Sinopsis K-Drama : Bulgasal : Immortal Souls Episode 02 part 2

 

Sinopsis K-Drama : Bulgasal : Immortal Souls Episode 02 part 2

SEMUA KARAKTER, TEMPAT, GRUP, PERISTIWA DAN ORGANISASI ADALAH FIKTIF



Sang Yeon membawa Sang Un untuk menginap sementara di sebuah motel. Dia benar-benar penuh perisapan. Dia sampai menggembok pengait pengaman hotel dan memastikan pintu nggak bisa dibuka. Dia juga memeriksa semua jendela dan menutup gordennya rapat-rapat. Sang Un hanya berdiri bingung melihat semua tingkah kakaknya yang aneh. Saat dia menanyakan mengenai supir tadi, Sang Yeon menjawab kalau supir itu bukan manusia. Supir itu mungkin sekarang terlahir sebagai manusia, tetapi dahulu dia itu monster. Supir itu mengincar jiwanya. Bukankah saat di bus tadi, Sang Un merasa merinding dan tangannya gemetar, bukan? Itu karena dia juga bisa merasakan dan mengenali manusia yang dulunya adalah monster.


Sang Un nggak mengerti sama sekali dengan penjelasan Sang Yeon. Dia malah lebih takut pada Sang Yeon yang terus saja memegang pisaunya. Apa dia selalu membawanya? Apa mereka tidak bisa melaporkan apapun yang mengincar Sang Yeon pada polisi?

“Tidak ada gunanya. Jangan percaya polisi,” tegas Sang Yeon.

Sang Un makin bingung. Apa alasan Sang Yeon di kejar-kejar? Dan jawabannya, karena orang itu menyimpan dendam padanya pada kehidupan sebelumnya. Dia kan sudah bilang kalau dia ingat semuanya, meskipun Sang Un nggak percaya padanya. Mereka tidak boleh pulang atau menghubungi siapapun karna ‘dia’ memburu mereka. Supir bus tadi bahkan bukan apa-apa. Yang paling mengerikan adalah Bulgasal.

Walau sudah mendengar penjelasan Sang Yeon, Sang Un tetap saja merasa semua hanyalah omong kosong kakaknya. Dia nggak peduli dan mau menghubugi Ibu!! Emosi Sang Yeon jadi meluap dan menyalahkan Sang Un. Ini alasannya melarangnya berkeliaran di luar dan menyuruh menutupi wajah! Wajah mereka sama, jadi, mereka bisa mengenalinya! Jika Bulgasal menemukan mereka, mereka semua akan mati!!

“Kau pikir aku mau terlahir dengan wajah yang sama denganmu? Apaan ini semua? Aku tidak melakukan apapun, tapi kenapa aku harus terus kabur? Kau sangat aneh seperti yang dikatakan teman-temanku! Sepertinya kau sudah gila!! Bulgasal atau apapun itu, itu semua bohong!” teriak Sang Un, emosi.




Dia nggak tahu kalau rasa takut Sang Yeon adalah karena dia ingin melindungi mereka semua. Sang Yeon memiliki bekas luka di pundak nya dan semua ingatan masa lalunya. Termasuk saat Hwal menusukkan pedang padanya.



Di pagi-pagi buta, Sang Yeon sudah membangunkan Sang Un dan membawanya ke sebuah tempat. Sebuah desa. Mereka pergi ke sebuah rumah yang asing bagi Sang Un, tapi tidak bagi Sang Yeon. Dia bilang itu adalah rumah teman lamanya yang akan membantu mereka. Tapi, yang tinggal di rumah itu hanyalah seorang wanita paruh baya. Anehnya, saat wanita itu melihat wajah Sang Yeon, dia menangis terisak-isak dan memanggilnya “Eonni.



Mereka di berikan makan. Hanya Sang Un yang makan, sementara Sang Yeon bicara dengan wanita tersebut, Kim Go Bun. Entah apa yang mereka bicarakan, Sang Un tidak bisa mendengarnya. Yang jelas, Go Bun terus menangis. Dan saat menyadari kalau Sang Un melihat mereka, Go Bun langsung menutup pintu pembatas ruang.


Sambil menunggu mereka selesai bicara, Sang Un berdiri di taman. Tidak lama, Sang Yeon keluar dan menyuruh Sang Un tinggal sementara di situ sementara dia pergi. Sang Un mana mau dan canggung juga tinggal di rumah orang asing. Sang Yeon nggak peduli dan menyuruhnya tetap di sana daripada mereka berdua dalam bahaya. Lebih baik dengarkan perkataannya. Dia juga menegaskan agar Sang Un tidak menghubungi orang rumah dan jangan kembali ke rumah.

“Jika tidak, keluargamu akan mati karenamu!” peringati Sang Yeon.

“Mati? Keluargamu? Mereka juga keluargamu, kak Sang Yeon.”


Sang Yeon nggak peduli protes Sang Un. Dia hanya ingin Sang Un berjanji tidak akan pulang ke rumah. katakanlah!! Setelah di paksa, Sang Un akhirnya berjanji. Tapi, dia tetap ingin tahu mau kemana Sang Yeon pergi?

