Sinopsis C- Drama : My Heroic Husband Episode 4 part 1

 

Original Network : Tencent Video, iQiyi

Motto sekolah adalah ‘Menjadikan Istri Sebagai Pusat’. Membaca tulisan itu dipajang didepan kelas, Ning Yi merasa sangat bingung. Lalu ketika dia diberikan Buku berjudul Menantu Pria, dia semakin bertambah bingung.


“Teman, numpang tanya di sini tempat apa?” tanya Ning Yi kepada teman sebangkunya, Li Pin.

“Di sini adalah Sekolah Kebajikan Pria,” jawab Li Pin dengan baik hati.


Pelajaran 1 : Memasak

“Menghormati orang tua. Mengajari anak-anak cinta kasih. Bisa memasak.”


Pelajaran 2 : Membuat Teh

“Melayani di rumah. Memiliki cara mengurus keluarga.”


Pelajaran 3 : Menyulam atau bordir

“Mencintai istri tanpa pamrih. Tidak mendengarkan gosip. Tidak melawan norma kebajikan”


Pelajaran 4 : Merawat anak

“Istri menjauhi dapur. Suami menyapu aula”


Tiga teman sekelas Ning Yi mengadakan taruhan. Pertama, Gao Qiu, teman dibangku belakang Ning Yi, dia bertaruh 10 yen. Gao Qiu menebak kalau Ning Yi dihukum datang ke sekolah ini, karena tidak bisa melayani istri dengan benar. Kedua, Li Pin, teman sebangku Ning Yi, dia bertaruh 20 yen. Li Pin menebak kalau Ning Yi dihukum, karena Ning Yi tidak bisa melakukan pekerjaan rumah. Ketiga, Shen Miao, teman diseberang Ning Yi, dia bertaruh 30 yen.


Kemudian Li Pin membangunkan Ning Yi yang tertidur dimeja, dia memperkenalkan Ning Yi kepada Gao Qiu serta Shen Miao. Lalu dia menanyai, kenapa Ning Yi dikirim bersekolah disini. Dan Ning Yi menjelaskan bahwa sejujurnya, dia juga tidak tahu apa kesalahannya, kepadahal dia hanya pergi mendengarkan musik di Teater Xinmen. Mendengar nama Teater Xinmen, setiap orang terkejut dan merasa kalau Ning Yi telah melakukan dosa percabulan sebagai menantu pria. Tapi mereka juga ingin tahu bagaimana Teater Xinmen sebenarnya, jadi banyak orang mendekati Ning Yi untuk mendengarkan ceritanya. Dan Ning Yi merasa tiba- tiba dia menjadi populer, jadi dia tersenyum senang.


“Lingkungannya biasa saja, pelayanan juga tidak terlalu baik. Tidak ada kursi, semuanya kamar. Harga konsumsinya cukup tinggi, tidak bisa menyimpan alkohol,” kata Ning Yi, menceritakan setiap detail tentang Teater Xinmen. “Benar juga, bukan berarti semua pelayanannya buruk. Yang itu… Manajer Yang… Ibu Yang itu. Pelayanannya cukup baik,” katanya, memuji Bos Yang. “Bagus. Lalu Gadis penghibur yang namanya…”

“Gadis penghibur?” kata setiap orang, bersemangat.

“Yuan Jin'er, kau pernah mendengarnya?” tanya Ning Yi dan rata- rata banyak orang pernah mendengar nama itu. “Dia memang cantik, tapi suaranya biasa saja,” komentarnya.


Tiba- tiba Ketua Sekolah Kebajikan atau Ketua Kelas, Feng Yuan datang. Dia memperingatkan semuanya untuk jangan membuat keributan, jika tidak nanti Tuan Guru akan menghukum mereka berdiri, dan dia tidak bisa membantu mereka. Mendengar itu, setiap murid langsung kembali ke tempat duduk mereka masing- masing.

“Kami sedang asyik mengobrol dengan Saudara Ning,” kata Li Pin, menjelaskan kepada Feng Yuan agar jangan marah.

“Apa yang kau bicarakan?” tanya Feng Yuan.

