai wanita yang sedang
menggosipinya di pantry. Mereka
menyebutnya berusaha menarik perhatian CEO, wanita tidak tahu malu, tidak
pantas untuk CEO dan CEO tidak akan mungkin menyukainya.
Dan tanpa Xiao’en sadari, Susan dan
Qiutian sudah ada di belakangnya dan mendengar semua pembicaraan itu juga.
Xiao’en yang tidak tahu harus bagaimana, memilih pergi. Tapi, Susan dan Qiutian
malah menariknya ke depan dan menghadapi para penggosip itu. Mereka berdua
memarahi kedua penggosip itu dan menyebut mereka yang tidak tahu malu. Mereka
bahkan mengejek kedua orang itu yang tidak bisa menarik perhatian CEO, jadinya
nggak senang. Kedua orang itu kalah argumen melawan Susan dan Qiutian, sehingga
mereka memilih pergi.
Setelah keduanya pergi, Susan dan
Qiutian mulai memarahi Xiao’en karna hanya berdiri diam membiarkan orang-orang
itu menjelek-jelekannya. Apa dia masih Xiao’en yang mereka kenal? (dari raut
wajahnya, Xiao’en sangat terharu karna Susan dan Qiutian membela dan berada di
pihaknya).
“Bukannya kemarin kalian juga
mengabaikanku?” tanya Xiao’en sedih.
“Hal kemarin, biarkanlah berlalu,”
ujar Susan, sok bijak.
“Sesuatu yang terjadi hari ini
adalah awal yang baru,” timpali Qiutian.
Xiao’en tertawa kecil mendengar
ucapan mereka. Susan dan Qiutian kemudian meminta maaf. Kemarin entah kenapa,
seperti di rasuki hantu, mereka jadi marah saat melihat Xiao’en dekat dengan
CEO. Dan setelah marah, pulang ke rumah, mereka mulai sadar kalau sikap mereka
salah. Walaupun CEO itu penting bagi mereka, tapi persahabatan lebih penting.
Xiao’en tidak marah sama sekali
sama mereka, karna dia bisa mengerti. Akhirnya, mereka berbaikan kembali.
“Yang lebih penting, jangan
menyembunyikan apapun dari kami. Kami akan merasa terluka kalau kau
memperlakukan kami seperti orang luar,” pinta Susan.
“Maaf. Aku tidak akan begitu lain
kali.”
Xiao’en tersenyum lebar dengan
kebaikan dan perhatian Susan dan Qiutian padanya. Tanpa dia sadari, masih ada
orang yang memperhatikannya.
--
Dan saat Xiao’en pergi ke kamar
mandi seorang diri, baru juga masuk, sudah ada orang yang menyiraminya dengan
air. Xiao’en berteriak marah dan mau keluar, tapi pintunya di tahan dari luar.
“Buka!!! Buka pintunya!!!” teriak
Xiao’en. “Ada apa sih belakangan ini? Siapa yang sudah ku singgung?” gumamnya
kesal.
Dan ketika itulah, Xiao’en baru
menyadari kalau ada lingkaran api di bawah kakinya setiap kali dia
menghentakkan kaki.
“Apa ini? Apa mungkin setelah aku
di cium oleh CEO sombong, aku jadi naik posisi?” sadar Xiao’en dan tersenyum
lebar.
--
Editor Yao menemui Chuntian dan
menanyakan mengenai plot cerita dan nama Xiao’en di novel “CEO, You’re So
Naughty” apa sudah di ganti? Dengan sigap, Chuntian menjawab kalau dia sudah
mengganti nama Xiao’en dan untuk plotnya dia sudah meminta penulis untuk
merubahnya.
“Jangan buat kesalahan ya,”
peringati Editor Yao.
“Tentu saja.”
Selesai masalah novel, Editor Yao
membahas mengenai Xiao’en. Boss besar bilang kalau mereka tidak bisa membiarkan
posisi Xiao’en terlalu lama kosong dan ingin dia mencari orang untuk
menggantinya Xiao’en.
Chuntian langsung protes. Xiao’en
kan bukannya sengaja tidak mau kerja. Bagaimana bisa perusahaan membuangnya di
saat begini? Apa kalian bukan manusia?
“Tentu saja aku manusia. Jadi,
aku menolaknya. Karna aku tidak mencari orang baru, selama Xiao’en belum
sembuh, kau harus bekerja lebih keras. Satu orang mengerjakan pekerjaan dua
orang,” ujar Editor Yao.
Chuntian kesal mendengarnya. Toh,
selama ini kan itu yang mereka lakukan. Pekerjaan beberapa orang di kerjakan
sama satu orang.
