Sinopsis K- Movie : A Way Station (2021) part 1

 


Stasiun Sendo.

Seorang pria mengambil sebuah buku didalam rak. Buku yang diambilnya berjudul ‘Ke dalam memorimu’ dan dia membaca buku itu.

Lalu pria itu menatap keluar jendela. Dan dia seperti melihat sesosok wanita duduk diluar sana. Pria tersebut adalah Sung Hyun.

***

Han Ji Ah pulang ke kampung halamannya.


Ji Ah berkunjung ke sebuah tempat didekat rel kereta. Disana dia berdiri dan menatap ke atas selama sesaat. Lalu dia berjongkok dan menundukkan kepalanya, menangis dengan keras.


Ji Ah kembali stasiun. Dia menutupi mata bengkaknya menggunakan bedak. Lalu dia melihat ke sekitarnya dengan tatapan sedih.



Flash back

Saat jam pelajaran, Ji Ah menggambar dirinya dan Sung Hyun bergadengan tangan direl kereta. Lalu dia memandang keluar, dan melihat Sung Hyun yang sedang mengikuti kelas olahraga. Melihatnya, dia tersenyum malu- malu.


Lalu tiba- tiba Ji Ah melihat, Sung Hyun pingsan. Dan tanpa berpikir, dia langsung berlari keluar dari dalam kelas.


Melihat itu, Guru meneriaki Ji Ah. Lalu Hye Sun, teman baik Ji Ah, dia memandang keluar jendela dan melihat apa yang terjadi. Kemudian dia berdiri dan beralasan kepada Guru bahwa dia mau pergi memanggil Ji Ah.

“Gadis-gadis itu sungguh…” keluh Guru, kesal.


“Apa dia baik baik saja? Apa dia pingsan lagi?” tanya Ji Ah dengan khawatir, kepada teman baik Sung Hyun, yaitu Dong Chan, yang mengedong Sung Hyun dipunggungnya.

“Ya,” jawab Dong Chan.

“Bawa dia ke klinik,” kata Hye Sun, menyarankan.

Disaat itu, Sung Hyun yang pingsan bangun dan mengedipkan matanya dengan tatapan nakal kepada Ji Ah yang merasa khawatir kepadanya.


Kelas berakhir. Guru menyuruh murid- murid untuk membawa buku- buku yang akan disumbangkan ke kantor Guru. Dan teman sebangku Ji Ah, dia mengumpulkan buku Ji Ah yang ada diatas meja. Judul buku nya ‘Ke dalam memorimu’.


Di UKS. Sung Hyun tampak sangat sakit, jadi Dokter menyarankan Sung Hyun untuk pergi ke rumah sakit saja dan periksa disana. Dan lalu Ji Ah menawarkan diri untuk menemani Sung Hyun.

Sung Hyun dan Ji Ah berjalan melewati rel kereta api. Sung Hyun menceritakan kepada Ji Ah bahwa dia sangat benci belajar, karena dia akan melupakan semuanya. Dia yakin kalau suatu saat, dia akan terkena Alzheimer, seperti yang dialami ibunya. Ibunya bahkan tidak bisa mengenalinya. Jadi lebih sedikit yang dia tahu, semakin sedikit yang dia lupakan.

“Bagaimanapun… Aku pikir kamu harus belajar. Bahkan jika nanti kamu melupakannya,” kata Ji Ah, menasehati. “Kita berada di usia memperluas pengetahuan kita. Kecuali kamu melupakan semuanya sekaligus. Mungkin lebih baik menyimpan lebih banyak ingatan,” jelasnya.

“Aku lapar,” balas Sung Hyun, mengalihkan topik. “Bagaimana dengan roti?”

“Setuju,” jawab Ji Ah, langsung.

“Dasar pecandu roti,” gerutu Sung Hyun. Dan Ji Ah tertawa.

Flash back end


Ji Ah membeli roti. Lalu dia kembali ke kantor. Dan sambil bekerja, dia memakan roti yang dibeli nya barusan. Lalu tiba- tiba, dia merasa perutnya agak sakit.

Ji Ah mengira kalau ada sesuatu yang salah dengan rotinya, jadi diapun membuang roti nya yang masih tersisa banyak.



Pacar Ji Ah,  Seok Jin, kemudian datang. Dan mereka minum kopi bersama didekat tangga. Lalu tiba- tiba Ji Ah mendapatkan telpon, jadi diapun pergi duluan.

“Apa kamu mendapatkan hasilnya?” tanya Ji Ah ditelpon sambil jalan, mengabaikan orang yang berpapasan dengannya dan berbicara dengannya. “Baiklah. Aku akan mampir sepulang kerja.”


