Original Network
: Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
“Jangan beri terlalu banyak, nanti kekenyangan,” kata Mingyue,
mengingatkan, ketika dia pulang dan melihat Tang Can sedang memberikan makan
kepada ikannya.
“Tak menghindarinya lagi? Bahkan mengejarnya,” balas Tang Can,
bertanya karena penasaran. Dan Mingyue menyuruhnya jangan asal bicara.
Mingyue kemudian mencium dan memeluk Tang Can serta mengucapkan
selamat, karena Tang Can berhasil menjadi aktris. Dan dengan senang, Tang Can
menjawab bahwa ini karena Tuhan memberkati nya. Lalu demi ini dia sudah
berhenti bekerja, dan besok dia akan jelaskan kepada orang tuanya.
“Jangan terus melawan. Kau juga tak berikan hal baik. Katakan dengan baik,” kata Mingyue, menasehati. Dan Tang Can, mengiyakan.
Malam hari. Ibu Ming menangis secara diam- diam saat tidur. Dan
mendengar itu, Mingyue berbalik serta memeluk Ibu Ming.
“Yueliang. Apakah kau juga sangat benci pada Ibu?” tanya Ibu Ming.
“Terkadang. Ibu juga sangat membenciku?” balas Mingyue dengan
jujur.
“Kau adalah nyawaku,” jawab Ibu Ming. “Panas, jangan mendekat,”
keluhnya sambil berusaha membuat Mingyue melepaskan nya.
“Sengaja mendekat. Aku adalah selimutmu. Kau selimut di musim
panas, es di musim dingin,” balas Mingyue sambil tertawa pelan. “Ibu... kelak
Ibu ada aku. Ibu adalah hidupku,” tegas nya.
Mendengar itu, Ibu Ming merasa tersentuh dan mulai berhenti
menangis. “Baik,” balasnya sambil tersenyum kecil.
Pagi hari. Ketika Meiyang datang mengantarkan hadiah pindahan,
Mingyue yang membuka pintu, dia yang menerima hadiah tersebut. kemudian tepat
disaat itu, Jian Jian keluar dari apatermen Ling Xiao dengan menggunakan piama
dan masih sambil menguap pelan. Melihat itu, Meiyang dan Mingyue saling menatap
Jian Jian dengan tatapan curiga dan penuh arti. Dan dengan panik, Jian Jian
berusaha menjelaskan.
“Aku sungguh hanya temani Kakak berbincang. Kami sungguh hanya
berbincang saja,” tegas Jian Jian, berkali- kali.
Lalu disaat itu, Ziqiu datang. “Kau bilang apa? Katakan sekali
lagi. Ayo, masuk jelaskan padaku,” tanyanya. Kemudian dia menarik Jian Jian
untuk masuk kembali ke dalam apatermen dan mengintrogasi nya.
Melihat itu, Meiyang dan Mingyue saling tertawa dengan canggung.
Pagi hari. Li Haichao sudah bersiap- siap. Dia berdandan supaya
tampak lebih rapi, bersih, dan menutupi keriput di dekat matanya menggunakan
krim agar tampak lebih mudah. Kemudian dia datang ke tempat janjian lebih awal
dari waktu janjian.
Ketika Li Haichao bertemu dengan He Mei, dia merasa sangat senang
dan gugup. Lalu saat mereka masuk ke dalam toko buku, Li Haichao secara diam-
diam membeli buku yang He Mei pernah baca dan He Mei sukai.
Dari jauh. Jian Jian dan Ziqiu secara diam- diam mengikuti serta
mengawasi kencan mereka berdua. Lalu saat Li Haichao dan He Mei sudah pergi
dari toko buku, Jian Jian ingin terus mengikuti mereka berdua. Tapi Ziqiu
menghentikannya, karena menurutnya ini sudah cukup, kalau mereka terus
mengikuti dan ketahuan, maka pasti akan terasa canggung.
“Kamu bodoh? Bilang saja kebetulan,” kata Jian Jian, tidak takut.
“Kebetulan tetap saja sangat canggung,” balas Ziqiu sambil menarik
tangan Jian Jian. “Dan lihat mereka berdua begitu lengket sangat menjijikan.”
Tepat disaat Jian Jian dan Ziqiu sedang bertengkar dan saling
tarik menarik, Li Haichao dan He Mei muncul di belakang mereka berdua. Dan
suasana menjadi beneran canggung. Dan sambil tertawa, Jian Jian serta Ziqiu
menyapa betapa kebetulan nya.
