Dalam
perjalanan pulang, Ji Ah kebetulan bertemu dengan Sung Hyun yang baru saja
menutup toko. Dan dengan wajah cemberut, dia berjalan melewati Sung Hyun.
“Kamu
sudah makan malam?” tanya Sung Hyun, perhatian. Dan Ji Ah langsung berhenti
serta berbalik, lalu dia menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Direstoran.
Dengan mood yang lagi baik, Ji Ah sengaja menggoda Sung Hyun sedikit. “Apa kamu
berkencan dengan seseorang?” tanyanya. Dan Sung Hyun diam. “Jawablah. Kamu
punya pacar?” tanyanya lagi. Dan Sung Hyun mengiyakan. “Kamu bohong. Mau kencan
denganku?” tanyanya. Dan Sung Hyun langsung tersedak dan terbatuk- batuk. Melihat
reaksi lucu Sung Hyun, Ji Ah merasa senang. “Ayo berkencan,” ajaknya. “Seperti
sebelumnya…”
“Kapan
kita pernah menjadi pasangan? Kita hanya berteman,” balas Sung Hyun sambil
meminum air untuk meredakan batuknya.
“Apa
kamu mencium temanmu?” tanya Ji Ah dengan serius. Dan Sung Hyun kembali
tersedak dan terbatuk- batuk lagi.
“Apa
yang kamu katakan?” gumam Sung Hyun, gugup.
“Lalu
kenapa kamu mengirimi kue itu? Kenapa kamu mengingat segala sesuatu tentangku?”
tanya Ji Ah, menuntut jawaban.
“Ayo
makan saja,” balas Sung Hyun.
“Apa
aku baru saja ditolak?” tanya Ji Ah sambil cemberut. Lalu dengan sengaja, dia
menaruh kacang polong yang Sung Hyun tidak sukai ke piringnya. Dan dengan
kesal, Sung Hyun menyuruhnya berhenti. Dan Ji Ah berpura- pura bodoh.
Dirumah.
Saat Ibu sedang makan malam, dia tiba- tiba mendapatkan telpon dari
keponakannya, Dokter Eun Soo.
Sung
Hyun mengantar Ji Ah sampai dirumah. Lalu setelah itu, dia berbalik dan
berjalan pergi. Melihat itu, Ji Ah diam selama sesaat, lalu dia memanggil Sung
Hyun. Dan Sung Hyun pun berhenti dan berbalik ke arah nya.
“Maaf
telah menggodamu untuk berkencan denganku,” kata Ji Ah.
“Tidak
apa- apa… masuklah!” balas Sung Hyun. Lalu dia pergi.
Ketika
Ji Ah pulang, Ibu mengajaknya untuk pergi bersama- sama ke rumah sakit. Dan Ji
Ah sadar kalau Ibu pasti sudah tahu tentang penyakitnya, dan dia tidak ingin
membuat Ibu khawatir, jadi dia mengatakan bahwa dia baik- baik saja. Namun Ibu
tidak percaya.
“Bu,
aku menjalani operasi dan kemo dua tahun lalu,” kata Ji Ah, mulai bercerita
dengan jujur. “Itu berulang. Sekarang sudah menjalar keseluruh tubuhku, tidak
ada gunanya jika aku menerima kemo,” jelasnya dengan tenang.
Mengetahui
itu, Ibu merasa terkejut. “Sayangku,” katanya sambil menyentuh wajah Ji Ah. Dan
Ji Ah mulai menangis. Lalu Ibu menarik dan memeluknya.
“Maafkan
aku. Ibu, maaf,” kata Ji Ah. Dan lalu mereka berdua menangis bersama- sama
sambil berpelukan.
Keesokan
harinya. Ibu dan Ji Ah pergi ke rumah duka, mengunjungi Ayah yang sudah
meninggal. Setelah Ji Ah menyapa Ayah dan menaruh bunga untuknya, dia pergi dan
membiarkan Ibu untuk sendirian disana selama sesaat.
Saat
Ji Ah sudah pergi, Ibu mulai berbicara kepada Ayah sambil menangis sedih.
“Ambillah… atau berikan saja padaku… kanker Ji Ah, berikan saja padaku...
tolong berikan saja padaku!” pintanya, memohon.
Ji
Ah berdiri diluar gedung dan menikmati udara segar disana. Lalu dia menghela
nafas sedih serta tidak berdaya.
Didalam
bus. Dalam perjalanan pulang, Ibu menanyai, apa makan malam yang Ji Ah mau. Dan
Ji Ah menjawab bahwa dia merasa dia tidak ingin makan. Mendengar itu, Ibu
membujuk Ji Ah untuk tetap harus makan. Lalu dia menanyai, makanan apa yang Ji
Ah mau, dan dia akan membuatkannya. Apapun yang ingin Ji Ah makan atau lakukan,
dia akan melakukan apapun untuk Ji Ah.
“Apa
ibu akan melakukannya?” tanya Ji Ah, memastikan. Dan Ibu mengiyakan. “Ah, aku
ingin berkencan…” kata Ji Ah dengan keras. Dan Ibu merasa tertegun. Lalu Ji Ah
tertawa. “Aku bercanda,” jelasnya.
