Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 19 - 2

 

Note :

- Tulisan warna hitam = dunia nyata

- Tulisan warna merah = dunia novel

==

Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 19 - 2

Images by : SET TV



Hari ini adalah hari wawancara terakhir Xiao’en dengan Tianxing. Tianxing sudah menantinya dengan antusias, sayangnya, Xiao’en tampak sangat menjaga jarak darinya. Dia hanya bicara seperlunya dan bicara dengan sangat sopan. Setelah wawancara berakhir, Tianxing menanyakan apakah Xiao’en ada waktu? Xiao’en dengan sopan menolak kalau dia tidak bisa makan siang dengan Tianxing.


“Aku tidak mengajakmu makan siang. Aku ingin kau membantuku melakukan sesuatu.”

--





Apa itu? Dia meminta Xiao’en untuk masuk ke dalam galeri. Dia memberikan kamera kecil di dalam tas Xiao’en dan juga earphone untuk berkomunikasi. Ya, pas masuk, Xiao’en melakukan sesuai yang di instruksikan Tianxing. Xiao’en menyebutkan nama tn. Hu pada pemilik galeri yang adalah pria, tapi pemilik galeri tidak mengenal tn. Hu sama sekali.


Jadi, Xiao’en keluar dengan tangan kosong. Tidak ada informasi apapun. Karna dia sudah siap membantu, Xiao’en pun bergegas pergi setelah mengembalikan perallatan Tianxing. Tianxing sangat berterimakasih atas bantuannya. Tianxing kemudian membahas kalau Xiao’en meninggalkan sesuatu di rumahnya : sepasang manset.

“Kau meninggalkannya dengan sengaja?”


“Aku juga tidak bisa menggunakannya. Kalau tidak ada hal lain lagi, kita berpisah di sini,” ujar Xiao’en.


Tianxing ingin mengantarnya tapi Xiao’en menolak dengan berbagai alasan.

“Mari tetap berkomunikasi,” ujar Tianxing.



“Sampai jumpa, tn. He,” ujar Xiao’en, tidak mengiyakan ajakan Tianxing.

Ucapan tn. He yang di ucapkan Xiao’en, membuat Tianxing sadar kalau Xiao’en menjaga jarak darinya.

--



Qiaozhi menemui Mingli dan menyampaikan informasi penyelidikan ke galeri. Pemilik galeri bilang tidak mengenal tn. Hu. Tentu saja ini aneh.



Di tengah pembicaraan, Ibu baru pulang. Mingli langsung menginterogasi Ibu menanyakan apakah Tianjian ada menghubungi Ibu? Ibu pun mulai mengomeli Mingli yang menghancurkan Tianjian hingga membuat Tianjian menghilang dan tidak menghubungi siapapun. Mingli tidak peduli dengan omelan ibu dan hanya memperingatinya untuk tidak menyembunyikan atau membantu Tianjian sama sekali. Ibu mengiyakan.


Tiba-tiba ponsel ibu berbunyi dan ibu langsung masuk ke kamarnya. Mingli juga langsung memberi kode pada Qiaozhi dan Qiaozhi langsung pergi.

--



Malam hari,

Ibu ternyata pergi menemui Tianjian. Tianjian bersembunyi di jalanan karna sekarang menjadi DPO. Dia tidak bisa pergi kemanapun karna kartu kreditnya juga sudah di bekukan. Sekarang, hanya di sini dia bisa bertahan. Dia memanggil Ibu juga karna dia kelaparan. Tidak lupa, dia malah request pada Ibu kalau dia mau kabur ke Eropa. Tianjian masih belum menyesal dan mengati Mingli sebagai pengkhianat dan bukan kakaknya lagi mulai dari sekarnag.



“Kau kira aku mau menjadi kakakmu?!” terdengar suara Mingli.


