Sinopsis
K-Drama : Tomorrow Episode 06 part 1
Kali
ini, Kaisar Giok memanggil Koo Ryeon untuk menemuinya di taman bunga
pribadinya. Di sana, dia menceritakan mengenai bunga adalah makhluk hidup apa
adanya yang menampilkan sesuai apa yang mereka dapatkan. Jika mendapatkan
matahari, mereka akan mekar. Jika tidak, mereka akan layu. Setelah menceritakan
itu, Kaisar Giok baru ke topik utama. Kasus bunuh diri yang akan ditangani oleh
Koo Ryeon kali ini, akan dilakukan bersama tim Pengawal. Target kali ini adalah
Lee Young Chun, berusia 91 tahun yang hidup sendiri. Dia meminta Koo Ryeon
mengurus kasus ini bersama tim Pengawal karena Lee Young Chun sudah ditakdirkan
untuk meninggal besok. Pada umumnya, semakin tua seseorang, dia akan berharap untuk
hidup lebih lama, namun, keinginan terakhir Lee Young Chun adalah bunuh diri.
“Kurasa,
di dalam hidupnya ada luka yang masih
belum sembuh atau penyesalan,” pendapat Koo Ryeon.
Dan
karena alasan itulah, Kaisar Giok berharap kalau Young Chun tetap hidup hingga
ajal menjemputnya (karna bayangkan, dia sudah hidup dengan sangat lama dan
besok adalah kematiannya. Jika dia bunuh diri sehari sebelum kematiannya,
bukankah semua amal yang sudah dilakukannya semasa hidup akan menjadi sia-sia
dan dia akan masuk neraka?). Dia memerintahkan Koo Ryeon untuk menyembuhkan
luka yang tak bisa disembuhkan Young Chun selama ini dalam satu hari.
Setidaknya, buatlah dia tahu bahwa hidupnya berarti.
Episode 4
: Jiwa yang menjadi Bintang
Di
hari yang cerah seperti ini, lagi dan lagi, Jun Woong malah memancing emosi
Ryung Gu. Suasana lagi tenang nih dan dia malah menanyakan mengenai Koo Ryeon
yang belum kembali dari menemui Kaisar Giok. Dia berharap kalau mereka bisa
mendapatkan personel tambahan. Eh, pas tahu mereka tidak mungkin mendapatkannya
karena tidak akan ada yang mau masuk tim MR, Jun Woong malah menyebut kalau tim
MR adalah tim buangan di Jumadeung. Lebih keren bekerja di tim Pengawal yang
memakai jas. Btw, sejak kapan Ryung Gu bekerja di Jumadeung? Saat tahu Ryung Gu
sudah bekerja sejak zaman dinasti Joeson, Jun Woong malah tertawa, tidak
percaya. Ckckck. Dia baru percaya saat Koo Ryeon yang bilang kalau dia sudah
bekerja sejak Invasi Qing ke Joseon.
Daripada
membahas topik yang nggak begitu penting, Koo Ryeon memulai rapat atas kasus
kali ini. Mereka harus menolong kakek yang hendak bunuh diri hari ini karena
besok sudah hari kematiannya dan menolongnya mencari arti hidup sebelum besok
dia meningal. Waktu mereka tidak banyak sekarang. Mereka harus bergegas.
Tempat
tinggal Young Chun berada di arena kumuh dengan jalan mendaki. Padahal masih
muda, tapi Jun Woong sudah ngos-ngosan. Saat mereka tiba, rumah Young Chun
dalam keadaan kosong dan tidak terkunci. Isi rumah dalam keadaan berantakan.
Koo Ryeon memutuskan agar mereka membersihkan tempat itu terlebih dahulu,
sebelum pergi mencari tn. Lee Young
Chun. Untuk bersih-bersih, mereka butuh peralatan. Di rumah tersebut, nggak ada
peralatan bersih-bersih sama sekali. Dan untuk membeli peralatan, mereka harus
ke kedai yang letaknya cukup jauh dibawah. Yang artinya, kalau kembali, mereka
harus kembali menaiki jalan mendaki dan pastinya… capek. Setelah sindiri
menyindir antara Koo Ryeon dan Ryung Gu, Jun Woong paham kalau mereka mau
menyuruhnya yang pergi berbelanja.