“Hahaha…” kata Li Haichao, tertawa kering.
Akhirnya, mereka berempat pun makan siang bersama. Karena Li
Haichao serta Ziqiu sama sekali tidak ada yang pandai berbicara, maka Jian Jian
yang berbicara untuk meringankan suasana.
“Bibi, kami sebenarnya tak mengira kalian sedang kencan. Kami
hanya...,” kata Jian Jian sambil cengengesan.
“Kami sedang kencan,” tegas He Mei, sebelum Jian Jian selesai
berbicara.
Mendengar itu, Jian Jian langsung terdiam, Ziqiu menganga lebar,
dan Li Haichao berpura- pura sedang sibuk makan. Saking sibuknya, Li Haichao
sambil tersedak. Dan He Mei pun membantu menepuk- nepuk punggung nya. Melihat
itu, Jian Jian bertepuk tangan dengan bersemangat. Ziqiu mencoba menghentikan
Jian Jian, tapi Jian Jian malah menepuk- nepuk tangan nya.
“Makanlah. Makanlah,” kata Li Haichao, merasa malu.
Selesai makan, Jian Jian langsung menelpon Ling Xiao dan
menceritakan apa yang terjadi barusan. Lalu setelah itu, dia pamit kepada
Ziqiu, karena dia mau ke studio.
Sedangkan Ziqiu pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kakek nya.
“Kau sudah pikirkan?” tanya Zhou Miao, ingin tahu.
“Aku sudah menelepon Jianjian, dia segera sampai. Setelah sampai
baru bahas,” balas Du Juan dengan sikap agak acuh.
“Juanjuan, kau pasti sangat sedih. Matamu bengkak karena
menangis,” kata Zhou Miao, sok perhatian. “Kau begitu baik, memintamu
memutuskan hal ini pasti sulit, 'kan? Tenang saja, kelak apa pun yang terjadi,
aku akan menemanimu,” katanya, berjanji.
Kemudian Jian Jian datang. Dengan sikap riang, dia mengajak Du
Juan untuk makan siang bersama nanti dan dia akan mentraktir. Namun Du Juan
menolak. Dia menyuruh Du Juan mengambilkan kursi dan menyuruh Jian Jian untuk
duduk. Lalu diapun menyiapkan dirinya untuk memulai pembicaraan.
“Sudah temukan foto?” tanya Du Juan secara langsung. Dan Jian Jian
menggelengkan kepalanya dengan sedih. Sedangkan Zhou Miao tersenyum senang.
“Masih bisa ditemukan?”
“Mungkin bisa,” jawab Jian Jian, tidak terlalu yakin. Dan
mendengar itu, Zhou Miao mendengus mengejek.
“Zhou Miao, apa pendapatmu?” tanya Du Juan.
“Aku merasa sudah plagiat tak masalah lagi. Kelak jangan plagiat
lagi,” kata Zhou Miao, menyatakan dengan jelas bahwa dia tidak percaya dengan
Jian Jian. “Bos Li begitu berbakat, kelak pasti bisa membuat karya yang lebih
baik,” katanya dengan mulut manis nya supaya Jian Jian tidak terlalu
tersinggung. “Aku merasa hal ini bukan urusan Juanjuan. Melanggar kontrak, itu
tanggung jawabmu. Tanggung jawab sendiri harus kau yang tanggung. Jangan
melibatkan orang lain. Begitu pendapatku,” katanya, melindungi keuntungan
dirinya sendiri dan Du Juan.
Jian Jian mendengarkan itu dengan sabar dan tersenyum. Lalu dia
menanyai, apa tujuan Du Juan menghubungi nya barusan. Dan Du Juan menjelaskan
bahwa ada sesuatu yang mau dia katakan dengan jelas di hadapan Jian Jian.
“Baik. Katakan,” kata Jian Jian dengan sikap tenang. Lalu dia
mengambil biskuit dan memakan nya untuk menutupi rasa kecewa nya.
Du Juan berdiri dan duduk disebelah Jian Jian. “Zhou Miao, kau
dipecat,” tegas nya kepada Zhou Miao tanpa keraguan.
Mendengar itu, Jian Jian tertegun, karena tidak menyangka.
Sedangkan Zhou Miao menganggap kalau Du Juan pasti hanya sedang bercanda saja.