Mingli mengikuti Ibu sedari tadi. Mingli mengingatkan Tianjian bagaimana dulu Tianjian mengurungnya di rumah sakit jiwa. Tianjian ketakutan akan di tangkap, jadi dia langsung kabur. Tapi, Qiaozhi ada di ujung jalan dan langsung memiting tangan Tianjian, menangkapnya.




Dan lagi-lagi, Ibu hanya terus membela Tianjian. Mingli tidak tahan lagi dan memarahi Ibu. Dia tidak pernah sama sekali mengatai Tianjian tapi kenapa Ibu terus membelanya dan menyalahkannya? Dia hanya ingin Tianjian menyerahkan diri ke Polisi dengan begitu, Tianjian akan bisa menjadi tuan muda He kembali. Jika seperti ini, Tianjian hanya akan terus hidup dalam pelarian dan tidak bisa menjadi dirinya sendiri.


Tianjian tidak terima di salahkan. Dia menyalahkan semuanya karna Mingli. Dia ingin menjadi orang baik, tapi Mingli yang membuatnya begini. Saat di atap, Mingli yang berteriak padanya untuk mengingat apa yang mereka lakukan pada Ibu Tianxing dan Tianxing akan balas dendam pada mereka. Karna itu, dia melakukannya. Tapi sekarang, hanya dia yang harus bertanggung jawab, sementara Mingli hanya melihat. Semua orang merendahkan dan memaksanya!

“Cukup!!! Kau orang yang memang adalah orang jahat. Semuanya adalah salah orang lain. Semua di sebabkan orang lain. Kematian Ibu Tianxing, akulah yang menyebabkannya. Aku juga yang membuatmu mendorong Tianxing dari atap gedung. Hu Chaoqin juga yang menghasutmu untuk mengurungku di rumah sakit jiwa dan mengambil alih Tianliang. Kau adalah orang yang paling terhormat dan murni!! Kau tidak bersalah sama sekali!!!” teriak Mingli, menyebutkan apa yang Tianjian pikirkan. “Apa kau tidak punya pendapat sendiri? Kapan kau akan belajar bertanggung jawab atas pilihanmu sendiri?!”



“AKU HANYA TIDAK INGIN MASUK PENJARA!!” teriak Tianjian.


“Apa yang kau tangisi? Kau tidak akan pergi sendiri. Entah apapun yang terjadi, aku akan menemanimu.”


“Jadi, kau akan menggantikan tempat Tianjian…,” ujar Ibu, tampak senang.

“Ma, tolong jangan naif!!! Ayah tidak mencintaimu, itu artinya ayah yang bermasalah! Tapi, kau juga bermasalah. Kalau saja kau bisa menguatkan dirimu, kau tidak akan menghabiskan hari-harimu seperti ini. Dan kau juga. Ini saat nya kau belajar dewasa.”

“Gimana dengan kau?!” balas Tianjian.


“Aku juga begitu. Aku akan belajar. Tidak akan merasa paling benar dan mengira aku tahu segalanya. Melihat betapa lemahnya mama dan betapa  tidak dewasanya adikku, aku kira aku harus maju dan menghadapi semua ini. Tapi sebenarnya… aku hanya ingin kalian mendapatkan semua yang kalian inginkan. Tidak di sangka, kemampuanku tidak cukup. Akhirnya malah menarik kalian jatuh bersamaku. Tapi sekarang kita masih punya kesempatan untuk menemukan diri kita sendiri. Setidaknya, aku berharap masih ada kesempatan menjadi panutan Tianjian sebagai seorang kakak. Kita berdua salah dalam masalah ini. Aku tidak akan membuatmu bertanggung jawab sendiri. Kita akan menghadapinya bersama.”


Ibu tidak setuju dan memohon agar Tianjian tidak pergi ke kantor polisi. Dia tidak mau di tinggalkan sendiri. Mingli beneran capek menghadapi Ibunya. Dia memohon ibunya tidak seperti ini karna hidup seorang wanita tidak hanya berputar sekitar pernikahan. Jika ibunya bisa bahagia, dia dan Tianjian juga akan demikian.

