Sinopsis K- Drama : Star-Up Episode 1 part 4

 



Original Network : tvN Netflix

Lampu penyebrangan merah, yang berarti tidak boleh menyebrang. Tapi karena terburu- buru supaya bisa naik ke dalam bus yang sudah mau berangkat, maka Ayah Seo pun berlari menerobos lampu merah. Dan disaat itu, dia tertabrak oleh mobil.

Pengemudi mobil dengan baik hati mengajak Ayah Seo untuk ke rumah sakit dan di periksa. Tapi karena terburu- buru, Ayah Seo pun menolak serta mengatakan dia baik- baik saja. Lalu dia masuk ke dalam bus.

Dikantor. Ketika Ayah Seo ingin memberikan presentasi, tangannya agak gemetar. Ini adalah efek dari tabrakan barusan. Dia merasa agak pusing dan sakit. Tapi dia memaksakan dirinya untuk terus bekerja.


Ibu Yoon menyukai ide bisnis Ayah Seo yang berniat untuk memudahkan orang berbelanja secara online, dan dia berniat untuk berinvestasi disitusnya. Tapi dia melihat, angka pengguna terus meningkat, tapi belum jelas bagaimana mendapatkan keuntungan darisana.

“Apa masih belum berbayar?” tanya Ibu Yoon. Dan Ayah Seo mengiyakan. “Kau pasti sudah banyak menghabiskan uang. Sampai kapan kau hanya mau mengumpulkan pelanggan?” tanyanya dengan tajam.

“Aku lebih mementingkan pembesaran skala dibandingkan keuntungan,” jawab Ayah Seo.

Mendengar jawaban itu, Ibu Yoon merasa puas. Karena hanya mengejar keuntungan pada awal bisnis sama saja dengan meminum air di laut. Jadi dia bersedia untuk berinvestasi.

Mengetahui itu, Ayah Seo merasa sangat senang. Lalu tiba- tiba dia mulai mimisan. “Aku mimisan karena terlalu senang,” jelasnya sambil tertawa. “Terima kasih. Terima kasih banyak,” katanya.

Dengan puas, para investor memberikan tepuk tangan padanya.


Ketika Nenek Choi meminta bantuan, Ji Pyeong mengabaikannya dan mengambil barang- barangnya. Dia berniat untuk pergi ke Seoul, karena dia sudah diterima di Universitas sana. Dan Nenek Choi bingung kenapa Ji Pyeong pergi secara mendadak begini. Mendengar komentar itu, Ji Pyeong langsung meluapkan emosinya.



“Itu uangku, bukan uangmu. Rekening itu atas namamu, tapi itu uangku. Itu hasil investasi sahamku,” kata Ji Pyeong, merasa sangat emosi.

“Hebat. Kau jadikan jumlahnya sepuluh kali lipat dalam setahun,” puji Nenek Choi.

“Kau tahu kenyataannya, tapi tetap begini?” tanya Ji Pyeong, terluka.

“Karena itu, kau mengantarku ke bank? Untuk meminjam namaku?” balas Nenek Choi.

Dan Ji Pyeong tidak bisa menjawab. Tapi kemudian dia menjawab dengan kasar. “Ya. Karena itu aku mengantarmu. Kau tak tahu bingungnya anak yatim piatu seumur aku. Dikeluarkan dari panti asuhan, diberi dua juta won karena sudah dewasa. Aku harus hidup dengan uang itu. Bank tak mau buka rekening karena aku masih anak-anak. Aku bukan anak-anak atau orang dewasa. Konyol sekali. Lalu tiba-tiba ada seorang nenek bodoh muncul. Karena itu, aku mengantarmu. Pikirmu aku begitu karena berterima kasih? Hal baik seperti itu hanya dilakukan orang kaya. Percuma aku berbuat baik dan polos. Kau malah mempermainkanku dan menyuruhku menulis surat. Sial. Aku memang bodoh,” bentaknya. “Berikan uangku sekarang!”


Mendengar itu, Nenek Choi tidak membalas dan masuk ke dalam rumah. Dan Ji Pyeong merasa semakin emosi serta kesal. Tapi kemudian tanpa disangka, Nenek Choi kembali, dan memberikan banyak uang kepadanya.


Nenek Choi menjelaskan bahwa uang barusan, yang dia berikan kepada Ayah Seo, itu adalah uangnya. Mengetahui itu, Ji Pyeong merasa malu dan berlari kabur.


