Note
:
-
Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 17 - 2
Images by : SET TV
Tianxing sedang dalam perjalanan
pulang bersama Jason dan Sushanna. Sepanjang jalan, Shanna mengomeli Jason
karna sudah menyarankan agar Tianxing datang berdoa. Dan akhirnya malah bertemu
dengan Xiao’en. Jason berujar kalau dia kan hanya mau mengubah nasib Tianxing
menjadi lebih baik.
Selama kedua orang itu bertengkar,
pikiran Tianxing terus memikirkan kejadian di kuil tadi. Ternyata, dia
mendengar pembicaraan Xiao’en dengan Chuntian. Termasuk ucapan Chuntian bahwa
Xiao’en di berikan kesempatan mengalami 3 bulan menakjubkan.
3 bulan apa yang sebenarnya
terjadi? Itu yang sekarang menjadi tanda tanya di benak Tianxing. Kenapa waktu
pertama kali bertemu Xiao’en membahas mengenai 3 bulan? Bukankah selama waktu
itu, mereka berdua koma?
--
Begitu tiba di kediamannya,
Tianxing langsung memberitahu pada Shanna kalau dia akan menerima tawaran
wawancara Xiao’en. Shanna langsung protes tidak setuju. Tianxing berkata bahwa
Shanna anggap saja ini sebagai bentuk balas budinya karna Xiao’en sudah memberanikan
diri untuk melaporkan kasus itu ke polisi.
“Aku tidak percaya. Sebenarnya
kenapa? Bukankah Zheng Xiao’en hanyalah orang asing bagimu? Kenapa kau harus
menjaganya?”
“Emang ada?”
“Ada!”
“Jika aku beneran harus bilang
sesuatu, aku hanya merasa aneh.”
“Apa yang aneh?”
“Aneh…,” ucapan Tianxing terdiam
mengingat bagaimana cara Xiao’en menatapnya, penuh dengan perasaan. “Kenapa dia menatapku dengan emosi begitu
banyak? Melihatku begitu intens. Siapa yang sebenarnya di pikirkannya ketika
melihatku?” tanya Tianxing di dalam hatinya. “Aneh karna ada orang
sepertinya di dunia ini. Berbeda dari semua orang yang pernah ku kenal.”
Sushanna masih mau protes, tapi
Tianxing langsung memotong kalau dia mau istirahat karna merasa lelah. Sushanna
tetap saja ngomong, menyuruh Tianxing untuk tidak lupa bahwa tujuannya adalah
menjadi CEO.
--
Penerbitan Ruge,
Xiao’en kerja lembur sampai malam
menyiapkan pertanyaan wawancara untuk Tianxing besok. Chuntian baru tahu kalau
Xiao’en akhirnya berhasil mendapatkan kesempatan mewawancarai Tianxing. Dan
begitu tahu, dia langsung bersorak girang.
“Gimana caranya kau membuatnya
setuju?”
Flashback
Xiao’en
memberikan kartu namanya sambil lanjut berkata, “Kau menerima permintaan wawancara
dari penerbitan kami kan? Penerbitan kami secara tulus ingin mempublikasikan
autobiografi Anda. Wawancara tidak akan memakan waktu yang lama. Anda harusnya
tahu bahwa sekarang adalah hot topic dimana-mana,” jelas Xiao’en. “Meskipun
tampaknya aku tidak tahu malu mengatakan ini, tapi aku jamin kalau kami bisa
menuliskan dirimu yang sebenarnya.”
Tianxing
hanya diam. Xiao’en patah semangat mengartikan Tianxing menolaknya. Tidak di
sangka, Tianxing malah setuju melakukan wawancara. Dia bahkan mengambil kartu
nama Xiao’en
“Beneran?
Nggak akan berubah kan?” tanya Xiao’en bersemangat, memegang tangannya.
“Iya.”
“Kau
sangat baik. Kau CEO terbaik yang pernah ku temui!”
“Kau
mengenal banyak CEO?”
“Sangat
banyak sampai aku tidak bisa menghitungnya,” jawab Xiao’en. Maksudnya adalah
CEO – CEO di buku novel yang di tanganinya.
