Original Network : tvN
Ketika para polisi datang. Ji A memberitahu Detektif Baek yang di kenalinya bahwa barusan dia hampir saja mati, karena dia hampir naik ke dalam bus yang kecelakaan ini. Lalu ketika dia mendengar bahwa ada lima orang tewas dan satu selamat, dia merasa heran.
“Seharusnya ada
satu orang lagi. Ada tujuh orang di bus ini,” kata Ji A, memberitahu Detektif
Baek.
“Kamu
yakin?”
“Aku
melihatnya sendiri,” jawab Ji A dengan yakin. “Hanya dia yang menghilang. Tidak
ada mayat.”
“Dia mungkin
sudah turun.”
“Tidak. Bus
ini tidak berhenti sebelum kecelakaan itu. Tidak ada halte bus di terowongan,”
jelas Ji A.
Shin Joo
membaca berita kecelakaan bus kemarin malam. “Terlalu banyak orang yang mati.”
“Lalu?”
tanya Lee Yeon sambil bersiap.
“Biarkan
saja.”
“Aku harus
menyelesaikannya.”
Ji A menjenguk
si siswi sekolah, Jung Soo Young, yang sekarang di rawat dirumah sakit akibat
trauma kecelakaan. “Kamu pasti takut karena kamu satu-satunya yang selamat.
Dahulu aku mengalami kecelakaan serupa. Itu sebabnya aku sendirian. Jika kamu
bertekad kuat, tragedi bisa menjadi perisai yang sangat nyaman. Karena semua
orang mengusikmu dan mencurahkan simpati mereka. Tapi kuharap kamu akan menjadi
kuat,” katanya, menghibur Soo Young. “Lebih menyenangkan menjadi sutradara
produksi daripada korban.”
Mendengar itu,
Soo Young hanya diam saja sambil menatap kosong ke atas.
Ditengah
hujan deras dan diantara semua pejalan kaki yang menggunakan payung berwarna
hitam. Lee Yeong adalah satu- satunya orang yang memakai payung berwarna merah.
Sehingga dia tampak mencolok.
Ji A
meninggalkan kartu namanya kepada Soo Young. Lalu diapun pamit pergi, tapi
kemudian dia teringat akan sesuatu. Dia menanyai, apakah Soo Young mengingat
tentang pemuda yang duduk di dekat jendela. Pemuda yang membawa sebuah payung
merah.
Melihat foto
payung merah yang Ji A tunjukkan, Soo Young bereaksi sangat ketakutan. Dan Ji A
merasa heran serta ingin tahu. “Apa yang kamu lihat? Apa itu sampai kamu
sangat…”
“Dia datang.
Dia datang untuk membunuhku,” jawab Soo Young dengan sikap sangat takut.
Ji A keluar
dari dalam kamar rawat Soo Young dan segera menghubungi rekan Pyo untuk
menghubungi Detektif Baek supaya segera datang ke rumah sakit. Lalu dia
menanyai tentang rekaman video yang berada di bus.
“Kosong,”
kata rekan Pyo.
“Sama
seperti di aula pernikahan,” gumam Ji A, merasa tertarik.
Tepat disaat
itu, Ji A melihat Lee Yeon.
Lee Yeon
menanyai perawat dimeja resepsionis, di kamar mana Soo Young di rawat.
“Aku
menemukannya,” kata Ji A dengan bangga kepada rekan Pyo ditelpon.
Ditaman. Lee
Yeon menanyai tujuan Ji A mengajak nya untuk berbicara. Karena Ji A adalah
sutradara stasiun TV, dia mengira Ji A ingin menawarinya untuk menjadi idol,
dan dengan narsis diapun langsung menolak.
“Ya, aku
mencarimu, tapi bukan untuk itu,” kata Ji A, menjelaskan. “Bukit Rubah. Legenda
urban. Contohnya, satu penumpang di bus 1002 menghilang. Seolah-olah dia
menguap.”
“Sepertinya
ini tidak akan dibuat dengan baik. Lagi pula, aku lebih tertarik dengan komedi
romantis,” komentar Lee Yeon dengan santai.