Dal Mi merasa sedih karena In Jae dan Ibu. Lalu kemudian Ayah Seo menelpon. Dan dia menahan rasa sedihnya serta berusaha untuk tersenyum.


Dengan senang, Ayah Seo menjelaskan bahwa dia berhasil mendapatkan investor. Dan dengan bersemangat, Dal Mi mengucapkan selamat, karena Ayah Seo berhasil.

“Ayah akan sukses dan membawa kembali Ibu dan In-jae,” kata Ayah Seo, penuh tekad. Dan Dal Mi tidak bisa menjawab. “Kau tak percaya pada ayah?”

“Boleh aku berkata jujur?” tanya Dal Mi, pelan.


“Tunggu sebentar. Dengarkan perkataan ayah dulu. Kau akan berubah pikiran setelah mendengarkan ayah. Sebenarnya ayah bisa membayangkan bagaimana dunia ini akan berubah. Dengarkan. Kini, banyak orang yang memakai ponsel, 'kan? Bagaimana jika ponsel itu makin canggih? Kau akan bisa berfoto dan mendengarkan musik dari ponsel. Kau juga bisa pakai internet,” jelas Ayah Seo, penuh harapan.

“Sepertinya akan nyaman,” komentar Dal Mi.

“Hei, itu akan lebih dari sekadar nyaman. Dunia akan berubah drastis. Ayah bukan berhenti dari kantor karena dipukuli. Aku berhenti untuk mempersiapkan dunia baru itu. Bagaimana? Ayah pasti sukses, 'kan?” tanya Ayah Seo.

“Apa aku boleh berkata jujur?’ tanya Dal Mi, pelan.


“Hei. Kau masih tak percaya ayah?”

“Aku percaya. Aku yakin Ayah akan sukses,” jawab Dal Mi sambil menahan rasa sedihnya. Lalu dia memberitahu bahwa dia ingin memakan Ayam Goreng.


Ayah Seo merasa terharu serta dia juga merasa sangat pusing. Jadi diapun diam untuk sesaat. Lalu dia berjanji kepada Dal Mi bahwa dia akan membelikan ayam goreng dan cola juga nanti.

Dulu aku tak sadar waktu bersamanya adalah waktu yang berharga. Semua momen bersamanya adalah anugerah. Jadi, aku sudah bulatkan tekad. Aku tak akan mengisi masa kini  dengan penyesalan lagi.

Ayah Seo dan Ibu Yoon masuk ke dalam lift bersama. Ketika melihat Ayah Seo mimisan lagi, dia meminjamkan sarung tangan nya. Dan dengan malu, Ayah Seo berterima kasih.

“Kau akan dipanggil CEO jika sukses, dan dipanggil penipu jika gagal. Bidang ini memang menakutkan,” komentar Ibu Yoon.


“Ya, kamu benar. Aku selalu jatuh dan hancur. Kuharap bidang ini seperti pasir, bukan aspal. Pasti berbisnis akan lebih mudah,” balas Ayah Seo. “Dulu putriku jatuh saat naik ayunan dan lututnya luka parah. Jadi, istriku melarangnya untuk naik ayunan lagi. Tapi putriku malah minta kami menebarkan pasir di bawah ayunannya. Dia naik ayunan dengan senang, setelah aku tebarkan pasir di bawahnya. Jika bidang ini empuk seperti pasir, pasti aku akan sangat senang dalam berbisnis. Tapi ini terlalu keras dan menakutkan,” kata Ayah Seo sambil mengingat tentang Dal Mi.

Ketika tidak ada pasir empuk dibawah ayunan, saat terjatuh, maka itu akan terasa menyakitkan. Tapi jika ada pasir empuk dibawahnya, maka walaupun terjatuh, tidak akan terlalu sakit.


Distasiun. Nenek Choi membelikan sepatu untuk Ji Pyeong, karena sepatu Ji Pyeong sudah jelek. Dan Ji Pyeong menolak dengan sikap ketus yang biasa. Tapi Nenek Choi tidak peduli dan tetap bersikap baik kepadanya.

“Aku akan kabur dengan sepatu ini, dan menjadi orang kaya. Jauh lebih kaya darimu. Apa kau tak akan merasa dikhianati?” tanya Ji Pyeong.