End
Dan begitulah caranya Xiao’en
mendapatkan wawancaranya. Chuntian pun ikutan semangat memberikan saran
pertnayaan yang harus di ajukan.
--
Esok hari,
Xiao’en datang ke kediaman
Tianxing untuk melakukan wawancara. Kedatangannya di sambut pertama kali oleh
Sushanna yang membuka pintu. Dan tentu saja, sambutan yang di terimanya adalah
sambutan yang ketus. Susanna mengantarkan Xiao’en ke ruang kerja Tianxing untuk
wawancara.
Begitu masuk ke ruang kerja
Tianxing, Xiao’en kaget karna Tianxing mempunyai semua novel yang di
tanganinya.
“Kenapa kau mempunyai semua buku
itu?”
“Kenali dirimu dan kenali musuhmu,
maka kau akan memenangkan pertandingan,” jawab Tianxing.
“Ya, ya Suatu kehormatan bisa di
anggap sebagai musuh Anda,” balas Xiao’en sopan.
Tianxing balas tersenyum, “Kau
juga harus tahu target strategimu.”
Ucapannya itu membuat senyum
Xiao’en lenyap. Dia pernah mengatakan kalimat serupa saat berada di dalam dunia
novel. Dan novel CEO, You’re So Naughty ada di atas meja Tianxing. Tentu saja,
Xiao’en mengira kalau Tianxing sudah membaca novel tersebut. Tapi, Tianxing
tidak menjawab dan hanya mengajak untuk memulai sesi wawancara.
Tianxing menanyakan alasan kenapa
penerbitan novel romance mau membuat buku autobiografi nya? Xiao’en pun
menjawab panjang lebar. Tapi, alasan utama dia mau mewawancarainya, karna jika
dia bisa mendapatkan wawancara Tianxing, maka Kepala Editor nya akan
mengizinkannya menerbitkan sebuah buku yang adalah mimpinya (demi Qingfeng
mendapatkan kebahagiaan). Tianxing mengerti.
Xiao’en memberitahu kalau dia
rencana membuat judul buku wawancara ini adalah : 100 cara menjadi teman He Tianxing. Karna itu, wawancaranya akan lebih
ke hal personal.
Tianxing setuju wawancara dengan
syarat setiap kali Xiao’en mengajukan pertanyaan, dia juga akan mengajukan
pertanyaan. Jadi, mereka akan saling tanya jawab. Xiao’en setuju. Yang pertama
mengajukan pertanyaan adalah Tianxing.
“Berapa umurmu?” itu pertanyaan
pertama Tianxing yang mendapat respon bingung dari Xiao’en. “Untuk mengenal
seseorng, kau harus mulai dari informasi dasar,” jelas Tianxing.
“Aku umur 28 tahun. Kalau kamu?”
“Aku 32.”
Karna Tianxing sudah bertanya,
maka Xiao’en mengajukan pertanyaan, tapi Tianxing malah menghentikannya
bertanya. Xiao’en protes karena dia kan belum bertanya. Tianxing malah menjawab
kalau Xiao’en sudah bertanya dengan menanyakan umurnya.
“Giliranku. Sudah berapa lama kau
kerja di perusahaan sekarang?” tanya Tianxing.
“Enam tahun. Bagaimana deng--,”
pertanyaan Xiao’en terhenti, tersadar kalau dia hampir terjebak lagi. “Di
internet, di bilang kalau kau sering berkencan dengan berbagai model wanita.
Apa itu tipe wanita yang kau sukai?”
“Apa menurutmu semua yang tertulis
di internet bisa di percaya?”
“Tidak.”
“Giliranku. Apa hal paling
menakjubkan yang pernah terjadi di hidupmu?”
“Tunggu. Apa kau ada menjawab
pertanyaanku?” protes Xiao’en.
“Aku kan tadi tanya, apa hal di
internet bisa di percaya. Dan kau bilang tidak,” jawab Tianxing. “Kau masih
belum menjawab pertanyaanku. Hal yang menakjubkan.”