Ji A
kemudian menunjukkan foto payung merah kepada Lee Yeon. Dan Lee Yeon memuji
bahwa warna fotonya sangat bagus. Dan Ji A sama sekali tidak tertarik dengan
pujian itu.
“Entah itu
kebetulan atau takdir, tapi aku sudah tiga kali melihatmu. Pertama, di aula
pernikahan saat seorang mempelai wanita menghilang. Kedua, di bus 1002. Ketiga,
di rumah sakit tempat aku bertemu korban,” kata Ji A.
“Anggap saja
itu takdir. Tapi maaf mengecewakan. Aku mengencani seseorang. Dan aku sangat
setia,” balas Lee Yeon dengan sikap bercanda. Lalu diapun berniat pergi.
Dengan
tenang, Ji A menanyai, apakah Lee Yeon yang membunuh para penumpang di bus, dan
apakah Lee Yeon datang untuk membunuh Soo Young. Mendengar pertanyaan itu, Lee
Yeon berhenti dan menatap ke arah Ji A.
“Aku bertemu
seseorang yang ingin kubunuh. Baru saja,” kata Lee Yeon sambil tersenyum kecil.
Didepan
rumah saki. Shin Joo merasa khawatir, kenapa Lee Yeon belum kembali juga.
Lee Yeon
kembali duduk dihadapan Ji A. Dia meminta bukti, jika Ji A ingin menuduhnya.
Dan sambil tersenyum, Ji A meminta maaf karena sudah bersikap tidak sopan.
“Aku tidak
butuh permintaan maaf kosongmu,” kata Lee Yeon, serius.
“Kamu tidak
menyentuh kopimu. Minumlah,’ kata Ji A, berusaha bersikap ramah.
“Aku tidak
makan atau minum apa pun dari orang asing. Ini dunia yang berbahaya,” balas Lee
Yeon. Lalu diapun berniat untuk pergi. Dan ketika Ji A menghentikannya lagi,
dia mulai merasa kesal dan tidak sabaran.
Ji A
melemparkan tasnya yang berisikan kartu nama kepada Lee Yeon. Dan Lee Yeon
melemparkan kembali tas tersebut, karena dia tidak ingin ikut kencan buta.
Setelah mengatakan itu, diapun pergi.
“Hei, Jae
Hwan. Minta Detektif Baek memeriksa sidik jari untukku,” pinta Ji A,
menghubungi rekan Pyo. “Tas kulit,” lanjutnya sambil menatap bangga tas nya.
Dalam
perjalanan didalam mobil. Shin Joo tertawa dan mengomentari bahwa pertemuan
antara Lee Yeon dan Ji A benar- benar takdir. Karena 20 tahun lalu, Lee Yeon
menyelamatkan Ji A. Tapi sayangnya, Ji A sama sekali tidak ingat itu. Dan
dengan ketus, Lee Yeon membalas bahwa dia tidak menyukai Ji A.
“Dia benar-benar
mirip dengannya. Aku juga terkejut setiap kali melihatnya,” komentar Shin Joo.
“Kamu harus
berhenti menjadi konsultan untuk stasiun TV itu,” balas Lee Yeon, tidak senang.
“Ini hanya program kacangan.”
“Hanya itu
acara yang kamu nikmati. "Menyingkap Legenda Urban". Kamu bahkan
mengunggah komentar di situs mereka bahwa pakaian Malaikat Maut salah,” balas
Shin Joo.
“Aku sangat
mengenal Malaikat Maut…”
Ketika
seseorang masuk ke dalam kamar, Soo Young merasa sangat ketakutan dan menjerit.
Orang yang datang ke dalam kamar memakai sepatu high heels.
“Soo Young,
kamu baik-baik saja?” tanya Ji A dengan perhatian. Dia buru- buru datang,
karena mendengar kabar kalau Soo Young ketakutan. “Kamu menangkap pria itu?”
tanyanya kepada Detektif Baek.
“Tidak ada
yang melihat bayangan. Mungkin dia hanya bermimpi,” balas Detektif Baek.
“Tidak!”
protes Soo Young dengan suara keras. “Ji A, aku tidak mau tinggal di sini. Aku
harus pergi,” pintanya dengan sikap memelas kepada Ji A. “Jika tetap di sini,
aku akan mati,” bisik nya.
