Sinopsis C- Drama : My Heroic Husband Episode 5 part 2

 


Original Network : Tencent Video, iQiyi

Ketika Su Taner sampai didapur belakang, Ning Yi tampak sangat baik- baik saja. Dan selain Ning Yi, hanya ada Da saja disana, sementara Ayahnya, Su Boyong, tidak ada.


“Di mana ayahku?” tanya Su Taner, bingung.

“Itu… Baru saja selesai bicara, sudah pergi,” jawab Ning Yi. “Ada masalah?” tanyanya.


“Tidak ada masalah,” jawab Su Taner dengan canggung. “Tidak ada masalah,” ulangnya, lalu dia berjalan pergi dengan perasaan bingung. Dia mengira Su Boyong sedang menghukum Ning Yi, tapi anehnya, Su Boyong malah sama sekali tidak ada didapur belakang, dan Ning Yi juga tampak baik- baik saja, jadi dia merasa sangat bingung.

Setelah Su Tan’er pergi, Da dan Ning Yi melanjutkan obrolan mereka lagi. Da bercerita bahwa menurutnya, terkadang Su Tan’er sama seperti Su Boyong. Karena sewaktu kecil dulu, perangai Su tan’er buruk. Sedangkan Su Boyong selalu berekspresi cemberut. Dan Ning Yi sangat setuju dengan perkataan Da.

“Menurutmu, akan terasa sakitkah jika memukulkan barang ini ke badan?” tanya Ning Yi sambil menatap rotan Da dengan rasa tertarik.

“Rotanku ini bagus, 'kan?” kata Da, bangga. “Untung saja tidak memukulkannya ke tubuhmu,” katanya sambil tertawa.

“Benar-benar. Kita ini sekeluarga,” balas Ning Yi, bersyukur. “Jika ini kuat, pergi pukul anak itu, Wu Qihao. Aku langsung emosi begitu melihatnya.”

“Baik. Aku akan buatkan yang lebih baik untukmu nanti,” janji Da.


Flash back. Sebelum waktunya sebatang dupa.

Awalnya Ning Yi mengira kalau Su Boyong sangat ingin membunuhnya, jadi dia merasa takut dan kabur dari kediaman Su. Lalu sekarang, ketika Su Boyong menyuruh Da untuk memukulnya, dia langsung protes dan bertanya, kenapa Su Boyong selalu ingin membunuh nya. Dari sebelum dia dan Su Tan’er menikah, Su Boyong sudah ingin membunuhnya, dengan menyuruh orang- orang berbaju hitam. Lalu setelah dia dan Su Tan’er menikah, Su Boyong memberikannya kantong wewangian untuk meracuninya.

“Tuan… Tuan Menantu, omong kosong apa yang kamu katakan?” tanya Da, heran. “Hari itu, Tuan pergi ke hutan untuk menyelamatkanmu. Aku memberimu bola wewangian dari Wilayah Barat untuk membantumu mengusir nyamuk,” jelasnya.


Flash back 1

Su Boyong menyuruh Da untuk memberikan barang dimeja kepada Ning Yi. Dan saat Da membuka kantong yang berada diatas meja, dia terkejut.

“Bukankah ini yang sudah menghabiskan banyak uang Tuan untuk membelinya dari Wilayah Barat?” tanya Da, memastikan.


“Bagaimanapun, sudah hampir melewati batas waktu pemakaian,” jawab Su Boyong, menjelaskan.

“Tuan sungguh bermulut keras, namun berhati baik. Hanya untuk membuat Tuan Menantu memperlakukan Nona lebih baik, bahkan memberinya barang yang sangat mahal,” komentar Da, tersentuh.

“Mengomel apa? Masih tidak cepat pergi?” usir Su Boyong.


Flash back 2

Saat Su Boyong dan Ning Yi berpapasan. Su Boyong mengatakan ‘Lakukanlah yang terbaik’ kepada Ning Yi. Itu tidak ada maksud jahat sama sekali, dia hanya berharap agar Ning Yi memperlakukan Su Tan’er dengan baik.


Flash back 3

“Perintahkan Penjaga Geng, beri tahu dia apa yang harus dilakukan,” perintah Su Boyong.

“Tuan khawatir dengan perilaku Tuan Menantu? Ingin Penjaga Geng membawanya ke Teater Xinmen, gunakan metode ini untuk mengujinya?” tanya Da, menebak. Dan Su Boyong hanya diam. “Tetapi jika dia sungguh mengikuti Penjaga Geng, Tuan, apa yang harus kita lakukan?” tanya Da, khawatir.

