Sinopsis K- Movie : A Way Station (2021) part 3

 


Di stasiun Sendo. Ji Ah duduk sendirian disana, lalu Sung Hyun datang dan mengajaknya untuk berbicara. Dan Ji Ah mengabaikannya serta ingin pergi. Tapi Sung Hyun memegang tangan Ji Ah dan menahannya.

“Kita tidak punya cukup waktu. Itu berlaku untuk kita berdua,” kata Sung Hyun dengan serius. Dan Ji Ah pun berbalik menatapnya.

Sung Hyun membawa Ji Ah ke apatermennya. Disana, di dinding- dinding rumah, terdapat banyak kertas- kertas tempelan. “Aku melihatnya setiap hari sehingga aku tidak akan lupa,” kata Sung Hyun, menjelaskan. Lalu dia menunjukkan buku kecil yang selalu dibawanya. “Aku mengirimmu kue karena itu bisa jadi kesempatan terakhir,” jelasnya.

“Jangan bilang…” gumam Ji Ah, berfirasat buruk.

“Penyakit Alzheimer,” kata Sung Hyun dengan tenang.


Mendengar itu, Ji Ah merasa terkejut dan sedih. Lalu dia teringat tentang kata- kata yang Sung Hyun katakan saat masih SMA dulu.

“Kamu dapat menolakku. Dan aku akan lupa bahwa kamu pernah melakukannya,” kata Sung Hyun dengan sikap tegar. “Aku akan melamarmu lagi.”

“Sung Hyun, aku tidak ingin kamu bersedih lagi,” balas Ji Ah. Lalu dia ingin pergi saja.

“Aku baik- baik saja. Suatu hari aku akan melupakan semuanya, termaksud kesedihan.”

“Maafkan aku. Aku tidak bisa,” balas Ji Ah. Lalu dia pergi.

Malam hari. Ji Ah dan Ibu duduk berdua serta mengobrol. Ji Ah mengungkit, saat Ayah meninggal, Ibu masih bisa tegar karena ada dirinya. Tapi bila Sung Hyun yang mengalami itu, dia tidak berani membayangkannya. Dan Ibu menjelaskan bahwa dia bisa tegar, bukan karena itu, tapi karena dia mencintai Ayah Ji Ah.

“Bagaimana bisa dua orang yang menyedihkan akhirnya bertemu?” gumam Ji Ah. Lalu dia mulai menangis dengan sedih.


“Apa hubungannya kesengsaraan dengan cintamu?” balas Ibu, menenangkan Ji Ah. “Bukannya kalian saling mencintai karena kalian sengsara?” tanyanya.

Mendengar itu, Ji Ah menangis semakin keras. Dan Ibu ikut merasa sedih dan sakit. “Ji Ah. Terimalah lamarannya. Tidak masalah,” katanya. Lalu dia memeluk Ji Ah dan ikut menangis.

***


Didekat rel kereta api. Sung Hyun datang dari belakang dan memasangkan kalung ke leher Ji Ah. Lalu mereka berdua saling bertatapan dan berciuman dengan lembut.

***

Direl kereta api. Ji Ah  mengenang kenangan indah tersebut sambil tersenyum. Lalu Sung Hyun datang untuk melamarnya lagi. Dan Ji Ah menolaknya lagi.


“ Jika kamu adalah aku. Siapa yang ingin kamu ingat sampai saat terakhirmu?” tanya Sung Hyun dengan serius. “Jika aku, itu kamu. Aku pasti ingin menghabiskan saat terakhirku bersamamu.”

“Ini tidak benar. Biarkan aku sendiri saja,” balas Ji Ah dengan sedih. “Hentikan!’ pintanya. Lalu dia berbalik dan berjalan pergi.


Melihat itu, Sung Hyun berusaha semakin keras untuk menyakinkan Ji Ah supaya jangan ragu. Dia akan kehilangan ingatannya dan Ji Ah akan kehilangan hidup, dan semua manusia pasti akan mati sejak mereka dilahirkan. Jadi baginya jika mereka bisa bersama, selama tiga bulan saja, itu sudah cukup. Mereka bisa menjalani tiga bulan itu seolah- olah lima puluh tahun. Mereka bisa bahagia dan waktu yang mereka habiskan bersama, semuanya akan menjadi kenangan, dan itu cukup..