Xiao’en diam, di dalam hatinya,
dia menjawab kalau hal menakjubkan yang di alaminya adalah bertemu dengan Situ
Aoran dan Tianxing. Tapi, pada Tianxing, dia berbohong : “Suatu hari, di jalan
aku melihat seorang pencuri. Di jalan yang terang, pencuri itu menjambret
kalung dari leher seorang nenek. Aku merasa itu sangat mengerikan,”
Karna dia sudah menjawab, dia
mulai mengajukan pertanyaan pada Tianxing, mengenai apa Tianxing pernah
memikirkan tipe wanita yang bisa menarik perhatiannya? Dengan cepat, Tianxing
menjawab : “Tidak.”
Xiao’en jadi bingung sendiri. Apa
pertanyaannya terlalu biasa? Rasanya, seperti Xiao’en udah di jebak. Pertanyaan
Tianxing yang jauh lebih kreatif. Dia nanya, apa yang terlintas pertama kali di
pikiran Xiao’en saat pertama kali bertemu dengannya?
“Tampan,” jawab Xiao’en, singkat.
Tianxing tidak puas dengan jawaban
itu dan mau memperjelasnya, tapi Xiao’en langsung memotong karna Tianxing udah
menjawab pertanyaannya. Dia menyuruh Tianxing untuk mendeskripsikan secara
detail mengenai tipe wanita idamannya. Di dalam hati, Xiao’en udah pede karna
Tianxing tidak mungkin menjawab pertanyaan ini dengan singkat.
“Aku suka wanita yang jika aku
berinteraksi dengannya, aku merasa nyaman,” jawab Tianxing.
“Itu saja?”
“Ya itu saja,” jawab Tianxing.
“Setelah aku sadar dan kau melihatku pertama kali, apa yang terlintas di
pikiranmu pertama kali?” tanyanya lebih mendetail.
“Sangat tampan.”
“Bukan yang itu.”
“Iya itu.”
“Apa memikirkan orang yang tampan
akan membuatmu memeluk orang itu dan menangis?” tanya Tianxing, membahas
pertemuan pertama mereka.
“Kau sudah bertanya dua
pertanyaan. Sekarang giliranku,” ujar Xiao’en, tidak mau menjawab pertanyaan
Tianxing. “Semua orang tahu kalau struktur keluargamu cukup rumit. Apa latar
belakang seperti itu berefek padamu?”
“Tentu saja ada efeknya. Kau tidak
punya pilihan untuk memilih terlahir dimana. Terkait orang tuaku, aku tidak
bisa mengatakan apapun. Hal yang bisa ku lakukan hanyalah berusaha yang terbaik
terus menerus dan berjalan ke depan. Di lingkungan sekarang ini, aku harus
melakukan yang terbaik untuk bekerja keras. Aku harus mendapatkan hasil yang
baik untuk membuktikan diriku.”
Jawaban Tianxing membuat Xiao’en
teringat percakapannya dengan Situ Aoran. Saat itu, saat mereka membahas
mengenai Tianxing, Aoran pernah berkata bahwa mungkin saja dengan menjadi koma,
adalah cara bagi Tianxing untuk menjadi dirinya sendiri.
“Jika kau bisa memilih, apakah kau
mau sadar?” tanya Xiao’en.
“Pertanyaan macam apa itu?” kaget
Aoran.
“Kau yang bilang sendiri, ‘Dalam badai, kita harus seperti orang
dewasa. Di cuaca yang indah, kau harus seperti anak kecil.’ Kau terus
bekerja keras, bukankah itu artinya kau selalu berada dalam badai? Jika hidupmu
hanya berarti ketika kau tetap di atas, jika kau bekerja keras untuk semua
tujuanmu demi orang lain, lalu apa artinya dirimu?”
Pertanyaan itu membuat Aoran
terdiam. “Aku menanyakan pertanyaan lebih. Kenapa kau tidak menceritakanku
mengenai situasi keluargamu?”
“Situasi keluargaku? Sangat
sederhana. Keluargaku hanya mempunyai satu anggota. Aku,” jawab Xiao’en,
santai.
“Apa maksudmu?”
“Aku tidak punya ayah, ibu atau
saudara,” jawabnya. “Aku tidak bohong. Aku di buang di taman. Dan besar di
panti asuhan.”
