Dirumah.
Xiaohu mencari- cari uang didalam kamar Ibunya, tapi dia tidak bisa
menemukannya. Malahan dia menemukan sebuah gelang merah, seperti yang dikenakan
Caijin. Kemudian tepat disaat itu, Ibunya pulang, jadi dia pun menyimpan
kembali gelang tersebut kembali ke kota perhiasan Ibunya.
“Kenapa kamu
lama kali turun dari atas?” tanya Yang
Yunmei sambil memberikan beberapa barang belanjaannya kepada Xiaohu.
“Cari uang,” jawab
Xiaohu, dengan jujur.
“Tapi aku
sudah memberikannya padamu,” balas Yang
Yunmei, heran.
Kemudian
Xiaohu pun menceritakan tentang Caijin kepada Ibunya. Lalu saat Yang Yunmei,
mendengar kisah Caijin, Yang Yunmei bersedia untuk membantu dan memberikannya
uang.
“Oh ya, ma.
Aku lihat didalam kotak perhiasan diatas, ada gelang,” kata
Xiaohu. Dan Ibu langsung memarahi Xiaohu, karena telah sembarangan membongkar
barangnya. “Aku tidak
akan berani lain kali. Tapi gelang itu persis sama seperti yang Caijin kenakan,” katanya,
bercerita.
“Apa yang
kamu katakan?” tanya Yang
Yunmei, tertegun.
Didepan
pintu masuk ke dalam desa, Yang Yunmei mengingat saat dulu dia berjalan ke sana
sambil mengendong Caijin.
Lalu Yang
Yunmei berjumpa dengan Caijin, dan dia memperhatikan gelang di tangan Caijin.
Dia mengingat kalau itu adalah gelang yang dikenakannya pada bayinya dulu.
Didalam
kamar. Ibu Xiahou duduk merenung. Kemudian dia mengambil gelang yang berada
didalam kotak perhiasannya.
Lalu Yang
Yunmei pergi mengunjungi rumah Caijin. “Apa Peng Caijin tinggal disini?” tanyanya
dengan lembut kepada Xiaocheng dan Chuntao.
“Iya,” jawab
Chuntao.
“Kalian orang
tuanya?” tanya Yang
Yunmei, memastikan.
“Benar. Ada
yang bisa kami bantu?” tanya
Chuntao dengan sopan. Dan Yang Yunmei diam, tidak tahu harus berbicara
bagaimana.
“Sebenarnya
apa yang kamu mau?” tanya
Xiaoheng, bingung.
Yang Yunmei
kemudian tiba- tiba langsung berlutut sambil menangis, dan Xiaocheng serta
Chuntao merasa terkejut. Lalu Yang Yunmei menjelaskan bahwa dia adalah pendosa
dan dia meminta maaf kepada mereka. Lalu dia memberitahu bahwa dia adalah Ibu
kandung Caijin. Mendengar itu, Xiaocheng dan Chuntao tertegun serta terdiam.
Kemudian
untuk membuktikkan perkataannya, Yang Yunmei menunjukkan kain yang sama yang
dulu dia pakaikan kepada Caijin. Juga gelang yang sama dengan Caijin. Melihat
itu, Xiaocheng dan Chuntao sangat terkejut.
“Caijin
adalah putriku. Aku mau memberitahumu bahwa … “ kata Yang Yunmei.
“Kamu ingin
mengambilkanya kembali? Tidak boleh! Tidak boleh!” teriak Chuntao dengan keras. “Sekarang
kamu mengatakan kamu Ibu kandungnya, tapi mengapa kamu melakukan itu kepadanya
pada saat itu? Hari itu begitu dingin, tapi kamu meninggalkannya begitu saja.
Bagaimana bisa Ibu kandung begitu kejam? Sekarang dia sudah besar dan kamu
hidup dengan nyaman, jadi kamu menyesalinya dan ingin mengambilnya kembali?
Biar kuberitahu kamu, tidak ada hal semudah ini. Dengarkan baik- baik, Caijin
milik kami, putri kami. Tidak ada yang boleh berani mengambilnya dariku,” jelasnya.
Lalu dia mengusir Ibu Xiahou untuk pergi dari rumahnya.
“Pergi dari
sini,” kata
Xiaocheng, ikut mengusir Yang Yunmei.
Dengan
sedih, Yang Yunmei pun pergi. Dan dia meninggalkan baju serta gelang bayi yang
dibawanya disana.
Selesai
mengumpulkan kayu bakar, Caijin pergi ke sungai dan mencuci tangan serta
wajahnya. Lalu saking lelahnya, dia kemudian ketiduran disana.
Dalam mimpi.
Caijin bermimpi kedua orang tuanya datang, dan mereka berdua tampak sehat serta
sudah bisa berjalan. Melihat itu, Caijin sangat senang sekali dan langsung
berlari memeluk mereka berdua.
Saat Caijin
terbangun, dia merasa kecewa, karena ternyata semuanya hanyalah mimpi saja.
Lalu dia mengambil kayu bakarnya dan pulang.
Dirumah.
Xiaocheng dan Chuntao mendiskusikan masalah Caijin. Keputusan yang mereka
berdua buat adalah untuk membiarkan Caijin bertemu dengan Ibu kandungnya supaya
Caijin tidak menderita bersama mereka. Dan ini adalah sebuah keputusan yang
sulit dan menyedihkan bagi mereka.