Soo Young
memperhatikan isi kamar Ji A. Di dinding kamar banyak terdapat koran dan
artikel mengenai kasus 20 tahun lalu, tentang kecelakaan keluarga Ji A dan
menghilangnya Ayah Nam serta Ibu Nam.
“Entah
apakah pakaianku akan pas,” kata Ji A, memberikan pakaiannya.
“Maaf sudah
merepotkanmu seperti ini,” balas Soo Young, bersyukur. “Bagaimana dengan
keluargamu?” tanyanya.
“Aku tinggal
sendirian, jadi, anggap saja rumah sendiri,” balas Ji A. Lalu dia keluar dari
kamar.
Setelah Ji A
keluar dari kamar, raut wajah Soo Young berubah menjadi sinis. “Dia sendirian.”
Lee Yeon
datang ke rumah sakit dan menanyai perawat, kapan Soo Young telah di bawa
pulang. Dan si perawat memberikan pesan yang Ji A tinggalkan.
Selesai
membaca pesan itu, Lee Yeon langsung berjalan dengan buru- buru.
Diruang
tamu. Ketika Ji A tidak sengaja terbangun, diapun menyalakan lampu kecil di
dekatnya, tapi tiba- tiba Soo Young sudah berdiri dihadapannya. Dan dia merasa
terkejut.
“Aku
tiba-tiba ingat apa yang terjadi di terowongan hari itu,” kata Soo Young dengan
sikap serius.
Ji A
memberikan segelas teh hangat kepada Soo Young dan menunggu nya untuk siap
bercerita. Lalu ketika Soo Young mulai bercerita, dia segera mencatat
pernyataannya.
Soo Young : “Aku mengeluarkan penyuara telingaku hanya
untuk mendengar keheningan.”
Ketika lampu
bus mati, Soo Young melepaskan headset yang dipakainya. Lalu dia mulai bersiap
untuk memakan mangsa nya. Matanya berubah menjadi mata rubah. Dan lalu dia
menyerang setiap orang di dalam bus.
Soo Young : “Semua orang tewas. Dari kegelapan, dia
mulai mendekatiku. Pria dengan payung itu. Dia mencoba membunuhku!”
Soo Young
tersenyum ketika Lee Yeon mendekatinya. Dan sebelum Lee Yeon sempat beraksi,
dia langsung menyerang Lee Yeon duluan.
“Aku
ketakutan,” kata Soo Young dengan tubuh gemetar.
Merasa
bersimpati, Ji A pun mendekatinya dan menghiburnya untuk tenang. Dan sambil
menundukkan kepalanya, Soo Young tersenyum sinis. Kemudian tiba- tiba saja
gelas teh terjatuh.
“Soo Young,
ke mana tujuanmu saat tengah malam?” tanya Ji A sambil membersihkan pecahan
gelas di lantai.
“Apa?
Pulang, tentu saja…”
“Aku memeriksa alamatmu dan untuk pulang, kamu harus menuju ke arah lain,” kata Ji A sambil mengambil satu berling berukuran sedang dan mengarahkan nya ke leher Soo Young. “Berhentilah mengatakan apa pun yang terlintas di benakmu.”
“Kapan kamu
menyadarinya?” tanya Soo Young sambil tertawa.
“Manusia
secara naluriah bergerak untuk melindungi dirinya saat mengalami kecelakaan
mobil. Namun, satu-satunya penyintas dari kecelakaan bus itu tidak memiliki
luka pertahanan. Aku tidak memercayai keajaiban,” jelas Ji A di dekat telinga
Soo Young. “Siapa kamu?”
“Aku
seseorang yang kamu kenal …” jawab Soo Young. Lalu dia berubah menjadi Lee
Rang. “Dan yang tidak kamu kenali.”
Merasa
terkejut, Ji A langsung menusuk Lee Rang. Tapi Lee Rang sama sekali tidak
terluka, karena benda seperti itu sama sekali tidak bisa melukainya. Dan Soo
Young yang asli telah di makan olehnya.
“Aku tahu.
Aku hanya menawarkan diriku sebagai umpan,” kata Ji A, tanpa rasa takut.