“Panti asuhan yang mana?”
“Panti asuhan itu sudah tidak ada.
Sudah di tutup,” jawab Xiao’en.
Tianxing beneran tidak tahu dan
tampak menyesal sudah menanyakan hal tersebut. Xiao’en menyadari hal itu dan
bilang dia tidak memberitahunya karna dia tidak suka orang merasa bersimpati
padanya. Jika Tianxing menjadinya, apa dia akan suka jika orang merasa kasihan?
Tianxing menjawab tidak.
“Tunggu. Siapa yang seharusnya
mengajukan pertanyaan selanjutnya? Aku bingung,” ujar Xiao’en.
“Harusnya aku.”
“Nggak mungkin. Kau barusan
bertanya mengenai situasi keluargaku barusan saja.”
“Tapi kau juga menanyaiku jika aku
menjadimu, apakah aku suka jika orang melihatku dengan ekspresi simpati.”
“Apa itu di anggap pertanyaan?”
“Ya,” jawab Tianxing.
Dan jawaban itu membuat keduanya
tersenyum. Suasana canggung perlahan mulai mencair.
--
Wawancara hari ini sudah selesai.
Tianxing mengantarkan Xiao’en hingga ke depan pintu. Tianxing ingin menanyakan sesuatu, tapi tiba –
tiba saja terdengar suara teriakan : “CEO!”
Dan saat mereka berbalik, Chuchu
berlari ke arah Tianxing.
“Chuchu!” gumam Xiao’en terkejut.
Tianxing mendengar gumamannya
tersebut. Dia tentu heran, semakin heran saat Chuchu menanyakan padanya, siapa
dia (Xiao’en)?
Karna itu, Tianxing pun tidak jadi
bicara dengan Xiao’en dan Xiao’en pun pamit pergi. Dan begitu berbalik, wajah
Xiao’en menjadi sangat sedih.
--
Tianxing membawa Chuchu bicara,
bukan masuk ke dalam rumahnya.
“Apa janji kita waktu itu masih
berlaku?” tanya Chuchu.
Flashback
Di
hari rapat (hari kejadian), Sushanna memaksa Tianxing untuk ikut dalam rapat.
Tianxing tidak mau karna dia kan sudah bilang kemarin kalau hari ini adalah
hari ulang tahun mendiang ibunya. Sushanna tetap memaksa karna rapat hari ini sangat
penting dan jika Tianxing tidak datang, para direktur yang memihak He Mingli
dan He Tianjian, tentu tidak akan membiarkan Tianxing.
Tianxing
sangat marah dan menyuruh Sushanna keluar dan memberikannya waktu untuk
menenangkan diri.
Saat
menenangkan diri itu, Tianxing malah menemukan Chuchu yang sedang menangis.
Karna merasa aneh, tentu dia menghampirinya dan bertanya. Dia jadi merasa
empati karna Chuchu bilang ayahnya meninggal kemari.
“Kenapa
kau tidak mengambil cuti jika ayahmu meninggal?”
“Aku
tidak berani.”
Tianxing
langsung menelpon Sushanna dan menyuruhnya mengatur cuti Chuchu selama
seminggu. Chuchu bukannya mengucapkan terimakasih dulu, malah membahas kalau
dulu, ayahnya sering bilang ingin membawanya melihat matahari terbit, tapi dia
tidak pernah bisa pergi karna kerja. Setiap kali begitu, ayahnya selalu bilang
‘pasti akan ada waktunya’. Dan siapa yang menyangka kalau tidak akan pernah ada
lain kali lagi.
“Begitulah
hidup. Untuk beberapa orang, ketika kau ingin merayakan ulang tahun mereka, kesempatan
itu sudah menghilang selamanya,” ujar Tianxing, merasa berempati.
“Ayo
lihat matahari terbit bersama lain kali,” ajak Chuchu. “Maaf. Aku hanya merasa
kau sepertinya juga ingin melihat matahari terbit.”
“Mari
kita pergi ketika ada kesempatan.”
(OMG!