Ditoko roti Dorothy. Seorang pelanggan cantik merasa suka kepada Sung Hyun, jadi dia meninggalkan kertas catatan yang bertuliskan nomor telponnya kepada Sung Hyun. Dengan ramah, Sung Hyun menerima itu.

Namun setelah pelanggan cantik tersebut pergi, Sung Hyung langsung membuang kertas tersebut tanpa membukanya sama sekali.


Semua bahan siap, dengan fokus, Sung Hyun menghias kue yang sudah jadi. “Gunakan pemotong roti untuk memotong permukaan kasar,” gumamnya.

Lalu akhirnya, kue yang cantik pun siap.


Dirumah sakit. Mengetahui kalau dirinya mengidap penyakit dan harus mengikuti kemoterapi, Ji Ah menanggapinya dengan sikap tenang. Dia hanya ingin Dokter Eun Soo tidak memberitahu Ibunya.

“Ji Ah. Aku pikir kita harus memberitahunya,” kata Dokter Eun dengan serius.

“Apa ini, kau membuatku takut,” keluh Ji Ah. “Apa aku di tahap akhir?” tebaknya.

“Sejujurnya, prognosisnya tidak terlihat bagus. Tapi kita harus melakukan yang terbaik,” balas Dokter Eun, menjelaskan dengan pelan. “Ayo kembali menjalani kemoterapi. Kita akan menunggu dan mencari solusinya.”


Dirumah. Ji Ah membaca buku. Lalu tiba- tiba datang kiriman paket kue untuknya dari toko roti Dorothy.


Ibu sedang bersih- bersih saat Ji Ah menelpon. “Hai, sayang!” sapanya. “Kue? Bukankah dari Hye Sun? Hari ini kan, ulang tahunmu... apa kegiatanmu hari ini? Haruskan aku mengirimkan sesuatu untuk dimakan?...”

“Tidak ibu, jangan kirim apapun, aku akan makan diluar,” jawab Ji Ah, menolak. Lalu mereka pun selesai bertelponan.


Setelah meniup lilin ulang tahunnya, Ji Ah memberitahu Seok Jin bahwa dirinya mengidap kanker perut. Awalnya Seok Jin mengira kalau Ji Ah sedang bercanda, tapi melihat betapa seriusnya Ji Ah, dia jadi percaya.


Keesokan harinya. Ji Ah pergi ke rumah sakit sendirian. Lalu tiba- tiba Seok Jin juga datang ke sana dan memanggilnya.

Dokter Eun menghubungi Ji Ah, tapi tidak diangkat dan dia merasa khawatir. Lalu datang pesan masuk dari Ji Ah. “Aku akan menerima kemoterapi ketika aku kembali. Tolong rahasiakan ini dari Ibuku.”



Dicafe. Seok Jin berusaha bersikap ceria, dia memuji betapa bagusnya cuaca dan lalu dia mengajak Ji Ah untuk berjalan- jalan ke suatu tempat. Dan Ji Ah menanggapinya dengan positif. Tapi kemudian Seok Jin malah langsung mengubah topik, dan Ji Ah merasa agak kecewa dan lalu diam.

“Bagaimana dengan kemonya?” tanya Seok Jin, perhatian.

“Setelah aku bertemu ibuku,” jawab Ji Ah.

Dokter Eun menemui Dokter utama dan memintanya untuk mengatur ulang jadwal kemoterapi Ji Ah. Dan Dokter utama mengomentari bahwa ini tidak akan mudah.



Ji Ah pulang ke kampung dan menemui Ibunya. Melihat kedatangannya, Ibu merasa sangat senang sekali. Dan Ji Ah menjelaskan bahwa dia pulang, karena dia mengambil cuti selama beberapa hari, tepatnya dua hari.

“Kamu sudah makan?” tanya Ibu, perhatian.

“Tidak, aku sangat lapar,” jawab Ji Ah, bersikap manja. “Aku sangat menginginkan buatan Ibu,” katanya. Dan Ibu tertawa dengan senang.


Malam hari. Ji Ah mengundang Hye Sun dan Dong Chan untuk berkumpul. Saat melihat bertemu, Hye Sun dan Dong Chan sama- sama merasa kalau Ji Ah tampak agak sedikit lelah. Dan Ji Ah beralasan bahwa ini karena dia punya banyak pekerjaan akhir- akhir ini. Dan Hye Sun percaya, karena beginilah hidup.

“Jika seseorang bersedia memberiku makanan gratis. Aku akan berhenti bekerja sekarang, dan menikah dengannya,” kata Hye Sun dengan serius.

