Sinopsis Lakorn : Chuen Cheewa (2016) Episode 1 part 1


Original Network : Channel 7


“P’ Chuen! P’ Chuen!” panggil Pengikut 1 (Lor) dengan keras.

Mendengar itu, Chuen melepaskan batu ketapel nya. Untungnya, batu tersebut berhasil mengenai target yang dipasang, dan tidak mengenai Lor.


“Ada apa?” tanya Chuen.

“Piak disergap oleh anak- anak dari rumah besar!” jawab Lor sambil berlutut dihadapan Chuen dengan sikap hormat.

“Bawa aku ke sana sekarang!” perintah Chuen.

Melihat Chuen berlari pergi mengikuti Lor, Ibu Choi merasa cemas. Tapi dia tidak menghentikan Chuen.


Disungai. Anak- anak dari rumah besar membully Pengikut 2 (Piak) sampai Piak menangis. Ketika Chuen datang dan melihat hal itu, dia sangat marah. Tapi anak- anak dari rumah besar malah tidak takut dan menertawainya. Jadi tanpa mengatakan apapun, Chuen langsung menendang Bos dari rumah besar ke sungai. Kemudian menggunakan ketapelnya, dia menembak anak- anak dari rumah besar yang membully Piak.


Tepat disaat itu, Ton dan Tor lewat. Dengan sikap tegas, Ton menyuruh Chuen berhenti. Tapi Chuen mengabaikannya. Lalu Ton mengajak Chuen untuk ikut dengan nya. Dan Chuen langsung menjawab ‘tidak’ dengan keras.

“Jangan takut,” kata Tor, salah paham. Dia mengira Chuen takut untuk ikut dengan mereka.

“Siapa yang bilang?!” balas Chuen.

“Jika kamu tidak takut, lakukan apa yang Khun Ton katakan,” bujuk Tor.

Kakek Chom pulang dan melihat ke sekeliling, mencari Chuen. Tapi dia tidak melihat Chuen, jadi diapun menanyai Ibu Choi yang sedang menjahit di teras. Dan Ibu Choi pun memberitahu bahwa barusan Chuen pergi mengikuti Lor.

“Kepadahal aku sudah menyuruhnya untuk jangan kemana- mana! Dan temani kamu!” kata Kakek Chom, menggerutu marah.

“Tidak apa, Ayah. Aku baik—baik saja. Chuen juga akan segera pulang,” kata Ibu Choi, melindungi Chuen.

Dirumah besar. Chuen menjelaskan penyebab kejadian tadi kepada Ton dan Tor. Lalu Piak, yang merupakan korban bully, ikut menjelaskan.

“Loy menumbuk ku,” kata Piak.

“Karena dia menantang ku,” balas Loy, membela diri.

“Tidak. Aku hanya bilang, jika kamu benar- benar kuat, lawan Chuen. Sekali aku selesai bicara, mereka memukul ku. Mereka juga bilang, bahkan jika Ayah Chuen datang, mereka tidak akan takut,” jelas Piak.


Mendengar orang tuanya disebut, Chuen langsung emosi dan ingin memukuli Loy. Tapi Tor langsung menahannya. Dengan kuat, Chuen meronta, lalu dia menendang lutut Tor, sehingga Tor terjatuh. Melihat itu, Ton langsung berdiri dan menahan Chuen.

“Anak baik tidak boleh tidak patuh,” kata Ton, menasehati Chuen.

“Aku bukannya tidak patuh,” balas Chuen dengan wajah keras.

“Kalau begitu, bisakah kita berbicara baik- baik? Jika setuju, aku akan melepaskanmu,” kata Ton, bernegosiasi dengan Chuen.

“Khun Ton adalah orang yang adil. Jika orang kami yang salah, mereka akan dihukum,” kata Tor, menenangkan Chuen supaya jangan khawatir.

“Baiklah,” jawab Chuen, setuju. Dia bersikap seperti orang dewasa.


Setelah masalah dengan rumah besar selesai, Chuen, Lor, dan Piak, pulang dengan bersemangat. Dan Chuen mengakui bahwa dia bangga dengan sikap Piak, karena tidak menerima uang kompensasi dari Ton barusan.

