Note
:
-
Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 17 - 1
Images by : SET TV
Chapter 17
Baru juga pagi, Xiao’en dan Chuntian udak kena marah
sama Kepala Editor Yao karna penerbitan mereka mendapat surat tuntutan. Itu
karna ada sebuah adegan di novel “CEO, Don’t Stop’ dimana pemeran utama
wanitanya bersembunyi di lemari pakaian dan kemudian, pemeran utama pria masuk
dan bertukar baju. Nah, adegan itu mirip dengan adegan di salah satu novel
terbitan Penerbit Rushi, jadi mereka di tuntut karna plagiat.
Huft! Menurut Xiao’en dan Chuntian adegan itu kan
wajar. Tapi, mau apa yang mereka katakan, Editor Yao nggak peduli. Dia
memerintahkan Xiao’en dan Chuntian untuk segera memperbaiki adegan itu sekarang
juga! (di hapus atau di ganti adegan lain).
Seperti aturan pada umumnya, perintah bos adalah yang
terutama. Chuntian mulai mengeluh kalau menjadi penulis itu tidaklah mudah.
Dimana-mana, kalau ada adegan dimana sang pemeran utama harus bersembunyi saat
di rumah si pria, pasti sembunyinya kalau nggak di lemari, maka di kamar mandi
atau bawah tempat tidur. Mana ada yang sembunyi di dalam kulkas. Xiao’en
setuju, kalau sembunyi di kulkas, genre
nya bukan romance tapi suspense. Benar-benar menyebalkan.
Lagi ngedumel, tiba-tiba saja Xiao’en mendapat ide.
Plagiat!! Benar, dia bisa menggunakan cara itu untuk menemukan penulis yang
membuat kisah Qingfeng. Jika mereka tidak bisa menemukan penulisnya, maka buat
si penulis yang mencari mereka.
Caranya?
Xiao’en meng-upload
summary cerita ke dalam web penerbitan mereka dengan judul : “Love across
the Atlantic.” Tentu saja, apa yang di lakukannya itu berbahaya jiak sampai
ketahuan tn. Yao karna kan novel itu nggak ada dan tidak di setujui karna lebih
di tujukan untuk target market pria.
Karna itu, Xiao’en menyuruh Chuntian untuk menjawab ‘nggak tahu’ kalau Editor
Yao bertanya. Dia yang akan bertanggung jawab sendiri. Chuntian sangat setia karna dia mau ikut
bertanggung jawab.
--
Esok hari,
Sushanna memarahi Tianxing yang baru selesai terapi
tapi sudah berenang. Kalau Tianxing mau cepat pulih, Maka Tianxing harus
mematuhi rehabilitasi, bukannya berenang seperti ini. Bagaimana kalau hal ini
membuat kondisi Tianxing menjadi semakin parah atau bahkan terluka?!
“Aku tahu tubuhku lebih baik dari siapapun,” ujar
Tianxing.
--
Xiao’en dan Chuntian baru saja tiba di kantor dan sudah
mendengar suara keributan di ruangan Editor Yao. Ada seorang pria yang datang
dan menyebut penerbit mereka melakukan plagiat.
Editor Yao tidak mengerti apa yang di bicarakan si pria itu, apalagi dia
terus membahas mengenai tokok “Chen Qing”. Jadi, Editor Yao menganggap bahwa pria itu hanyalah penipu.
Xiao’en dan Chuntian yang mendengar dari ruangan nama
‘Chen Qing’ di sebut menjadi bersemangat. Mereka langsung menerobos begitu saja
ke dalam ruangan dan menanyakan pria itu, mengenai karakter nama Chen Qing dan
siapa mana pemeran utama wanitanya? Pria itu bingung dengan sikap antusias
Xiao’en, tapi tetap menjawab nama pemeran utama wanitanya adalah Liu Mushuang.
Benar! Dia adalah penulis yang selama ini dia cari.
--
Xiao’en membawa pria itu ke ruang tunggu untuk
berbincang. Nama pria itu adalah Chen Qing. Dia menunjukkan bukti bahwa kisah
‘Love across the Atlantic’ yang Xiao’en upload
di web penerbitan adalah karyanya. Bukti yang di tunjukkannya adalah
berbagai foto pemandangan kota di luar negeri dan surat yang di tujukan untuk
Liu Mushuang.
Xiao’en meminta izin untuk membaca surat tersebut. Chen
Qing mengizinkannya. Isi dari surat itu adalah kisah petualangan Chen Qing di
lautan saat pergi ke berbagai negara. Yup, ‘Love across the Atlantic’ adalah
kisah berdasarkan surat cintanya.
