Original
Network : jTBC Netfix
Ketika
teka-teki terpecahkan, keraguan berdasar pun sirna dan kebenaran sejati
terungkap. Inilah awal dari keputusan hukum di bawah timbangan dan pedang.
Apakah hukum memang benar adil?
-Truth & Justice Only By A Law-
Universitas
Hankuk, Fakultas Hukum. Oktober 2020. Sekarang.
Para mahasiswa/i universitas hukum menjalani ujian simulasi.
Mereka mengambil sebuah contoh kasus, mengadakan sidang, dan berbagi peran.
Seperti ada yang berperan sebagai terdakwa, saksi, jaksa, pengacara, dan hakim.
Dan diruangan lain, para profesor memperhatikan persidangan mereka tersebut.
Ketika simulasi sedang berjalan, Han Joo Hwi menyadari kedatangan
Prof. Seo Byung Ju. Dan dia melihat ke arahnya.
Byung Ju datang ke ruangan sidang untuk melihat jalannya simulasi
secara langsung. Tapi tiba- tiba dia merasakan kepalanya sakit.
Kasus Pembunuhan Racun di Yeonju Dong. Kang Sol A berperan sebagai
hakim. Seo Ji Ho sebagai jaksa. Kang Sol B sebagai pengacara pembela. Joo Hwi
sebagai terdakwa. Min Bok Gi sebagai saksi. Jeon Ye Seul berperan sebagai
pengawal sidang.
Dalam persidangan, Kang Sol A bersikap tidak tegas sebagai hakim.
Kang Sol B terlalu menekan dan menyudutkan saksi. Bok Gi terlalu lemah dan
mudah ditekan. Ji Ho tidak memiliki kesempatan untuk berbicara, karena Kang Sol
B selalu menghentikannya. Sedangkan Ye Seul sibuk bermain ponsel. (Perhatikan :
Ditangan Ye Seul ada bekas merah).
“Mari istirahat 30 menit,” kata Byeong Joo, mengumumkan. Lalu dia
memijit kepalanya yang terasa tidak nyaman.
Didinding ruangan. Tertempel foto Byung Ju. “Donasi Anda akan ciptakan keadilan -Monumen untuk dedikasi Alumni Seo
Byung Ju-“
Ji Ho menasehati Kang Sol B untuk bertindak sesuai batas. Tapi
Kang Sol B merasa kalau tindakan nya sama sekali tidak salah, karena dia adalah
pengacara, jadi dia harus bertindak total untuk mematahkan argumen jaksa
penuntut. Dengan rasa bersalah, Bok Gi meminta maaf, karena dia seharusnya
membantu Ji Ho, tapi dia malah menguntungkan Kang Sol B. Mendengar itu, Ji Ho
merasa bad mood.
“Aku benci kau,” kata Ji Ho sambil menatap Kang Sol B.
“Bukan aku, kan?” tanya Bok Gi, merasa bersalah. “Aku harus apa?
Aku hanya boleh jawab ya atau tidak. Haruskah aku ajukan penolakan?” tanyanya,
meminta pendapat.
“Penolakan disediakan untuk digunakan oleh terdakwa, bukan saksi,”
kata Joon Hwi, menjelaskan. “Jika saksi ingin menolak penyelidikan… gunakan hak
menolak penyelidikan,” jelasnya sambil melompati meja.
“Beraninya terdakwa melompati kursi,” omel Kang Sol A, melihat
itu.
“Hakim yang pakai piama di bawah kursi tak berhak berkomentar,”
balas Joon Hwi sambil menatap celana piama Kang Sol A yang tidak tertutupi oleh
jubah.
“Beraninya bicara begitu. Akan kuhukum kau atas cibiran…” ancam
Kang Sol A sambil menunjuk Joon Hwi.
“Bukan cibiran. Penghinaan,” kata Joon Hwi, membenarkan. “Hukum
Pidana?” tanyanya kepada Ji Ho.
“Pasal 138?” jawab Ji Ho.
“Tepat sekali,” puji Joon Hwi sambil berjalan ke arah pintu dengan
santai. Melihat itu, Kang Sol A merasa agak kesal.
Simulasi sudah akan dimulai, tapi Byung Ju belum juga datang dan
memberikan tanda. Jadi Bok Gi menyarankan untuk mencari dan memanggil Byung Ju.
“Tolong, Pengawal,” perintah Kang Sol A.
“Baik, Yang Mulia,” jawab Ye Seul dengan sikap hormat.
