Original Network : NTV
Hari
minggu. Riko senang sekali, saat Juunosuke membawanya ke restoran susyi di
Ginza yang memiliki gelar Michelin. Dan disana, dia bersikap agak kampungan,
apalagi saat makan. Melihat itu, Juunosuke sama sekali merasa tidak masalah,
malahan dia merasa kalau Riko sangat lucu, jadi dia terus tersenyum padanya.
Tapi chef disana malah mengkritik cara makan Riko.
“Begini,
loh. Kalau kecap asinnya kebanyakan, nanti rasanya tersamarkan,” kata Chef,
menjelaskan. Dan Riko meminta maaf. “Belakangan ini, ada banyak orang yang
kemari cuma pengin lihat- lihat, tapi enggak tahu cara makannya. Kedai kami
bukan kedai yang seperti itu,” kritiknya. Dan Riko mendengarkan itu dengan
serius.
“Sini
saya bayar,” keluh Juunosuke. “Apa salahnya memakan makanan favorit dengan cara
yang kita suka? Kualitas kedai, semakin rendah, kalau suka pilih- pilih
pelanggan,” kritiknya. Lalu dia mengajak Riko untuk pergi saja.
Dibar.
Riko dan Juunosuke minum- minum bersama. Lalu saat mulai agak mabuk, Riko
bercerita kepada Juunosuke bahwa sepertinya dia memang mustahil menjadi wanita
kota. Kemudian dia menceritakan tentang mantan pacarnya yang mencampakkan nya
tepat sebelum pernikahan, dan disaat itu dia baru tahu kalau ternyata dia sudah
diduakan selama 3 tahun, makanya dia ke Tokyo untuk menemukan pria baik dan
balas dendam kepada mantannya. Tapi sayangnya, dia malah tak dianggap oleh
siapapun. Karena hal inilah dia heran, kenapa Juunosuke mengajaknya untuk makan
bersama, kepadahal dia hanya wanit biasa dan berspesifikasi rendah.
Mendengar
itu, Juunosuke mengembalikan sapu tangan yang pernah Riko berikan. “Jangan
bilang spesifikasi rendah. Kan kamu yang bilang sendiri, kalau namanya
spesifikasi itu agak kompleks,” hiburnya.
“Maaf,
aku pada waktu itu…” kata Riko, merasa bersalah.
“Aku
asalnya dari Akita. Saat baru ke Tokyo, banyak yang menertawakanku. Sesuai
katamu, itulah yang disebut kompleks. Makanya aku berdusta kalau asalku dari
Tokyo,” kata Juunosuke dengan jujur dan agak malu- malu.
“Jahat!
Lagi- lagi ada yang berdusta padaku,” keluh Riko dengan keras. “Aku telah
memutuskan untuk tak terlibat sama pedusta!” tegasnya.
“Maaf,
aku salah,” kata Juunosuke, merasa bersalah.
“Tapi!
Aku memaafkanmu kali ini, sebagai
tetangga,” kata Riko sambil tersenyum dan tertawa dengan keras. Dan Juunosuke
ikut tertawa juga.
Ketika
sedang dijalan, Yuri tiba- tiba mendapatkan sebuah pesan yang mengejutkannya.
Direstoran.
Yuri bercerita kepada Riko bahwa dia berhenti dari pekerjaannya. Namun dia
tidak cemas, karena dia telah punya banyak koneksi yang didapatnya saat digoda
dan diajak pesta. Melihat betapa percaya dirinya Yuri, maka Riko tidak
khawatir.
“Kamu
sendiri ‘gimana, Riko-chan? Kamu ketemu sama orang aneh itu, ‘kan?” tanya Yuri,
ingin tahu.
“Mau
dengar curhatku?” tanya Riko, merasa tersentuh.
Setelah
Riko selesai bercerita, Yuri merasa agak terkejut, karena saat Riko dan
Juunosuke berkencan, mereka berdua tidak ada ciuman ataupun bahkan bergadengan
tangan sama sekali. Dan dengan bersemangat, Riko menceritakan bahwa Juunosuke
ada mengajaknya ke apatermen nya lain kali.
