Images by : SET TV
Chapter 14
Mari kita kembali ke beberapa jam sebelum
Aoran menunggu Xiao’en.
Jadi, setelah bilang pada Xiao’en kalau dia
akan menunggunya datang walau seberapa lama pun, setelah itu, dia ada memanggil
Susan dan Qiutian untuk konsultasi. Dengan tegas, Susan dan Qiutian
memperingati kalau lamaran menikah tidak harus sesuatu yang mewah, tapi yang
penting menyentuh. Jangan melakukan hal yang bisa mempermalukan orang lain.
Tidak perlu makanan atau barang mewah, yang penting, asalkan tulus maka mie
hambar pun akan terasa lebih enak daripada caviar.
“Okay, aku mengerti. Terimakasih,” ujar Aoran.
Tapi, Susan dan Qiutian malah tidak pergi
juga. Aoran udah sampai terang-terangan mengusir mereka, mereka tidak mau
pergi. Mereka meminta izin untuk melihat proses Aoran melamar Xiao’en, dari
samping. Dengan tegas, Aoran melarang walau Susan dan Qiutian udah sampai
memohon dan membuat janji tidak akan bersuara.
Huft! Susan dan Qiutian akhirnya pergi dengan
dongkol sambil menggerutu Aoran menjengkelkan.
--
Malam hari,
Xiao’en menepati janjinya pada Qingfeng. Dia
menemaninya makan malam dan bahkan dia yang akan mentraktir malam ini. Itu
karna, menurut Xiao’en, makan adalah cara terbaik untuk menyembuhkan patah
hati.
Sayangnya, wajah Qingfeng tetap murung.
Xiao’en jadi bingung harus bagaimana. Selama ini, Qingfeng yang selalu
menghiburnya, dan sekarnag saat dia harusnya menghibur Qingfeng, dia malah
tidak tahu harus bagaimana.
Di tengah makan malam, Xiao’en malah mendapat
pesan dari Aoran. Karna Qingfeng tampaknya mau tahu, maka Xiao’en memberitahu
kalau itu SMS dari Aoran. Dia sudah meminta Aoran untuk mengganti jadwal makan
malam mereka, tapi Aoran malah bersikeras mau bertemu hari ini.
“Kalian menjadi tidak bahagia karna aku?”
tanya Qingfeng, tampak sedih.
“Tidak, tidak, tidak. Aku bukannya bilang ini
untuk membuatmu senang. Pokoknya, yang terpenting hari ini adalah menghiburmu!”
Qingfeng tidak senang walau Xiao’en bilang
begitu, karna Xiao’en masih juga tidak sadar kalau alasannya sedih adalah dia.
Dia kehilang selera makannya dan mengajak Xiao’en untuk jalan-jalan saja.
--
Qingfeng membawa Xiao’en ke sebuah jembatan,
dimana dari jembatan itu, mereka bisa melihat pemandangan malam kota. Walau
baru pertama kali ke sana, Xiao’en sudah menyukai tempat itu. Dia kemudian
mulai memberikan kata – kata penyemangat pada Qingfeng dan menyuruhnya untuk
tidak terlalu lama bersedih. Yang baru akan datang dan yang lama akan berlalu. Untuk
lebih menyemangati Qingfeng, Xiao’en bahkan mengemukakan ide untuk mengatur
kencan buta.
Tapi, di tengah proses menyemangati Qingfeng,
lagi-lagi Aoran mengirim pesan pada Xiao’en. Melihat ekspresi Xiao’en, Qingfeng
sudah bisa tahu kalau itu pesan dari Aoran.
“Aoran mencarimu. Dia paling benci kalau di
abaikan. Dia sudah menunggumu sangat lama. Itu artinya dia sangat mencintaimu,”
ujar Qingfeng.
“Maaf. Aku harus pergi. Tapi, walau aku
pergi, bukan berarti aku mengabaikanmu. Jika ada masalah di lain waktu, kau
bisa senantiasa mencariku. Mau dalam situasi apapun, jangan menanggung semuanya
sendiri,” ujar Xiao’en.
Begitu Xiao’en beranjak pergi, Qingfeng
segera menahan tangannya.
“Jangan pergi ke Aoran. Jika kau
melakukannya, kau akan menghilang,” pinta Qingfeng.
Dan di saat dia mengatakan hal itu, kobaran
api mulai muncul lagi di tubuhnya. Dan untuk pertama kalinya, Xiao’en baru
melihat kobaran api tersebut. Dan tentu saja, dia merasa terkejut.