Ye Seul datang ke ruangan Byung Ju dan mengetok pintu serta
memanggilnya, tapi tidak ada jawaban. Jadi diapun masuk begitu saja ke dalam
ruangan, karena dia mengira Byung Ju sedang tidur, jadi dia berniat untuk
membangunkannya. Tapi ketika dia masuk, dia melihat bahwa ternyata Byung Ju
sudah meninggal dengan busa keluar dari mulut nya.
Melihat itu, Ye Seul langsung menjerit dengan keras.
Mendengar jeritan tersebut, semua mahasiswa/i yang berada di dalam
ruangan sidang langsung menuju ke sana untuk mencari tahu ada apa.
Tim kepolisian datang dan memeriksa tempat kejadian. Prof. Jong
Hoon juga datang serta ikut memeriksa tempat kejadian. Dia memeriksa dengan
sangat teliti.
Detektif Oh menemukan surat bunuh diri Byung Ju. “Aku lelah menjalani hidup ini. Biarkan aku
pergi dari Neraka ini.”
Melihat surat tersebut, Jong Hoon berkomentar, “Orang yang ingin
mati tak akan memerlukan strip cek gula darah macam itu,” katanya sambil
mengingat setiap benda yang dilihat nya di dalam ruangan serta di dalam tempat
sampah di kamar mandi.
“Ya, kau benar,” kata Det. Oh dengan malu.
Maret 2020.
Ketika Jong Hoon masuk ke dalam kelas, dia memperkenalkan dirinya
dengan singkat. “Yang Joo Hon, Hukum Pidana,” katanya. Setelah itu, dia
langsung memulai pelajarannya dengan serius.
“Nomor kasus 2017D4114. Kim Cheol-su dan Lee Yeong-hui selingkuh,
dan membuat video seks mereka. Saat Lee hendak pergi, Kim merekam videonya
dengan ponsel, dan mengirimkannya kepada suami Lee. Dia bersalah di sidang
pertama dan kedua, tapi Mahkamah Agung membebaskannya. Apa inti
permasalahannya?” tanya Joo Hon, setelah menjelaskan.
Joo Hon menunjuk wanita berambut sanggul untuk menjawab, yaitu
Kang Sol A. Mendengar itu, Kang Sol A langsung menggerai rambut nya. Dengan
geli, Joon Hwi tertawa, lalu dia membantu Kang Sol A untuk menjawab.
“Masalah ada pada Pasal 14. Undang-undang Kejahatan Seksual.
Hukuman bagi mereka yang memakai kamera untuk merekam tubuh seseorang atau
menyebarkan foto atau video,” kata Joon Hwi, menjelaskan. “Inti masalah adalah
kata "tubuh" yang diartikan secara harfiah.”
Joon Hwi memberikan sebuah contoh. Dia memotret Kang Sol A
menggunakan tab nya. Lalu dia menggunakan ponsel untuk memotret foto didalam
tab. Inti penjelasan nya, jika kita merekam tubuh seseorang secara langsung,
kita bersalah. Tapi mengambil foto bukanlah kejahatan.
“Jika kau hakimnya?” tanya Jong Hoon.
“Setuju dengan Mahkamah Agung,” jawab Joon Hwi.
Mendengar itu, Kang Sol A kurang setuju. Dan Joon Hwi tersenyum
sambil menatapnya. “Jika kita perluas penafsiran mengenai tubuh terhadap foto
dan video seseorang, maka mencium bibir mahasiswi ini akan dianggap sama dengan
mencium fotonya. Itu tak benar,” tegas nya.
“Jadi, itu bukan penafsiran sempit?” tanya Jong Hoon.
“Terkait penyalahgunaan atau penerimaan emosi seseorang, hukum
telah direvisi untuk menyertakan tubuh seseorang beserta rekaman ulang dari
foto seseorang di tahun 2018,” jawab Joon Hwi, menjelaskan lebih jelas.
“Masalahnya di hukumnya, bukan penafsirannya.”
Mendengar jawaban Joon Hwi, Jong Hoon merasa puas. Jong Hoon tahu
kalau Joon Hwi adalah mahasiswa baru yang pintar, karena Joon Hwi berhasil
lolos ujian yudisial tahap kedua. Tapi dia lebih puas dan senang, bila Joon Hwi
tidak merebut kesempatan murid lain untuk menjawab. Mendengar itu, Joon Hwi
langsung terdiam. Dan Kang Sol A menundukkan kepalanya.