“Teater Xinmen,” jawab Ning Yi sambil tersenyum. Mendengar itu, Feng Yuan langsung merasa tertarik.


Sialnya, tepat disaat itu, Tuan Guru datang. Dan dia menghukum mereka, Ning Yi, Li Pin, Gao Qiu, dan Shen Miao, untuk berdiri diluar kelas, termaksud dengan Feng Yuan.

“Tuan, aku…” kata Feng Yuan, ingin membela diri. Dan Li Pin menggelengkan kepalanya sebagai tanda bahwa itu percuma saja. Ning Yi, Gao Qiu, dan Shen Miao, mereka bertiga hanya diam.

“Kau kenapa? Sebagai Ketua Kelas Kebajikan, bersekongkol dengan sekelompok orang yang tak berguna. Masih berani berdalih. Keluar!” bentak Tuan Guru dengan keras.


Mereka berlima dihukum mengangkat air didalam baskon dan berdiri di depan halaman. Setelah Tuan Guru pergi, Ning Yi membuang air didalam baskonnya dan duduk. Lalu dia menyarankan mereka berempat agar bersantai juga dan nanti dia yang akan bertanggung jawab. Mendengar itu, mereka berempat pun membuang air didalam baskon mereka dan duduk juga. Kemudian mereka mulai mengobrol.

Ning Yi ingin mengetahui, kenapa mereka berempat bisa datang ke sekolah ini, dan mereka pun bercerita. Feng Yuan, dia datang bersekolah disini secara sukarela, karena dia mau belajar untuk meringankan beban istrinya. Li Pin, dia diantarkan bersekolah disini oleh Istrinya, karena dia melupakan hari ulang tahun Istrinya. Shen Miao, dia belum menikah, bertahun- tahun gagal ujian ilmiah, dan tak mampu terus hidup miskin, jadi keluarganya mengantarkannya ke sekolah ini untuk belajar sambil bekerja, setelah bertemu keluarga yang baik, barulah dia menikah. Gao Qiu, dia tidak pandai bicara dan responnya lambat, jadi dia diantarkan ke sekolah ini oleh Istrinya. Walaupun kesalahan yang mereka masing- masing perbuat tampak tidak terlalu besar, tapi karena mereka adalah Menantu Matrilokal, maka mereka tidak bisa melawan.

“Ada apa dengan menantu? Apakah derajatnya menantu lebih rendah? Menantu juga punya hak asasi manusia. Pasangan suami istri, bagaimanapun derajatnya sama. Harus saling mencintai, tidak membedakan tinggi dan rendah,” protes Ning Yi, tidak bisa menerima ketidakadilan ini.

Mendengar perkataan itu, Li Pin dan Gao Qiu memberikan hormat mereka kepada Ning Yi. Karena Ning Yi telah mengatakan sesuatu yang ada didalam hati mereka selama bertahun- tahun ini, jadi mereka kagum kepada Ning Yi.


“Walaupun kau sukarela datang ke sini, tak boleh dipukul dan dimarahi Guru. Jangan biarkan dia menghina kita,” kata Ning Yi, ingin menuntut keadilan.

Mendengar perkataan itu, Feng Yuan langsung berdiri. “Benar kata Saudara Ning, kami juga memiliki martabat,” katanya, setuju. Lalu semua orang didalam kelas keluar serta berseru hal yang sama dengan keras dan bersemangat. ‘Kami adalah menantu yang bermartabat.’


Mendengar keributan tersebut, Tuan Guru datang. Dengan berani, Ning Yi memberitahu Tuan Guru bahwa mereka ingin memberontak dan melawan. Sayangnya, saat Ning Yi mengatakan itu, para murid hanya diam. Dan empat teman yang menemani Ning Yi dihukum, mereka sudah berdiri ditempat mereka kembali sambil mengangkat baskon diatas kepala mereka. Melihat itu, senyum percaya diri Ning Yi langsung menghilang. Dan Tuan Guru mendengus padanya.



“Kalian dihukum berdiri untuk merenungkan kesalahan kalian. Tapi kalian, malah berbincang di sini. Mau berbincang dengan istri kalian juga? Sekelompok sampah yang lemah,” hina Tuan Guru, memarahi empat teman Ning Yi. “Katakan, siapa yang suruh meletakkan baskomnya?” tanyanya, marah. Dan semuanya diam, tidak berani menjawab.