Ketika
Caijin pulang sekolah, dia melihat ada banyak makanan dimeja, dan dia merasa
heran ada apa. Dengan tersenyum, Xiaocheng menjelaskan bahwa mereka merasa
kalau Caijin sudah bekerja sangat keras, jadi mereka ingin menghadiahi Caijin.
Lalu Chuntao mengambilkan sayur untuk Caijin.
Dengan
senang dan lahap, Caijin memakan makanannya. “Kalian juga makan,” kata Caijin
sambil mengambilkan sayur untuk Xiaocheng dan Chuntao juga.
Namun
Xiaochen dan Chuntao tidak bisa makan dengan lahap, dan mereka berusaha untuk
menutupi rasa sedih mereka. Tapi Caijin tidak menyadari hal tersebut.
Malam hari.
Saat Caijin sudah tidur, Xiaocheng menulis sebuah surat. Chuntao menaruh
barang- barang Caijin ke dalam tas, termaksud gelang pemberian Ibunya dulu.
Kemudian dengan sedih, Chuntao menangis.
Caijin pergi
ke alamat yang diberikan kedua orangtuanya. Sesampainya dirumah Yang Yunmei,
Caijin bertemu dengan Xiaohu. Dan mereka berdua sama- sama merasa terkejut.
Lalu disaat itu, Yang Yunmei keluar dari rumah.
“Caijin,
mengapa kamu ke sini?” tanya Yang
Yunmei, senang.
“Halo, Bi. Ayahku menyuruhku untuk mengantarkan surat dan tas ke seseorang bernama Yang Yunmei,” jawab Caijin, menjelaskan.
Kemudian
dengan senang, Yang Yunmei mengundang Caijin untuk masuk ke dalam rumah. Lalu
dia pergi ke dalam kamar untuk membaca surat dari Xiaocheng.
Chuntao
duduk merenung dengan sedih. Begitu juga dengan Xiaocheng.
Selesai
membaca surat yang diberikan padanya, Yang Yunmei merasa sangat senang dan
bersemangat sekali.
Diruang
tamu. Caijin dan Xiaohu bermain bersama. Lalu Yang Yunmei datang dan memanggil
Caijin. “Gadisku!
Gadisku!”
“Ma,” panggil
Xiaohu, heran.
“Mama minta maaf
padamu,” kata Yang Yunmei
sambil memeluk Caijin. Dan dengan tidak nyaman, Caijin melepaskan dirinya dari
pelukan Yang Yunmei.
Kemudian
Yang Yunmei memberikan surat dari Xiaocheng kepada Caijin. Dan Caijin pun
membaca surat tersebut.
Yang
Yunmei, tolong beritahu Caijin bahwa kamu adalah Ibu kandungnya.
Caijin,
Ibu yang membuangmu, dia pasti memiliki alasan yang tidak bisa dikatakan.
Anakku, setiap Ibu didunia ini pasti mencintai anaknya. Anakku, Papa dan Mama
sekarang tidak punya apa- apa. Kami tidak boleh membebani mu lagi. Kamu harus
tinggal bahagia bersama Ibu kandungmu.
Peng
Xiaocheng.
Selesai
membaca surat tersebut, Caijin langsung berlari pulang ke rumah. Dan Yang Yumei
serta Xiaohu mengejarnya, lalu mengantarkannya pulang.
Namun
sesampainya dirumah, Xiaocheng dan Chuntao tidak ada disana lagi. Dan dengan
panik, Caijin berkeliling dan bertanya- tanya kepada tetangga- tetangga dimana
kedua orang tuanya.
“Caijin,
tenang,” kata Yang
Yunmei, menenangkan Caijin.
Akhirnya
dengan bantuan dari para warga, Caijin berhasil menemukan Xiaocheng serta
Chuntao.
“Pa, ma!” panggil
Caijin. “Caijin tidak
akan pergi! Caijin tidak akan pergi kemanapun! Kalian membesarkan Caijin, kalian adalah Ayah
dan Ibu kandung Caijin! Caijin tidak akan pernah meninggalkan kalian! Pa, ma,
kita pulang yuk!” ajaknya
sambil memeluk mereka dan menangis.
Kisah Caijin
yang ditulis oleh Guru Qiuxiang, menangkap
perhatian masyarakat. Karena itu banyak orang yang datang untuk memberikan
bantuan kepada Caijin dan keluarga. Pemberi bantuan terbesar adalah Mr. Xiong
Delong, warga didesa mereka yang pergi keluar negri, yaitu Indonesia. Dia
kembali ke desa untuk membantu keluarga Caijin.
Kisah kesalehan Peng
Caijin telah diakui dan dipuji oleh seluruh masyarakat. Dia dianugrahi banyak
gelar kehormatan, termaksud ’10 teratas pembuat
berita di Guandong’ dan ‘Nominasi Moral Nasional’.
Dalam kehidupan nyata,
Peng Caijin merawat keduaa orang tua angkatnya sampai mereka meninggal di tahun
2006 dan 2007
Ditahun 2010, Peng Caijin dengan bangga menjadi salah satu pembawa
obor Asian Games ke-16 yang diadakan di Guangzhou.