“Aku sebenarnya ingin uang juga, tapi jika aku harus memilih, aku lebih memilih kamu!” kata Piak, menunjukkan sikap setianya pada Chuen.

“Kita mesti tunjukkan pada orang- orang itu, bahkan jika kita miskin, kita tidak peduli tentang uang!” kata Chuen, bersemangat.

“Tapi kan emang iya!” canda Lor. Lalu dia tertawa.

Ketika Chuen sampai dirumah, dia menatap Kakek Chom dengan sikap takut- takut. Lalu ketika Kakek Chom menanyai, kemana dia sebelumnya. Dia pun menjawab dengan jujur, apa yang terjadi. Tapi kemudian Kakek Chom malah membentaknya dengan marah.

“Maksudmu anak- anak itu lebih penting daripada Ibumu?!” bentak Kakek Chom, bertanya. Dan Chuen menjawab tidak. “Kemudian mengapa kamu meninggalkan Ibumu sendirian?!”

Melihat Kakek Chom marah dan bersikap keras kepada Chuen, Ibu Choi merasa tidak tega. Dan dia langsung melindungi Chuen serta meminta Kakek Chom untuk jangan terlalu keras terhadap Chuen.

“Jika aku tidak disini, Chuen mesti menjaga kamu. Kita hanya punya satu sama lain. Jangan lupa!” kata Kakek Chom, mengingatkan Chuen.


Saat Chuen pergi untuk mandi. Ibu Choi berbicara kepada Kakek Chom. “Aku pikir Ayah terlalu keras dengan Chuen.”

“Semakin dia besar, semakin kuat dia harus jadi! Karena dia harus membalaskan musuh Ibunya, Kakeknya,” kata Kakek Chom dengan penuh kebencian dan tekad untuk membalas dendam.


Sebagai permintaan maaf, Tor mengirimkan Chuen sebuah apel merah dan besar. Menerima itu, Chuen langsung memberitahu Kakek Chom. Dan Kakek Chom menyuruh Chuen untuk mengembalikan apel tersebut.

Melihat sikap Kakek Chom, Ibu Choi mengerti bahwa Kakek Chom tidak mau menerima apel tersebut. “Kembalikan itu kepada dia, sayang,” kata Ibu Choi dengan lembut.

“Iya, Ma,” jawab Chuen dengan patuh. Lalu dia pergi.


Setelah Chuen pergi, Ibu Choi langsung menanyai Kakek Chom, siapa Tor itu. Dan Kakek Chom menebak bahwa Tor pasti anak yang pindah ke rumah besar beberapa bulan lalu.

“Siapa yang akan pindah ke sini dari Bangkok?” gumam Ibu Choi, bertanya- tanya.

“Mungkin bukan orang- orang itu. Dunia tidak mungkin sekecil itu,” jawab Kakek Chom.


Ketika Chuen datang, Tor tidak ada nampak dihalaman, yang ada nampak hanya Ton saja. Melihat Ton, Chuen merasa kesal, karena dia tidak menyukainya. Lalu saat dia mengatakan bahwa dia ingin mengembalikan ‘Bapple’ dari Tor, eh, Ton malah menertawainya. Dan diapun semakin merasa kesal.


“Mengapa kamu tertawa?” tanya Chuen, tidak senang.

“Tidak ada,” jawab Ton sambil tersenyum geli. Dia tertawa karena Chuen menyebut apel dengan sebutan bapple. “Eh, Khun Tor ada didalam. Ayo, masuk,” ajaknya. Tapi Chuen merasa ragu. “Mengapa? Takut aku culik, si kecil Chuen?” goda Ton, bercanda.

“Panggil aku Chuen saja, tidak perlu tambahan ‘nak’,” keluh Chuen.

“Khun Tor! Khun Tor! Si kecil Chuen disini cari kamu!” teriak Ton dengan keras, mengabaikan keluhan Chuen.

Mendengar itu, Chuen merasa kesal. Tapi sebelum dia sempat marah, Tor datang. Lalu Tor mengundangnya untuk masuk ke dalam. Dan diapun mengikuti.