“Jika hanya mendengar opera, biarkan saja,” balas Su Boyong, bersikap murah hati. “Jika melakukan hal-hal yang sembrono, pukul seratus kali dengan tongkat, usir dia ke luar rumah,” tegasnya.


Flash back 4

Malam saat Ning Yi dikejar oleh orang- orang berbaju hitam, Su Boyong datang dan menyelamatkannya.


Ternyata pelaku sebenarnya yang telah menyuruh orang- orang berbaju hitam untuk mengejar Ning Yi sampai ke dalam hutan dan pelaku yang memukul kepala Ning Yi dari belakang. Pelaku tersebut adalah Wu Qihao.

Ketika Wu Qihao telah memukul kepala Ning Yi, dia langsung buru- buru pergi, karena Bawahan- bawahan Su Boyong datang untuk menyelamatkan Ning Yi.


Dalam kondisi sekarat, orang yang Ning Yi lihat adalah Su Boyong. Karena itulah, kesalahapahaman terjadi.

“Tuan, bukankah kamu tidak menyukainya? Mengapa mau menyelamatkannya?” tanya Da, heran.

“Meskipun dia tidak cukup baik untuk Tan'er, tetapi dia juga menantuku. Bagaimana bisa membiarkan orang lain membunuhnya begitu saja?” balas Su Boyong, menjawab.

Flash back end



Mengetahui kenyataan yang sebenarnya, Ning Yi mengakui bahwa dia telah salah paham. Namun ini karena, Su Boyong selalu berwajah cemberut sepanjang hari. Seperti orang jahat. Lalu dia menjelaskan bahwa dia tidak ada mengkhianati Su Tan’er, melainkan semua yang dilakukannya sampai sekarang ini, itu adalah untuk Su Tan’er, demi agar Su Tan’er bisa mendapatkan stempel pemimpin. Mendengar itu, Da sama sekali tidak percaya dan ingin memukul Ning Yi untuk menghukumnya, tapi tepat sebelum pukulannya mengenai Ning Yi, Su Boyong memerintahkannya untuk berhenti.

“Aku sungguh ingin membantu putrimu mendapatkan stempel pemimpin,” tegas Ning Yi sambil melindungi dirinya.

Flash back end

Sekarang. Setelah semua kesalahpahaman terselesaikan, Ning Yi dan Da duduk bersama sambil mengobrol dengan akrab dan tertawa.


Malam hari. Ning Yi bekerja dengan rajin sambil memegang wewangian yang Su Boyong berikan dan menggambar hal- hal lucu yang tidak jelas sebagai hiburan.


Keeseokan harinya. Ning Yi datang ke toko mengikuti Su Tan’er. Lalu sesampainya ditoko, dia menyuruh para pelayan untuk menutup pintu, karena hari ini toko ditutup.

“Apa yang mau kamu lakukan?” tanya Su Tan’er, heran.

“Pelatihan bisnis,” jawab Ning Yi sambil tersenyum percaya diri.




Ning Yi mengatur ulang susunan didalam toko. Dia memindahkan meja kasir ke samping, memindahkan meja sulam dan bordir ke depan supaya para pelanggan bisa melihat secara langsung, membagi area menjadi dua zona. Zona pertama untuk kain berharga tinggi. Zona kedua untuk kain berharga standar. Melihat itu, Su Tan’er merasa sangat bingung. Namun dia tetap membiarkan Ning Yi.



Saat sudah selesai, Ning Yi mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar. Melihat itu, Su Tan’er ikut mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar.


Setelah toko selesai ditata, Ning Yi melatih para pelayan cara bersikap dan berbicara yang baik dalam melayani para pelanggan.

Ketika para pelanggan datang, maka para pelayan harus mengatakan. ‘Selamat datang. Pilihlah sesuka hati. Ada yang bisa kubantu?’. Dan para pelayan harus terus tersenyum untuk membuat para pelanggan merasa senang.



Selanjutnya, Ning Yi membuat area parkir disamping toko. Melihat itu, Su Tan’er merasa agak bingung. Dan Ning Yi juga tidak tahu harus menjelaskan bagaimana, jadi dia menyuruh tunggu saja dan nanti Su Tan’er akan mengerti sendiri.


Kemudian Ning Yi membawa Su Tan’er ke lantai dua Teater Xinmen. Disana dia menunjukkan tampilan toko kain mereka yang berada diseberang.

