Original Network : Tencent
Video, iQiyi
Ketika Su Tan’er sampai didapur belakang, Ning Yi tampak
sangat baik- baik saja. Dan selain Ning Yi, hanya ada Da saja disana, sementara
Ayahnya, Su Boyong, tidak ada.
“Di mana ayahku?” tanya Su Tan’er, bingung.
“Itu… Baru saja selesai bicara, sudah pergi,” jawab Ning Yi. “Ada masalah?” tanyanya.
“Tidak ada masalah,” jawab Su Tan’er dengan canggung. “Tidak ada masalah,” ulangnya, lalu dia berjalan
pergi dengan perasaan bingung. Dia mengira Su Boyong sedang menghukum Ning Yi,
tapi anehnya, Su Boyong malah sama sekali tidak ada didapur belakang, dan Ning
Yi juga tampak baik- baik saja, jadi dia merasa sangat bingung.
Setelah Su Tan’er pergi, Da dan
Ning Yi melanjutkan obrolan mereka lagi. Da bercerita bahwa menurutnya,
terkadang Su Tan’er sama seperti Su Boyong. Karena sewaktu kecil dulu, perangai
Su tan’er buruk. Sedangkan Su Boyong selalu berekspresi cemberut. Dan Ning Yi
sangat setuju dengan perkataan Da.
“Menurutmu, akan terasa sakitkah
jika memukulkan barang ini ke badan?” tanya Ning Yi sambil menatap rotan Da
dengan rasa tertarik.
“Rotanku ini bagus, 'kan?” kata Da,
bangga. “Untung saja tidak memukulkannya ke tubuhmu,” katanya sambil tertawa.
“Benar-benar. Kita ini
sekeluarga,” balas Ning Yi, bersyukur. “Jika ini kuat, pergi pukul anak itu, Wu
Qihao. Aku langsung emosi begitu melihatnya.”
“Baik. Aku akan buatkan yang
lebih baik untukmu nanti,” janji Da.
Flash
back. Sebelum waktunya sebatang dupa.
Awalnya Ning Yi mengira kalau Su
Boyong sangat ingin membunuhnya, jadi dia merasa takut dan kabur dari kediaman
Su. Lalu sekarang, ketika Su Boyong menyuruh Da untuk memukulnya, dia langsung
protes dan bertanya, kenapa Su Boyong selalu ingin membunuh nya. Dari sebelum
dia dan Su Tan’er menikah, Su Boyong sudah ingin membunuhnya, dengan menyuruh
orang- orang berbaju hitam. Lalu setelah dia dan Su Tan’er menikah, Su Boyong
memberikannya kantong wewangian untuk meracuninya.
“Tuan… Tuan Menantu, omong kosong
apa yang kamu katakan?” tanya Da, heran. “Hari itu, Tuan pergi ke hutan untuk
menyelamatkanmu. Aku memberimu bola wewangian dari Wilayah Barat untuk
membantumu mengusir nyamuk,” jelasnya.
Flash back 1
Su Boyong menyuruh Da untuk
memberikan barang dimeja kepada Ning Yi. Dan saat Da membuka kantong yang berada
diatas meja, dia terkejut.
“Bukankah ini yang sudah
menghabiskan banyak uang Tuan untuk membelinya dari Wilayah Barat?” tanya Da,
memastikan.
“Bagaimanapun, sudah
hampir melewati batas waktu pemakaian,” jawab Su Boyong, menjelaskan.
“Tuan sungguh bermulut keras,
namun berhati baik. Hanya untuk membuat Tuan Menantu memperlakukan Nona lebih
baik, bahkan memberinya barang yang sangat mahal,” komentar Da, tersentuh.
“Mengomel apa? Masih tidak cepat
pergi?” usir Su Boyong.
Flash back 2
Saat Su Boyong dan Ning Yi berpapasan. Su Boyong mengatakan ‘Lakukanlah yang terbaik’ kepada Ning Yi. Itu tidak ada maksud jahat sama sekali, dia hanya berharap agar Ning Yi memperlakukan Su Tan’er dengan baik.