“Kalau
kamu serius sama si aneh itu, sebelum kalian bersetubuh, harus dapat kata- kata
dulu darinya,” kata Yuri, menasehati dengan serius. “Buat dia menyatakan cinta
padamu.”
“Gimana
caranya?” tanya Riko dengan polos.
Hari
Riko berkunjung. Juunosuke memasak banyak hidangan mewah untuk Riko, dan Riko
sangat menikmatinya. Suasana berjalan sangat baik. Kemudian saat Riko ingin
mengambil sampanye, dia dan Juunosuke tidak sengaja saling bersentuhan tangan.
Lalu suasana pun menjadi agak canggung.
Disaat
itu, Riko teringat saran dari Yuri. “Cara paling
efektif itu adalah sentuhan tubuh secara alamiah. Langkah pertama menuju kata-
kata.”
“Akan
kudapatkan kata- katanya!” gumam Riko, bertekad kuat.
Yuri
dan Tadokoro berjanjian untuk bertemu.
Selesai
makan, Juunosuke dan Riko duduk bersantai sambil mendengarkan suara alunan lagu
lembut. Dengan bangga, Juunosuke menjelaskan bahwa inilah yang disebutnya
sebagai audio berspesifikasi tinggi. Tapi Riko merasa sangat bosan, karena
sudah 1 jam berlalu, tapi sedari tadi tidak ada kemajuan sama sekali. Kemudian
dia mulai memikirkan hal- hal nakal sambil tersenyum penuh semangat.
Riko
: Gawat, nih. Ini mah sebelum kata- katanya kuterima, bukannya mengarah ke
persetubuhan duluan? Mungkin itu juga enggak masalah kali, ya? Enggak bisa
begitu, aku harus mendapat kata- katanya.
Riko
kemudian mulai memuji- muji Juunosuke. Dan Juunosuke merasa agak aneh, “Kamu
kenapa tiba- tiba begini?” tanyanya.
Langkah
kedua dari Yuri. “Pokoknya, kamu puji dia, kalau dia
senang dipuji, dia akan berpikir kalau pacaran sama cewek ini pasti asyik.”
“Kamu
paham banyak hal, ‘kan? Paham klasik juga. Makanya, kalau aku bersamamu,
kesannya kubisa tambah pintar,” kata Riko sambil tersenyum manis.
“Kamu…”
kata Juunosuke sambil menatap Riko. Dan Riko berdebar- debar penuh harapan.
Tapi sayangnya, harapannya harus sirna. “… maniak belajar, ya. Aku salah
menilaimu. Oke kuganti penguat daya audio, dan nikmati perubahan melodinya.
Tunggu, ya,” kata Juunosuke dengan bersemangat dan sambil tertawa.
Riko
merasa panik, karena ini tidak sama seperti yang dipikirkannya. Jadi dia
langsung menghentikan Juunosuke dan menjelaskan bahwa yang dia maksud bukanlah
musik. Disaat itu, tanpa sengaja, mereka berdua saling bertabrakan. Dan minuman
yang Riko pegang, tumpah mengenai pakaian luarnya sendiri.
“Ah,
aku minta maaf banget,” kata Juunosuke, merasa bersalah.
“Tidak
apa,” balas Riko.
Kemudian
Riko melepaskan pakaian luarnya. Dan tiba- tiba disaat itu sebuah pikiran nakal
melintas dipikirannya. Lalu diam- diam dia jadi merasa bersemangat.
Riko
: Ga-wat-nya. Boro- boro dapat kata- kata, ini mah kami lebih dekat dengan
persetubuhan.
Disaat
Riko masih tenggelam dalam khayalannya sendiri, Juunosuke datang mendekatinya
untuk menanyai, apakah Riko baik- baik saja. Tapi itu membuat Riko terkejut,
dan lalu tanpa sengaja dia terjatuh dan menekan remot di atas meja, sehingga
lampu apatermen mati dan ruangan menjadi agak gelap. Kemudian dengan panik,
Riko berdiri dan tidak sengaja bertabrakan dengan Juunosuke. Lalu mereka
berduapun terjatuh di sofa.