Didalam rumah. Melihat tampang manis Chuen, Nanny Aon merasa gemes. Lalu dia menawarkan sup tomat kepada Chuen. Tapi Chuen menolak, karena dia tidak tahu cara memakannya.

“Apa yang sulit? Masukkan ke mulutmu dan telan,” kata Tor, menjelaskan sambil tertawa. Dan Nanny Aon juga ikut tertawa geli.

“Tidak lucu!” balas Chuen dengan sikap serius.

Tanpa berbasa- basi lagi, Chuen mengembalikan apel pemberian Tor. Lalu dia pamit dan pergi. Melihat itu, Tor langsung mengambil apel yang Chuen tinggalkan begitu saja dan pergi mengejarnya.

“Chuen tunggu! Chuen!” panggil Tor.

“Aku tebak Khun Tor menginginkan adik kecil. Apa kamu juga mau adik Khun Ton?” tanya Nanny Aon, mendekati Ton.

“Malas, buat sakit kepala,” tolak Ton.




Tor memberikan apel kembali kepada Chuen. Lalu dia menjelaskan kepada Chuen bahwa mereka adalah teman, jadi tidak ada salahnya antara teman, mereka saling berbagi snack.

“Kamu perlu memberitahu Kakek sendiri. Tapi mungkin kepalamu akan dipukulinya,” kata Chuen.

“Kemudian ayo pergi,” kata Tor, tidak takut.

“Tunggu! Tunggu! Kamu tidak takut Kakek ku?” tanya Chuen, menghentikan Tor yang tampak sama sekali tidak takut.

“Aku temanmu. Aku tidak perlu takut,” balas Tor dengan percaya diri.

“Okay, terserah kamu. Tapi jika kepalamu retak, jangan salahkan aku ya!” kata Chuen, bercanda. Dan Tor tertawa.


Tor mengantarkan Chuen pulang. Ketika dia bertemu dengan Kakek Chom dan Ibu Choi, dia mengenalkan dirinya dengan sopan. Namanya Saroj Sarayut, panggilannya Tor. Rumahnya ada di Farmhouse. Lalu dia menjelaskan bahwa dia memberikan apel kepada Chuen, karena dia dan Chuen adalah teman. Mendengar itu, Kakek Chom diam dan tidak mengatakan apapun.

“Chuen, ambil beberapa biji lotus untuk teman mu makan,” kata Ibu Choi, menerima niat baik dari Tor. “Dia memberikan kita sesuatu, kita harus memberikan sesuatu sebagai gantinya. Itulah teman,” jelas Ibu Choi, menasehati Chuen sekaligus.

“Iya, Ma,” jawab Chuen, mengerti.

Dengan sopan, Tor menolak. Tapi kalau dia menolak, maka Chuen akan mengembalikan apelnya. Jadi akhirnya, dia pun menerima. Lalu untuk menunjukkan bahwa dia tulus berteman dengan Chuen dan tidak sedikitpun memandang rendah Chuen, karena harta. Jadi diapun ikut makan siang bersama keluarga Chuen.


Setelah makan siang bersama, Tor dan Chuen pergi ke kolam lotus. Untuk mengambil beberapa biji lotus serta bunga lotus untuk dipersembahkan ke Biksu.


“Apa kamu yakin?” tanya Kakek Chom kepada Bawahan Mun.

“Iya, Tuan. Pemilik Farmhouse adalah Lord Pichai Sarayut. Dia menikah dengan Lady Veena Chawal, setelah Ibu dari kedua anak prianya meninggal,” jawab Bawahan Mun.

“Betapa kebetulannya. Akhirnya, aku tidak perlu mencari- cari Chawal. Mereka datang kepadaku!” kata Kakek Chom, senang.

“Tapi kita belum menemukan pelakunya,” balas Bawahan Mun.

“Kita perhatikan adiknya. Kakaknya mungkin tidak terlalu jauh,” kata Kakek Chom dengan yakin.