“Ji Ah, maukah kamu menikah denganku?” tanya Sung Hyun dengan bersungguh- sungguh.

Ji Ah diam dan menarik nafas. Lalu dia berbalik dan menatap Sung Hyun. “Apa itu benar- benar akan cukup?” tanyanya, memastikan.

“Mm.. itu cukup,” jawab Sung Hyun.

“Kalau begitu, ayo kita menikah,” kata Ji Ah, menerima lamaran Sung Hyun.


Sung Hyun kemudian mendekati Ji Ah dan memakaikan cincin dijarinya. Dan lalu Ji Ah balas memakaikan cincin di jari Sung Hyun. Akhirnya mereka berduapun menikah.

Seperti biasa, Sung Hyun bekerja membuat roti. Tapi saat sedang membuat roti, dia tiba- tiba lupa apa yang harus dilakukannya. Jadi dia membaca kembali buku catatannya. Barulah kue itu bisa jadi.



Setelah kuenya jadi, Sung Hyun memberikannya kepada Ji Ah untuk dicoba. Lalu setelah mencoba, Ji Ah mulai menilai. Konsep kue Sung Hyun bagus, bahkan bisa dinikmati oleh pasien kanker, sangat sehat, tapi harus sedikit lebih enak. Mendengar itu, awalnya Sung Hyun tersenyum, kemudian senyumnya menghilang.

“Yah, aku memang meminta kritik, tetapikamu tak kenal ampun,” keluh Sung Hyun. “Baiklah. Lainkali aku akan menaruh segenap hati dan jiwaku.”

“Lumayan,” balas Ji Ah sambil tersenyum.

Setiap malam, Sung Hyun akan membaca buku catatannya dan menghafalnya. Tapi itu sangat sulit, karena baru sesaat, dia akan lupa lagi.

Kehidupan pernikahan, Sung Hyun dan Ji Ah berjalan cukup baik. Walaupun Sung Hyun terkadang sering lupa, tapi Ji Ah bisa memakluminya.


Suatu saat, Sung Hyun menemukan dua butir obat di dalam liontin kalungnya, dan dia lupa obat apa itu serta merasa bingung. Lalu, Sung Hyun teringat perkataan seorang nenek yang ditemuinya dirumah sakit. Didalam film, pemeran utama menyembunyikan racun dilacinya untuk diminumnya. Mengingat itu, Sung Hyun menatap kalung liontin di tangannya.


“Sayang,” panggil Ji Ah, berdiri di dekat pintu kamar. “Apa itu?” tanyanya.

“Ah, bukan apa- apa,” jawab Sung Hyun. “Aku akan segera keluar.”

Kemudian setelah Ji Ah pergi, Sung Hyun memasukkan liontin tersebut ke dalam sebuah kantong plastik hitam dan lalu dia menaruhnya di dalam kotak, dan meletakkanya didalam sebuah tempat seperti kapsul.


Saat malam, ketika sedang bersih- bersih, Sung Hyun menemukan sesuatu yang dibungkus plastik putih dilantai. Lalu dia menaruh sesuatu itu ke dalam lemari dapur yang paling atas. Tampak plastik putih itu, berisikan obat, karena ada logo rumah sakitnya disana.

Tiba- tiba, Ji Ah yang berada di dalam kamar merintih kesakitan. Ketika Sung Hyun melihat itu, dia merasa panik. Dan dia segera mencari- cari di dalam lemari, dimana obat Ji Ah.

“Dapur!” kata Ji Ah dengan lemah.


Sung Hyun kemudian pergi ke dapur dan membongkar- bongkar setiap lemari yang ada didapur, tapi dia tidak bisa menemukan obat Ji Ah sama sekali. Dan dengan panik, dia memukul kepalanya sendiri untuk coba mengingat- ingat. Tapi dia sama sekali tidak ingat. Lalu saat dia membuka laci dapur paling atas, diapun menemukan obat Ji Ah.