“Aku harus kembali dan mengakhiri karmaku. Ini kesempatan terakhirku. Aku harus menemukan pedang yang bisa membunuh Bulgasal. Pedang yang membunuhku 600 tahun lalu,” jawab Sang Yeon dan pergi begitu saja.


Yang mengerti hanyalah Go Bun. Dia berujar kalau Sang Yeon terlahir dengan kesialan. Hari pun berlari. Di tengah malam, setelah memastikan Go Bun sudah tertidur lelap, Sang Un diam-diam keluar kamar dan menelepon Ibunya. Sambil menangis, Sang Un mengabari keadaannya dan juga pesan Sang Yeon yang melarangnnya pulang kalau tidak mau seluruh keluarga mereka mati. Dia sekarang bingung harus gimana dan sangat ketakutan.



Sebagai seorang Ibu, mana mungkin Ibu bisa tenang. Dia menenangkan Sang Un dan menyuruhnya memberitahu ada di mana sekarang. Dia akan pergi menjemputnya.


Begitu menyelesaikan telepon, Sang Un langsung membereskan barang-barangnya. Dia akan kabur dari sana dan kembali ke rumah. Baru juga mau melangkahkan kaki keluar pintu, dia malah ketangkap basah sama Go Bun yang melarangnya pergi. Dia mengingatkan pesan Sang Yeon tadi pagi. Sang Un nggak peduli. Dia mendorong Go Bun hingga terjatuh dan berlari sekencang mungkin kabur dari sana. Dia sudah membuat janji ketemu dengan Ibunya di sebuah terminal bus.


Seperti yang dijanjikan, Ibu menjemputnya dan membawanya pulang. Apartemen mereka berada di lantai atas. Anehnya, entah kenapa, tangga apartemen malah ditutup dengan alasan perbaikan sehingga mereka harus menggunakan tangga lain. Si Ho dititipkan di rumah saudara. Tidak di sangka, Sang Yeon ternyata ada di depan apartemen. Dia sangat marah karena Sang Un mengabaikan peringatannya. 



Dalam kemarahannya, dia mulai berteriak menyuruh keduanya untuk kabur jika tidak mau mati. Dia juga berteriak kalau dia bukanlah anak Ibu! Ucapannya sangat menyakiti hati Ibu. Bersamaan dengan hal tersebut, semua lampu tiba-tiba saja mati. Dari arah bawah, terdengar suara mengerikan yang sulit dijelaskan. Mereka tidak bisa kabur lagi selain kembali ke rumah dan mengunci pintu. Ibu mulai menelepon polisi untuk meminta bantuan. Sang Yeon menarik Sang Un ke depan sebuah lemari. Dia sudah memegang palu dan siap membobol dinding pembatas dengan rumah apartemen sebelah.

“Jika makhluk itu masuk ke sini, kaburlah lewat sini ke rumah sebelah,” perintah Sang Yeon.




Sang Un masih saja terdiam mematung. Dia sangat takut sekarang sekaligus merasa bersalah karena sudah mengabaikan peringatan kakak kembarnya tersebut. Sebelum dia sempat mengucapkan permintaan maaf, pintu rumah mereka sudah di dobrak-dobrak dengan keras. Sang Yeon semakin mempercepat pembobolannya. Sial! Dinding rumah yang dibobolnya agar mereka dapat masuk ke rumah sebelah, ternyata terhalangi oleh sebuah lemari besi milik rumah sebelah. Mereka tidak bisa kabur.


“Dengar. Aku akan menahan dia dan mengulur waktu untukmu, kau kaburlah dengan Ibu,” arahkan Sang Yeon.

“Bagaimana dengan kakak?”

“Aku tak bisa apa-apa. Ini kesempatan terakhirku.”

“Kesempatan terakhir apa?” tanya Sang Un.

“Aku tak bisa bereinkarnasi lagi.”

Ibu sudah sangat panik dan ketakutan berteriak menyuruh orang yang mendobrak pintu agar berhenti. Namun, percuma saja. Karena yang mendobrak bukanlah manusia melainkan Bulgasal. Sang Yeon menyuruhnya berhenti dan masuk ke kamar untuk bersembunyi sementara dia mengulur waktu. Tapi, mana mungkin Ibu membiarkan anaknya yang melindunginya. Dia yang akan melindungi mereka. Cepatlah bersembunyi di kamar.



Sang Yeon memaksa Sang Un untuk bersembunyi di dalam lemari baju meskipun Sang Un masih saja menolak. Dia menegaskan agar Sang Un tidak keluar dari sana. Dia juga menutupi wajahnya dengan masker.

“Dengar. Kau harus tetap hidup. Hiduplah bersembunyi. Jangan percaya pada siapapun. Lalu… cari cara untuk membunuh Bulgasal.”

“Apa itu? Bagaimana cara menemukannya?”