“Choi Mi-yeong, si bandar narkoba, menuntut Kim Min-su, si jaksa,
atas pemerkosaan. Hasil investigasi mendakwanya atas kasus suap, bukan
pemerkosaan dan Mahkamah Agung menyatakannya bersalah,” kata Jong Hoon,
menjelaskan kasus baru. Lalu dia menyuruh Kang Sol A untuk menjawab.
Kang Sol A menjawab dengan agak tergagap. Dia sangat gugup dan
bingung harus menjawab apa. Dan ketika Jong Hoon menekannya, dia semakin
bertambah gugup sampai dia menjadi tidak paham dengan pertanyaan Jong Hoon yang
sebenarnya.
“Kang Sol B,” panggil Jong Hoon.
“Jika itu pemerkosaan, Choi Mi-yeong adalah korban. Jika itu kasus
suap, dia akan ikut digugat. Choi menjadi tersangka karena seks dianggap
sebagai suap,” jawab Kang Sol B, mampu menjawab dengan baik.
“Inti masalahnya?” tanya Jong Hoon.
“Apa seks termasuk suap?” jawab Kang Sol B.
“Kenapa pengadilan setuju?” tanya Jong Hoon. “Kang Sol A,”
panggilnya, lagi.
Kang Sol A kesulitan untuk menjawab. Jadi pertanyaan pun kembali
diajukan kepada Kang Sol B. Dengan baik, Kang Sol B menjelaskan dengan lancar.
“Di mata pengadilan, keuntungan dari suap bukan sekadar nilai tukar atau hak
milik tapi segala sesuatu yang nyata dan abstrak, yang dapat memuaskan
permintaan dan keinginan manusia. Keuntungan seksual melalui hubungan seks
dianggap sebagai keuntungan abstrak,” jelas nya.
“Kang Sol A. Kenapa pengadilan menganggap seks sebagai suap?” kata
Jong Hoon, bertanya kembali.
“Kang Sol B baru memberitahumu…” jawab Kang Sol A sambil menahan rasa mualnya. Dia mulai merasa pusing, stress, dan tertekan. Lalu dia menatap ke arah Kang Sol B untuk meminta bantuannya.
Kang Sol B ingin membantu, tapi Jong Hoon menghentikannya. Dia
ingin mendengar jawaban Kang Sol A.
“Katakan. Apa itu suap?” tanya Jong Hoon, penuh penekanan.
Melihat itu, para mahasiswa/i lain merasa kasihan kepada Kang Sol
A. Karena ditekan seperti itu pasti terasa sesak.
“Yang bisa kujawab dengan yakin… Hal yang dapat mencegah
terjadinya ketidakadilan…” kata Kang Sol A, sambil menahan rasa mual nya.
“Lima hal,” kata Jong Hoon.
“Pembenaran : Tindakan pembenaran, pembelaan diri, evakuasi
darurat, persetujuan dari korban, dan pemuasan diri,” jawab Kang Sol A.
Kemudian semuanya tertawa, karena jawaban terakhir Kang Sol A salah. “Maaf.
Bukan pemuasan diri. Maksudku pertolongan diri.”
“Lalu apa itu pertolongan diri?” tanya Jong Hon. Dan Kang Sol A
kesulitan untuk menjawab. “Jika kau menyerah dalam menjawab, kau menyerah dalam
kelas ini,” bentak nya dengan keras.
“Pertolongan diri dapat diklaim ketika prosedur legal membatasi
hakmu dalam mengklaim sebuah tuntutan…” kata Kang Sol A, menjawab.
“Kau tak bisa baca?” bentak Jong Hoon.
Akhirnya, Kang Sol A tidak bisa bertahan lagi. Dia berlari keluar
dari ruangan sambil menahan rasa ingin muntahnya yang sudah tidak tertahankan.
Lalu Jong Hoon pun menyuruh semuanya untuk beristirahat. Dan dia pergi dari
ruangan juga.
Jong Hoon menghampiri Kang Sol A yang sedang berada di dekat jendela.
“Kukira kau ingin permintaan maaf. Katamu kau ingin belajar dariku,” katanya,
mengingatkan.
Flash back
Ujian masuk. Tiga orang Profesor mewawancarai Kang Sol A. Salah
satu Profesor tersebut adalah Jong Hoon. Dia menanyai, apa alasan Kang Sol A
memilih falkutas hukum. Dan Kang Sol A menjawab bahwa dia menginginkan
permintaan maaf.