Flash back 3
“Perintahkan Penjaga Geng, beri
tahu dia apa yang harus dilakukan,” perintah Su Boyong.
“Tuan khawatir dengan perilaku
Tuan Menantu? Ingin Penjaga Geng membawanya ke Teater Xinmen, gunakan metode
ini untuk mengujinya?” tanya Da, menebak. Dan Su Boyong hanya diam. “Tetapi
jika dia sungguh mengikuti Penjaga Geng, Tuan, apa yang harus kita lakukan?”
tanya Da, khawatir.
“Jika hanya mendengar opera,
biarkan saja,” balas Su Boyong, bersikap murah hati. “Jika melakukan hal-hal
yang sembrono, pukul seratus kali dengan tongkat, usir dia ke luar rumah,”
tegasnya.
Flash back 4
Malam saat Ning Yi dikejar oleh
orang- orang berbaju hitam, Su Boyong datang dan menyelamatkannya.
Ternyata pelaku sebenarnya yang
telah menyuruh orang- orang berbaju hitam untuk mengejar Ning Yi sampai ke
dalam hutan dan pelaku yang memukul kepala Ning Yi dari belakang. Pelaku
tersebut adalah Wu Qihao.
Ketika Wu Qihao telah memukul
kepala Ning Yi, dia langsung buru- buru pergi, karena Bawahan- bawahan Su
Boyong datang untuk menyelamatkan Ning Yi.
Dalam kondisi sekarat, orang yang
Ning Yi lihat adalah Su Boyong. Karena itulah, kesalahapahaman terjadi.
“Tuan, bukankah kamu tidak
menyukainya? Mengapa mau menyelamatkannya?” tanya Da, heran.
“Meskipun dia tidak cukup baik
untuk Tan'er, tetapi dia juga menantuku. Bagaimana bisa membiarkan orang lain membunuhnya
begitu saja?” balas Su Boyong, menjawab.
Flash back end
Mengetahui kenyataan yang
sebenarnya, Ning Yi mengakui bahwa dia telah salah paham. Namun ini karena, Su
Boyong selalu berwajah cemberut sepanjang hari. Seperti orang jahat. Lalu dia
menjelaskan bahwa dia tidak ada mengkhianati Su Tan’er, melainkan semua yang
dilakukannya sampai sekarang ini, itu adalah untuk Su Tan’er, demi agar Su
Tan’er bisa mendapatkan stempel pemimpin. Mendengar itu, Da sama sekali tidak
percaya dan ingin memukul Ning Yi untuk menghukumnya, tapi tepat sebelum
pukulannya mengenai Ning Yi, Su Boyong memerintahkannya untuk berhenti.
“Aku sungguh ingin membantu
putrimu mendapatkan stempel pemimpin,” tegas Ning Yi sambil melindungi dirinya.
Flash
back end
Sekarang. Setelah semua
kesalahpahaman terselesaikan, Ning Yi dan Da duduk bersama sambil mengobrol
dengan akrab dan tertawa.
Malam hari. Ning Yi bekerja
dengan rajin sambil memegang wewangian yang Su Boyong berikan dan menggambar
hal- hal lucu yang tidak jelas sebagai hiburan.
Keeseokan harinya. Ning Yi datang
ke toko mengikuti Su Tan’er. Lalu sesampainya ditoko, dia menyuruh para pelayan
untuk menutup pintu, karena hari ini toko ditutup.
“Apa yang mau kamu lakukan?”
tanya Su Tan’er, heran.
“Pelatihan bisnis,” jawab Ning Yi
sambil tersenyum percaya diri.
