TIDAK ADA KATA MUNDUR
Kehidupan pertama.
Ji Eum lahir menjadi seorang wanita bernama Su. Dia tinggal berdua dengan kakaknya, Seol (yang adalah Cho Won). Dan keduanya bekerja menjadi pewarna kain. Salah satu yang menjadi pelanggan mereka adalah Cheon Un (dikehidupan saat ini adalah Kang Min Ki), seorang dukun yang berpengaruh. Cheon Un mempunyai tiga orang pengawal dan dua di antaranya adalah Han Ya (yang adalah Seo Ha dikehidupan saat ini) dan seorang lagi adalah Do Yun di kehidupan kali ini.
Su dan Seol mendapat tugas untuk mewarnai kain yang akan di gunakan menjadi simpul kerincing dukun yang akan dipakai saat upacara peringatan kematian leluhur. Diperkirakan kalau kain tersebut akan selesai sekitar 2 pekan lagi. Seol adalah kakak yang sangat lembut dan pengertian sehingga Su amat menyanyanginya. Dan hal yang paling dikhawatirkan oleh Su adalah kesehatan Seol yang semakin hari semakin memburuk.
Rasa takut pada Dewa tidak lebih besar dari rasa takut Su jika harus kehilangan kakaknya. Dia telah memutuskan untuk mencuri kerincing tersebut. Pada hari dia menyerahkan kain yang telah diwarnai, dia telah memastikan dimana letak dari kerincing tersebut. Kerincing itu di letak di altar dan akan didoakan sebelum simpul diikatkan pada ujungnya. Sebegitu sucinya kerincing tersebut hingga tidak bisa digunakan secara sembarangan. Namun, tanpa memahaminya, di malam hari, Su diam-diam menyelinap ke dalam kuil dengan memanfaatkan celah saat pengawasan sedang lengah. Dia mencuri kerincing, membungkusnya dalam buntelan kain tebal agar suara kerincingnya tidak terdengar kemudian mengajak Seol untuk kabur.
Seol tidak mengerti kenapa Su mengajaknya untuk pergi di pagi-pagi buta. Su juga tidak mau menjelaskan dan meminta Seol untuk mempercayainya saja. Cheon Un dan pengawalnya sudah menyadari kalau kerincing hilang dan segera bergegas untuk mengejar mereka. Keduanya berhasil di sudutkan. Seol yang kebingungan meminta penjelasan. Saat tau kalau Su telah mencuri kerincing dan itu disembunyikan dalam buntelan kain yang dibawanya, Seol panik dan ketakutan. Meski sudah ketahuan, Su tetap tidak berniat mengembalikan kerincing dan memohon pada mereka agar mengikhlaskan kerincing itu padanya. Hanya kerincing ini yang bisa menyelematkan nyawa kakaknya, tolong ampuni mereka dan biarkan mereka pergi. Jika Cheon Un membiarkannya, dia akan mengabdi tanpa pamrih kepada langit selamanya.
“Umur manusia paling panjang 100 tahun. Umur langit ratusan bahkan ribuan tahun. Bagaimana kau bisa terus mengabdi?” tanya Cheon Un.
Saat itu, Seol mulai batuk darah. Su semakin panik dan memohon pada mereka.
“Bukankah kerincing bisa dibuat lagi kapan saja? Namun, kakakku bisa mati jika terlambat diobati! Jadi, aku mohon, Tuan. Aku akan menerima hukuman yang diberikan langit,” tangis Su.
“Upacara kematian leluhur harus tepat waktu.”
“Ada orang yang sekarang di depan matamu! Apa pentingnya awan, peringatan kematian, atau apapun itu? Sebenarnya langit apa yang kau percaya dan sembah itu? Apa itu sampai membuatmu tak peduli nyawa orang lain begini? Langit… langit juga baru bisa disebut langit jika ada manusia,” teriak Su, penuh rasa amarah.
Ingatan itu kemudian terpotong karena Seo Ha memanggilnya. Saat dia menutup mata lagi untuk melihat kehidupan pertamanya, yang dilihatnya adalah tangan seseorang yang memegang pedang dan menebas leher kakaknya. Detik beritkunya, Seol sudah bersimbah darah. Dan kalimat terakhir yang diucapkan Seol adalah : “Su, terimakasih.” Seol meninggal.
Tangis penuh rasa duka dan putus asa Su menggema di padang rumput yang luas tersebut. Tanpa ada yang memedulikan tangisan tersebut, Cheon U dan rombongannya pergi. Han Ya yang terakhir pergi dengan memegang pedang berlumuran darah. Rasa sakit kehilangan itu terasa begitu nyata sekarang setelah Ji Eum mengingatnya hingga membuat Seo Ha menjadi panik dan bingung, melihatnya menangis penuh kedukaan.