Bagi Kang Sol A, hukum berhutang banyak padanya. Dia pernah
dituntut atas tindakan kekerasan saat dia menyelamatkan seseorang. Saat itu,
dia butuh pengacara untuk klaim pertolongan diri, tapi dia harus membayar 3
juta won. Jadi dia berjuang sendiri, saat itu dia harus membayar denda 2 juta
won, namun kemudian dia berhasil menyelesaikan kasus dengan air mata, 1 juta
won adalah harga termurah yang harus dibayarnya. Dan uang itu adalah seluruh
harta yang dia kumpulkan dari kerja keras nya. Dia merasa hukum tidak
seharusnya memperlakukan dia seperti itu. Jadi dia ingin menjadi pengacara,
karena menurutnya menjadi pengacara adalah jalan menuju keadilan bagi anak
miskin sepertinya.
“Baik. Bagaimana caranya hukum akan meminta maaf padamu?” tanya
Jong Hoon.
“Itu yang akan kau ajarkan padaku, Profesor,” jawab Kang Sol A.
Flash back end
“Kau masih ingin menyerah?” tanya Jong Hoon.
“Aku tak berpikir panjang. Maafkan aku,” jawab Kang Sol A dengan malu.
“Aku tak butuh maafmu. Jangan menyesali perbuatanmu. Sisa waktunya
tak banyak,” balas Jong Hoon, lalu Kang Sol A pun segera berlari untuk kembali
ke dalam kelas.
Ketika Kang Sol A bertemu dengan Joon Hwi, dia langsung menyeret
Joon Hwi dan memohon bantuannya untuk membantu nya belajar.
Ditoilet. Bok Gi dan Seung Jae membicarakan kejadian didalam kelas
barusan. Mereka merasa kasihan kepada Kang Sol A. Dan agak iri kepada Joon Hwi.
Berita : “Pemerkosa
anak Lee Man-ho, yang membuat Korea geram akan perbuatan kejinya, telah
selesaikan masa tahanan dan bebas hari ini. Dia akan dipakaikan gelang
pengintai.”
“Astaga, dia sudah bebas? Gelang itu tak cukup,” gumam Prof. Kim
Eum Suk, mengomel kesal, ketika dia mendengar berita tersebut.
Wakil Dekan, Kang Ju Man, menelpon. Dengan sengaja, Jong Hoon
mengabaikan itu.
“Tolong buat simulasi sidang fakultas hukum terbaik di dunia,”
pinta Byung Ju.
“Ya, kami akan menjadikannya kebanggaan Fakultas Hukum Universitas
Hankuk,” janji Dean, Oh Jung Hui.
Wakil Dean Ju mendekati mereka berdua dan memberitahu bahwa Jong
Hoon tidak bisa datang, karena harus mengajar. Dan Byung Ju mengerti. Lalu
Byung Ju dan Dean Oh berfoto duluan sambil memengang tanda uang donasi, senilai
5,6 Miliar Won.
-Upacara
Donasi Pengacara Seo Byun Ju-
Eun Suk menjalani wawancara dikantor nya. Didepan kamera, dia
memberikan komentar tentang kasus Lee Man-ho yang baru saja dibebaskan dari
penjara. “Dia kriminal keji, bak iblis pembunuhan berantai. Dia menyasar
seorang gadis yang cukup muda untuk jadi putrinya. Tapi dia tak menyesal.
Memperhitungkan efek jangka panjang yang harus ditanggung oleh korban, aku
yakin Lee Man-ho tak seharusnya dibebaskan.”
Lembaga
Pemasyarakatan.
Lee Man Ho dibebaskan dari penjara. Dia mengenakan pakaian serba
hitam, mulai dari pakaian, masker, dan payung yang dipakainya. Dan ditangannya,
dia memegang sebuah buku tebal mengenai kode hukum.
Melihat Man Ho keluar, para wartawan langsung mengerubungi nya
untuk melakukan wawancara. Dan dengan tenang, Man Ho menghadapi semua itu.
Berita : “Ada kemungkinan dia akan mengulangi kejahatannya lagi. Masyarakat akan ketakutan atas putusan dibebaskannya Lee Man-ho hari ini.”
walaupun sudah nonton dramanya tapi tetap harus baca sinopsis supaya bisa lebih paham, terima kasih kak
ReplyDeletebener, alurnya suka tiba tiba mundur jadi bingung haha
Delete