Dulu, Chen Qing bekerja sebagai masinis kapal dagang
yang berlayar ke berbagai negara. Xiao’shuang (Liu Mushuang) adalah teman masa
kecil dan juga cinta pertamanya. Mereka tumbuh bersama. Karna dia menghabiskan
lebih banyak waktu di kapal, jadi, dia mulai menulis surat untuk Mushuang untuk
menceritakan berbagai tempat yang di kunjunginya. Tapi… surat itu tidak pernah
di kirimkannya. Saat dia harus pergi berlayar, dia tidak punya keberanian untuk
memberitahu Mushuang untuk menunggunya. Dia membuat kisah itu dengan dasar kalau
setelah melewati semua rintangan, Chen
Qing akan mampu bertemu Liu Mushuang. Seolah, dia juga akan bisa
mengumpulkan keberaniannya untuk mengirim semua surat itu pada Xiao’Shuang dan
membuatnya tahu perasaannya.
“Kalau begitu, kenapa kau tidak menyelesaikan
ceritanya?”
“Aku meletakkan semua perasaanku di dalam buku ini. Aku
berencana ketka buku ini selesai, aku akan memberikannya padanya dan menyatakan
cintaku. Tapi, aku tidak menyangka, saat aku selesai menulis bab terakhirnya—“
“Apa itu ketika si pemeran pria berlayar untuk kembali
setelah petualangannya?” tanya Xiao’en, memotong.
“Ya, benar. Bagaimana kau bisa tahu?” kaget Chen Qing.
“Dan saat itu, aku menerima kabar kalau Xiao’shuang bertunangan dengan putra
walikota.”
“Jadi, kau berhenti menulis?”
“Ya. Aku membakar naskahnya.”
Mendengar kata ‘membakar’, Xiao’en jadi mengerti kenapa
waktu itu, Qingfeng bilang saat dalam perjalanan kembali bersama Mushuang,
langit menjadi merah terbakar dan semua perlahan menghilang di lahap api. Itu
adalah saat dimana Chen Qing membakar naskahnya setelah mendengar kabar
Xiao’shuang bertunangan.
Xiao’en sangat marah dan menyebut Chen Qing sangat
tidak bertanggung jawab! Bagaimana bisa dia mengakhiri kisah begitu saja hanya
karna patah hati?! Padahal sudah menulis hingga bab terakhir, kenapa tidak
mengakhirinya dengan baik! Kenapa malah membuatnya (Qingfeng) menderita juga?!
“Aku tidak bisa menulis,” jelas Chen Qing. “Buku ini
adalah surat cintaku. Karna sudah tidak ada lagi penerima untuk surat cinta
ini, apa gunanya aku menyelesaikannya?”
“Tapi, itu sudah sampai bab terakhir, bro!!”
“Aku ke sini juga bukan untuk menuntutmu. Hanya saja
cerita (yang di upload) terlalu
mirip. Aku tidak tahu dimana kau menemukan cerita ini. Tapi, ini adalah kisah
patah hatiku. Jika bersedia, aku harap kau menarik buku ini sendiri.”
Xiao’en tidak mau dan malah meminta Chen Qing untuk
menyelesaikan cerita dan mempublikasikannya. Chen Qing tidak mau, tapi Xiao’en
tidak menyerah. Dia memuji tulisan dan kisah yang Chen Qing tulis, dan pujiannya
tersebut menyentuh hati Chen Qing. Tidak hanya itu, Xiao’en bahkan berjanji
akan mempublikasikan tulisan Chen Qing, pasti.
--
Seperti yang bisa di duga, Editor Yao mengamuk saat
Xiao’en dan Chuntian datang melapor kalau mereka akan mempublikasikan novel Cheng
Qing. Dia kan sudah bilang mereka tidak akan mempublikasikan novel yang
bertarget pada pembaca pria. Kalau mau publikasikan, buka perusahaan penerbitan
sendiri. Mereka ini hanya perusahaan kecil dan tidak bisa mengambil resiko
untuk terus merugi. Waktu muda, dia juga begitu bersemangat dan berambisi dalam
industri penerbitan seperti ini, Namun, mimpinya di telan oleh realita. Jadi,
dia tidak bisa menerbitkan buku yang tidak ada jaminan akan sukses. Menjalankan
perusahaan itu tidak semudah yang mereka bayangkan. Dia harus mendapatkan laba
agar bisa membayar gaji semua karyawan termasuk mereka berdua.
Sadar kalau tidak ada gunanya membujuk, Chuntian
mengajak Xiao’en untuk memikirkan cara lain saja. Xiao’en tetap tidak menyerah
karena dia teringat dulu Aoran pernah menasehatinya untuk berdiskusi. Karna
itu, dia mengajak Editor Yao diskusi. Jika dia bisa memikirkan cara untuk
mencapai BEP (Break Even Point) dari
buku ini, maka buku ini harus di terbitkan. Sebelum buku ini di publikasikan,
dia akan melakukan berbagai metode seperti mencari sponsor atau menjual merchandise untuk mencapai BEP
penerbitan buku ini terlebih dahlu.