“Aku bisa memberimu makan,” gumam Dong Chan dengan pelan dan penuh harap.

Melihat interaksi mereka berdua, Ji Ah tertawa.


Ji Ah kemudian menanyai kabar Sung Hyun, dan saat tahu kalau Sung Hyun sekarang membuka toko roti, Ji Ah teringat dengan kue ulang tahun yang diterimanya. Dan diapun menanyai mereka berdua, apakah ada yang memberikan alamatnya kepada Sung Hyun. Dengan rasa bersalah, Hye Sun berpura- pura tidak ingat.

“Dia juga menjualnya secara online dan mereka juga cukup populer. Dia sedang mengerjakan resep baru untuk mengikuti kontes kue,” kata Dong Chan, menjelaskan.

“Apa nama toko rotinya?” tanya Ji Ah, ingin tahu.

“Nama panggilan masa kecilmu,” jawab Dong Chan.


Flash back

Sung Hyun memberitahu Ji Ah bahwa dia tidak akan pergi ke sekolah lagi mulai semester depan. Karena dia mau belajar cara membuat kue. Mendengar itu, Ji Ah agak terkejut.

“Jika kamu ingin menghubungiku, lakukanlah selagi aku masih mengingatmu,” kata Sung Hyun dengan sikap santai.

Flash back end

Dong Chan menawarkan diri untuk menelpon Sung Hyun dan memanggilnya bergabung. Dan Ji Ah menolak, lalu dia pamit ke toilet sebentar.

“Bukankah mereka sudah berbaikan?” tanya Dong Chan, berbisik pelan.

“Mereka tidak pernah bertemu setelah tahu terakhir SMA,” balas Hye Sun.

“Tapi bagaimana ini, aku menyuruhnya datang,” kata Dong Chan, khawatir.

“Apa?!” teriak Hye Sun dengan panik. Lalu dia mencubit pipi Dong Chan dan tertawa keras. “Kerja bagus,” pujinya.


Ji Ah menelpon, dan melihat itu, Seok Jin sengaja tidak mengangkatnya. Lalu saat Ji Ah mengirimkan sms padanya, dia sengaja tidak membalasnya. Dia bersikap patah hati dan menangis. Melihat itu, temannya menghiburnya.

“Hapus air matamu,” kata si Teman sambil memegang pundah Seok Jin. “Cinta pasti berubah seiring berjalannya waktu. Tapi itu datang kembali! Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik dari Ji Ah,” jelasnya.

Mendengar itu, Seok Jin diam. Lalu dia pamit dan pergi.


Ketika Ji Ah sedang duduk didepan restoran, Sung Hyun datang dan berdiri dihadapan nya. Melihatnya, Ji Ah merasa agak canggung. Tapi Sung Hyun bersikap biasa saja, dan dia memuji bahwa Ji Ah tampak lebih cantik.

“Apa kamu dari pesta pernikahan?” tanya Ji Ah, heran melihat Sung Hyun mengenakan setelan jas rapi. “Pasti panas. Ayo masuk ke dalam dan minum,” ajaknya dengan agak acuh. Lalu dia berjalan masuk ke dalam duluan.

Mendengar komentar Ji Ah, Sung Hyun merasa agak malu- malu. Lalu sebelum mengikuti Ji Ah masuk ke dalam restoran, dia mencoba merapikan rambutnya terlebih dahulu.

Didalam restoran. Hye Sun sengaja ingin memberikan ruang bagi Ji Ah berduaan dengan Sung Hyun saja. Jadi dia mengajak Dong Chan untuk berbicara berdua diluar sebentar. Tapi Dong Chan sama sekali tidak peka. Dan dengan kesal, Hye Sun pun menjewer telinganya. Lalu Dong Chan menggunakan kesempatan itu untuk memegang tangan Hye Sun.

“Ah… kamu cabul sialan!” gerutu Hye Sun sambil menarik tangannya.

“Cepat keluar,” kata Dong Chan dengan sikap tenang.


Saat hanya tinggal berdua saja, Ji Ah dan Sung Hyun sama- sama merasa canggung. Ji Ah mengucapkan terima kasih atas kue ulang tahun yang dikirimkan padanya. Dan dia tidak menyangka bahwa Sung Hyun mengingat hari ulang tahunnya. Dengan malu- malu, Sung Hyun menjelaskan bahwa dia mengingat semua tentang Ji Ah.

“Aku berada di kelas yang sama denganmu dikelas satu. Apa kamu ingat nomorku?” tanya Ji Ah, sengaja ingin mengetes.