“Berikanlah
kata- katamu,” pinta Riko, tidak sabar lagi.
“Hah?
Kata- kata?” gumam Juunosuke, bingung.
“Ada
yang mau kamu katakan padaku, ‘kan?” desak Riko dengan serius. Dan Juunosuke
diam. Lalu suara bel berbunyi, dan mereka berdua mengabaikan suara itu.
Tapi
kemudian, suara bel berbunyi lagi. Jadi Juunosuke pun berdiri, menyalakan
lampu, dan pergi untuk membukakan pintu. Dan Riko merasa sangat greget sekali, karena waktunya pas
sekali.
Lalu
disaat Juunosuke pergi, Riko tidak sengaja melihat bingkai foto yang ada
didekat sofa. Melihat itu, dia merasa penasaran dan mengambilnya.
Ternyata
yang barusan menyembunyikan bel hanyalah orang iseng saja. Lalu Juunosuke pun
kembali ke ruang tamu.
“Kamu
mau ke Singapura?” tanya Riko, menaruh bingkai foto yang di temukannya di meja.
Lalu dia menatap Juunosuke dengan serius.
“Aku
mau berbisnis di Singapura. Aku sudah berhenti bekerja, sebentar lagi aku
pindah dari sini,” jawab Juunosuke dengan jujur.
“Kapan?”
“Minggu
depan.”
Mengetahui
hal tersebut, Riko merasa kecewa, karena Juunosuke tidak memberitahukan hal
sepenting ini padanya, ini sama saja seperti Juunosuke berdusta padanya. Dan
Juunosuke menjelaskan bahwa dia hanya lupa saja, lalu dia meminta maaf, dan
meminta Riko untuk tenang.
“Pikirmu,
aku akan panik? Tolong jangan salah paham! Aku sama sekali tak menganggapmu
apa- apa!” kata Riko, main asal ceplas- ceplos, karena emosi.
“Berarti,
kamu tak tertarik lagi pada pria yang berhenti kerja dan tak tahu ‘gimana ke
depannya?” gumam Juunosuke, merasa terluka.
Riko
merasa menyesal telah berbicara asal dan tanpa sengaja melukai Juunosuke. Tapi
Juunosuke sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasannya. Lalu dia mengkritik
bahwa ternyata Riko terpaku sama spesifikasi juga, dan dia jadi paham perasaan
mantan Riko yang mencampakkan Riko. Ini semua karena Riko terlalu mempercayakan
kebahagian Riko sendiri pada orang lain.
Mendengar
kritikan itu, kali ini giliran Riko yang merasa terluka. Lalu mereka berakhir
dengan bertengkaran, dan Riko pergi.
Disaat
Haruhito sedang duduk di café, dia kebetulan melihat Yuri lewat mengejar Tadokoro.
Dan dia merasa penasaran, ada apa.
“Aku
ingin kamu beri tahu merek yang diluncurkan temanmu. Begini- begini, aku juga
disebut pegawai karismatik. Pengikutku di IG ada 10.000! Cukup izinkanku bicara
dengannya saja!” pinta Yuri sambil menghalangi jalan Tadokoro yang sama sekali
tidak mau berhenti berjalan dan mengabaikannya.
“Hentikanlah.
Mana mungkin bisa kukenalkan, ‘kan?” bentak Tadokoro. “Aku dengar semua dari
Pemilik. Kamu dipecat karena penjualanmu buruk. ‘kan? Lalu kamu berbohong
seolah dirimu yang berhenti bekerja. Congkak juga ada batasnya. Lagian,
pengikuti IG mu banyak karena pengaruh dari toko, loh,” kritiknya, dengan agak
menghina. Dan Yuri terdiam sedih. “Kalau kamu ingin dikenalkan, maka katakanlah
itu lagi setelah pekerjaanmu sudah becus!”
Setelah
mengatakan itu, Tadokoro berjalan pergi begitu saja. Dan dengan kesal, Yuri
mengejarnya, lalu memukul- mukulnya. Dan Tadokoro berniat membalas memukulnya.