“Sebenarnya saat aku pertama kali datang ke Toko Kain Su sudah memerhatikan tanah kosong di depan pintu toko kalian,” kata Ning Yi, menjelaskan. “Memantau seluruh Kota Jiang Ning, hanya di depan pintu toko kalian, yang bertanah kosong yang begitu besar, ini adalah kondisi yang unik,” komentarnya.



Ning Yi menceritakan pengalamannya berjalan- jalan ke berbagai tempat bersama dengan Penjaga Geng. Termaksud Teater Xinmen. Semua yang dilakukannya memiliki maksud. Dia memperhatikan toko- toko kain yang ada diberbagai tempat. Toko kain di Pasar Timur, hanya menggantungkan tanda nama Wu saja, yang melambangkan kekuatan. Toko kain di Pasar Barat, ada dua, yaitu toko kain Dachuan dan toko kain Su, kedua toko tersebut perdagangannya seimbang.

Dari pengamatannya, Ning Yi menyimpulkan sesuatu. Lokasi toko kain Daichuan, tidak seunggul toko kain Su. Dan kualitan toko kain Su lebih baik, lebih baru. Tapi kenapa penjulan mereka bisa sama? Kenapa penjualan toko kain Su tidak bisa naik? Itu karena toko kain Su menjual kain mahal dengan harga yang wajar, jadi para pelanggan sulit untuk mempercayai mereka.


“Lalu mengapa tidak meluncurkan yang cocok untuk orang biasa?” tanya Ning Yi. “Orang kaya menyukai, tetapi meremehkan harganya. Orang miskin mampu membeli, tetapi tidak menggunakannya. Produk… Harus memiliki posisi yang tepat. Setiap helai kain seharusnya dijual ke pelanggan yang benar-benar membutuhkannya,” jelasnya, menyarankan.

“Sesuai maksudmu… Kita harus meningkatkan harga jual kain berkualitas tinggi, demi keuntungan. Lalu untuk menjamin kualitas, lebih banyak dikembangkan kain yang cocok untuk orang biasa,” kata Su Tan’er, menyimpulkan.

“Tan’er, sangat pintar,” puji Ning Yi sambil tersenyum.


Mengetahui kalau Ning Yi sampai datang ke Teater Xinmen ini, ternyata adalah demi dirinya, Su Tan’er merasa bersalah telah salah paham kepada Ning Yi dan juga dia merasa berterima kasih.

“Kamu tidak perlu sungkan. Karena aku sudah berjanji padamu, jadi aku harus melakukan yang terbaik,” kata Ning Yi, bersikap rendah hati. Mendengar itu, Su Tan’er tersenyum senang. “Membantumu. Juga membantu diriku sendiri. Kamu mendapatkan stempel pemimpin lebih cepat, aku juga bisa… Lebih cepat mendapatkan kebebasan.”


Mendengar itu, senyum Su Tan’er langsung hilang. “Aku teringat masih ada yang harus kuurus di rumah. Aku pergi dulu,” katanya dengan cemberut. Lalu dia langsung pergi.

“Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?” gumam Ning Yi, bingung.



Su Boyong datang ke toko untuk memeriksa keadaan. Lalu pergi.

Melihat hal tersebut, Ning Yi tersenyum geli. “Orang tua ini… Jelas-jelas sangat peduli dengan putrinya. Berpura-pura diam,” gumamnya.


Malam hari. Ning Yi pergi ke dapur untuk mengolah hadiah telur- telur bebek yang didapatnya menjadi telur asin.


“Tuan Menantu. Makan malam Nona tersisa hidangan terakhir, daging domba mana yang cocok untuk digoreng?” tanya Pelayan didapur.

“Aku pilih sendiri saja,” jawab Ning Yi, berhenti membuat telur asinnya.


Ketika Ning Yi mau memilih daging mana yang bagus, Su Boyong kebetulan lewat dan dia membantu Ning Yi memilih daging kesukaan Su Tan’er, yaitu daging bahu domba.

“Bahkan tahu apa yang disukai putrinya dengan baik. Tidak mau mengatakan beberapa kata dengannya. Ayah seperti ini. Sungguh istimewa,” puji Ning Yi.

“Kamu… Kamu… Kamu… Kamu…” balas Su Boyong.

“Anda mempunyai waktu memarahiku, lebih baik memanfaatkan waktu ini untuk mengatakan beberapa kata pada putrimu,” saran Ning Yi. “Apa yang tidak bisa dikatakan antara ayah dan putrinya?” tanyanya.