Di Farmhouse. Saat Lady Veena melihat bunga Lotus yang Nanny Aon susun, dia merasa penasaran darimana Lotus itu. Jadi diapun bertanya. Dan Nanny Aon pun menceritakan tentang Chuen kepada Lady Veena serta Lord Pichai. Dia menceritakan bahwa Chuen adalah anak yang baik, karena Tor memberikan apel padanya, Chuen membalas dengan memberikan biji Lotus dan bunga Lotus juga. Mendengar itu, Lady Veena serta Lord Pichai merasa kalau Chuen memang anak yang baik. Lalu Lady Veena berencana untuk membeli beberapa Lotus dari Chuen untuk di persembahkan kepada Biksu. Dan hal ini, juga pasti nya dapat membantu masyarakat di tempat ini.


“Anak itu memiliki kulit yang sangat bagus. Terlalu bagus bagi anak- anak petani,” kata Nanny Aon, menceritakan lebih detail tentang Chuen dengan bersemangat. “Dia sangat sopan. Sangat manis,” jelasnya.

“Dia cowok atau cewek?” tanya Lady Veena, penasaran dengan Chuen.

“Hey Khun! Tentu saja, dia cowok! Bagaimana bisa Tor dan Ton bermain dengan cewek?” balas Lord Pichai dengan yakin. “Benarkan, Nanny Aon?”

“Iya. Dia cowok,” jawab Nanny Aon sambil tertawa.

Tampaknya setiap orang salah paham dan mengira kalau Chuen adalah anak cowok. Karena rambut dan gaya Chuen yang agak tomboy seperti anak cowok. Kepadahal sebenarnya Chuen adalah anak cewek.

Ibu Choi merasa penasaran tentang apa yang Kakek Chom dan Bawahan Mun bicarakan sebelumnya. Jadi diapun bertanya secara langsung. Dan dengan gugup, Kakek Chom menjawab bahwa sebelumnya, dia hanya memberitahu Bawahan Mu kalau dia mau berhenti menjual beras kepada mereka.

“Kemudian mengapa kamu terlihat stress?” tanya Ibu Choi, tidak percaya. “Mun juga,” tambahnya.

“Orang- orang di penggilingan. Mereka mau menurunkan harga,” jawab Kakek Chom, berbohong.


“Pa, beritahu aku dengan jujur,” kata Ibu Choi, tidak percaya. “Beberapa tahun ini, kamu selalu menyuruh Mun untuk mencari dia …”

“Mengapa? Mengapa aku mau mencari dia?!” balas Kakek Chom dengan keras.

“Karena dia pindah dari rumah tua,” jawab Ibu Choi, tahu.

Mendengar itu, Kakek Chom langsung mengalihkan pembicaraan. Karena dia malas membahas tentang topik sekarang ini. Dia menasehati Ibu Choi untuk segera kembali ke dalam rumah, karena cuaca sangat panas. Dia tidak ingin Ibu Choi sakit lagi.

Karena Kakek Chom bersikap keras kepala, Ibu Choi pun menghela nafas dan diam.



Malam hari. Di Farmhouse. Lady Veena dan Lord Pichai berjalan- jalan berdua di halaman rumah. Cuaca malam hari diperdesaan cukup sejuk serta tenang. Dan Lady Veena sangat menyukainya. Lalu dia berpikir untuk mengundang Kade. Mendengar itu, Lord Pichai tertawa, karena Kade adalah gadis kota, jadi mana mungkin Kade mau datang ke pedesaan yang sunyi dan tidak apa- apa.

“Oh ya, besok aku ingin menjelajahi tempat- tempat yang ada disini. Aku juga mau membeli Lotus dirumah anak itu. Kamu mau ikut?” tanya Lady Veena, menawarkan.

“Oh! Kamu pergi saja sendiri. Aku mau menyelesaikan buku bacaan ku,” tolak Lord Pichai, tidak tertarik. “Oh, ajak Ton dan Tor juga untuk ikut denganmu,” sarannya.

“Khun Tor mungkin mau ikut. Tapi Khun Ton... dia mungkin lebih memiliki tinggal dirumah dan membaca buku sepertimu,” kata Lady Veena dengan yakin.


Pagi hari. Di Farmhouse. Seperti yang Lady Veena tebak, Tor mau ikut jalan- jalan. Tapi Ton tidak. Lalu Lord Pichai pun membujuk Ton untuk ikut saja, karena kan sekarang Ton sedang liburan, jadi Ton harus banyak berjalan- jalan dan melihat dunia. Tor serta Nanny Aon juga ikut membujuk Ton.