“Tuan, jangan tanya lagi. Aku yang menyuruh meletakkannya,” kata Ning Yi, mengakui dengan berani.

“Kau, ulurkan tanganmu,” perintah Tuan Guru.

“Kenapa? Kau mau memukulku?” tanya Ning Yi dengan keras.

“Ulurkan,” bentak Tuan Guru.



Akhirnya Ning Yi pun mengulurkan tangannya. Lalu ketika Tuan Guru ingin memukul tangannya, dia langsung menangkap tongkatnya dan mematahkannya. Dan Tuan Guru sangat marah. Sementara para murid merasa terkejut, karena mereka tidak menyangka kalau Ning Yi bakal seberani ini.

“Kami menghormatimu, memanggilmu Guru. Kuharap kau juga menghormati kami,” jelas Ning Yi dengan tegas. “Hormati kami,” katanya, menekankan. “Kami datang ke sini untuk belajar, bukan untuk dihukum dan dihina olehmu. Guru yang menghina siswa, adalah Guru yang paling tidak kompeten,” komentarnya.

“Benar,” seru para murid setuju.

“Dasar kau menantu,” bentak Tuan Guru sambil gemetar penuh amarah.


Mendengar kata itu, Li Pin langsung membanting baskom yang dipegangnya serta protes, sebab Tuan Guru menghina mereka, diikuti oleh Gao Qiu dan yang lainnya. Kemudian dengan emosi, Tuan Guru mengusir Ning Yi untuk pergi. Dan Ning Yi mengiyakan, lalu dia langsung berjalan pergi tanpa ragu. Melihat itu, para murid bersorak dengan keras, mereka mendukung tindakan keren Ning Yi.



“Ning, saudara Ning,” teriak Li Pin memanggil, dan Ning Yi pun berhenti berjalan serta berbalik menatapnya. “pintunya di sana,” jelas Li Ping, memberitahu. Mendengar itu, Ning Yi langsung berputar dan berjalan ke pintu keluar yang benar, tanpa rasa malu sama sekali. Sehingga setiap orang masih merasa kagum kepadanya.

Ditoko. Dua pelanggan yang mengantri dikasir membuat keributan, sebab nomor tiket yang mereka bawa sama. Lalu mereka berdua sama- sama mengakui kalau punya diri mereka yang benar, sedangkan yang lain palsu. Saat Su Tan’er memeriksa tiket mereka berdua, dia sulit membedakan, mana tiket yang asli dan mana tiket yang palsu.


“Pasti hari itu sangat ramai, kami terlalu terburu-buru dan terjadi pengulangan angka. Kedua tamu jangan marah,” kata Su Tan’er, menjelaskan kepada dua pelanggan. “Di toko kami, masih cukup persediaan kain awan senja. Aku jamin kalian masing-masing akan mendapatkan kain,” katanya, menenangkan mereka berdua. “Erhu, bawa kedua tamu pergi mengambil kain,” perintahnya sambil tersenyum tenang.

Setelah dua pelanggan tersebut mengikuti Erhu pergi, Manajer Toko Xi melapor kepada Su Tan’er bahwa mereka tidak bisa seperti ini. Bila terjadi kesalahan sekali, maka tidak apa- apa, tapi hari ini saja sudah ada tiga tamu yang memiliki nomor yang sama. Jadi jika ini dibiarkan, maka kerugiaannya akan semakin besar.

Mendengar itu, Su Tan’er terdiam dan berpikir.


Menteri Utama Dinasti Wu: Qin Siyuan

Menantu Pria Dinasti Wu: Kang Xian


Kang Xian bermain catur bersama Ayah mertuanya, Qin Siyuan. Tapi setiap dia menjalankan pion caturnya, dia selalu merasa ragu dan merubah- rubah langkahnya. Jika Qin Siyuan bersuara sedikit saja, dia langsung takut. Melihat itu, Qin Siyuan tertawa. Lalu dia memutuskan supaya permainan ini dianggap seri saja. Dan dengan senang hati, Kang Xian mengiyakan.