Qingfeng memberitahu Xiao’en kalau dia
hanyalah karakter yang berpindah
dari satu dunia ke dunia lainnya. Awalnya, dia tidak tahu siapa dirinya. Hari
ini, dia adalah Duanmu Qingfeng, besok bisa saja menjadi Huo Shaoqing, di hari
lain mungkin menjadi Leng Ziqing. Berdasarkan ingatannya, dia pertama kali
muncul di masa akhir Dinasti Qing sebagai penerus dari keluarga pembuat obat
tradisional China, Chen Qing.
Flashback
Qingfeng pertama kali muncul di dunia novel sebagai karakter bernama
Cheng Qing. Dia adalah tokoh utama di kisah tersebut. Ceritanya di mulai di
novel itu ketika teman masa kecil yang juga adalah tunangannya, Liu Mushuang,
menghilang. Demi mencarinya, Cheng Qing menaiki kapal pesiar menuju ke Barat.
Dan dari sana, dia mulai menjalani serangkaian petualangan
berbahaya. Dia tidak langsung menemukan Liu Mushuang ketika tiba di Barat. Di
negeri asing tersebut, dia bertemu dengan putri seorang diplomat. Hanya putri
diplomat itu yang menyukainya, tapi perasaannya tetap untuk Mushuang. Bukan
hanya putri diplomat, dia juga bertemu banyak orang lain. Ada putri bajak laut,
janda bangsawan, partner bisnis wanita yang menyamar menjadi pria. Semua wanita
itu menyukainya.
End
Mendengar cerita Qingfeng, Xiao’en di dalam
hatinya, menyimpulkan kalau novel itu adalah novel untuk pria. Di saat paling
sulit, selalu ada wanita yang mengelilinginya. Tapi, mau bagaimanapun, pada
akhir cerita, sang tokoh utama pria akan tetap setia pada wanita yang paling
berharga di hatinya.
“Pada akhirnya, Cheng Qing berhasil menemukan
Liu Mushuang. Mereka merencanakan untuk kembali ke negara mereka bersama. Di
saat itu pula, ketika mereka mulai berlayar, nyala api muncul dan membuat
langit di selimuti warna merah. Semua yang ada di depan, perlahan terbakar.
Cerita itu tidak mempunyai ending. Dan
ketika aku bangun, aku sudah menjadi orang lain dan memulai cerita baru. Tapi,
mulai dari cerita kedua dan seterusnya, aku menjadi seperti pengamat. Aku tidak
bisa melakukan apapun,” ujar Qingfeng, lanjut bercerita. “Awalnya, aku tidak
dapat mengerti semua perkataanmu. Aku pikir kau sama sepertiku, hanya pengamat
di semua cerita. Tapi, semakin aku mengenalmu dan tertarik padamu, aku perlahan
mulai mengerti perkataanmu. Aku adalah karakter di sebuah buku. Sebuah karakter
yang hanya bisa menjadi penjaga diam-diam. Karna kau, aku akhirnya sadar kalau
kita tidak harus melakukan apa yang penulis rancangkan. Zheng Xiao’en, jangan
pergi ke Aoran. Atau kau akan menghilang. Ini beneran.”
Xiao’en menjadi serius dan menanyakan maksud
Qingfeng dengan mengatakan kalau dia akan menghilang. Qingfeng memberitahu
kalau selama ini dia hanyalah pengamat yang melihat para tokoh utama mencapai ending, dan setiap tokoh yang beruntung
mencapai happy ending nya, dan
ceritanya berakhir, para tokoh utama itu… menghilang. Tidak ada yang tahu
kemana para tokoh itu pergi.
Alasan Qingfeng tidak menghilang adalah karna
dia belum pernah mendapatkan ending-nya.
Dan karna dia belum mencapai ending
nya, dia ingin berjuang dan berusaha seperti yang Xiao’en lakukan. Inilah
saatnya. Dia memohon agar Xiao’en tidak menghilang dan ikut dengannya berpindah
dari satu cerita ke cerita lainnya. Dengan begitu, mereka tidak akan
menghilang. Mereka bisa hidup selamanya dengan menjadi diri mereka sendiri
ketika berada di cerita lain.
--
Entah apa jawaban yang di berikan Xiao’en,
tapi kini Xiao’en sudah ada di dalam bus. Dia memikirkan semua perkataan
Qingfeng. Apa artinya ‘menghilang’? Apa itu artinya, dia akan meninggal di
dunia nyata? Lalu, gimana dengan Aoran? Dengan Tianxing?
“Selalu berkeliaran dari satu cerita ke
cerita lain seperti hantu yang kesepian, apa yang akan terjadi pada Qingfeng?”
ujarnya kepada dirinya sendiri, merasa khawatir.