Mendengar itu, Su Boyong tidak tahu harus mengatakan apapun. Dengan kesal, dia menunjuk- nunjuk Ning Yi, kemudian dia pergi dengan kesal.


Setelah selesai memilih daging, Ning Yi melanjutkan membuat telur asinnya.


Li Pin datang ke toko kain Wu yang berada disisi jalan. Dan Wu Qihao menyambutnya dengan ramah. Tapi ketika Li Pin ingin turun dari kereta, dia diberitahu kalau kereta tidak boleh parkir didepan toko, sebab bisa menyebabkan jalanan terhalang. Jadi kalau Li Pin mau belanja, maka dia harus turun didepan toko, lalu kereta nya harus parkir di gerbong penginapan depan, dan jaraknya lumayan jauh.

“Tempat ini sangat kecil. Bahkan kereta saja tidak bisa berhenti,” keluh Li Pin.

“Tuan Menantu. Toko kain di Jiang Ning memang seperti ini. Toko dibuka di sisi jalan. Benar. Tidak ada tempat untuk berhenti,” balas kusir kereta, menjelaskan.

“Tck…” keluh Li Pin. Dan Wu Qihao diam sambil tersenyum.




Tepat disaat itu, seseorang lewat dan memanggil Li Pin. Dia memberitahu bahwa toko kain Su, yang berada di Pasar barat, ada membuka area parkir, jadi mereka bisa menghentikan kereta mereka didepan toko.

“Yang kamu katakan itu benar?” tanya Li Pin, bersemangat. “Kalau begitu, ayolah. Kita juga pergi ke Toko Kain Su,” katanya, memutuskan. Sebelum Wu Qihao sempat mengatakan apapun, dia langsung pamit kepada Wu Qihao dan pergi.


Ketika Li Pin datang, Ning Yi memerintahkan pelayan didepan toko untuk menuntun kereta ke tempat parkir, tapi mereka tidak mau mendengarkan perintah Ning Yi.


Melihat itu, Su Tan’er keluar dari dalam toko. “Mulai sekarang, apa yang dikatakannya, adalah perkataanku juga. Perintah Tuan Menantu, tidak ada yang bisa menentang,” tegas nya kepada para pelayan. Dan barulah para pelayan mau menuruti perintah Ning Yi.

Dengan kagum, Li Pin memuji nasib baik Ning Yi. Sebab Ning Yi berani berselingkuh, tapi Su Tan’er masih tetap baik kepada Ning Yi.

“Jangan gunakan taktik ini,” kata Ning Yi sambil tersenyum. “Untuk apa datang?” tanyanya, bersahabat.

“Aku hari ini membeli kain,” jawab Li Pin.

“Kalau begitu pas sekali. Ini adalah toko kami. Aku bantu kamu memilih. Ayo,” ajak Ning Yi. Dan Li Pin mengikutinya.



Wu Qihao mendapatkan bocoran dari Keluarga anak kedua Su yang tanpa sengaja mengatakan bahwa pekan puisi Puyuan, mereka selalu menggunakan Nona Yuan Jin’er, pemain musik populer di Teater Xinmen. Jadi Wu Qihao ingin membuat kesepatakan dengan Madam Bos Yang, yaitu semua putri di Teater Xinmen, tidak diperbolehkan berpindah ke keluarga lain.

“Ini…” gumam Bos Yang, ragu. Dan Wu Qihao memberikannya sekantong uang yang sangat banyak. “Kalau begitu, terima kasih banyak Tuan Wu,” kata Bos Yang, menerima dengan senang.


Selain Li Pin, tiga teman sekelas Ning Yi yang lain juga datang ke toko kain Su. Yaitu Feng Yuan, Gao Qiu, dan Sheng Miao.

Dengan baik hati, Ning Yi menghadiah setiap mereka, satu pakaian dari zona harga tinggi untuk diberikan kepada Istri mereka masing- masing. Tapi Shen Miao belum memiliki istri, jadi dia merasa bingung. Dan Li Pin langsung memutuskan agar Shen Miao tetap mengambil satu pakaian, lalu berikan kepada Istrinya saja.


Su Tan’er yang berada dimeja kasir memperhatikan itu, lalu ketika Ning Yi mendekat, dia langsung mengalihkan pandangannya dengan gugup.

“Tuan Menantu memang hebat. Bahkan ke Sekolah Kebajikan Pria, masih bisa membawa datang pelanggan,” puji Xiao Chan, kagum.