Ning Yi mengatur ulang susunan didalam
toko. Dia memindahkan meja kasir ke samping, memindahkan meja sulam dan bordir
ke depan supaya para pelanggan bisa melihat secara langsung, membagi area
menjadi dua zona. Zona pertama untuk kain berharga tinggi. Zona kedua untuk
kain berharga standar. Melihat itu, Su Tan’er merasa sangat bingung. Namun dia
tetap membiarkan Ning Yi.
Saat sudah selesai, Ning Yi
mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar. Melihat itu, Su Tan’er ikut
mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar.
Setelah toko selesai ditata, Ning
Yi melatih para pelayan cara bersikap dan berbicara yang baik dalam melayani
para pelanggan.
Ketika para pelanggan datang,
maka para pelayan harus mengatakan. ‘Selamat datang. Pilihlah sesuka hati. Ada
yang bisa kubantu?’. Dan para pelayan harus terus tersenyum untuk membuat para
pelanggan merasa senang.
Selanjutnya, Ning Yi membuat area
parkir disamping toko. Melihat itu, Su Tan’er merasa agak bingung. Dan Ning Yi
juga tidak tahu harus menjelaskan bagaimana, jadi dia menyuruh tunggu saja dan
nanti Su Tan’er akan mengerti sendiri.
Kemudian Ning Yi membawa Su
Tan’er ke lantai dua Teater Xinmen. Disana dia menunjukkan tampilan toko kain
mereka yang berada diseberang.
“Sebenarnya saat aku pertama kali
datang ke Toko Kain Su sudah memerhatikan tanah kosong di depan pintu toko
kalian,” kata Ning Yi, menjelaskan. “Memantau seluruh Kota Jiang Ning, hanya di
depan pintu toko kalian, yang bertanah kosong yang begitu besar, ini adalah
kondisi yang unik,” komentarnya.
Ning Yi menceritakan
pengalamannya berjalan- jalan ke berbagai tempat bersama dengan Penjaga Geng.
Termaksud Teater Xinmen. Semua yang dilakukannya memiliki maksud. Dia
memperhatikan toko- toko kain yang ada diberbagai tempat. Toko kain di Pasar
Timur, hanya menggantungkan tanda nama Wu saja, yang melambangkan kekuatan.
Toko kain di Pasar Barat, ada dua, yaitu toko kain Dachuan dan toko kain Su,
kedua toko tersebut perdagangannya seimbang.
Dari pengamatannya, Ning Yi menyimpulkan sesuatu. Lokasi toko kain Daichuan, tidak seunggul toko kain Su. Dan kualitan toko kain Su lebih baik, lebih baru. Tapi kenapa penjulan mereka bisa sama? Kenapa penjualan toko kain Su tidak bisa naik? Itu karena toko kain Su menjual kain mahal dengan harga yang wajar, jadi para pelanggan sulit untuk mempercayai mereka.
“Lalu mengapa tidak meluncurkan
yang cocok untuk orang biasa?” tanya Ning Yi. “Orang kaya menyukai, tetapi
meremehkan harganya. Orang miskin mampu membeli, tetapi tidak menggunakannya.
Produk… Harus memiliki posisi yang tepat. Setiap helai kain seharusnya dijual
ke pelanggan yang benar-benar membutuhkannya,” jelasnya, menyarankan.
“Sesuai maksudmu… Kita harus
meningkatkan harga jual kain berkualitas tinggi, demi keuntungan. Lalu untuk
menjamin kualitas, lebih banyak dikembangkan kain yang cocok untuk orang
biasa,” kata Su Tan’er, menyimpulkan.
“Tan’er, sangat pintar,” puji
Ning Yi sambil tersenyum.
Mengetahui kalau Ning Yi sampai
datang ke Teater Xinmen ini, ternyata adalah demi dirinya, Su Tan’er merasa
bersalah telah salah paham kepada Ning Yi dan juga dia merasa berterima kasih.
“Kamu tidak perlu sungkan. Karena
aku sudah berjanji padamu, jadi aku harus melakukan yang terbaik,” kata Ning
Yi, bersikap rendah hati. Mendengar itu, Su Tan’er tersenyum senang. “Membantumu.