Tepat disaat
itu, Lee Yeon datang dan masuk ke dalam rumah dengan memecahkan kaca jendela.
Lalu dia mendekati Ji A sambil mengomel. Karena Ji A menulis kan di kertas
catatan untuk dirinya, “Apa yang kamu
cari akan ada di rumahku.” Dan dia tidak suka, karena dia menolak untuk bekerja sama dengan Ji A.
“Bukankah
seharusnya kamu menyibukkan diri?” bentak Ji A, mengingatkan.
Tepat disaat
itu, Lee Rang menyerang Lee Yeon. Dan Lee Yeon pun balas menyerang nya.
Ternyata mereka adalah saudara, dam Lee Rang adalah adik. Mengetahui itu, Ji A
terkejut, karena tidak menyangka.
Lee Yeon dan
Lee Rang bertarung dengan sangat ganas sambil hampir menghancurkan seluruh
rumah. Untungnya mereka tidak menemukan kamera tersembunyi yang Ji A
sembunyikan di rak buku. Jadi Ji A merasa lega.
“Berapa
orang yang sudah kamu bunuh?” tanya Lee Yeon dengan serius.
“Kamu
khawatir aku akan masuk neraka?” balas Lee Rang. Dan Lee Yeon membalas bahwa
dia malu terhadap Lee Rang. “Ini karena aku tidak mau menjalani hidup
menyedihkan sepertimu.”
“Yang lebih
menyedihkan adalah pria dewasa yang merengek,” ejek Lee Yeon, santai.
Lee Rang
kembali menyerang Lee Yeon. Dan Lee Yeon pun melemparkan nya keluar jendela.
Lalu karena tidak bisa menang, Lee Rang pun mengajak Lee Yeon untuk bertaruh.
Jika sampai akhir bulan depan Lee Yeon masih belum bisa menemukan A Eum, maka
Ji A akan mati. Mendengar itu, Lee Yeon menatap tegas pada Lee Rang.
“Kamu tahu
aku tidak bercanda. Sampai jumpa,” kata Lee Rang. Lalu dengan santai, dia masuk
ke dalam mobil yang sudah menunggu nya didepan rumah.
Ji A
mendekati Lee Yeon, dan menanyai, siapa mereka sebenarnya. Dan mata Lee Yeon
berubah menjadi seperti rubah. “Lupakan semua tentangku,” katanya sambil
menatap mata Ji A.
Ketika Ji A
tersadar, dia sudah berada di kantor. Lalu saat Detektif Baek menelpon serta
mengatakan bahwa dia sudah mendapatkan hasil sidik jari yang Ji A inginkan, Ji
A memegang erat USB di tangannya.
Ketika Lee
Yeon pulang ke rumah, dia bingung kenapa semua lampu sudah menyala, dan dia
mengira Shin Joo sudah pulang. Lalu ketika dia masuk ke dalam rumah, dia
melihat video pertengkaran nya kemarin dengan Lee Rang, saat mereka berada di
rumah Ji A. Dan Ji A sedang berdiri di
beranda rumah nya.
“Kamu ingat
apa yang terjadi?” tanya Lee Yeon, langsung.
“Aku tidak
tahu apa itu, tapi kurasa itu tidak mempan padaku,” balas Ji A. Lalu dia
menunjukkan USB di tangannya. “Salinan aslinya ada di sini. Jika kamu
menginginkannya, ambillah,” tantang nya.
Secara
perlahan, Lee Yeon berjalan mendekati Ji A. Dan dengan sengaja, Ji A
menjatuhkan dirinya dari ketinggian. Melihat itu, Lee Yeon merasa malas. Tapi
pada akhirnya, dia tetap menyelamatkan Ji A juga.
“Sudah
kuduga. Kamu bukan manusia,” kata Ji A dengan bangga.
“Kamu baru
saja mengujiku?”
“Lupakan semua yang kamu lihat hari ini. Jika
tidak, aku akan membunuhmu,” ancam Lee Yeon, menakuti.
Ji A
mengingat kejadian 20 tahun lalu. “Aku sudah menunggumu,” katanya. Lalu dia
menusukkan jarum suntik ke leher Lee Yeon.