Manajer Toko Xi menghampiri Su Tan’er dan melaporkan bahwa akhir- akhir ini toko sangat ramai, jadi penjualan mereka meningkat. Tapi ini membuat mereka sangat sibuk dan kesulitan mengurusnya, sampai mereka hanya bisa meminta para pelanggan untuk memesan dahulu. Namun dia khawatir, bila nantinya dia tidak bisa menyelesaikan pesanan tepat waktu.

“Manajer Toko Xi! Hal yang tidak seharusnya kamu khawatirkan, tidak perlu kamu khawatirkan,” kata Ning Yi dengan tegas dan serius. “Terakhir kali kamu jelaskan padaku, aku langsung memiliki rencana,” jelasnya.


“Tuan Menantu memiliki ide baru lagi?” tanya Xiao Chan, bersemangat.

“Tidak perlu panik. Tunggu tamu kehormatan datang, maka kamu akan tahu,” jawab Ning Yi dengan percaya diri.

Kemudian disaat itu, seorang pelayan datang dan melapor bahwa Su Yu datang. Dan Ning Yi langsung mengajak mereka untuk ikut dengannya.


Dihalaman belakang. Ning Yi menunjukkan alat tenun yang dibuatnya. Dia menjelaskan kepada Su Yu dan semuanya bahwa alat ini dikendalikan dengan uap, yang kemudian dihantarkan melalui roda gigi. Dengan begini, menenun bisa lebih efisien. Dan harga pembuatan alat tenun ini tidak mahal, jadi mereka bisa memproduksinya dalam skala besar. Jadi mereka bisa mengirimkan barang tepat waktu.


“Hebat sekali!” puji Su Yu sambil tertawa bangga. “Tan’er, kamu dan suamimu telah membuat prestasi baru lagi. Aku sangat puas.”


Seorang pelayan kemudian datang mengantarkan pembukuan toko kain bulan ini, dan lalu Su Tan’er menunjukkan itu kepada Su Yu.

“Sangat bagus. Dalam waktu singkat bisa berkeuntungan seperti ini, sepertinya aku tak salah menilai orang,” kata Su Yu, ketika melihat pembukuan toko kain Su Tan’er.

Melihat itu, Su Zhongkan dan Su Wenxing merasa iri. Jadi mereka berpura- pura menasehati Su Tan’er bahwa perjalanan masih panjang dan masih banyak yang harus dipelajari, jadi jangan bangga dulu.

“Tan’er ini, omsetnya satu bulan sama dengan pendapatan Keluarga Anak Kedua dalam setahun. Kamu perlu belajar dengan baik!” kata Su Yu, menasehati Su Zhongkan dan Su Wenxing dengan tegas.


Ketika semuanya telah pergi, Ning Yi mengucapkan selamat kepada Su Tan’er. Dan Su Tan’er tersenyum senang. Lalu Ning Yi berkomentar bahwa mereka sudah selangkah lebih dekat untuk mendapatkan stempel pemimpin. Mendengar itu, senyum Su Tan’er langsung menghilang.

“Terima kasih banyak!” kata Su Tan’er sambil cemberut. Lalu dia pamit dan pergi.


“Aku salah bicara lagi?” gumam Ning Yi, heran.


Menantu Yao bermain mahjong bersama teman- temannya. Sambil bermain, dengan senang, dia membanggakan kehebatan menantu nya, Ning Yi, kepada teman- temannya.


“Sebelumnya aku tidak tahu, menantu keponakan orang yang sebaik ini. Selain itu juga sangat pandai berbisnis. Kalau seperti ini, pertemuan klan tiga hari lagi pasti harus dikendali oleh Keluarga Anak Sulunng!” komentar teman A.

Mendengar itu, Menantu Yao langsung menghentikan teman A untuk diam. “Pertemuan klan ini belum diadakan, jadi jangan berkata seperti itu,” jelasnya. Lalu dia berbisik dengan suara pelan, “Dinding ini bertelinga,” katanya, memperingatkan.


Mendengar peringatan itu, setiap orang mengerti dan langsung berhenti membahas tentang pertemuan klan.

“Keluarga Su masih perlu bergantung pada Tan’er dan suaminya,” puji teman B. Dan Menantu Yao tertawa senang.

“Oh, ya! Kalian jangan pernah menganggapku orang asing ya! Jika perlu bantuan, jangan ragu untuk mengatakannya,” kata teman A.

“Jika kamu berkata demikian, sebenarnya aku ada masalah. Butuh bantuan kalian,” kata Menantu Yao dengan agak malu- malu.