Setelah Editor pergi, Chuntian
langsung sakit perut dan bergegas ke kamar mandi. Dia membuka salah satu bilik
dan ternyata ada Xiao’en di dalam yang basah kuyup dan mengetuk pintu.
“Ah, maaf,” ujar Chuntian, masih
tak sadar. Dan saat pintu tertutup, Chuntian melihat jelas kalau yang ada di
dalam adalah Xiao’en.
Dengan bingung, Chuntian membuka
pintu kembali, tapi tidak ada siapapun.
“Apa ini karna aku terlalu
merindukan Xiao’en?” pikir Chuntian.
--
Faktanya, yang di lihat
Chuntian adalah apa yang terjadi pada Xiao’en kini. Dalam keadaan basah kuyup,
Xiao’en terus mengetuk pintu berteriak meminta tolong. Tapi sedari tadi tidak
ada jawaban sama sekali. Xiao’en mulai cemas.
--
Di ruangannya, Aoran
mendapat telepon dari satpam yang ingin melaporkan pengawasan mereka terhadap
Zheng Xiao’en.
“Ah, tidak usah lagi.
Kalian tidak perlu mengawasinya lagi,” perintah Aoran.
“Baik. Mengerti. Itu…”
“Ada apa lagi?”
“Nona Zheng Xiao’en
barusan masuk ke kamar mandi wanita, setengah jam yang lalu. Tapi sampai
sekarang, belum ada keluar. Tidak tahu apa yang sudah terjadi.”
Begitu mendengar
laporan itu, Aoran langsung berlari panik ke kamar mandi. Di sana, dia
menemukan sebuah tongkat yang menahan sebuah pintu. Dan benar saja, yang ada di
balik bilik pintu adalah Xiao’en dalam keadaan basah kuyup.
“Kau nggak apa-apa?”
tanya Aoran, khawatir.
Xiao’en hanya diam. Dia
terkejut karna Aoran yang muncul menolongnya. Dia tidak mengerti dan bertanya
linglung, kenapa Aoran bisa ke sini?
Dengan canggung, Aoran
menjelaskan kalau satpam memberitahu ada seseorang yang terkurung di kamar
mandi.
“Apa satpam ada bilang
kalau aku yang terkurung di kamar mandi?”
“Aku rasa… ada,” jawab
Aoran, malu mengakui langsung.
“Jadi, kau langsung
lari kemari untuk menolongku?”
“Tidak bisa di bilang
‘langsung’ juga. Hanya saja… setelah meletakkan telepon, kakiku pelan-pelan jalan keluar ruangan. Pelan-pelan kemari. Tanganku pelan-pelan menekan liftt,” jelas Aoran,
menekankan kata ‘pelan-pelan’ untuk menutupi kepanikannya tadi.
Penjelasan Aoran malah
membuat Xiao’en menangis. Aoran jadi khawatir, ada apa? Xiao’en menangis karna
dia merasa bahagia Aoran datang demi menyelamatkannya. Rasanya, seperti mimpi.
“Jangan khawatir, semua
baik-baik saja,” ujar Aoran lembut sambil memegang wajah Xiao’en. “Weirdo.”
Karna situasi sedang
begini, mereka secara bersamaan menanyakan mengenai hal kemarin. Aoran menyuruh
Xiao’en yang bertanya duluan. Xiao’en menanyakan alasan Aoran menciumnya
kemarin malam.
“Oh,” raut wajah
Xiao’en berubah kecewa, tapi tetap memaksakan diri tersenyum, “Kalau tidak ada
hal lain, aku kembali ke kantor dulu.”
Aoran tidak
membiarkannya pergi. Dia menahan tangan Xiao’en, “Aku sekarang sedang mencari
jawabannya,” ujarnya serius.
Dia berjalan mendekat
ke arah Xiao’en. Menatapnya dengan lekat. Dengan perhatian, dia menyuruh
Xiao’en segera bergegas mengeringkan diri. Xiao’en tersenyum dengan perhatian
tersebut. Tidak hanya Xiao’en tapi juga Aoran. Senyum penuh cinta.
Dan tahu apa yang
menyeramkan???
Setelah Xiao’en dan
Aoran pergi, seseorang keluar dari salah satu bilik kamar mandi. Chuchu. Wajahnya
tampak menyeramkan dan penuh kemarahan serta rasa cemburu. Dia sedari tadi ada
di sana. Tahu Xiao’en terkurung, tapi tidak menolong sama sekali. Dan ada
kemungkinan, dialah orang yang menyiram Xiao’en.