Juga membantu diriku sendiri. Kamu mendapatkan stempel pemimpin lebih cepat,
aku juga bisa… Lebih cepat mendapatkan kebebasan.”
Mendengar itu, senyum Su Tan’er
langsung hilang. “Aku teringat masih ada yang harus kuurus di rumah. Aku pergi
dulu,” katanya dengan cemberut. Lalu dia langsung pergi.
“Apa aku mengatakan sesuatu yang
salah?” gumam Ning Yi, bingung.
Su Boyong datang ke toko untuk
memeriksa keadaan. Lalu pergi.
Melihat hal tersebut, Ning Yi
tersenyum geli. “Orang tua ini… Jelas-jelas sangat peduli dengan putrinya. Berpura-pura
diam,” gumamnya.
Malam hari. Ning Yi pergi ke
dapur untuk mengolah hadiah telur- telur bebek yang didapatnya menjadi telur
asin.
“Tuan Menantu. Makan malam Nona
tersisa hidangan terakhir, daging domba mana yang cocok untuk digoreng?” tanya
Pelayan didapur.
“Aku pilih sendiri saja,” jawab
Ning Yi, berhenti membuat telur asinnya.
Ketika Ning Yi mau memilih daging
mana yang bagus, Su Boyong kebetulan lewat dan dia membantu Ning Yi memilih
daging kesukaan Su Tan’er, yaitu daging bahu domba.
“Bahkan tahu apa yang disukai
putrinya dengan baik. Tidak mau mengatakan beberapa kata dengannya. Ayah
seperti ini. Sungguh istimewa,” puji Ning Yi.
“Kamu… Kamu… Kamu… Kamu…” balas
Su Boyong.
“Anda mempunyai waktu memarahiku,
lebih baik memanfaatkan waktu ini untuk mengatakan beberapa kata pada putrimu,”
saran Ning Yi. “Apa yang tidak bisa dikatakan antara ayah dan putrinya?”
tanyanya.
Mendengar itu, Su Boyong tidak
tahu harus mengatakan apapun. Dengan kesal, dia menunjuk- nunjuk Ning Yi,
kemudian dia pergi dengan kesal.
Setelah selesai memilih daging,
Ning Yi melanjutkan membuat telur asinnya.
Li Pin datang ke toko kain Wu
yang berada disisi jalan. Dan Wu Qihao menyambutnya dengan ramah. Tapi ketika
Li Pin ingin turun dari kereta, dia diberitahu kalau kereta tidak boleh parkir
didepan toko, sebab bisa menyebabkan jalanan terhalang. Jadi kalau Li Pin mau
belanja, maka dia harus turun didepan toko, lalu kereta nya harus parkir di
gerbong penginapan depan, dan jaraknya lumayan jauh.
“Tempat ini sangat kecil. Bahkan
kereta saja tidak bisa berhenti,” keluh Li Pin.
“Tuan Menantu. Toko kain di Jiang
Ning memang seperti ini. Toko dibuka di sisi jalan. Benar. Tidak ada tempat
untuk berhenti,” balas kusir kereta, menjelaskan.
“Tck…” keluh Li Pin. Dan Wu Qihao
diam sambil tersenyum.
Tepat disaat itu, seseorang lewat
dan memanggil Li Pin. Dia memberitahu bahwa toko kain Su, yang berada di Pasar
barat, ada membuka area parkir, jadi mereka bisa menghentikan kereta mereka
didepan toko.
“Yang kamu katakan itu benar?”
tanya Li Pin, bersemangat. “Kalau begitu, ayolah. Kita juga pergi ke Toko Kain
Su,” katanya, memutuskan. Sebelum Wu Qihao sempat mengatakan apapun, dia
langsung pamit kepada Wu Qihao dan pergi.
Ketika Li Pin datang, Ning Yi
memerintahkan pelayan didepan toko untuk menuntun kereta ke tempat parkir, tapi
mereka tidak mau mendengarkan perintah Ning Yi.