Dalam perjalanan pulang, Ning Yi diikuti oleh tiga orang berpakaian hitam. Menyadari hal tersebut, Ning Yi berniat menghadapi mereka secara langsung.


“Tengah malam tidak tidur malah mengikutiku, untuk apa?” tanya Ning Yi. Kemudian tiba- tiba dari belakang muncul tiga orang berpakain hitam lagi.

“Kalian berenam, aku hanya sendirian, Jikapun menang… Tapi kalian menang dengan tidak terhormat!” kata Ning Yi dengan ngeri. Lalu dia berniat untuk kabur.

Tapi ketika Ning Yi ingin kabur, disaat itu, Wu Qihao muncul bersama beberapa orang berpakain hitam lagi. Dan mereka menghadang jalan Ning Yi.


“Ning Yi! Setelah kamu masuk ke Keluarga Su, kamu bahkan lupa siapa dirimu. Bukanlah masalah menjadi penjual kain yang patuh. Tak disangka, kamu juga akan menjangkau Pasar Timur. Membuat pembatas area parkiran, agar dapat merebut semua pelanggan Wu,” kata Wu Qihao dengan sinis.

“Jika aku membuat pembatas area parkiran, aku merusak pasar?” balas Ning Yi dengan geli. “Kamu juga bagilah, aku tak menghentikanmu,” jelasnya.

“Dengarkan aku selagi aku masih baik padamu. Waktu itu aku tak membunuhmu, membiarkanmu menikahi Tan’er. Kali ini, tak bisa semudah itu,” kata Wu Qihao, mengintimidasi.

“Dulu kamu yang ingin membunuhku?” tanya Ning Yi, tidak menyangka.


Di Teater Xinmen. Karena pekan Puisi Puyuan akan segera diadakan, jadi Wu Chenghou ingin mengundang beberapa gadis untuk memberikan tepuk tangan nantinya.

“Bos Wu, apa yang kamu bicarakan? Tuan Muda Wu sudah datang menyapa. Anda tenang saja,” kata Bos Yang dengan ramah.


Kemudian disaat itu, Bawahan Wu datang, dia berdiri didekat pintu dan menunjukkan tanda pengenal Huo Hu Men. Melihat itu, Wu Chenghou langsung merasa kesal. “Anak tak berbakti!” keluhnya. Dan lalu dia pergi.


Mendengar itu, Bos Yang sangat kebingungan, kenapa Wu Chenghou tiba- tiba marah dan mengatai Wu Qihao sebagai anak tidak berbakti.

Bawahan Wu melapor kepada Wu Chenghou bahwa Wu Qihao ingin menggunakan geng Huo Mu Men lagi untuk membunuh Ning Yi dan dia tidak berani untuk menghentikannya. Mendengar itu, Wu Chenghou diam dan terus berjalan.

“Tuan, kamu jangan… Jangan marah!” pinta Bawahan Su, mencoba menenangkan Wu Chenghou yang tampak menakutkan.



Ning Yi bertarung melawan orang- orang berpakaian hitam. Tapi karena dia hanya sendirian dan kalah jumlah, maka dia sangat kesulitan menghadapi mereka semua. Lalu akhirnya kalah.


Sebelum Wu Qihao memukulkan tongkatnya untuk membunuh Ning Yi, tepat disaat itu, Wu Chenghou datang dan meneriakinya untuk berhenti.

“Sekarang keberanianmu sudah membesar. Semua masalah pun berani kamu lakukan!” bentak Wu Chenghou sambil menunjuk Wu Qihao.

“Ayah, Ning Yi keterlaluan…” keluh Wu Qihao, membela diri.

“Sudah kukatakan padamu, jangan mengamuk karena seorang wanita. Pulang!” teriak Wu Chenghou dengan tegas.



Dengan terpaksa, Wu Qihao pun terpaksa melepaskan Ning Yi. Tapi sebelum dia pergi mengikuti Wu Chenghou, dia mendekati Ning Yi dan menantangnya.

“Beberapa hari lagi adalah Pekan Puisi Puyuan. Aku akan melihat bagaimana kamu tertawa. Saat itu, kita melihat, Wu dan Su, akan berakhir bagaimana,” kata Wu Qihao. Lalu dia melemparkan tongkat yang dipegang nya dan pergi.


Ning Yi memungut tongkat tersebut, dan menatap kepergiaan Wu Qihao.




Post a Comment

Previous Post Next Post