Di saat itu, lagi-lagi Aoran mengirimkan
pesan padanya, menanyakan apakah dia masih lama datangnya? Aoran sampai
mengirimkan foto lobster yang ada di akuarium restoran.
Pesan dari Aoran sedikit membuat Xiao’en
tersenyum. Senyuman Xiao’en makin lebar saat menyadari di foto itu ada
terpantul bayangan Susan dan Qiutian yang sedang mengintip. Oh, itu menjadi
petunjuk besar bagi Xiao’en. Dia sadar kalau Aoran akan melamarnya hari ini.
Eh, tapi jika sudah melamar, maka ending
cerita sudah semakin dekat. Hanya tersisa pesta pernikahan dan kata ‘Wo Ai Ni.”
Itu adalah happy ending yang umum
terjadi. Jika dia pergi hari ini, bukankah ini akan sama seperti yang Qingfeng
katakan. Apa dia masih harus tetap pergi?
Keraguan mulai merayap di hati Xiao’en.
--
Aoran sudah mencapai batasnya menunggu
Xiao’en. Rasa kecewa tentu saja ada. Tapi, di saat dia sudah mau menyerah,
Xiao’en tiba. Dia memutuskan datang walaupun tahu kalau ini berarti, akhir
cerita akan semakin dekat.
Xiao’en berjalan mendekat kepada Aoran,
menatapnya dengan mata penuh cinta, “Kau ingin melamarku kan?”
“Ya,” jawab Aoran, kikuk karna rencananya
ketahuan.
“Kau menyukaiku?”
“Ya.”
“Apa kau tidak mau kehilanganku?”
“Ya, itu benar,” jawab Aoran dan mulai merasa
heran dengan Xiao’en yang bertanya begitu blak-blakan.
Xiao’en tidak peduli dan terus menyatakan
perasaannya. Walau akhir cerita akan semakin mendekat, dia akan terus berjalan
bersama Aoran hingga langkah terakhir. Aoran beneran heran.
--
Qingfeng sudah tiba di rumahnya dan
merenungkan pembicaraannya tadi dengan Xiao’en.
Flashback
Saat Qingfeng mengajak Xiao’en untuk ikut dengannya, ini jawaban
Xiao’en.
“Apa kau bahagia? Apa ini karna kau ingin seseorang menemanimu? Atau
karena aku?” tanya Xiao’en balik. Qingfeng terdiam. “Maaf, aku tidak bisa
tinggal dan menemanmimu. Aoran adalah satu-satunya yang ku kejar. Bahkan alasan
aku di sini adalah karna dia. Walaupun aku menemanimu, aku tidak bisa mengubah
rasa kesepianmu.”
End
Qingfeng menatap fotonya dengan Xiao’en (foto
skandal waktu itu).
“Ini karna kau. Tapi, jawaban ini sudah tidak
ada artinya lagi. Setidaknya, aku sudah mencoba kali ini.”
--
Xiao’en bersikap sangat aneh hari ini. Dia
tiba-tiba saja menunjukkan ke pantulan bulan di air kolam, kemudian mencium
Aoran dan melompat ke dalam kolam.
“Situ Aoran!!!” teriaknya dari dalam kolam, “Bantu
aku memetik bulan.”
Aoran menolak, tapi Xiao’en menarik tangannya
sehingga dia juga kecebur.
“Zheng Xiao’en, kau sudah gila?”
“Aku bersedia,” ujar Xiao’en, memeluk Aoran
dan kemudian menciumnya.
Hari itu, tanpa lamaran resmi, Xiao’en
menyatakan bersedia menikah dengan Aoran. Kebahagiaan bagi keduanya. Namun,
yang tidak di sadari Aoran, di tengah ciuman tersebut, terlihat sedikit
ekspresi sedih Xiao’en (karna dia sadar kalau waktunya dengan Aoran tidak akan
lama lagi).
--
Kondisi tn. He memburuk. Berbagai komplikasi terjadi.
Para dokter ahli sudah turun tangan untuk memeriksa, dan hasilnya, tubuh tn. He
tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Di kondisi yang semakin parah, Tianjian memutuskan
untuk menghentikan semua alat bertahan hidup yang di pakai tn. He, walaupun Ibu
masih tidak rela kalau tn. He meninggal. Tianjian memutuskan hal itu dengan
memanfaatkan kondisi Mingli yang sekarang tidak ada di sana.
“Mingli. Kita harus memberitahunya. Jika dia tahu
mengenai ayah…” tangis Ibu.