Baru
juga selesai belanja dan keluar minimarket, Jun Woong malah melihat pejalan
kaki ibu dan anak yang sedang membicarakan seorang kakek yang mendorong gerobak
berisi barang-barang bekas. Ibu anak itu mengatai kalau kakek itu memungut
sampah karena tidak rajin belajar semasa muda. Makanya, anaknya harus rajin
belajar kalau tidak mau menjadi seperti kakek tersebut.
Ucapan
mereka juga keras hingga Jun Woong saja bisa mendengarnya. Mustahil kalau kakek
tidak dengar. Jun Woong saja merasa kesal dan merasa kalau ucapan mereka
terlalu kelewatan. Daripada hanya diam, lebih baik dia membantu kakek tersebut
mendorong gerobak karena jalan memang agak menanjak. Kakek dengan sopan menolak
bantuannya. Saat mereka bicara itulah, Jun Woong baru melihat wajah kakek
dengan jelas. Kakek itu adalah tn. Lee Young Chun.
Tidak
butuh waktu lama, Jun Woong udah akrab sama tn. Lee. Dia berbohong kalau
dirinya adalah petugas dari kecamatan dan memang berniat menemui Kakek. Sambil
berjalan, Jun Woong membicarakan kawasan tempat tinggal kakek yang terlalu
sepi. Kawasan tempat itu dulunya ramai, namun, sudah banyak yang pindah karna
tempat itu akan dijadikan pembangunan. Kakek belum pindah karena kompensasi
yang ditawarkan padanya terlalu kecil. Uangnya tidak cukup jika dia mau pindah
tempat. Lagipula, dia sudah lama tinggal di sini dan umurnya juga udah nggak
panjang.
Baru
juga dibicarakan, muncullah sekelompok pria bertampang preman. Mereka sudah
sering menemui Kakek dan memaksanya untuk pindah dari kawasan sana. Sikap
mereka sangat kasar dan kurang ajar hingga membuat Jun Woong merasa marah.
Padahal kakek mengenakan topi yang menandakan kalau dia adalah veteran perang,
tapi bagi para preman itu, kakek hanyalah orang yang menghalangi negara mereka
untuk berkembang. Jun Woong udah berusaha menahan emosinya karna ditahan sama
kakek, tapi dia nggak tahan saat mereka memukul mukul kepala kakek dengan topi
dan membuang semua kardus bekas yang sudah dikumpulkannya.
Alhasil,
Jun Woong bonyok. Yang tentu saja, pas kembali dia langsung dimarahi sama Koo
Ryeon. Berbeda dengan Jun Woong yang berbohong kalau mereka berasal dari
kecamatan, Ryung Gu dengan jujur memberitahunya kalau mereka adalah Malaikat
Maut. Mereka juga memberitahu kalau dia akan mati besok. Kakek terkejut dan
setengah tidak percaya. Tapi, sikapnya masih amat sangat tenang. Koo Ryeon yang
mengajaknya bicara berdua di dalam rumah sementara Ryung Gu dan Jun Woon
menunggu diluar. Jun Woong jadi penasaran, mau tahu bagaimana kakek akan
meninggal nantinya? Dia akan meninggal karena penyakit akutnya.
Meskipun
terdengar tidak masuk akal kalau Malaikat Maut menemuinya, kakek tetap
mempercayai mereka karena dia bisa merasakan aura mereka berbeda. Nggak pakai
basa basi, Koo Ryeon langsung bilang kalau mereka datang untuk menyelamatkan
Kakek yang berencana bunuh diri. Namun, masa hidupnya hanya tersisa sehari.
Jika dia ingin melakukan sesuatu atau ingin melihat sesuatu, mereka akan
mengabulkannya. Kakek tidak menyangkal mengenai keinginannya yang akan bunuh
diri. Beberapa pekan lalu, dia melihat berita mengenai salah satu tetangganya
yang ditemukan mati sendirian. Tubuhnya membusuk dan hanya tersisa tulang. Saat
mendengar berita itu, dia jadi memikirkan banyak hal. Dia berpikir kalau dia
mungkin akan berakhir seperti itu juga. Hanya menunggu tanpa tahu kapan akan
meninggal adalah hal menakutkan. Karna itulah, dia mencari cara untuk bisa
meninggalkan dunia dengan tenang. Sekarang, kakek sudah tahu kalau waktunya
tinggal satu hari lagi dan yang diinginkannya adalah melakukan hari seperti
biasa.