Ji
Ah kemudian bercerita kepada Ibu bahwa kemarin dia bertemu Sung Hyun dan dia
mengajak Sung Hyun untuk berkencan, tapi Sung Hyun menolaknya mentah- mentah,
kepadahal dulu Sung Hyun sangat menyukainya. Lebih tepatnya, dia yang lebih
menyukai Sung Hyun.
“Itu
karena kamu terlalu baik,” gerutu Ibu.
“Aku
kehilangan Ayah saat itu. Tapi dia kehilangan kedua orang tuanya. Rasa sakitnya
dua kali lipat lebih dibanding aku,” cerita Ji Ah.
Keesokan
harinya. Ibu membawa sebuket bunga dan mengunjungi Sung Hyun yang berada ditoko
roti. Disana, dengan sikap berpura- pura sedikit bercanda, Ibu menanyai, apakah
Sung Hyun mempunyai pacar. Dan saat Sung Hyun menjawab tidak, Ibu merasa senang
dan langsung mengatakan bahwa Ji Ah juga tidak. Mendengar itu, Sung Hyun merasa
heran ada apa.
“Kenapa
kalian berdua tidak berkencan dengan siapapun? Seharusnya kamu tidak menyia-
nyiakan masa mudamu,” kata Ibu, menasehati dengan maksud. “Kalian berdua sangat
mirip. Mungkin karena kalian sangat dekat,” komentar nya sambil tersenyum. Dan
Sung Hyun merasa canggung serta diam sambil balas tersenyum juga.
Ibu
kemudian tidak bisa menahan rasa sedihnya lagi. Jadi dia pamit dan buru- buru
pergi. Melihat itu, Sung Hyun merasa bingung.
Ji
Ah merasa sangat kesakitan. Dia meringis dan memanggil Ibu dengan pelan. Tapi
tidak ada jawaban.
Saat
Hye Sun sedang mengajar, Ibu Ji Ah
menelponnya dan diapun mengangkat nya, lalu dia ingin menjelaskan kepada Ibu
bahwa dia sedang mengajar. Tapi ketika dia mendengar apa yang Ibu katakan
ditelpon, dia langsung terdiam.
Hye Sun kemudian menelpon Dong
Chan yang sedang bekerja ditempat konstruksi. Dan Dong Chan mengangkatnya.
“Halo? … Ya, aku sibuk sekarang, kenapa? … Apa maksudmu? Kenapa dengan Ji Ah?
…”
Dong Chan kemudian menelpon Sung
Hyun yang sedang membuat kue. Dan Sung Hyun mengangkatnya. “Ada apa? … Apa?”
Ketika
Seok Jin mengetahui kalau Ji Ah masuk ke rumah sakit, dia tampak malas untuk
peduli tentang hal itu.
Hye Sun dan Dong Chan datang
menjenguk Ji Ah. Lalu Seok Jin juga datang untuk menjenguk Ji Ah. Saat
melihatnya datang, Ji Ah merasa agak canggung. Dan Hye Sun langsung menarik
Dong Chan untuk ikut pergi dengannya.
“Kembalilah ke Seoul! Ayo
kemoterapi, aku akan membantumu,” ajak Seok Jin. Dan Ji Ah diam sambil menghela
nafas. “Apa kamu hanya berbaring disini sambil meminta keajaiban? Aku tahu ini
akan sulit. Tapi aku juga akan melakukan yang terbaik. Ayo kemoterapi,”
bujuknya.
Sung Hyun yang berada diluar
kamar Ji Ah, mendengar pembicaraan mereka.
Dengan serius, Ji Ah menjelaskan
kepada Seok Jin bahwa sekarang yang dia inginkan adalah menggunakan sisa waktu
yang dia punya. Mendengar itu, Sung Hyun pergi.
Didapur. Sung Hyun diam dan
merenung. Lalu dengan penuh emosi, dia melemparkan kue yang dibuatnya ke
dinding, barulah dia merasa lebih lega.
Dikursi tunggu rumah sakit. Ibu
menanyai pendapat Dokter
Eun sebagai dokter. Dan sebagai dokter, Dokter Eun menyarankan supaya Ji Ah
mengikuti kemoterapi, karena sebagai dokter, mereka tidak bisa menyerah pada
pasien. Ibu lalu menanyai pendapat Dokter Eun sebagai keluarga. Dan sebagai
keluarga, Dokter Eun tetap menyarankan supaya Ji Ah mengikuti kemoterapi. Tepat
disaat itu, Ji Ah datang. Dan mereka berdua berusaha membujuk Ji Ah untuk
mengikuti kemoterapi.
“Bagaimana
jika itu bukan masalah anggota keluarga
tapi masalahmu sendiri, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Ji Ah dengan serius.