“Aku akan memberitahunya nanti. Kondisinya sekarang
juga tidak sehat. Aku harus membiarkannya istirahat,” ujar Tianjian, beralasan.
--
Kondisi Mingli sangat menyedihkan. Dia di kurung di
ruangan kecil tanpa ada apapun kecuali sebuah matras dan bantal. Tangannya juga
dalam keadaan terikat sehingga dia tidak bisa melakukan apapun. Untuk makan
saja, harus perawat yang menyuapinya.
Mingli terus memberontak dan meminta perawat untuk
menyuruh Tianjian datang. Dia juga menanyakan mengenai ibunya. Suruh siapapun
kemari!! Tapi, tidak ada jawaban dari perawat. Mingli terus berteriak, tapi
pada akhirnya, perawat menyuntikkannya obat penenang.
Qiaozhi adalah anak buah Mingli yang paling setia. Dia
diam-diam datang untuk mengawasi kondisi Mingli. Dari balik pintu, dia hanya
bisa menangis melihat kondisi Mingli, tanpa bisa berbuat apapun. Apalagi, kini
tn. He sudah meninggal dan Mingli tidak tahu sama sekali.
--
Berita mengenai kematian tn. He Zhaonan sudah tersebar.
Dia meninggal di RS Shaoguang dalam usia 70tahun.
Susanna dan Jason semakin gelisah karna tn. He sudah
meninggal tapi Tianxing belum juga sadar. Entah apa yang terjadi, tapi para
dokter sampai harus menggunakan alat pacu jantung.
“Aku seharusnya tidak memberitahu Tianxing mengenai
kematian tn. He,” sesal Susanna.
“Tapi, apa CEO bisa mendengar apa yang kita katakan?”
Perlahan mata Tianxing mulai bergerak.
--
Ucapan Susanna dan Jason terdengar oleh
Aoran, dalam keadaan tertidur. Dia bahkan bisa mendengar jelas suara
mesin-mesin alat rumah sakit. Dan itu membuatnya terjaga. Lagi-lagi dia merasa
itu hanyalah mimpi buruk. Xiao’en yang tidur bersamanya, ikut terjaga dan
menanyakan mimpi Aoran.
“Di mimpiku, rasanya sesuatu yang sangat
menyedihkan sudah terjadi. Sangat menyedihkan hingga aku tidak bisa bernafas,”
cerita Aoran.
Untuk mengalihkan fokus Aoran dari rasa sedih
akibat mimpi itu, Xiao’en malah menyatakan cintanya. Dia juga terus saja bicara
hal – hal puitis dan manis. Suasana hati Aoran perlahan membaik dan menjadi
sangat bahagia.
Tiba-tiba, Xiao’en menceritakan suatu
pengalaman yang pernah di alaminya. Suatu ketika, dia pernah melihat aksi
penjambretan. Saat itu tengah hari, dan seseorang menjambret kalung seolah
nenek. Kemudian, dia ingin melaporkan kejadian itu dan pergi ke kantor polisi.
Dia bahkan sudah membawa bukti foto jambret yang sempat di fotonya, tapi sesaat
sebelum masuk kantor polisi, dia menjadi takut. Dia takut kalau dia melaporkan
kejadian itu, penjambret itu akan balas dendam padanya.Tapi, dia berpikir lagi,
kalau dia tidak melapor, lalu gimana nasib nenek itu? Dia terus memikirkan hal
itu selama 2 jam di depan kantor polisi. Dan akhirnya, dia malah pingsan karna
kepanasan. Setelah itu, dia mulai berpikir, beberapa hal tidak seharusnya
terlalu di pikirkan. Langsung lakukan saja apapun yang kamu ingin lakukan.
“Aku suka padamu, jadi aku harus membuatmu
tahu,” ujar Xiao’en.
Aoran menyukai kalimat itu dan meminta
Xiao’en mengatakannya berulang kali. Dengan senang hati, Xiao’en mengulanginya
berulang kali.
“Mungkin saja, suatu hari, aku tidak akan
bisa mengatakannya padamu lagi,” ujar Xiao’en, “Jadi, mulai dari sekarang, aku
akan mengulanginya setiap hari. Karna sebanyak itulah aku menyukaimu. Aku akan
terus mengatakannya hingga kau tidak tahan.”
Xiao’en juga dengan serius memberitahu kalau
baginya, Aoran sudah mewujudkan semua mimpi yang dulu hanya bisa di
bayangkannya. Jadi, dia ingin tahu keinginan apa yang dimiliki Aoran. Mungkin
saja dia bisa melakukan sesuatu untuknya.