Setelah semuanya berlalu, Sung Hyun duduk sendirian ditaman dan menyalahkan dirinya sendiri. Kemudian Ji Ah keluar dan duduk disebelahnya, menemaninya. Dia menghibur Sung Hyun bahwa ini bukanlah kesalahan Sung Hyun, tapi kesalahan dirinya sendiri, karena itu adalah obatnya.

“Aku menyimpannya dan aku lupa,” gumam Sung Hyun, merasa sangat bersalah.


Ji Ah kemudian berdiri dan memeluk Sung Hyun. “Jangan pernah menyesal untuk sesuatu seperti ini. Kamu hanya perlu berpikir untuk melindungi diri sendiri. Mengerti?” jelasnya.

Mendengar itu, Sung Hyun balas memeluk Ji Ah sambil meneteskan air mata secara diam.


Kehidupan Sung Hyun dan Ji Ah kemudian berjalan kembali seperti biasa. Namun semakin hari, kondisi Ji Ah semakin tambah lemah dan juga nafsu makan Ji Ah semakin berkurang. Dan Sung Hyun merasa stress melihat itu.

Suatu saat, hujan turun sangat deras. Dan Sung Hyun serta Ji Ah duduk di dalam rumah sambil menatap hujan diluar.


Sambil duduk bersama, Ji Ah menceritakan tentang Ayahnya. Alasannya menyukai hujan, itu karena saat hujan, dia merasa selalu bersama Ayahnya. Walaupun begitu, setiap kali dia memimpikan Ayahnya, dia masih saja menangis, karena dia merindukan Ayahnya. Dia memang tidak mengingat apa yang terjadi didalam mimpinya, tapi menghadapi emosi yang dirasakannya saat itu, masih saja menguras kesedihannya.

“Apa mungkin bisa memisahkan ingatan dan emosi? Jika kenangan hilang, bukankah emosinya juga akan hilang?” gumam Sung Hyun, bertanya.

“Tidak,” jawab Ji Ah. Lalu dia mulai menjelaskan, “Kenangan ada disini,” katanya sambil memegang kepala Sung Hyun. “Dan emosi ada didalam sini,” katanya sambil menyentuh dada Sung Hyun.

Mendengar penjelasan itu, Sung Hyun tersenyum. Dan Ji Ah balas tersenyum padanya.


Kemudian karena Ji Ah ingin memakan es krim, maka Sung Hyun pun pergi untuk membelinya. Dia pergi, sementara Ji Ah tinggal di dalam rumah dan menunggunya.


Awalnya, saat Sung Hyun pergi dari rumah, dia memakai payung. Tapi saat telah selesai belanja, dia lupa bawa dia ada membawa payung. Jadi diapun berlarian pulang, tanpa memakai payung. Dan melihat itu, penjaga toko merasa heran, ketika dia ingin mengingatkan Sung Hyun kalau payung Sung Hyun ketinggalan, Sung Hyun sudah terlanjur berlari terlalu jauh dan tidak terlihat lagi.

Ibu datang mengunjungi Ji Ah. Dan saat dia melihat Ji Ah, dia tampak terkejut.

Setelah berlari setengah jalan, Sung Hyun lupa dimana rumahnya.

Ji Ah dibawa ke rumah sakit. Dan dengan sedih, Ibu menangis.


Hujan telah berhenti, tapi Sung Hyun masih belum bisa menemukan jalan pulang. Lalu saat dia melihat es krim yang di belinya sudah mencair, dia merasa tambah frustasi dan stress.

Karena hanya ada satu orang yang bisa masuk ke dalam ruang rawat, maka hanya Ibu Ji Ah yang masuk ke sana untuk menemani Ji Ah. Tapi Sung Hyun sama sekali belum datang. Karena itu, Dong Chan pun berniat untuk mencarinya.


Setelah agak lama, Sung Hyun berhasil menemukan jalan pulang dan sampai dirumah.