“Kau bisa tahu saat melihatnya. Itu adalah…”


Seiring dengan ucapannya, Bulgasal sudah berhasil masuk ke dalam. Penampilannya yang menyeramkan membuat Ibu menjerit keras penuh ketakutan. Sang Yeon yang mendengar suara jeritan itu, langsung menutup pintu lemari rapat-rapat dan keluar untuk menolong Ibunya. Namun, percuma. Dia hanya manusia biasa sekarang, bukan lagi Bulgasal. Dari dalam lemari, Sang Un bisa mendengar suara jeritan, suara cabikan dan suara mengerikan lainnya. Benar-benar mengerikan. Setelah beberapa saat, suasana tiba-tiba menjadi hening.



Sekali lagi, dia mengabaikan pesan Sang Yeon dan malah keluar dari dalam lemari. Dengan pelan, dia melangkah keluar dari dalam kamar. Pemandangan di depan matanya, membuatnya bergidik ngeri. Darah terciprat hingga ke dinding dan berceceran memenuhi lantai. Ibu dan Sang Yeong terbaring bersimbah darah dengan luka sobek dileher dan tubuh mereka. Dan dihadapan mereka, berdiri sosok pria berhoodie hitam. Sang Yeon masih hidup meskipun terluka sangat parah. Bahkan disaat-saat terakhirnya, dia masih sempat memberi tanda pada Sang Un agar lari. Air mata menetes dari mata Sang Yeon, menunjukkan teramat besar ketakutannya.

Sang Un lagi dan terus menerus mengabaikan kakaknya. Alih-alih kabur sesuai yang dikatakan kakaknya, dia malah memilih mengambil pisau kakaknya yang ada di lantai dan menyerang pria berhoodie tersebut padahal pria itu awalnya tidak melihat dirinya.



Pagi menyingsing,

Semua tetangga berkumpul di bawah apartemen. Polisi dan ambulans tiba. Di dalam rumah, tiga tubuh terbaring di lantai yang dipenuhi darah. Dan satu-satunya yang hidup, yang mampu bertahan adalah … Min Sang Un.



Kejadian tersebut begitu traumatis bagi Sang Un. Saat detektif menginterongasinya terkait kasus pembunuhan di rumahnya, dia hanya terus diam. Sekarang, dia hidup ketakutan dan penuh rasa penyesalan. Dia masih ingat pesan terakhir dari kakaknya agar kabur, hidup bersembunyi, jangan percaya siapapun dan carilah cara membunuh Bulgasal.



Saat itu, sosok pria berhoodie hitam, Hwal, juga tiba di rumah sakit. Dia terlambat selangkah. Saat tiba, Sang Un sudah kabur dari rumah sakit tersebut.


Sang Un kabur dengan membawa Si Ho ke rumah Go Bun. Untunglah, Go Bun masih mau menerimanya dan Si Ho, adiknya.


15 tahun kemudian, masa kini,

Setelah pencarian panjang, Hwal menemukan informasi mengenai rumah Go Bun. Sayangnya, saat dia tiba, rumah itu sudah dalam keadaan kosong melompong. Tetangga di sana memberitahu kalau rumah itu dulunya ditinggali sama seorang nenek dan kedua cucunya. Namun, mereka menghilang suatu hari. Seperti melarikan diri di tengah malam seolah dikejar lintah darat.




Sang Un kini sudah tumbuh menjadi wanita dewasa. Dan memang dia adalah reinkarnasi dari Bulgasal wanita yang selama ini di cari oleh Hwal. Sosok mereka sangat mirip. Seperti pesan Sang Yeon, Sang Un hidup dengan bersembunyi. Dia juga menyamarkan namanya di tempat kerja menjadi Hyeon Ju. Dia membiayai hidup dengan bekerja sebagi penatu, saat ini. Banyak hal mengenai dirinya yang dia sembunyikan dari orang-orang. Selain nama, dia berbohong kalau dia sudah menikah. Dengan sikap supelnya, dia dengan mudah berbaur dengan para pekerja.



Dia masih sering merindukan Ibu dan kakaknya. Makanya, hari ini, setelah 15 tahun, dia datang untuk terakhir kalinya ke apartemen tersebut sebelum apartemen itu dibongkar. Pergi ke sana, mengingatkan Sang Un pada peristiwa traumatis di malam itu, alih-alih kenangan membahagiakan yang pernah mereka lalui. Tanpa bisa dicegah, air matanya terus mengalir keluar dan ketakutan mengalir di sekujur tubuhnya.


Penyesalan terbesar yang dirasakannya adalah tidak sempat meminta maaf pada sang Yeon karena tidak mempercayainya, karena sudah menyebutnya gila. Maaf karena baru datang kembali sekarang.



“Aku masih hidup sekarang dan hidup bersembunyi. Aku juga tak percaya siapapun. Namun, kak… aku tak ingat perkataanmu setelah itu padahal sepertinya itu penting,” tangis Sang Un karna tidak bisa ingat petunjuk untuk membunuh Bulgasal yang diberitahukan oleh Sang Yeon. Dia sudah berusaha mengingatnya, namu, karna ketakutan yang dirasakannya saat itu, dia tidak bisa ingat apapun.


Saat itu, terdengar suara orang yang mencoba membuka pintu. Orang tersebut adalah Hwal. Sang Un mulai merasakan déjà vu.



  

Post a Comment

Previous Post Next Post