“Kau beneran ingin menerbitkan buku ini?”
“Ya. Buku ini sangat penting bagiku,” jawab Xiao’en,
penuh keyakinan.
“Aku juga bersedia kerja lembur,” ujar Chuntian,
mendukung.
“Baiklah. Karna aku juga tidak berharap buku ini akan
menghasilkan laba, asalkan tidak merugi, kita akan mempublikasikannya,” ujar
Editor Yao, akhirnya setuju.
Keduanya sangat senang hingga mulai memuja muji Editor
Yao.
--
Nah!
Apa yang di inginkan
kadang tidak semudah yang di pikirkan. Mereka harus bekerja keras untuk
mengumpulkan modal agar BEP penerbitan buku ‘Love across the Atlantic’ tercapai.
Melihat Xiao’en yang begitu berkerja keras, Chuntian merasa kagum. Dia memuji
Xiao’en yang sudah berubah menjadi lebih positif dan pemberani daripada dulu.
Hal yang membuat Xiao’en demikian, karna saat di dalam
novel, dia merasa bahwa ada beberapa hal yang tidak perlu terlalu di pikirkan.
Segera lakukan apa yang harus di lakukan.
Karna itu, Xiao’en berusaha menjadi lebih positif untuk
mencapai tujuannya karna di dunia nyata, CEO tidak mungkin menjadi miliknya.
--
Jason dan Sushanna mengantarkan Tianxing melakukan
rehabilitasi. Sambil Tianxing melakukan rehabilitasinya, Jason mengajak
Sushanna bicara. Dia memberitahu kalau polisi menghubunginya. Mereka meminta
Tianxing untuk datang ke kantor polisi memberikan pernyataan demi penyelidikan
lebih lanjut jika sudah pulih. Ini terkait kesaksian Xiao’en tempo hari. Dan
juga, He Mingli dan He Tianjian juga sudah di panggil ke kantor polisi.
Mengenai hasilnya, dia juga tidak begitu jelas.
--
Editor Yao menghampiri Xiao’en dengan senyuman lebar.
Dia baru saja pulang dari rapat. Dan di sana, dia mendengar rumor kalau
Tianxing sekarang menjadi topic paling
hot. Sejak berita Tianxing jatuh dari gedung dan
kemudian sadar, Tianxing sudah menjadi sangat terkenal. Orang-orang
membicarakan kehidupan dan ketampanannya. Jadi, segala hal yang berhubungan
dengan Tianxing akan menjadi viral dan pasti laris.
Inti dari pembicaraan panjang lebarnya, Editor Yao
menugaskan Xiao’en untuk melakukan wawancara pada Tianxing. Mereka akan
menerbitkan buku autobiografi Tianxing. Buku itu pasti akan laris dan
keuntungan buku itu akan bisa mencapai BEP buku yang ingin Xiao’en publish.
Xiao’en mencoba menolak dengan sopan, tapi Editor Yao
tidak menerima penolakannya. Yang mau mempublikasikan buku kan Xiao’en, dan dia
mendukungnya dan bahkan memberikan cara untuk membantunya mengumpulkan dana
agar buku bisa di publikaskan, jadi, sudah seharusnya Xiao’en setuju.
--
Tianxing masih sibuk rehabilitasi dan karna itu
ponselnya di pegang oleh Shanna. Ketika ada email masuk, Shanna lah yang
membuka dan membaca isi email tersebut. Email itu di kirim oleh Xiao’en. Isinya
sangat formal terkait meminta izin agar boleh mewawancarainya.
Walau isinya biasa saja, tapi Shanna menyembunyikan
emai itu dari Tianxing.
Sementara itu, Chuntian dan Xiao’en gelisah karna email
sudah di baca, tapi kenapa Tianxing tidak membalasnya sama sekali? Mereka sudah
menunggu berjam-jam, tapi tetap tidak ada balasan.
“Kelihatannya hanya tersisa satu cara,” ujar Chuntian.
“Cara apa?”
--
Chuntian membawa Xiao’en ke kuil. Mereka akan berdoa
meminta tolong pada Tuhan. Bukankah setiap kali mereka mengalami kesulitan,
mereka akan kemari untuk berdo’a? Saat Xiao’en di rumah sakit, dia juga tidak
lupa berdoa untuknya. Dan doanya terjawab karena Xiao’en sekarang berada di
hadapannya dengan sehat.
Flashback
Ingat
di episode 01, saat Xiao’en mendengar berita mengenai Tianxing jatuh gedung,
dia sangat ketakutan dan berjanji akan berdoa untuk Tianxing dan menyalakan
lentera di kuil demi keselamatkan Tianxing.