Melihat itu, Su Tan’er keluar
dari dalam toko. “Mulai sekarang, apa yang dikatakannya, adalah perkataanku
juga. Perintah Tuan Menantu, tidak ada yang bisa menentang,” tegas nya kepada
para pelayan. Dan barulah para pelayan mau menuruti perintah Ning Yi.
Dengan kagum, Li Pin memuji nasib
baik Ning Yi. Sebab Ning Yi berani berselingkuh, tapi Su Tan’er masih tetap
baik kepada Ning Yi.
“Jangan gunakan taktik ini,” kata
Ning Yi sambil tersenyum. “Untuk apa datang?” tanyanya, bersahabat.
“Aku hari ini membeli kain,”
jawab Li Pin.
“Kalau begitu pas sekali. Ini
adalah toko kami. Aku bantu kamu memilih. Ayo,” ajak Ning Yi. Dan Li Pin
mengikutinya.
Wu Qihao mendapatkan bocoran dari
Keluarga anak kedua Su yang tanpa sengaja mengatakan bahwa pekan puisi Puyuan,
mereka selalu menggunakan Nona Yuan Jin’er, pemain musik populer di Teater
Xinmen. Jadi Wu Qihao ingin membuat kesepatakan dengan Madam Bos Yang, yaitu semua
putri di Teater Xinmen, tidak diperbolehkan berpindah ke keluarga lain.
“Ini…” gumam Bos Yang, ragu. Dan
Wu Qihao memberikannya sekantong uang yang sangat banyak. “Kalau begitu, terima
kasih banyak Tuan Wu,” kata Bos Yang, menerima dengan senang.
Selain Li Pin, tiga teman sekelas
Ning Yi yang lain juga datang ke toko kain Su. Yaitu Feng Yuan, Gao Qiu, dan
Sheng Miao.
Dengan baik hati, Ning Yi
menghadiah setiap mereka, satu pakaian dari zona harga tinggi untuk diberikan
kepada Istri mereka masing- masing. Tapi Shen Miao belum memiliki istri, jadi
dia merasa bingung. Dan Li Pin langsung memutuskan agar Shen Miao tetap
mengambil satu pakaian, lalu berikan kepada Istrinya saja.
Su Tan’er yang berada dimeja
kasir memperhatikan itu, lalu ketika Ning Yi mendekat, dia langsung mengalihkan
pandangannya dengan gugup.
“Tuan Menantu memang hebat.
Bahkan ke Sekolah Kebajikan Pria, masih bisa membawa datang pelanggan,” puji
Xiao Chan, kagum.
Manajer Toko Xi menghampiri Su
Tan’er dan melaporkan bahwa akhir- akhir ini toko sangat ramai, jadi penjualan
mereka meningkat. Tapi ini membuat mereka sangat sibuk dan kesulitan
mengurusnya, sampai mereka hanya bisa meminta para pelanggan untuk memesan
dahulu. Namun dia khawatir, bila nantinya dia tidak bisa menyelesaikan pesanan tepat
waktu.
“Manajer Toko Xi! Hal yang tidak
seharusnya kamu khawatirkan, tidak perlu kamu khawatirkan,” kata Ning Yi dengan
tegas dan serius. “Terakhir kali kamu jelaskan padaku, aku langsung memiliki
rencana,” jelasnya.
“Tuan Menantu memiliki ide baru lagi?”
tanya Xiao Chan, bersemangat.
“Tidak perlu panik. Tunggu tamu kehormatan datang,
maka kamu akan tahu,” jawab Ning Yi dengan percaya diri.
Kemudian disaat itu, seorang
pelayan datang dan melapor bahwa Su Yu datang. Dan Ning Yi langsung mengajak
mereka untuk ikut dengannya.