“Dan aku juga sampaikan, kita putus,” tegas Du Juan. “Tak perlu
kembalikan barang pemberianku. Tolong sekarang juga, ambil barangmu dan pergi,”
usir nya sambil menunjuk ke arah pintu. “Dan tutup mulut busukmu itu, jangan
lagi mengatakan hal yang memfitnah Li Jian Jian,” katanya, memperingatkan.
Mendengar itu, Zhou Miao protes marah. Karena dia melakukan ini
demi kebaikan Du Juan. Dan dia mengatai kalau Du Juan sungguh tidak tahu di
untung.
“Kau malas, licik dan suka hamburkan uang. Kau bilang ada kegiatan
kampus, sebenarnya malah pergi begadang main permainan. Baik, semua ini aku
bisa terima. Karena aku menyukaimu. Tetapi kau sungguh kira aku ini bodoh?”
bentak Du Juan, emosi. “Sekarang Li Jian Jian hadapi masalah, kau bilang tinggalkan
dia jaga diri sendiri. Apa yang bisa kuharapkan darimu? Orang sepertimu lari
paling cepat begitu ada masalah,” tegasnya. “Aku tahu Li Jianjian terus
menahannya. Karena aku menyukaimu. Jadi dia bersedia menahan perlakuanmu. Kau
bisa sesuka hatimu padaku, tetapi kau tak boleh mengatainya. Itu tidak boleh!”
Zhou Miao berusaha membela dirinya. Dia menjelaskan bahwa
maksudnya bukan begitu. Dan dia tahu dia salah, jadi dia akan minta maaf kepada
Jian Jian. Tapi Du Juan sudah tidak peduli lagi.
Dengan kesal, Zhou Miao pun bersedia untuk pergi. Tapi sebelum
itu, dia meminta Jian Jian serta Du Juan untuk membayar gaji nya terlebih
dahulu dan juga dia meminta Du Juan untuk mengambalikan kalung pemberian
darinya.
“Pergi!” teriak Du Juan dengan keras.
Setelah Zhou Miao pergi, Du Juan mulai menangis. Dan Jian Jian pun
berusaha untuk menghibur nya supaya jangan bersedih.
“Aku begitu menyukainya, tetapi kenapa dia begitu sampah?” tanya
Du Juan dengan perasaan sedih dan sangat kecewa.
“Kenapa menangisi hal yang baik?” hibur Jian Jian sambil menepuk-
nepuk bahu Du Juan dengan pelan. “Tenang, aku punya firasat percintaanmu
selanjutnya kau akan ke taman bunga. Tak lagi memilah sampah.”
“Tak ada selanjutnya. Tidak lagi,” balas Du Juan sambil agak tertawa
sedikit.
Ziqiu datang ke rumah sakit untuk menjenguk kakek nya. Dan ketika
dia datang ke sana, di sana ada banyak kerabat yang datang untuk menjenguk
juga. Dan Ziqiu merasa agak canggung.
Disaat Ziqiu ingin memanggil Huaguang yang berada didalam kamar
rawat kakek nya, Huaguang mengajak Ziqiu untuk mengikuti nya keluar. Dan Ziqiu
pun menurut.
Dicafe. Ketika Huaguang akan merokok, Ziqiu mengingatkannya untuk
jangan merokok karena itu tidak baik untuk tubuh. Lalu dia mengembalikan uang
yang pernah Huaguang berikan kepadanya. Kemudian dia meminta foto yang di
inginkannya.
Huaguang merasa agak kesal dan kecewa, kenapa Ziqiu tidak pernah
bersikap baik kepadanya, kepadahal mereka adalah Ayah dan anak. Dan dia sangat
heran, kenapa mereka berdua tidak pernah bisa akur.
“Karena kau selalu menukar sesuatu, kau beri aku uang, minta aku ikuti margamu. Aku minta kau bantu cari foto, kau minta
aku kunjungi Kakek. Kita berbeda pendapat, banyak perselisihan. Bahkan tak bisa
bangun kepercayaan kecil. Dan selalu saling berjaga,” kata Ziqiu, menjelaskan
pendapatnya.
“Ziqiu, sebenarnya aku hanya ingin kau patuh padaku,” balas
Huaguang.