Tepat
disaat itu, Haruhiko datang. Dia menahan tangan Tadokoro yang sudah terangkat
untuk memukul Yuri. “Tindak kekerasan bisa kena hukuman penjara 2 tahun atau
denda 300.000 yen! Intinya, bisa dipenjara atau didenda. Kalau sampai terluka,
hukum pidananya akan lebih parah,” tegasnya.
“Apa-
apaan kau ini? Padahal kau pekerja sambilan!” balas Tadokoro sambil dengan kuat
menepis tangan Haruhito yang menahannya.
“Aku
punya kualifikasi menjadi pengacara,” jelas Haruhiko. Dan Yuri merasa terkejut
mengetahui itu. Lalu dengan ngeri, Tadokoro pergi.
Setelah
Tadokoro pergi, Haruhito menjelaskan kepada Yuri bahwa dia lulus dari fakultas
hukum, jadi dia memiliki kualifikasi, tapi dia belum pernah kerja sebagai
pengacara. Tentang café, dia bekerja sambilan disana karena pengin.
“Aku
enggak paham,” gumam Yuri. Dan Haruhito tersenyum. “Tadokoro-san benar. Semuanya
dusta. Aku enggak punya karisma, dan enggak cocok jadi vendor. Meski berjuang,
tapi ujung- ujungnya menghambat toko dan dipecat. Inilah sosok sejatiku. Yang
hampa adalah aku,” katanya, bercerita dengan jujur.
“Tapi,
kamu telah berjuang, ‘kan? Kurasa berjuang itu hal hebat,” puji Tadokoro.
“Soalnya aku… aku tak punya sesuatu yang bisa kuperjuangkan.”
Yuri
kemudian pergi. Dan Haruhito ingin mengejarnya. Tapi Yuri menyuruhnya untuk
berhenti, karena dia tidak ingin dikasihani.
Yuri
merapikan beberapa barangnya, karena dia berniat untuk menjual itu. Lalu disaat
dia membuka koper, dia menemukan gaun buatannya dulu. Gaun itu sangat imut
sekali.
“Wah,
nostagialnya!” seru Yuri dengan senang. “Aku buat ini sebagai tugas pas di
sekolah vokasional. Gaun yang wakut itu diapresiasi. Saat itulah, aku merasa
impianku pun dimulai,” katanya, bercerita. “Gimana?”
“Iya,
imut!” jawab Riko, memuji. Mendengar pujian itu, Yuri merasa sangat senang.
Tapi kemudian dia terdiam.
Lalu
tiba- tiba Riko mendapatkan surel dari mantannya.
Yuri
datang ke café Haruhito. Disana dia memberitahu Haruhito bahwa dia mau berjuang
lagi pada pakaiannya. Dan Haruhito mendukungnya, lalu dia mau mentraktir Yuri
segelas kopi.
“Selama
ini… aku kayak meminta pria berspesifikasi tinggi, untuk mengajakku ke dunia
kalangan atas, ‘kan? Karena kukira itu jalan pintas. Makanya, aku berdustas
sekuat tenaga untuk mencoba menarik perhatian orang,” kata Yuri, bercerita.
Lalu dia tersenyum. “Ternyata, itu tidak berhasil. Makanya sekali lagi, aku
akan berjuang lagi dari 0. Sekian,” jelasnya.
“Kayaknya, kamu semakin cantik saja, Yuri-chan,” puji Haruhito.
Disaat
Juunosuke tahu kalau Riko mau bertemu dengan mantannya, dia tidak peduli. Lalu
sebelum Haruhito selesai berbicara, dia mematikan telponnya.
Si
Mantan bercerita kepada Riko bahwa dia ditipu oleh ceweknya. Dimulut bilang
suka dan cinta, tapi ternyata ceweknya malah menduainya. Jadi pembahasan
tentang nikah pun batal. Dan Riko menertawainya.
“Aku
bodoh banget, ya,” keluh si Mantan. Dan Riko setuju sambil tertawa. “Mau pulang
ke Aomori bareng?” tanya si Mantan dengan serius. “Aku takkan berdusta lagi.