Dihalaman belakang. Ning Yi
menunjukkan alat tenun yang dibuatnya. Dia menjelaskan kepada Su Yu dan
semuanya bahwa alat ini dikendalikan dengan uap, yang kemudian dihantarkan
melalui roda gigi. Dengan begini, menenun bisa lebih efisien. Dan harga
pembuatan alat tenun ini tidak mahal, jadi mereka bisa memproduksinya dalam
skala besar. Jadi mereka bisa mengirimkan barang tepat waktu.
“Hebat sekali!” puji Su Yu sambil
tertawa bangga. “Tan’er, kamu dan suamimu telah membuat prestasi baru lagi. Aku
sangat puas.”
Seorang pelayan kemudian datang
mengantarkan pembukuan toko kain bulan ini, dan lalu Su Tan’er menunjukkan itu
kepada Su Yu.
“Sangat bagus. Dalam waktu
singkat bisa berkeuntungan seperti ini, sepertinya aku tak salah menilai
orang,” kata Su Yu, ketika melihat pembukuan toko kain Su Tan’er.
Melihat itu, Su Zhongkan dan Su
Wenxing merasa iri. Jadi mereka berpura- pura menasehati Su Tan’er bahwa
perjalanan masih panjang dan masih banyak yang harus dipelajari, jadi jangan
bangga dulu.
“Tan’er ini, omsetnya satu bulan
sama dengan pendapatan Keluarga Anak Kedua dalam setahun. Kamu perlu belajar
dengan baik!” kata Su Yu, menasehati Su Zhongkan dan Su Wenxing dengan tegas.
Ketika semuanya telah pergi, Ning
Yi mengucapkan selamat kepada Su Tan’er. Dan Su Tan’er tersenyum senang. Lalu
Ning Yi berkomentar bahwa mereka sudah selangkah lebih dekat untuk mendapatkan
stempel pemimpin. Mendengar itu, senyum Su Tan’er langsung menghilang.
“Terima kasih banyak!” kata Su
Tan’er sambil cemberut. Lalu dia pamit dan pergi.
“Aku salah bicara lagi?” gumam
Ning Yi, heran.
Menantu Yao bermain mahjong
bersama teman- temannya. Sambil bermain, dengan senang, dia membanggakan
kehebatan menantu nya, Ning Yi, kepada teman- temannya.
“Sebelumnya aku tidak tahu,
menantu keponakan orang yang sebaik ini. Selain itu juga sangat pandai
berbisnis. Kalau seperti ini, pertemuan klan tiga hari lagi pasti harus
dikendali oleh Keluarga Anak Sulunng!” komentar teman A.
Mendengar itu, Menantu Yao
langsung menghentikan teman A untuk diam. “Pertemuan klan ini belum diadakan,
jadi jangan berkata seperti itu,” jelasnya. Lalu dia berbisik dengan suara
pelan, “Dinding ini bertelinga,” katanya, memperingatkan.
Mendengar peringatan itu, setiap
orang mengerti dan langsung berhenti membahas tentang pertemuan klan.
“Keluarga Su masih perlu
bergantung pada Tan’er dan suaminya,” puji teman B. Dan Menantu Yao tertawa
senang.
“Oh, ya! Kalian jangan pernah
menganggapku orang asing ya! Jika perlu bantuan, jangan ragu untuk
mengatakannya,” kata teman A.
“Jika kamu berkata demikian,
sebenarnya aku ada masalah. Butuh bantuan kalian,” kata Menantu Yao dengan agak
malu- malu.
Dalam perjalanan pulang, Ning Yi
diikuti oleh tiga orang berpakaian hitam. Menyadari hal tersebut, Ning Yi
berniat menghadapi mereka secara langsung.
“Tengah malam tidak tidur malah
mengikutiku, untuk apa?” tanya Ning Yi. Kemudian tiba- tiba dari belakang
muncul tiga orang berpakain hitam lagi.
“Kalian berenam, aku hanya
sendirian, Jikapun menang… Tapi kalian menang dengan tidak terhormat!” kata
Ning Yi dengan ngeri. Lalu dia berniat untuk kabur.