“Pasti merasa begitu,” jawab Nenek Choi sambil berjongkok dan menggantikan sepatu Ji Pyeong. “Aku tak akan bisa tidur karena marah, tak bisa makan, dan merasa sangat iri.”

“Haruskah aku kembalikan uang ini?” tanya Ji Pyeong.

“Anak Baik, kau memang pembangkang,” keluh Nenek Choi.



Setelah selesai memakaikan sepatu untuk Ji Pyeong, Nenek Choi duduk disebelahnya. Dengan serius, Nenek Choi meminta Ji Pyeong untuk berjanji. Jangan menghubunginya jika sukses. Jangan menghubunginya, jika Ji Pyeong menjadi kaya, menikah dan hidup dengan baik. Karena dia tidak mau merasa iri. Namun hubungi dia, jika Ji Pyeong merasa susah. Dan datang kembali, jika Ji Pyeong tidak punya tempat berlindung. Jangan kesusahan sendiri.

Mendengar itu, Ji Pyeong merasa tersentuh dan sedih. Tapi dia tidak mengatakan apa- apa. Ketika sudah waktunya untuk berangkat, diapun berjalan pergi dengan langkah lambat.



“Bu Choi. Kau tak ada permintaan?” tanya Ji Pyeong, pelan.

“Apa? Aku tak bisa dengar,” balas Nenek Choi.

“Katakan permintaanmu. Aku tak bisa utang budi begini. Kau tahu aku tak suka utang budi. Karena itu, katakan satu permintaanmu,” teriak Ji Pyeong sambil menangis.

“Kubilang aku tak perlu. Cepat naik,” balas Nenek Choi, menahan rasa sedihnya.



Dengan sedih, Ji Pyeong memeluk Nenek Choi untuk terakhir kalinya. “Kau harus tetap sehat,” pintanya. Dan dengan perhatian, Nenek Choi balas memeluknya serta menghapus air matanya.


Didalam bus. Ayah Seo merasa tidak sehat dan kenjang- kenjang sedikit. Dan ketika Ayam goreng nya terjatuh, seorang penumpang membantunya. Lalu dia mengomentari apakah Ayah Seo mabuk. Dan dengan kesusahan Ayah Seo menjawab tidak.

“Ada apa dengan tanganku? Kenapa aku begini?” gumam Ayah Seo, merasa bingung.

Do-san. Terkadang aku berpikir. Pada musim semi tahun itu, aku kehilangan banyak hal. Jika tak ada surat darimu, bagaimana jadinya musim semiku? Aku pasti akan lebih menyesali bunga yang gugur daripada bunga yang bermekaran.”

Dal Mi berada didalam kamar dan merenung.

In Jae dan Ibu Cha berangkat ke luar negri.

Ji Pyeong menuju ke Seoul.


Nenek Choi membersihkan tokonya sambil memandang bunga sakura yang mulai berguguran.




Sesampainya distasiun terakhir. Ayah Seo tidak turun. Dia meninggal. Dan Ayam goreng yang dipegang nya terjatuh semua ke lantai. Dan di tangan yang lain dia memegang erat ponsel dengan latar foto keluarga nya.

“Pasti akan menjadi musim semi penuh penyesalan karena aku harus melepaskan orang yang kucintai tanpa sempat berkata bahwa aku mencintainya.”

Flash back end


Dal Mi menuliskan surat untuk Do San. 

Dal Mi kemudian memasukkan surat yang sudah ditulisnya ke dalam rumah burung seperti biasa.

Terima kasih karena menemaniku musim semi tahun itu.


Ji Pyeong datang ke toko Nenek Choi dan membantunya untuk membuka toko. “Ini, aku. Nek.”


Mendengar itu, Nenek Choi menatap Ji Pyeong. “Anak baik?” tanyanya. Dan Ji Pyeong mengiyakan. “Apa kau sakit? Kau tak punya tempat tinggal?” tanyanya dengan perhatian.

Mendengar itu, Ji Pyeong merasa terharu dan tanpa mengatakan apapun, dia memeluk Nenek Choi.

Saat itu, aku percaya kau ada. Sekarang, aku ingin percaya bahwa kau benar ada, Do-san. Aku merindukanmu.



Do San yang asli. Dia dan teman- temannya berhasil menemukan program IT yang canggih. Dan mereka bertiga merasa sangat senang sekali.

Jadi, kupikir kini aku harus menemukanmu, Nam Do-san.

Post a Comment

Previous Post Next Post