Udah salah dong! Chuchu waktu itu bilang sama Tianjian udah ada janji di akhir
pekan dengan Tianxing dan itu adalah kencan pertama mereka (di episode 02). And
kenyataannya… Chuchu berbohong. Itu hanya janji biasa. Chuchu berarti
berbohong? Sengaja membuat orang salah paham soal hubungannya dengan Tianxing?)
End
“Karna kau tiba-tiba mengalami
insiden, aku hanya ingin tahu, apakah janji kita masih berlaku? Aku tahu,
membicarakan ini sekarang sudah berbeda. Banyak hal sudah terjadi. Aku hanya
ingin mengonfirmasi apakah kau masih orang yang sama yang menyemangati dan
melindungiku? Bukan CEO dari Tianliang, tapi seorang He Tianxing,” ujar Chuchu.
Dan entah apa jawaban Tianxing
karna scene sudah beralih.
Xiao’en dan Chuntian menyerahkan
pada Editor Yao naskah awal dari novel : Love across the Atlantic. Dan tidak di
sangka, Editor Yao sangat menyukainya dan bahkan menyuruh Xiao’en menyuruh Chen
Qing untuk segera menyelesaikan keseluruhan naskahnya.
Xiao’en sangat senang hingga
tertawa. Tapi, ketika Editor Yao membahas wawancara Tianxing, Xiao’en semakin
tertawa keras dan ngakak. Membuat Chuntian serta Editor Yao menjadi ketakutan,
takut kalau Xiao’en kelelahan pekerja. Karna itu, ketika Xiao’en meminta Editor
Yao mengganti dirinya dengan Chuntian untuk melanjutkan wawancara selanjutnya
dengan Tianxing, Editor Yao setuju.
Chuntian sadar kalau ada yang
tidak beres dari Xiao’en karna itu begitu rapat selesai, dia segera menarik
Xiao’en ke atas atap untuk berbincang. Awalnya, Xiao’en membantah ada masalah,
tapi saat Chuntian menyebut nama ‘He Tianxing’ raut wajahnya berubah.
“Aku kira aku sudah melupakan CEO
dan akan fokus pada pekerjaan saja. Ternyata, tidak. Aku tidak bisa.”
“Kenapa?” tanya Chuntian,
khawatir.
“Aku sudah tahu kalau Situ Aoran
adalah Situ Aoran dan bahwa He Tianxing adalah He Tianxing. Tapi, ketika aku
pergi mewawancarainya, aku tidak bisa menahan diri untuk mencari jejak Situ
Aoran dalam diri He Tianxing. Dari sejak aku bertanya padanya apakah dia takut
gelap, bukankah itu sudah merupakan bentuk aku tidak bisa melepaskannya? Dia
menjawab tidak takut, dan aku merasa terluka. Tapi, bagaimana jika dia bilang
dia takut? Aku pasti akan berpikir : “Itu
benar! Kau adalah Situ Aoran! Kau hanya tidak tahu hal itu!” Ketika dia
membicarakan masa lalunya, aku mulai membandingkannya dengan kehidupan Situ
Aoran. Ketika dia bertanya mengenai informasi pribadiku, aku penasaran apakah
dia tertarik padaku. Ketika dia mengantarku keluar, aku juga berpikir kalau
mungkin kami masih mempunyai kesempatan. Dan kemudian Chuchu muncul.
Mengingatkanku kalau ini dunia nyata. Aku merasa aku sangat menyedihkan sudah
berpikir begitu jauh,” cerita Xiao’en dan mulai menangis.
“Siapa yang sadar kalau di dunia
nyata pun akan ada Chuchu?”
“Aoran pernah memimpikannya. Dia
membuatkan He Tianxing seribu bangau kertas mewakili perusahaan. Aku mengira
namanya hanya Chuchu. Tidak di sangka, Chuchu ini akan sama dengan Chuchu itu
(di dalam novel). Itulah kenapa kau tidak bisa pergi menemuinya lagi. Beneran.
Aku tidak bisa.”
Chuntian bisa mengerti akan hal
itu.
Lanjut..... Semangat 😆😆!!!!!!!!!!!!
ReplyDelete