Tapi ketika Ning Yi ingin kabur,
disaat itu, Wu Qihao muncul bersama beberapa orang berpakain hitam lagi. Dan
mereka menghadang jalan Ning Yi.
“Ning Yi! Setelah kamu masuk ke
Keluarga Su, kamu bahkan lupa siapa dirimu. Bukanlah masalah menjadi penjual
kain yang patuh. Tak disangka, kamu juga akan menjangkau Pasar Timur. Membuat
pembatas area parkiran, agar dapat merebut semua pelanggan Wu,” kata Wu Qihao
dengan sinis.
“Jika aku membuat pembatas area
parkiran, aku merusak pasar?” balas Ning Yi dengan geli. “Kamu juga bagilah,
aku tak menghentikanmu,” jelasnya.
“Dengarkan aku selagi aku masih baik padamu. Waktu itu
aku tak membunuhmu, membiarkanmu menikahi Tan’er. Kali ini, tak bisa semudah
itu,” kata Wu Qihao, mengintimidasi.
“Dulu kamu yang ingin
membunuhku?” tanya Ning Yi, tidak menyangka.
Di Teater Xinmen. Karena pekan
Puisi Puyuan akan segera diadakan, jadi Wu Chenghou ingin mengundang beberapa
gadis untuk memberikan tepuk tangan nantinya.
“Bos Wu, apa yang kamu bicarakan?
Tuan Muda Wu sudah datang menyapa. Anda tenang saja,” kata Bos Yang dengan
ramah.
Kemudian disaat itu, Bawahan Wu
datang, dia berdiri didekat pintu dan menunjukkan tanda pengenal Huo Hu Men.
Melihat itu, Wu Chenghou langsung merasa kesal. “Anak tak berbakti!” keluhnya.
Dan lalu dia pergi.
Mendengar itu, Bos Yang sangat
kebingungan, kenapa Wu Chenghou tiba- tiba marah dan mengatai Wu Qihao sebagai
anak tidak berbakti.
Bawahan Wu melapor kepada Wu
Chenghou bahwa Wu Qihao ingin menggunakan geng Huo Mu Men lagi untuk membunuh
Ning Yi dan dia tidak berani untuk menghentikannya. Mendengar itu, Wu Chenghou
diam dan terus berjalan.
“Tuan, kamu jangan… Jangan
marah!” pinta Bawahan Su, mencoba menenangkan Wu Chenghou yang tampak
menakutkan.
Ning Yi bertarung melawan orang-
orang berpakaian hitam. Tapi karena dia hanya sendirian dan kalah jumlah, maka
dia sangat kesulitan menghadapi mereka semua. Lalu akhirnya kalah.
Sebelum Wu Qihao memukulkan
tongkatnya untuk membunuh Ning Yi, tepat disaat itu, Wu Chenghou datang dan
meneriakinya untuk berhenti.
“Sekarang keberanianmu sudah
membesar. Semua masalah pun berani kamu lakukan!” bentak Wu Chenghou sambil
menunjuk Wu Qihao.
“Ayah, Ning Yi keterlaluan…”
keluh Wu Qihao, membela diri.
“Sudah kukatakan padamu, jangan
mengamuk karena seorang wanita. Pulang!” teriak Wu Chenghou dengan tegas.
Dengan terpaksa, Wu Qihao pun
terpaksa melepaskan Ning Yi. Tapi sebelum dia pergi mengikuti Wu Chenghou, dia
mendekati Ning Yi dan menantangnya.
“Beberapa hari lagi adalah Pekan
Puisi Puyuan. Aku akan melihat bagaimana kamu tertawa. Saat itu, kita melihat,
Wu dan Su, akan berakhir bagaimana,” kata Wu Qihao. Lalu dia melemparkan
tongkat yang dipegang nya dan pergi.
Ning Yi memungut tongkat
tersebut, dan menatap kepergiaan Wu Qihao.