“Ayahku tak pernah memintaku patuh,” balas Ziqiu, membicarakan
tentang Li Haichao. “Tetapi kali ini aku bisa melihat sisi lain dirimu. Kau
sangat berbakti, dan berusaha. Membuat Kakek merasa bangga. Jika tidak, tak
akan begitu banyak yang datang dan menjaganya. Aku pertama kali merasa kau
adalah ayah biologisku. Tak begitu menyebalkan. Juga berharap kakek bisa cepat
sembuh,” katanya dengan jujur dan tulus kepada Huaguang.
Ziqiu kemudian meminta fotonya lagi. Dan Huaguang tidak menjawab,
karena dia masih merasa terharu mendengar pujian dari Ziqiu. Melihat itu, Ziqiu
mengira Huaguang belum menemukan foto yang di mintanya. Jadi diapun bersedia
memberikan waktu kepada Huaguang untuk mencari foto tersebut, sesudah itu dia
pamit dan pergi.
Ketika Ziqiu baru keluar dari café, Huaguang mengirimkan pesan dan
foto kepadanya. “Kelak tak perlu bertemu
lagi. Kita impas.”
Ziqiu segera mengirimkan foto tersebut kepada Ran. “Zheng Shuran,
foto sudah kukirim. Aku serahkan padamu,” katanya, mengirimkan pesan suara.
Tang Can memberitahu kedua orang tuanya tentang dirinya yang
berniat untuk berakting didalam drama panggung. Karena dia sangat menyukai
akting. Mengetahui itu, Ibu Tang mengeluh tidak senang. Sedangkan Ayah Tang
bersedia untuk mendukung impian Tang Can.
“Sekarang ada kesempatan, meski tak dapat banyak uang, dan sedikit
menderita juga tak masalah. Kalian juga bilang, keluarga kita tak kurang mobil
dan rumah. Kalian tak berharap aku membawa banyak uang,” kata Tang Can dengan
berharap supaya Ibu Tang setuju.
“Benar, memang tak berharap kau bisa bawa banyak uang. Tetapi
tahun depan kau sudah 27 tahun. Kenapa masih
bermimpi?” keluh Ibu Tang.
Ibu Tang kemudian menjelaskan bahwa dia sudah bertanya kepada
peramal. Dan kata peramal, Tang Can tidak di takdirkan untuk menjadi aktris.
Dan Tang Can pun mengungkit kejadian dulu. Saat itu, ada perusahaan yang ingin
mengontraknya, tapi Ibu Tang malah menolak, dan sekarang perusahaan itu sudah
berkembang sangat baik, para aktris yang bekerja disana semuanya sangat
terkenal.
“Aku... Kita juga tak tahu apa itu agensi hiburan, 'kan?” kata Ibu
Tang, membela diri.
“Saat SMA, aku ingin masuk sekolah akting. Ibu menerima film,
bilang sutradara terkenal, pasti akan populer. Pergi belajar juga untuk
terkenal. Satu sekolah ada banyak murid, ada berapa yang bisa terkenal? Ada
kesempatan harus digapai,” kata Tang Can, mengulangi perkataan Ibu Tang
dulunya. “Akhirnya karena film itu aku tak bisa ikuti ujian. Hanya bisa masuk
universitas biasa. Kemudian film itu bahkan tak ditayangkan.”
“Itu… Benar. Tetap membuktikan takdirmu tidak bisa terkenal,”
balas Ibu Tang, malu disalahkan.
Ayah Tang menghentikan Ibu Tang dan menyatakan dukungannya untuk
pilihan Tang Can saat ini. Asalkan Tang Can senang. Mendengar itu, Ibu Tang
menatap Tang Can serta Ayah Tang dengan tajam, lalu diapun pergi.
“Maaf, Ayah. Aku membuat Ibu marah lagi,” kata Tang Can, merasa
tidak enak.
“Aku pulang dan bujuk dia. Waktu latihanmu ketat, jaga kesehatan.
Ada waktu, ayah buatkan sup dan antar,” kata Ayah Tang, menenangkan Tang Can
supaya tidak perlu khawatir. Dan Tang Can merasa senang serta bersemangat.
Ran datang ke studio, membawakan kabar baik untuk Jian Jia dan Du
Juan. “Kalian tak lihat komentar di internet?” tanyanya.
“Apa yang perlu dilihat? Sekarang banyak yang ingin jatuhkan
kami,” balas Du Juan tanpa semangat sama sekali. Sedangkan Jian Jian sibuk
menyelesaikan pekerjaan nya.
“Kalian cepatlah lihat. Aku begadang untuk cari keburukannya.