Kakek
akan lanjut bekerja, mencari kardus bekas dan menjualnya ke pengepul sebelum
matahari terbenam. Dari tatapan Koo Ryeon, terlihat kalau dia merasa kasihan
pada Kakek. Dia nggak membiarkan Kakek sendirian dan menawarkan diri agar
mereka diizinkan untuk menemaninya hingga hari terakhir.
Jun
Woong yang tahu keinginan Kakek, tidak mengerti kenapa Kakek malah ingin
menghabiskan hari terakhir dengan bekerja, bukannya beristirahat di rumah atau pergi
ke tempat yang bagus. Kakek hanya menjawab kalau dia mau merekam semuanya
dengan matanya untuk terakhir kalinya. Hidup kakek benar-benar sulit. Sepanjang
jalan yang mereka lewati, tidak terlihat ada kardus bekas yang bisa
dikumpulkan. Misalnya ada pun, kardus-kardus bekas yang disusun rapi oleh
pemilik rumah di depan rumah untuk di bawa pengepul, sudah diambil terlebih
dahulu sama mereka yang mengendarai mobil bagus. Mereka yang melakukan itu,
biasanya hanya iseng sebagai ganti olahraga. Padahal, untuk orang seperti
Kakek, itu adalah salah satu cara menyambung hidup. Setelah berjalan cukup
jauh, akhirnya mereka menemukan kardus bekas yang tidak diambili orang. Kakek
bersikap optimis dihadapan mereka dengan bilang kalau orang-orang pasti tidak
melihat kardus tersebut. Padahal, dari sekilas pandang, kita juga tahu alasan
kardus itu tidak diambil karena kardus itu kotor, bau dan bercampur dengan
sampah. Tidak ada yang mau memungutnya. Meskipun menjijikan, Koo Ryeon dkk
tetap membantu memungut kardus tersebut, menggantikan Kakek. Melihat yang
mereka lakukan, Kakek benar-benar merasa berterimakasih.
Semua
barang yang sudah dikumpulkan tersebut, di antar ke pengepul terakhir. Tempat
itu juga tidak lama lagi akan ditutup karena pemilik tempat sudah nggak tahan setiap
hari diancam oleh preman untuk pergi. Pemilik tempat itu sangat akrab dan baik
pada Kakek. Sayangnya, ketika dia harus membayar apa yang dibawa kakek, dia
hanya bisa dengan jumlah sedikit. Koo Ryeon dkk langsung ngamuk memintanya
untuk menghitung ulang. Kakek lah yang menenangkan mereka. Kakek juga paham
kalau pemilik tempat kesulitan dan tidak bisa membayarnya, apalagi setiap kali
membayar, pemilik tempat selalu meminta maaf karena tidak bisa membayar lebih.
Dan sebagai hadiah terakhir sebelum dia pergi, dia tidak menerima bayarannya
dan sebaliknya, memberikan uang simpanannya kepada pemilik tempat. Uang itu
bisa dia gunakan untuk membelikan anak-anaknya makanan enak. Pemilik tempat
langsung menolak dan merasa nggak pantas menerimanya karna dia juga sadar kalau
kakek kesulitan.
“Saat
yang lebih tua memberimu uang, ucapkan terimakasih dan terimalah,” ujar Kakek.
“Aku sudah lama ingin memberikannya padamu, namun keadaanku akan sulit.”
Pemilik
tempat benar-benar berterimakasih atas pemberian kakek. Kakek pun merasakan hal
yang sama.
“Jaga
dirimu, ahjussi,” ujar pemilik tempat pada Kakek yang hendak beranjak pergi.
“Kau
juga,” balas Kakek.
--
Setelah
dari sana, Kakek bersama Malaikat Maut memutuskan untuk duduk bersantai di
sebuah pavillun, menikmati matahari terbenam. Melihat matahari terbenam saat
ini, terasa berbeda, mungkin karena ini adalah saat terakhirnya. Dia seolah
melihat kenangan masa lalu di depan matanya.
“Apakah
ada penyesalah?’ tanya Koo Ryeon.
Tentu
saja ada. Jika dia mengingat kembali hidupnya, dia selalu menyesali keputusan
yang diambilnya hari itu. Andai saja tahu hidupnya akan sesulit ini, dia akan
mengambil jalan lain. Sesuatu yang disesalinya adalah saat dia mendaftar untuk
ikut Perang Korea dengan sukarela.