--
Besok hari,
Aoran membawa Xiao’en ke SD nya dulu. Dia
menunjukkan kelas dan tempat duduknya dulu. Xiao’en mulai membayangkan seolah
melihat Aoran kecil yang sedang duduk di meja itu dan belajar dengan serius.
Aoran kemudian menceritakan mengenai
keluarganya. Moran waktu itu bilang kalau ayah mereka hanya mempedulikannya
sehinggga Moran tidak pernah di anggap, padahal sebaliknya. Karna Moran, ayahnya
tidak pernah bisa hadir di acara penting, seperti acara pertemuan orang tua.
Dulu, waktu dia terpilih oleh guru untuk
memberikan pidato di acara pertemuan orang tua, ayahnya juga tidak datang,
padahal dia sudah menyiapkan semuanya. Ayahnya tidak datang karna saat itu
Moran bertengkar dengan temannya sehingga masuk rumah sakit. Ayahnya jadi harus
ke rumah sakit untuk membayar kompensasi atas perbuatan Moran.
Kemudian, saat SMA, dia memenangkan kontes debat,
tapi ayahnya juga tidak bisa datang. Karna saat itu, Moran menyetir mobil tanpa
SIM dan menabrak seseorang, jadi ayahnya harus ke kantor polisi.
Saat dia lulus kuliah, orang tuanya juga
tidak bisa hadir. Alasannya, karna Moran selalu membuat masalah, jadi ayahnya
memutuskan mengirimkannya ke luar negeri. Tapi karna takut Moran malah kabur,
ayah dan ibunya memutuskan untuk mengantarkan sendiri Moran ke US. Jadi, tidak
ada satupun keluarganya yang menghadiri wisudanya. Keluarganya selalu bilang
kalau dia bisa melakukan apapun sendiri tanpa orang lain. Tapi, di saat dia
tidak sesuai dengan ekspetasi mereka, dia akan di hukum berat yaitu di kurung
di dalam lemari yang gelap.
“Sebenarnya, aku adalah anak yang tidak
terlihat,” akhiri Aoran.
“Aku akan mewujudkan mimpimu,” ujar Xiao’en
setelah mendengarkan cerita sedih Aoran. Dia bisa membayangkan betapa
kesepiannya Aoran melalui semua itu.
Hal pertama yang di wujudkan oleh Xiao’en
adalah masa kecil Aoran, yang harus berpidato di acara pertemuan orang tua,
tapi orang tuanya tidak datang. Xiao’en menyuruh Aoran mengulangi pidatonya
saat itu. Saat Aoran mengatakan itu, Xiao’en bertepuk tangan heboh dan
berakting seolah menyombongkan Aoran pada orang di sebelahnya (yang sebenarnya
kosong).
Kedua, dia seolah datang saat Aoran menang
kontes debat. Dia memberikan kalung medali yang sudah di siapkannya kepada
Aoran.
Terakhir, dia memberikan sebuket bunga pada
Aoran dan mengucapkan selamat padanya karna sudah lulus kuliah. Dia juga
memberikan serangkaia doa demi masa depan Aoran yang sukses. Dia juga mengajak
Aoran untuk berfoto. s
Semua hal sederhana itu, membuat Aoran merasa
bahagia dan juga bersyukur karna Xiao’en ada di sisinya.
“Bagaimana denganmu? Apa semua keluargamu
menyukaimu?” tanya Aoran, kemudian.
“Aku tidak punya keluarga. Aku yatim piatu.
Aku selalu sedirian sejak kecil. Jadi, kau tidak perlu khawatir karna aku tidak
punya saudara yang menyebalkan,” jawabnya, berusaha terdengar ceria.
Aoran baru mengetahui itu, “Kau mempunyaiku.
Di masa depan, kau akan mempunyai keluargamu sendir. Dan di masa depan, kita
akan merayakan semua tanggal penting bersama. Kita bahkan akan pergi bersama
menerima penghargaan. Mau acara apapun, kita akan mengambil banyak foto. Kita
tidak boleh melewatkan hal penting apapun.”
Perkataan Aoran membuat Xiao’en menangis. Dia
merasa bahagia memikirkan masa depan yang Aoran katakan. Andaikan masa depan
itu ada, maka semuanya akan terasa sempurna.
“Aku ada sebuah keinginan. Bisakah kau
membantu mewujudkannya?” tanya Xiao’en.
“Ya.”
“Bisakah kau… tidak melupakanku?”
“Aku janji, tidak akan melupakanmu.”
Cukup perkataan itu, sudah membuat hati
Xiao’en merasa tenang.