Pulang ke Aomori, mendirikan rumah, dan membesarkan anak. Meski sederhana, tapi
aku akan berjuang membahagiakanmu. Makanya, ayo pulang ke Aomori bareng,”
ajaknya.
Mendengar
ajakan itu, Riko terdiam.
Juunosuke
menatap apatermennya yang sekarang sudah kosong. Lalu dia menatap langit diluar
jendela.
Riko
menatap pesawat yang terbang tinggi di angkasa. Lalu si Mantan memanggilnya.
“Ada apa? Nanti telat, loh.”
“Biar
jadi penglihatan yang terakhir kali,” kata Riko, menjelaskan. Lalu dia
mengikuti si Mantan yang membawa koper besar.
“Kamu
enggan pergi?” goda si Mantan.
“Enggak
begitu, kok,” sangkal Riko sambil tertawa. “Aku disebut berlogat, padahal
enggak pakai logat. Bahkan aku diejek di kedai susyi, padahal disana enggak ada
menu. Prianya banyak yang kepedean, bilang kalau dirinya berspesifikasi
tinggi,” keluhnya.
“Cowok
di Tokyo pada narsis, ya!” kata si Mantan. Dan Riko setuju sambil tertawa.
Lalu
dengan cerewet, Riko mulai mengeluhkan lagi tentang cowok di Tokyo. Tanpa sadar
semua yang dikeluhkan itu adalah tentang Juunosuke. Kemudian dia menjadi sedih
sendiri.
“Maaf,
aku berdusta. Aku berdusta pada perasaanku sendiri. Aku enggap bisa pulang
bareng,” jelas Riko, saat menyadari perasaannya sendiri.
“Jangan-
jangan, kamu punya gebetan di Tokyo?” tanya si Mantan, terkejut. Lalu dia
marah. “Kenapa?! Bukannya kamu bilang di Tokyo itu parah? Bahkan kamu bilang
pria Tokyo itu kepedean dan narsis!”
“Maaf,
nanti antar barangku, ya. Dadah!” balas Riko. Lalu dia langsung berlari pergi.
Riko
datang ke apatermen Juunosuke. Tapi sesampainya disana, dia diberitahu oleh
Penjaga bahwa Juunosuke sudah pergi pagi ini. Dan mengetahui itu, dia merasa
sangat sedih.
Riko
: Aku berdusta. Padahal aku sangat benci berdusta, tapi aku melakukannya.
Padahal aku telah tahu betul. Bahwa ‘habis dusta, terbitlah cinta’, itu tidak
mungkin ada.
Ketika
Riko merasa kecewa dan berniat perdi. Disaat itu, Juunosuke kembali dan berlari
ke arahnya.
“Kenapa?”
tanya Riko.
“Aku
menyadari ada yang ketinggalan, jadi aku kembali,” jawab Juunosuke. “Maksudku
itu kamu,” katanya, memperjelas.
“Eh!”
“Aku
selama ini telah berdusta. Baik kota asalku, maupun perasaan sejatiku. Makanya,
aku melukaimu. Maaf,” kata Juunosuke dengan bersungguh- sungguh sambil
membungkuk. Lalu dia menatap Riko dan menyatakan cintanya. “Aku menyukaimu.
Maukah kamu ikut bersamaku? Aku akan membahagiakanmu!”
“Maaf!”
balas Riko sambil mengangkat tangannya. “Aku juga berdusta. Begini, loh. Baik
sosokmu yang berusaha memasak meski tampak tak suka, maupun sosokmu yang tampak
sangat antusias saat membahas musik. Kamu itu kikuk, dan tak pandai bicara. Dan
kamu kepedean. Tapi! Sebenarnya, sisi baikmu dan semua tentangmu, aku suka! Aku
juga menyukaimu, Juunosuke-san. Makanya… “ jelasnya. Lalu dia langsung memeluk
Juunosuke dengan erat. “Aku tak mau dibahagiakan, tapi aku mau bahagia
bersamamu!” tegasnya.
Mendengar
itu, Juunosuke balas memeluk Riko dengan erat sambil tersenyum bahagia.
Kemudian
mereka berdua saling bertatapan dan lalu berciuman. END.