Saat Perang Korea, tahun 1950,
Saat
itu, Lee Young Chun adalah pemuda muda yang sehat dan kuat. Dia sedang menempuh
pendidikannya, namun, memutuskan untuk meninggalkan semuanya dan ikut serta
dalam Perang Korea. Sebelum pergi, dia berjanji pada Ibunya akan segera
kembali. Dia juga meminta maaf karena harus pergi. Ibunya benar-benar merasa
berat harus membiarkan Young Chun pergi karena dia tahu betul kalau putranya
adalah anak yang baik dan tidak pernah bertengkar dengan teman. Bagaimana
anaknya nantinya akan membawa senjata dan pergi ke medan perang? Dia memohon
agar Young Chun tidak pergi. Sayangnya, keputusan Young Chun sudah bulat. Dia
merasa tidak tega dan tidak bisa diam melihat mereka yang lebih muda darinya
berjuang untuk membela negara. Dia janji akan segera kembali.
Dengan
berat hati, Ibunya membiarkannya pergi dengan harapan, putranya akan segera
kembali dengan selamat.
Berada
di medan perang, terasa sangat mengerikan. Jauh mengerikan daripada yang dikira
Young Chun. Kemanapun dia pergi, bau kematian akan menusuk hidung. Orang-orang
disekitarnya mati, entah terkena bom ataupun senapan. Meski begitu, mereka
tetap harus maju untuk negara mereka. Di tengah medan perang, Young Chun sempat
kehilangan fokus saat melihat situasi di sekitarnya. Yang menyelamatkannya kala
itu adalah Kaptennya. Dan karena dia, Kaptennya tertembak dan mati
dihadapannya. Melihatnya mati seperti itu, membuat Young Chun jadi merasa tidak
bisa dekat dengan siapapun.
Satu-satunya
orang yang dia biarkan untuk dekat dengannya adalah seorang tentara muda yang
baru bergabung bernama Dong Chil. Dia bercerita pada Dong Chil kalau dia akan
selamat dan pulang ke rumah untuk makan hidangan hangat buatan Ibunya. Dia
menyakinkan Dong Chil agar mereka bertahan sampai akhir an bertemu keluarga
mereka. Yakinlah akan hal itu!
Namun,
ingatlah, sesuatu tidak selalu berjalan dengan apa yang mereka kehendaki.
Ketika mereka sedang menikmati makanan mereka, musuh tiba-tiba menyerang
menggunakan pesawat. Perperangan kembali di mulai. Tidak ada kesempatan untuk
bersantai sedikitpun. Ditengah situasi yang begitu kacau, Dong Chil terkena
meriam dan kehilangan sebelah kakinya. Dia kehilangan kesadaran setelah
berteriak histeris melihat kondisi kakinya. Young Chun langsung panik dan
berteriak memanggil petugas medik.
Berkat
Young Chun yang cepat memanggilkan medik untuk Dong Chil, Dong Chil berhasil
bertahan hidup. Namun, alih-alih mendapatkan ucapan terimakasih, Dong Chil
malah menyalahkan Young Chun yang sudah menyelematkannya. Dia hanya mau mati.
Semua salah Young Chun. Dia lebih baik mati daripada hidup dengan kaki seperti
itu! Pergilah dan jangan muncul lagi dihadapannya.
Itulah
pertemuan terakhir Young Chun dengan Dong Chil. Perkataan terakhir Dong Chil,
menorehkan luka di hati Young Chun. Young Chun marah pada keputusannya yang menyelamatkannya.
Tidak lama, perang pun berakhir. Young Chun bergegas pulang ke rumah, hanya
untuk melihat kalau rumahnya telah menjadi puing-puing. Ibunya meninggal dalam
perang.
Dia
mulai memikirkan dan menyesal, kenapa dia harus pergi perang saat itu?
di masa kini,
Setelah
menceritakan hidupnya, Kakek jadi merasa malu karena sudah bicara begitu
banyak. Meski begitu, sudah lama sekali sejak dia mencurahkan isi hatinya dan
rasanya senang. Kakek kemudian mengalihkan topik dengan bilang kalau untuk
terkahir kalinya, dia ingin minum miras.