“Mm… biar ku pikirkan dulu,” kata Ton.

“Huh… terserah kamu lah! Jika kamu tidak mau ikut, kemudian tidak perlu ikut!” kata Lord Pichai, capek membujuk Ton lagi.


Akhirnya Ton ikut juga dengan Lady Veena dan Tor untuk berjalan- jalan, sekaligus mengunjungi rumah Chuen. Dan dari jauh, Kakek Chom memperhatikan mereka semua sambil tersenyum penuh arti.


Ketika Tor dan keluarga datang, Chuen menyambut Tor dan keluarga dengan ramah, kecuali Ton. Karena dia tidak menyukai Ton.

“Khun Ton. Apa yang kamu lakukan sampai anak itu kesal?” tanya Nanny Aon, heran. Dan Ton juga tidak tahu. Lalu Ton memutuskan untuk kembali ke mobil saja.

6 tahun kemudian

Hubungan antara Tor dan Chuen masih terhubung dengan baik. Mereka saling mengirimkan surat kepada satu sama lain. Pada saat surat terbaru dari Tor datang, Chuen membaca surat itu bersama- sama dengan Ibu Choi yang duduk di sebelahnya dan mendengarkan.

“Teman baikku, Chuen, aku minta maaf karena selama tiga tahun terakhir, aku belum sempat mengunjungi Farmhouse sama sekali. Terakhir kali kita berjumpa, kamu 12 tahun dan kamu masih seorang preman kecil. Aku tidak tahu jika kamu masih seorang preman juga sekarang atau tidak.”

Membaca paragraf pertama, dengan bangga Chuen menjelaskan bahwa sekarang dia sudah mengembangkan kekuasaannya. Mendengar itu, Ibu Choi menegur Chuen untuk bersikap baik dan lanjutkan membaca suratnya.


“Tiga tahun terakhir aku belum sempat mengunjungi Farmhouse, Khun Ton dan aku pergi ke Hua Hing dengan Ayah. Khun Ton sangat terganggu karena kerabat Bibi Veena juga ikut. Aku sudah memberitahu mu bahwa Khun Ton membenci Bibi Veena yang merupakan Ibu tiri kami. Jadi dia membenci semua kerabatnya juga."

Membaca paragraf kedua, Chuen merasa emosi. Dia merasa kepribadian Ton sangat buruk. Kepadahal Lady Veena sangat baik. Dan bahkan Lady Veena sering mengirimkan nya snack.

“Chuen…” tegur Ibu Choi.


“Tapi kata pepatah, kamu mendapatkan apa yang kamu benci. Karena Bibi Veena ada mengadopsi putri dari kakak nya, Niwat Chawal, putrinya bernama Khun Kade atau Ketsine Chawal.”

Ketika Chuen membaca paragraf ketiga, Ibu Choi merasa tidak nyaman dan emosiya jadi tidak terkendali. Dengan suara keras, dia menyuruh Chuen untuk berhenti. Kemudian dia meminta Chuen untuk membantunya ke dalam kamar.

Setelah Chuen membantunya masuk ke dalam kamar, Ibu Choi menyuruh Chuen untuk pergi, karena dia ingin beristirahat. Lalu tiba- tiba air mata yang ditahannya menetes, dan dengan cepat dia langsung mengelap air matanya. Tapi Chuen melihat itu.

“Ma, mengapa kamu menangis?” tanya Chuen, khawatir.

“Tidak apa. Ada debu masuk ke mata,” jawab Ibu Choi, berusaha untuk tampak baik- baik saja. “Chuen, biarkan aku istirahat. Kamu bisa pergi,” jelasnya.

“Okay,” jawab Chuen dengan pelan. Lalu dia keluar dari kamar.



Setelah Chuen pergi, Ibu Choi mulai menangis. Dari luar Chuen mendengar itu, dan lalu dia membaca kembali surat dari Tor dengan perasaan bingung. Dia bertanya- tanya, apakah Ibu Choi tiba- tiba seperti ini, karena surat dari Tor.


Post a Comment

Previous Post Next Post