Dan
Xiao’en beneran pergi ke kuil dan berdoa dengan tulus demi kesembuhan Tianxing
waktu itu.
End
Dan kuil yang di kunjunginya waktu itu adalah kuil ini.
Saat mereka berdoa bersama, Chuntian yang terlebih dahulu selesai. Saat dia
berbalik, dia sempat melihat seklias kalau ada sosok Tianxing, tapi dia mengira
hanya salah lihat.
Xiao’en berdoa agak lama. Chuntian penasaran dan mau
tahu apa yang Xiao’en doakan hingga begitu lama. Xiao’en menjawab kalau dia
berdoa untuk He Tianxing agar bisa cepat pulih. Chuntian langsung kesal karna
kan harusnya Xiao’en berdoa agar Tianxing mau di wawancara oleh mereka jadi,
Editor Yao akan mengizinkan mereka mempublikasikan buku tanpa masalah.
“Sebenarnya, ada sesuatu yang belum ku ceritakan
padamu,” ujar Xiao’en. “Di hari aku mendengar berita kecelakaan He Tianxing,
aku juga datang kemari untuk berdoa.”
“Kalau datang ya sudah. Kenapa harus merahasiakannya
dariku?”
“Aku memandang rendah diriku sendiri. Aku tahu jelas
kalau hal pertama yang harus ku lakukan adalah melapor ke polisi. Mau
bagaimanapun, aku sudah lama melihatnya dan di dalam hatiku dia sudah seperti
tetangga. Tapi, aku bahkan tidak berani menulis surat tanpa nama untuk
melaporkan kejadian itu. Jadi, aku kemari mencari Tuhan untuk bertanya padanya,
apa yang harus ku lakukan untuk menyelamatkan He Tianxing,” cerita Xiao’en.
Chuntian bersimpati mendengarnya. Tapi, dia merasa
bahwa mungkin karna doa Xiao’en, dia jadi mendapatkan 3 bulan pengalaman aneh
untuk menolong Tianxing.
Karna Xiao’en masih mau berkeliling, dia menyuruh
Chuntian untuk pergi duluan ke toko. Chuntian ke toko dan mulai memilih
berbagai jimat. Ada satu jimat yang di rasanya sesuai untuknya, tapi pas dia
mau mengambilnya, di saat yang sama Jason juga mau mengambil jimat itu. Bukan
hanya Jason yang ada di sana tapi juga Shanna.
“Kau!” ujar Chuntian kaget melihat Shanna.
“Apa aku mengenalmu?” tanya Sushanna.
Chuntian terdiam karna memang hanya dia yang mengenali
Sushanna. Karna kan dulu, pas dia ngintip Tianxing lewat drone, Sushanna selalu
terlihat.
“Tidak. Tidak kenal,” jawab Chuntian.
“Kenapa aku merasa tidak asing dengannya?” gumam Shanna.
Chuntian memberikan kartu namanya dan memperkenalkan
diri. Saat melihat di kartu nama ada tulisan Penerbitan Ruge, Shanna langsung
sadar kalau Chuntian ini temannya Xiao’en. Apa Xiao’en juga ada di sini?
Chuntian membenarkan dan bahkan bilang kalau Xiao’en sedang berdoa di dalam
untuk keselamatan Tianxing.
“Cepat pergi cari Tianxing dan bilang padanya kalau
kita harus pergi,” perintah Shanna pada Jason.
Chuntian tidak mengizinkan dan menghalangi dengan
nanya, apa mereka ada nerima email undangan untuk wawancara dari mereka? Shanna
malah mengartikan kalau Xiao’en dan Chuntia mengikuti Tianxing agar mau di
wawancara. Chuntian tidak terima di tuduh dan mulai berdebat dengan Shanna.
--
Xiao’en di dalam dan pergi ke tempat lentera doa. Dia
mencari lentera yang dulu di nyalakannya untuk Tianxing. Dan dia sangat senang
karna lentera itu masih ada dan masih menyala.
“Kau yang menyalakan lentara itu?” terdengar sebuah
suara bertanya.
“Ya,” jawab Xiao’en, tanpa menoleh.
“Lalu, kenapa namaku ada di sana?”
Pertanyaan itu membuat Xiao’en menoleh. Tianxing ada di
sana dan menatapnya dengan pandangan penuh tanya.
“Zheng Xiao’en, siapa kau sebenarnya?” tanyanya. “Siapa
kau sebenarnya?” ulangnya. “Kenapa namaku ada di lentera itu? Kenapa kau terus
muncul di hadapanku?”
“Aku…,” Xiao’en terdiam. “Siapa lagi? Aku Zheng Xiao’en
yang bekerja di penerbitan,” lanjutnya dan menyodorkan kartu namanya.