Kalian tak lihat, usahaku jadi sia-sia,” kata Ran, menjelaskan. Dan Jian Jian
serta Du Juan pun langsung melihat berita diponsel masing- masing.
Ternyata Yufei sudah sering melakukan plagiat. Baik didalam maupun
diluar negri. Dan Yufei sering secara diam- diam membayar ganti rugi. Namun Ran
tahu kalau berita tentang keburukan Yufei saja tidak akan cukup untuk
membersihkan nama baik Jian Jian, jadi dia menyertakan foto ‘Tiga teman dari
kecil’ yang di dapatkan dari Ziqiu, sebagai bukti untuk membersihkan nama baik
Jian Jian.
Membaca berita tersebut, Du Juan dan Jian Jian merasa sangat senang sekali.
Ketika Ling Xiao sedang bertelponan dengan Jian Jian, Xixi datang
mengunjungi kantor nya. “Hari ini pulang seperti biasa? Aku mau tunggu sampai
kapan?” tanyanya.
“Untuk apa?” tanya Ling Xiao, tidak mengerti.
“Ibumu mengundangku makan karena pindahannya,” jawab Xixi. Dan
Ling Xiao merasa terkejut. “Dia tak bilang padamu?” tanyanya, heran.
Dirumah. Meiyang bertanya dengan heran, kenapa Chen Ting tidak mengundang
Jian Jian, melainkan Xixi yang cuma merupakan rekan kerja Ling Xiao saja.
Kepadahal menurutnya, Jian Jian itu tidak terlalu buruk dan tidak menyebalkan,
juga Jian Jiang sungguh baik kepada Ling Xiao.
“Oh iya, beli semangka. Kakakmu suka semangka. Buah lain kau yang
putuskan,” perintah Chen Ting, tidak mau membahas tentang Jian Jian.
“Ibu, biarkan Kakak hidup sesuai keinginannya. Ibu, jangan
memaksanya lagi,” pinta Meiyang.
“Sudah selesai? Kau bisa pergi beli?” bentak Chen Ting. Dan dengan
kesal, Meiyang pun pergi.
Ketika Mingyue pulang, dia kebetulan bertemu dengan Ling Xiao dan
Xixi. Dan dia merasa heran, kenapa mereka berdua bisa bersama. Dan Ling Xiao
pun menjelaskan. Lalu dia pergi bersama Xixi.
Dengan ramah, Chen Ting mengundang Xixi untuk masuk ke dalam
rumah. Lalu dia memperlakukan nya dengan sangat baik serta perhatian.
Melihat itu, Meiyang dan Ling Xiao sama- sama hanya diam saja.
Malas untuk berbicara.
“Tak undang yang lain? Hanya undang aku?” tanya Xixi, penasaran.
“Rekannya aku lebih kenal denganmu.
Lebih bisa diajak
berbincang,” jawab Chen Ting, beralasan. “Ayo. Mari, cepat makan,” katanya
sambil mengambilkan makanan untuk Xixi.
“Li Jian Jian juga tak datang?” tanya Xixi dengan agak canggung.
“Dia ada janji makan dengan teman,” jawab Ling Xiao, pelan.
Menyadari suasana agak tidak nyaman, Xixi pun izin ke kamar mandi.
Dan saat dia pergi, Chen Ting langsung mulai menasehati Ling Xiao.
“Pulang langsung bermuka masam. Aku hanya lebih bisa berbincang
dengannya, lumayan menyukainya. Jadi mengundangnya makan di rumah saja,” jelas
Chen Ting.
“Tak perlu jelaskan. Terserah kau mau apa. Tetapi itu bukan
urusanku,” balas Ling Xiao, tidak peduli.
“Yang kulakukan tetap salah di matamu. Karena hatimu ada di orang
lain,” kata Chen Ting, tidak senang.
“Terserah padamu. Asalkan jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku
sudah punya pacar,” tegas Ling Xiao.
Ling Xiao dan Chen Ting kemudian mulai berdebat, lalu bertengkar.
Karena Ling Xiao menyukai Jian Jian, tapi Chen Ting membenci Jian Jian.
Ketika Xixi keluar dari kamar mandi, dia melihat Ling Xiao pergi.
“Ada apa dengan Ling Xiao?” tanyanya, heran.
“Tak apa, tiba-tiba ada urusan,” jawab Chen Ting, berbohong.