“Pemain catur di dunia ini, tak ada yang bisa mengalahkanmu,” puji Kang Xian, dan Qin Siyuan tertawa. “Membosankan,” keluhnya sedikit.


Ning Yi kebetulan lewat didekat sana dan melihat sikap lucu Kang Xian saat bermain catur bersama dengan Qin Siyuan. Awalnya mereka berdua tidak mengetahui keberadaan Ning Yi. Tapi saat Kang Xian melihat burung serta ingin menangkapnya, barulah Qin Yuan menyadari keberadaan Ning Yi.

“Teman kecil, kau juga tahu cara bermain catur?” tanya Qin Yuan dengan sikap ramah.

“Tak berani bilang mengerti. Hanya bisa main saja,” jawab Ning Yi, merendah.

“Sini, teman kecil, silahkan,” ajak Qin Yuan.

“Baik,” balas Ning Yi sambil tersenyum dan memberikan hormat.


Ning Yi dan Qin Yuan bermain catur bersama, sedangkan Kang Xian duduk dan memperhatikan permainan mereka. Saat permainan sudah berjalan setengah jalan, Kang Xian menertawai Qin Yuan yang pasti akan kalah nantinya, sedangkan Ning Yi pasti akan menang. Dan mendengar itu, Qin Yuan tersenyum dengan tenang.

“Anda telah mengalah,” kata Ning Yi, bersikap rendah hati.


“Keterampilan caturmu ini, kau belajar dari siapa?” tanya Qin Yuan, ingin tahu.

“Aku tidak pernah mencari Guru. Jika ada waktu, aku belajar dari buku catur di rumah,” jawab Ning Yi, menjelaskan.

“Pantas, kau punya banyak taktik. Sulit untuk ditebak,” puji Qin Yuan, tulus.

“Aku hanya merasa bermain catur sama halnya dengan berbisnis dan perang. Jika orang lain tahu langkahmu selanjutnya, maka tak akan ada harapan lagi,” jelas Ning Yi.


“Anak kecil, aku baru pertama kali melihat Tuan Qin mengakui kalah pada permainan catur. Anak kecil, kau jadi temanku mulai sekarang. Kau adalah temanku, aku sudah mengakuinya,” kata Kang Xian dengan tulus.

Ning Yi merasa tersentuh dengan kebaikan Kang Xian. Lalu Ning Yi mengetahui kalau ternyata Kang Xian adalah Kepala Sekolah Kebajikan Pria dan Menantu matrilokal terbesar di Dinasti Wu. Saat mengetahui itu, Ning Yi langsung bersikap hormat kepada Kang Xian dan memperkenalkan dirinya.


“Kau harus mengingat nama Tuan Qin. Ia adalah master catur di dinasti ini. Kau mengalahkannya,” kata Kang Xian sambil tertawa.

“Tidak berani, itu hanya kebetulan saja,” balas Ning Yi, bersikap rendah hati.

“Teman kecil, kau sudah membantuku mengalahkan Tuan Qin, jika nanti kau menghadapi kesulitan, cari saja aku. Aku pasti akan membantumu,” janji Kang Xian, menawarkan bantuannya.

“Aku akan menyimpannya di hatiku,” balas Ning Yi, berterima kasih.

“Teman kecil Ning berminat temani aku main sekali lagi?” tanya Qin Yuan, mengajak. Mendengar itu, Ning Yi memandang ke langit dan masih terang. Jadi dia mengiyakan.


Tapi sebelum permainan catur dimulai, tiba- tiba Ning Yi dipanggil. Jadi Ning Yi pun pamit kepada mereka berdua dan menjelaskan bahwa dirumah sepertinya ada masalah, jadi dia harus pulang untuk mengurusnya. Untuk permainan catur ini, jika urusannya sudah selesai, dia berjanji akan melanjutkannya. Mendengar itu, Qin Yuan tersenyum dan mengangguk mengerti.

Kemudian Ning Yi pun pergi.


Ditoko. Banyak pelanggan dengan nomor tiket yang double. Karena hal tersebut, terjadilah keributan ditoko. Masalahnya, tiket asli dan tiket palsu sangat sulit untuk dibedakan, karena kedua tiket tersebut terdapat cap toko yang sama persis.