Dan Dokter Eun diam. “Bu, biarkan aku melakukan apa yang aku suka. Dengan
begitu, kamu tidak akan menyesali apapun,” jelasnya, meminta. Dan Ibu menatap
Ji Ah dengan tatapan sedih. “Aku ingin pulang ke rumah. Ayo pergi,” ajak Ji Ah
sambil tersenyum kecil.
Ji
Ah berdiri di pinggir danau dan menikmati pemandangan disana. Lalu Sung Hyun
datang mendekatinya. “Mari kita berkencan,” katanya dengan serius. “Aku juga
menyukaimu. Jika kamu tidak keberatan, aku ingin jadi pacarmu,” jelasnya. Dan
mendengar itu, Ji Ah diam, sebab ini terlalu tiba- tiba.
Tepat
disaat itu, Dong Chan lewat dan kebetulan mendengar pembicaraan mereka berdua.
“Keduanya akan berkencan…” teriaknya, mengumumkan dengan keras. Lalu dia segera
pergi ke paviliun.
Mendengar
itu, Ji Ah menatap Sung Hyun dengan canggung. Dan Sung Hyun balas menatapnya
sambil tersenyum, lalu dia memegang tangan Ji Ah dan membawanya untuk berkumpul
dengan semuanya.
Dipaviliun.
Empat teman Sung Hyun dan Ji Ah, mereka semua memberikan selamat kepada mereka
berdua. Dan Ji Ah diam dengan canggung. Sementara Sung Hyun membalas dengan
senyum.
Besok
harinya. Sung Hyun mengajak Ji Ah untuk pergi ke suatu tempat dengan gugup. Dan
karena Ji Ah ingin membahas tentang hal kemarin, maka diapun setuju dan
mengikuti Sung Hyun.
Saat
sampai ditempat tujuan, Ji Ah heran melihat tempat tersebut. Karena didalam
ruangan penuh dengan balon warna- warni, kelopak- kelopak bunga cantik
dilantai, juga ada tulisan LOVE yang sangat besar sekali. “Hei, aku pikir kita
berada di tempat yang salah,” gumamnya, merasa ragu.
Lalu
disaat itu, keempat temannya datang dan membunyikan terompet menyambut nya.
Kemudian Sung Hyun tiba- tiba berlutut di hadapannya.
“Maukah
kamu menikah denganku?” tanya Sung Hyun.
“Apa
kamu bercanda? Kamu mengajakku berkencan kemarin dan sekarang kamu melamarku?”
balas Ji Ah dengan agak ketus.
“Sudah
dua puluh tahun. Kita bertemu saat berusia tujuh tahun, selama dua puluh tahun.
Sejak saat itu… “ jawab Sung Hyun, menjelaskan.
“Itu
sebabnya kita harus tetap berteman,” balas Ji Ah.
Mendengar
itu, Sung Hyun langsung berdiri. “Terus terang, kita bukan hanya teman. Kita
berkencan saat masih SMA, kita bahkan berciuman. Ji Ah, jangan berpisah lagi,
tetap bersamaku. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak pernah melupakanmu bahkan
sedetikpun,” jelasnya dengan tulus dan serius.
“Terima
kasih. Tapi bukan aku,” balas Ji Ah. “Aku jarang memikirkanmu selama tujuh
tahun itu. Aku mengajakmu berkencan? Seperti yang aku katakan kemarin. Itu
hanya lelucon,” tegasnya.
“Kamu
ketakutan. Kamu tidak ingin sendirian. Kamu tidak punya waktu,” balas Sung
Hyun, mengerti perasaan Ji Ah yang sesungguhnya.
Mendengar
itu, Ji Ah mendengus pelan. “Yang kamu katakan benar. Aku takut, aku tidak
ingin sendirian. Dan bahkan waktuku tidak banyak. Tapi ini tidak benar,”
balasnya. Lalu dia pergi.
Melihat
itu, Hye Sun menggerutu pelan kepada Dong Chan. Lalu dia pergi mengejar Ji Ah.
Saat
Ji Ah pulang, dia protes kepada Ibu. Sebab dia yakin kalau Ibu yang telah
memberitahu Sung Hyun kalau dia menderita kanker dan Ibu yang meminta Sung Hyun
untuk tetap disisinya sampai dia mati. Dan Ibu menyangkal. Lalu Ibu menanyai,
bukankah Ji Ah masih menyukai Sung Hyun, dan Sung Hyun juga menyukai Ji Ah.
“Ibu,”
teriak Ji Ah. “Aku akan mati. Bagaimana dengan Sung Hyun setelah aku mati? Apa
kesalahannya sehingga pantaas mendapatkannya?!” teriaknya.
“Diam!”
bentak Ibu dengan sedih. “Maafkan aku. Maafkan Ibu. Aku tidak pernah tahu bahwa
putri Ibu satu- satunya menderita kanker. Tidak ada yang bisa aku lakukan.
Bahkan ketika dia tidak ingin dirawat,” jelas Ibu sambil menangis sedih.
Mendengar
itu, Ji Ah mengabaikan Ibu dan pergi ke dalam kamarnya.
Diluar
rumah. Hye Sun mendengar semua itu dan merasa sedih untuk Ji Ah.