Pulang dari sekolah, Caijin merasa agak ragu
untuk meminta uang kepada orang tuanya. Lalu tiba- tiba dia tidak sengaja,
mendengar pembicaraan kedua orang tuanya yang berada di dalam kamar.
Uang yang tersisa dirumah ada sekitar 2000
yuan. Xiaocheng memperkirakan kalau uang ini mungkin bisa cukup untuk setengah
tahun. Tapi Chuntao tidak sependapat, karena uang ini belum termaksud uang obat
Xiaocheng dan uang sekolah Caijin.
“Ini salahku.
Aku bahkan tidak bisa membuat tahu sekarang,” kata Xiaocheng,
menyalahkan dirinya sendiri.
“Bagaimana
bisa menyalahkanmu? Aku yang telah menjadi beban untukmu. Dan Vendor Pan akhir-
akhir ini tidak datang,” balas
Chuntao sambil menghela nafas.
Chuntao kemudian mengambil gelang dari
Ibunya. Dia berencana untuk menjual gelang tersebut. Dan Xiaocheng tidak
setuju, karena ini satu- satunya peninggalan dari Ibu Chuntao.
Caijin yang berada diluar kamar dan mendengar
itu, dia diam dan menundukkan kepalanya.
Malam hari. Chuntao berdiskusi dengan
Xiaocheng. Dia ingin agar Caijin berhenti bersekolah saja, sebab keuangan
mereka sangat tipis sekarang dan lagian Caijin adalah perempuan, jadi tidak ada
gunanya belajar. Tapi Xiaocheng tidak setuju, karena menurutnya sekolah itu
sangat penting.
“Terserahlah.
Anggap aku tidak mengatakan apa- apa barusan,” kata
Chuntao, mengikuti perkataan Xiaocheng.
Disaat mereka berdua berdiskusi, Caijin
sebenarnya masih belum tidur. Jadi dia tidak sengaja mendengarkan pembicaraan
mereka berdua, dan dia merasa stres serta sedih untuk kedua orang tuanya.
Keesokan harinya. Xiaocheng memberikan uang
sekolah kepada Caijin. “Ambil ini,
dan belajarlah dengan baik. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan tentang uang,” jelasnya.
Mendengar itu, dengan ragu, Caijin menerima
uang yang Xiaocheng berikan. “Terima kasih, pa. Aku berangkat sekolah dulu,” katanya,
pamit. Lalu dia pergi.
Dalam perjalanan, Caijin teringat pembicaraan
kedua orang tuanya. Menyadari kesulitan kedua orang tuanya, dia merasa stress
dan khawatir. Jadi dia memutuskan untuk batal berangkat ke sekolah dan pergi ke
gunung untuk menggali beberapa tumbuhan liar.
Dalam perjalanan, Caijin teringat pembicaraan
kedua orang tuanya. Menyadari kesulitan kedua orang tuanya, dia merasa stress
dan khawatir. Jadi dia memutuskan untuk batal berangkat ke sekolah dan pergi ke
gunung untuk menggali beberapa tumbuhan liar.
Setelah agak sore, Caijin pulang dan menaruh
akar tumbuhan persik lima jari serta pakan babi, didekat kandang babi yang
berada diluar rumah. Lalu dia pulang ke rumah dengan membawa kayu bakar yang
diambilnya.
Keesokan harinya. Pagi- pagi, Caijin
memberikan makan babi. Lalu dia berangkat ke kota dengan membawa akar tumbuhan
persik lima jari untuk dijual. Dan dia pergi ke kota dengan menumpang mobil
yang lewat.
Disekolah. Guru Qiuxiang masuk dan kembali
mengajar.