“Kelas 1 nomor 25. Kelas 2 nomor 37. Kelas 3 nomor 32.  Kelas 4…” jawab Sung Hyun sambil berpikir keras.

“Hei, kamu hanya mengatakan sesuatu secara acak, karena kamu tahu aku tidak ingat,” balas Ji Ah sambil mendengus. “Bagaimana dengan tahun kedua sekolah menengah?”

“Kelas 2 nomor 35,” jawab Sung Hyun dengan yakin.


Ji Ah terus- menerus menanyakan berbagai pertanyaan untuk mengetes Sung Hyun. Dan Sung Hyun berhasil menjawab semuanya dengan benar. Dan Ji Ah sama sekali tidak menyangka, lalu dia mulai merasa emosi dan marah.

“Kamu bilang kepadaku untuk tidak menghubungimu! Yang memutuskan hubungan harus menjangkau terlebih dahulu. Dan bukan orang yang sudah putus!” teriak Ji Ah, mengeluh. Kemudian dia berdiri dan berniat pergi.

“Aku menunggumu,” kata Sung Hyun, membuat Ji Ah berhenti. “Menunggu panggilan darimu selagi masih mengingatmu,” jelasnya.

“Berhentilah mengatakan sesuatu yang begitu murahan,” balas Ji Ah. pelan. Lalu dia pergi.



Saat Ibu sudah akan tertidur, Ji Ah memanggilnya. Pertama Ji Ah meminta maaf kepada Ibu. Lalu dia memberitahu bahwa besok dia harus ke kantor, dan kemudian dia akan kembali lagi. Dia akan mengambil liburan panjang, karena dia mau beristirahat.

“Apa ada yang salah?” tanya Ibu, khawatir.

“Apa kamu tidak ingin tinggal bersamaku?” balas Ji Ah.

“Bagaimana jika kamu dipecat?”

“Aku hanya perlu ke perusahaan lain,” balas Ji Ah dengan sikap acuh. “Jangan khawatir. Putrimu sepenuhnya mampu,” jelasnya.



Keesokan harinya. Ji Ah kembali ke kantor dan dia menyerahkan surat pengunduran dirinya. Dan menerima itu, si Atasan sangat terkejut.

“Aku tidak punya banyak waktu,” kata Ji Ah, menjelaskan dengan singkat. Lalu dia membungkuk memberikan hormat dan pergi.


Ketika Ji Ah mau pergi, dia berpapasan dengan Seok Jin yang sedang dekat dengan wanita lain. Melihat itu, Ji Ah pun langsung buru- buru masuk ke dalam lift.


“Ji Ah!’ panggil Seok Jin, membuka pintu lift kembali.

“Jangan masuk! Aku bilang, jangan!” kata Ji Ah, menghentikan. Lalu pintu lift pun tertutup. Dan mereka berpisah.

Saat Ji Ah sedang membereskan barang- barangnya didalam kamar, dia menemukan sebuah liontin emas bergambar bunga putih. Itu adalah kalung hadiah dari Sung Hyun dahulu.


“Apa kamu yakin tidak ada yang terjadi?” tanya Ibu, agak curiga.

“Tentu saja ada. Gadis kecil yang berharga telah kembali ke rumah Ibunya dalam tujuh tahun,” jawab Ji Ah sambil tersenyum manis. Dan Ibu mendengus geli. “Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama ibu. Makan bersama dan ngobrol bersama sepanjang hari. Itu saja,” kata Ji Ah dengan serius.


“Baiklah,” balas Ibu dengan senang.

“Aku tidak akan lama disini. Aku hanya akan istirahat sejenak dari semuanya,” gumam Ji Ah, memberitahu.

“Baiklah, aku mengerti,” balas Ibu.


Ji Ah mengudang Hye Sun dan Dong Chan lagi untuk berkumpul bersama. Mereka mengobrolkan berbagai hal. Seperti Jun Hyun yang sekarang sedang jatuh cinta dengan Amy, guru bahasa Inggris yang mengajar di sekolah yang sama dengan Hye Sun. Lalu Hye Sun menanyai pendapat Ji Ah, haruskah mereka memanggil Sung Hyun. Dan sebelum Ji Ah menjawab, Dong Chan langsung memberitahu bahwa dia sudah memanggil Sung Hyun untuk datang, tapi Sung Hyun sedang sibuk.

“Kamu sedikit…” keluh Hye Sun, kesal dan capek. “Lupakan saja! Aku harus berhenti berbicara dengan mu.”

Hye Sun dan Dong Chan kemudian kembali bertengkar kecil lagi. Dan melihat interaksi mereka berdua, Ji Ah tertawa dengan keras.

Post a Comment

Previous Post Next Post