Dan untuk pertama kalinya,Tianjian akhirnya memutuskan sendiri. Dia bersedia menyerahkan dirinya.


“Tinggallah di sini. Tunggu aku mengurus segalanya,” ujar Mingli dan beranjak pergi.



Qiaozhi yang adalah anak buah Mingli yang paling setia, ikut senang karna Mingli akhirnya bisa mengungkapkan perasaan sebenarnya kepada Ibu dan Tianjian. Saking senangnya, dia malah tersenyum aneh. Dan senyuman itu di komentari oleh Mingli. Walau Mingli masih ketus sama Qiaozhi, tapi Qiaozhi tidak marah sama sekali.

--


Di rumah, Tianxing masih kepikiran mengenai Xiao’en yang menyebutnya ‘tn. He’, jadi dia mencoba menghubungi Xiao’en. Dan sama sekali tidak di angkat sama Xiao’en.

--



Esok hari,

Xiao’en lagi asyik kerja sambil ngemil dan teleponnya terus saja berbunyi. Dan Xiao’en sama sekali tidak mengangkatnya. Chuntian sampai heran siapa yang menelpon sebanyak itu. Dan saat tahu Tianxing yang menelpon, Chuntian langsung menegurnya. Harusnya, Chuntian memberikan penjelasan pada Tianxing, bukan menghilang begitu saja.


Lagi berbincang dengan Chuntian, telepon kantornya berbunyi. Dari ruangannya, Editor Yao berteriak menyuruh Xiao’en untuk bergegas mengangkat telepon karna Tianxing menelpon. Mau tidak mau, Xiao’en mengangkatnya. Dan tentu saja, Tianxing menanyakan alasan Xiao’en tidak mengangkat teleponnya. Xiao’en berbohong kalau dia sedang sibuk.

“Sibuk makan snack?”



Xiao’en kaget, darimana Tianxing bisa tahu? Pas dia melihat ke sekeliling, ternyata ada kamera drone di luar. Tianxing memakai drone tersebut untuk melihat Xiao’en, sama seperti yang Xiao’en lakukan dulu.

--



Dan akhirnya, Xiao’en pun menemui Tianxing. Mereka bicara di sebuah jembatan. Tianxing langsung blak-blakan menanyakan alasan Xiao’en menghindarinya, padahal dia yakin kalau Xiao’en punya perasaan padanya. Xiao’en mengakui kalau dia pernah menyukai Tianxing, tapi itu hanya sebatas suka.

“Kau bisa mencoba menelponku,” ujar Xiao’en.



Tianxing pun melakukannya. Dan Xiao’en menunjukkan tulisan yang ada di layar ponselnya. Dia menyimpan nomor telepon Tianxing dengan tulisan : “Sorry, aku sudah menikah.”


“Baik. Lalu, dimana suamimu? Kenapa setiap kali terjadi sesuatu, hanya ada teman mu yang menemani?”

“Dia tidak ada lagi. Bukan seperti yang kau pikirkan. Hanya saja, dia berada di tempat yang jauh.”

“Kapan dia akan kembali?”


Xiao’en menggelengkan kepala.

“Jadi kau berpisah dengannya?”



Tidak ada jawaban, sehingga Tianxing menganggap jawabannya iya. Dan bagi Tianxing kalau artinya tidak ada masalah. Dia single, dan Xiao’en pun demikian.


“Masalahnya, aku belum siap mencintai seseorang lagi.”


“Kalau gitu, kapan kau akan siap? Apa kau kira setelah mendengar alasanmu ini, aku akan bilang ‘aku mengerti’ dan kemudian pergi? Kau beneran meremehkanku.”

“Kau mau aku gimana?”

“Lihat perasaanmu yang sebenarnya. Tidak kabur.”

“Itu tidak mungkin.”


“Mungkin, karna aku akan membuatmu melupakannya,” yakin Tianxing.

 

Post a Comment

Previous Post Next Post