Dikota. Caijin berjualan. Dan saat penjual
ayam disebelahnya ingin ke toilet serta meminta Caijin untuk membantunya,
dengan baik hati, Caijin mengiyakan. Jadi saat ada pembeli yang datang untuk
membeli ayam, Caijin membantu menjual ayam tersebut. Dan Caijin sangat pintar
serta jujur, saat menghitung kalau uang yang diterimanya berlebih banyak,
Caijin mengejar Bibi yang barusan membeli ayam dan mengembalikan uangnya.
“Aduh, aku
buru- buru, jadi salah. Terima kasih banyak ya, gadis kecil!” kata Bibi
pembeli ayam (Yang Yunmei), sangat berterima kasih.
Kemudian saat Paman penjual ayam kembali,
Caijin memberikan uang hasil jualan ayam kepadanya. Dan sebagai tanda terima
kasih, penjual ayam memberikan Caijin mie yang barusan dibelinya. Dan Caijin
menerima itu dengan senang.
Ketika sudah agak siang, dagangan Caijin
akhirnya laku semua.
Malam hari. Caijin diam- diam menghitung uang
hasil jualannya, dan dia sangat senang sekali dengan hasil yang didapatkannya.
Lalu diapun lanjut belajar.
Karena Caijin sudah seminggu tidak datang ke
sekolah, maka Guru Qiuxiang pun bertanya kepada Lingli. Dan Lingli merasa ragu
untuk bercerita tentang masalah Caijin, sebab dia sudah berjanji tidak akan
bercerita kepada siapapun. Mengetahui alasan Lingli, Guru Qiuxiang mengerti dan
tidak memaksa Lingli untuk bercerita, namun setelah pulang sekolah, dia ingin
Lingli membawanya ke rumah Caijin. Dan Lingli pun mengiyakan.
Saat Guru Qiuxiang dan Lingli datang ke
rumah, akhirnya Xiaocheng dan Chuntao menjadi tahu kalau selama beberapa hari
ini Caijin tidak ada datang ke sekolah. Dan mereka berdua sangat terkejut,
karena setahu mereka, setiap hari Caijin selalu berangkat ke sekolah.
Lalu tepat disaat itu, Caijin pulang sambil
membawa kayu bakar. Dan saat Caijin melihat Guru Qiuxiang, dia merasa takut-
takut menatap Guru Qiuxiang serta kedua orang tuanya. Sebab dia tahu, kalau
kebohongannya sudah ketahuan.
“Kemana kamu pergi?” kata Chuntao, bertanya. Dan Caijin diam
sambil menundukkan kepalanya.
“Aku pikir kamu pergi ke sekolah setiap hari,
tapi kamu malah bolos!” kata Xiaocheng, merasa kecewa. Dan Caijin
diam sambil tetap menundukkan kepalanya.
Kemudian dengan lembut, Guru Qiuxiang
memanggil Caijin untuk berdekat. Lalu dia bertanya padanya, “Beritahu Ibu, apa yang kamu lakukan?”
Akhirnya
dengan jujur, Caijin menjelaskan bahwa dia memang tidak pergi ke sekolah, itu
karena dia belum membayar uang sekolah. Dan Xiaocheng memang ada memberikannya
uang, tapi dia tidak bisa menggunakan uang itu, karena uang itu bisa digunakan
untuk biaya hidup mereka sehari- hari dan obat Ayahnya.
Mengetahui
itu, Chuntao merasa stress dan bersalah. “Kami sudah bilang kamu tidak perlu khawatir
tentang uang.”
“Kalian semua
sakit dan tidak bisa bekerja, jika aku tidak peduli, siapa lagi yang akan
peduli?”balas
Caijin.
Kemudian
Caijin memberikan uang yang selama ini dikumpulkannya untuk membayar uang
sekolah kepada Guru Qiuxiang. Dan
melihat uang itu, Chuntao mempertanyakan Caijin, darimana asal uang itu. Dan
Caijin pun menjawab bahwa uang ini adalah hasil dia menjual tumbuhan obat.
“Cukup. Uang ini
lebih dari cukup,” kata Guru Qiuxiang sambil memeluk Caijin dengan lembut. “Caijin,
besok datang ke sekolah ya?”