Kemudian tiba- tiba beberapa Petugas Keadilan datang. “Ada laporan rahasia dari rekan bisnis, manajer toko memalsukan nomor. Menolak menukarnya dengan produk. Sesuai contoh pada buku "Hukum Wu", ini termasuk dalam penipuan. Sesuai hukum, toko ini akan disegel dan dibersihkan,” jelas Kepala Petugas Keadilan kepada Su Tan’er. “Periksa!” perintahnya kepada para bawahannya.


“Tuan Pejabat, tunggu,” pinta Su Tan’er, menghentikan para petugas dengan panik. “Tuan, ada yang melaporkan toko kami melakukan penipuan. Jika memang benar, aku akan menerima hukuman. Tapi tolong kalian periksa nomor tiket ini. Bukan toko kami yang memalsukan. Membuat nomor palsu harus mengganti lebih banyak kain awan senja. Bagi toko kami, ini tidak ada manfaatnya. Tolong kalian periksa,” pintanya sambil menunjukkan tiket- tiket yang barusan dikumpulkan.


“Kau ikut kami pulang. Bawa pulang semua nomor untuk diperiksa,” perintah Kepala Petugas Keadilan, memutuskan. Mendengar itu, para pelanggan langsung mengeluh dan marah- marah kepada Su Tan’er.



Tepat disaat itu, Su Wenxing datang dan mengajak Su Tan’er untuk berbicara berdua sebentar. Dengan sengaja, dia menakut- nakuti Su Tan’er, jika Su Tan’er tidak memberikan barang sesuai nomor tiket para pelanggan, maka toko Su Tan’er akan ditutup. Jadi dia menyarankan agar Su Tan’er memberikan saja kepada para pelanggan. Walaupun jelas kalau hal ini dapat menyebabkan Su Tan’er mengalami kerugian, tapi ini lebih baik daripada toko Su Tan’er harus ditutup. Lalu dia berpura- pura menjadi saudara yang baik, dia menjelaskan bila barang di gudang Su Tan’er tidak cukup, maka Su Tan’er bisa mengambil kain dari gudangnya terlebih dahulu.

“Baik kalau begitu, terima kasih kakak,” kata Su Tan’er dengan senang dan lega.



“Hanya saja, aku punya sedikit persyaratan. Mulai sekarang toko kain ini akan dikelola oleh kita berdua. Bagaimana?” pinta Su Wenxing, mulai bernegosiasi. “Kau jangan khawatir, ini hanya sementara waktu. Setelah toko kain masuk ke jalurnya, aku akan mengembalikan toko padamu,” jelasnya, menyakinkan Su Tan’er.

Mendengar itu, Su Tan’er diam dan berpikir, karena dia merasa ragu. Lalu saat dia mendengar keluhan dan amukan amarah dari para pelanggan, diapun setuju dengan Su Wenxing.

“Begini saja, buat surat pernyataan kita berdua,” kata Su Tan’er, memutuskan.

“Baik,” jawab Su Wenxing, setuju.


Akhirnya Su Tan’er dan Su Wenxing membuat surat pernyataan bersama, kemudian mereka mencap stempel toko mereka masing- masing diatas kertas nya.

“Ini semua salah Ning Yi. Membuat ide busuk mengambil barang dengan nomor. Akhirnya kakakmu yang membantumu. Lagi pula, dia adalah orang luar. Tidak bisa dipercaya,” kata Su Wenxing, menjelek- jelekkan Ning Yi supaya lain kali Su Tan’er tidak mempercayai Ning Yi lagi.



Tepat disaat itu, Ning Yi datang. Dia memegang tangan Su Wenxing yang sedang memegang cap toko dan menatap Su Tan’er. “Aktingnya sudah cukup, saatnya menangkap pencuri.”

Mendengar itu, Su Tan’er langsung tersenyum. Dan melihat itu, Su Wenxing merasa sangat bingung sekali, ada apa sebenarnya. Lalu Ning Yi menarik tangan Su Wenxing untuk mengikutinya.

1 Comments

Previous Post Next Post