“Sayangku … Han Ji Ah… “ panggil Sung Hyun, karena dia tidak melihat Ji Ah didalam rumah sama sekali. Lalu tepat disaat itu, Dong Chang datang. Dan Sung Hyun pun langsung bertanya padanya, dimana Ji Ah.

“Sung Hyun, kamu harus ikut denganku,” kata Dong Chan dengan susah payah dan sedih.

“Kemana? Apa maksudmu?” tanya Sung Hyun, bingung.

“Ji Ah… “

“Dong Chan, ada apa?”

“Dia baru saja… meninggalkan kita,” kata Dong Chan sambil menangis.

“Kemana? Dia pergi kemana? Ji Ah pergi kemana?” tanya Sung Hyun, selama sesaat dia tidak bisa menerima kenyataan. “Dimana? Dimana Ji Ah pergi!” teriaknya sambil mulai menangis.


Setelah Ji Ah tiada, Sung Hyun masih terus sering mengenang kenangan bersamanya. Lalu suatu saat, Sung Hyun tiba- tiba mengingat sesuatu, saat dia membaca catatan di ponselnya.


Sung Hyun pergi ke tempat pertama kali dia dan Ji Ah berciuman, yaitu disamping rel kereta api. Dia menggali tanah yang ada disana dan menemukan kapsul waktu yang tertanam.


Didalam kapsul waktu tersebut, ada kalung yang pertama kali dia berikan kepada Ji Ah dan juga sebuah ponsel. Melihat itu, Sung Hyun merasa agak kecewa dan mulai menangis.

Sore hari. Sung Hyun duduk ditaman dan membuka ponsel yang ditemukannya didalam kapsul waktu. Dan ponsel tersebut berisikan video dari Ji Ah.


“Sung Hyun, jika kamu menonton video ini. Tolong, pahami baik- baik apa yang aku katakan. Jangan pernah takut kehilangan ingatanmu. Percayalah bahwa kamu memiliki alam semesta di dalam dirimu. Semua momen yang kamu jalani akan tetap ada didunia itu. Dialam semesta yang luas dan didalam dirimu, aku akan kesana. Tentang kenangan, aku ingin menyimpannya sampai saat terakhir. Ini kedua kalinya aku menjawab ini, itu kamu. Orang yang ingin aku ingat sampai saat terakhir. Orang terakhir yang kulupa. Orang yang paling aku rindukan saat ini. Itu kamu. Semua waktu yang aku habiskan bersamamu sudah  cukup. Mereka lebih dari cukup. Dan itu membuatku senang. Terima kasih.”

Menonton video tersebut, Sung Hyun menangis dengan sedih.

“Dan terima kasih sudah mengingatku,” kata Ji Ah dengan tulus. “Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu,” katanya, berulang kali. “Aku pikir ini pertama kalinya aku memberitahumu, aku seharusnya melakukan lebih banyak,” katanya, merasa agak menyesal. “Sung Hyun, aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu.”

***

Stasiun Sendo

Sung Hyun menatap Ji Ah pergi.

Lalu Sung Hyun membuka liontin yang dimilikinya. Dan didalam liontin kecil tersebut terdapat foto Ji Ah. Kemudian dia melihat sesuatu yang pernah Ji Ah gambar.

***



Saat dulu Sung Hyun dan Ji Ah bermain- main bersama di dekat rel kereta api. Ji Ah bertanya, “Katakanlah kamu benar- benar kehilangan semua ingatanmu, apa yang ingin kamu ingat di saat terakhirmu?”

“Kamu,” jawab Sung Hyun, sangat pelan. Dan Ji Ah tidak bisa mendengar dengan jelas. “Jika itu terjadi padamu, apa yang ingin kamu ingat disaat terakhirmu?” balasnya, bertanya.


“Kamu tahu, itu sama,” gumam Ji Ah.

“Jadi ingatan apa yang ingin kamu simpan terakhir kali?” tanya Sung Hyun, ingin tahu.

“Kamu,” jawab Ji Ah. Lalu dia mulai berlari. Dan Sung Hyun mengejarnya sambil tertawa.

Post a Comment

Previous Post Next Post