“Iya,” jawab
Caijin sambil mengangguk.
Keesokan
harinya, Caijin masuk ke sekolah. Didalam kelas, Guru
Qiuxiang menyuruh
Caijin untuk membaca essay yang telah Caijin tulis. Dan Caijin berdiri serta
diam. Lalu Guru Qiuxiang pun meminta
bantuan Lingli untuk membacakan essay tulisan Caijin. Dan Lingli pun berdiri.
“Papa ku dan
Mama ku,” kata
Lingli, membaca essay Caijin. Lalu dia berhenti.
“Mengapa
berhenti?” tanya Guru Qiuxiang.
“Bu Guru,
tidak ada lanjutannya lagi,” jawab
Lingli. Dan murid- murid menertawai Caijin. “Mengapa kalian tertawa? Kalian tidak tahu
apapun,” kata
Lingli, memarahi semuanya. Dan Caijin memberikan kode supaya Lingli jangan
mengatakan apapun. Tapi Guru Qiuxiang memberikan
kode untuk Lingli agar lanjut berbicara saja.
Karena Guru Qiuxiang mendukung, maka Lingli pun mulai berbicara
lagi. Dia memberitahu semuanya bahwa Caijin memang tidak ada menyelesaikan
essay ini, tapi ini karena Caijin tidak memiliki waktu. Selain harus belajar,
Caijin juga memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Intinya,
mereka punya orang tua yang menjaga mereka. Tapi Caijin berbeda, Caijin yang
harus menjaga kedua orang tuanya. Bahkan Caijin harus berlari pulang setiap
istrihat untuk membuang air kencing didalam tempat kencing. Namun tanpa tahu
apapun, mereka semua malah menertawai Caijin. Kepadahal diantara mereka semua,
hanya Caijin yang menghasilkan uang sekolah sendiri.
“Lingli benar,” kata Guru Qiuxiang sambil memegang bahu Caijin. “Ini adalah
Caijin kita. Dia memang tidak menyelesaikan essay karangan nya, tapi dia
menyelesaikannya dengan tindakan,” jelasnya kepada semua murid didalam kelas.
Mendengar
itu, satu persatu didalam kelas berdiri dan menawarkan diri untuk membanu
Caijin. Mereka bisa mengumpulkan kayu bakar, memberi makan babi, dan mencuci
baju juga. Bahkan ada yang tinggal didekat klinik, jadi mereka bisa membantu
Caijin untuk mengambil obat disana.
Melihat
kebaikan teman- temannya, Caijin merasa sangat tersentuh sekali dan tersenyum
senang.
Kemudian
dihari libur, Guru Qiuxiang dan
beberapa murid datang ke rumah Caijin untuk membantu pekerjaan rumahnya. Bahkan
Xiaohu juga datang membantu. Karena hal itu, semua pekerjaan rumah Caijin pun
menjadi cepat selesai.
Tidak hanya
sampai disitu. Guru Qiuxiang juga
membantu Caijin, dengan cara menuliskan kisah Caijin untuk diberikan ke media.
Dan suami Guru Qiuxiang sangat
mendukung tindakan baik Guru Qiuxiang.
Beberapa
hari kemudian, Dokter datang ke rumah untuk memeriksa kondisi Xiaocheng. Dan
hasilnya, ada kemungkinan besar Xiaocheng mengalami Paraplegia (kelumpuhan yang
memengaruhi semua atau sebagaian batang tubuh, tungkai, dan organ panggul).
Saat Chuntai
dan Caijin mengetahui hal itu, mereka berdua sama- sama merasa sedih sekali dan
tidak berdaya.
Lalu mulai dari saat itu, setiap malam, Chuntao dan Caijin membantu Xiaocheng berolahraga. Dengan cara, menaruh kain ditubuhnya, dan menarik naik turun secara terus menerus.