Su yang telah kehilangan kakaknya, bertekad akan membunuh orang yang telah membunuh kakaknya. Dia terus menggumamkan : “Aku akan membunuhmu!!” Ji Eum yang sekarang dikuasai rasa dendam Su, melihat Seo Ha. Dia tidak lagi memegang kerincing dan hanya mengingat apa yang telah dilihatnya, mengenai Han Ya yang memegang pedang berlumuran darah dan dia yang berlari untuk menusuknya di jembatan. Dalam rasa amarah dan dendam, Ji Eum berlari menerjang Seo Ha dan mencekiknya dengan kuat.
Teriakannya terdengar oleh Min Ki yang ada di halaman. Seo Ha terus memanggil Ji Eum dan berusaha menyadarkannya. Panggilan itu berhasil membuat Ji Eum kembali sadar. Namun, dia tidak bisa melupakan kesedihannya setelah tau kakaknya meninggal dan memberitahu kalau yang membunuhnya adalah Han Ya. Dan Han Ya adalah Seo Ha.
“Ku bilang aku Seo Ha,” ujar Seo Ha, berusaha menyadarkannya.
Ji Eum juga menyadari hal ini. Sekarang, dia sangat kebingungan dan ketakutan akan perasaannya sendiri. Dia mencintai Seo Ha, namun di kehidupan pertamanya, dia melihat kakaknya meninggal dan semua karena Han Ya. Dalam rasa bingung ini, dia meminta Seo Ha untuk pergi dan memberikannya waktu untuk sendiri. Seo Ha tidak mengerti apapun dan mengikuti kemauan Ji Eum.
Baru saja pergi, Seo Ha mendapat telepon dari nomor yang tidak di kenal. Min Ki yang meneleponnya dan mengajaknya bertemu di sebuah café. Kali ini, Min Ki memberitahu kalau dia juga bisa mengingat kehidupan lampau seperti Ji Eum dan dia ada di dalam kehidupan pertama Ji Eum. Dan Seo Ha juga demikian, ada di kehidupan pertama Ji Eum.
Seo Ha mencoba mencari tau apa yang bisa dia lakukan untuk Ji Eum. Min Ki memberitau kalau Seo Ha tidak bisa menolong apapun karena Seo Ha tidak tau rasanya mengingat kehidupan lampau. Sepanjang hidupnya, adakah ingatan yang langsung menyiksanya saat dia mengingatnya? Semua pasti ada tetapi Ji Eum harus mengingat kenangan menyakitkan yang dialaminya selama 19 kehidupan. Ingatan yang tidak bisa dilupakan meski waktu berlalu dan tak bisa dibagi dengan orang lain.
Meski tau dia tidak akan bisa memahami rasa sakit Ji Eum, tetapi Seo Ha tetap ingin melakukan sesuatu untuknya sama seperti Ji Eum yang menolongnya dan membantunya. Tujuan Seo Ha mau bertemu Min Ki karena mengira Min Ki akan bisa memberikan saran, tetapi ternyata tidak.
“Ada satu cara. Tolong bantu Nona Ban menjadi orang biasa. Hanya kau yang bisa menggerakkan Ji Eum.”
Ji Eum yang masih dalam perasaan kacau, menemukan buket bunga yang dibawa oleh Seo Ha. Di buket tersebut ada kertas pesan bertuliskan : Saat sedih, ingatlah momen yang menyenangkan. Aku ada di sisimu.
Kini, Ji Eum mulai mempercayai ucapan Min Ki. Dia takut jika kenalananya dii kehidupan lampau mengalami hal buruk pada kehidupan ini gara-gara dia, terutama Ae Gyeong. Ae Gyeong, orang pertama yang mempercayainya, menyanyanginya dengan tulus dan selalu mendukungnya. Ji Eum sangat tidak ingin jika Ae Gyeong meninggal karena dia.
Do Jin pergi menemui Cho Won ke toko bunga Cho Won. Ada yang ingin dia sampaikan. Sebelumnya, dia meminta maaf karena tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka tempo hari. Dia tau keduanya saling menyukai dan kakaknya menolak Cho Won karena perbedaan status. Do Jin mulai menceritakan betapa hebatnya Do Yun yang harus dewasa di usia muda karena kematian ayah mereka, kemudian hanya tidur 2 jam sekali, belajar keras dan bekerja paruh waktu. Meski sangat sulit, tetapi Do Yun tidak pernah menangis. Untuk pertama kalinya, dia melihat Do Yun menangis saat Cho Won pergi hari itu. Do Yun hanya berdiri memandangi sosok Cho Won yang terus menjauh dan menangis terisak.
“Makanya, aku tahu bahwa dia sangat menyukaimu.”
“Aku tidak tau perasaannya sebesar itu padaku. Namun, kenapa rasanya sedih, ya? Setelah tau dia pun menahan kesengsaraan itu… kini akan lebih sulit bagiku untuk mendekatinya. Kupikir dia berbeda denganku. Kupikir aku yang lebih sengsara karena aku lebih menyukainya. Namun, jika tidak begitu, aku harus bagaimana?” tanya Cho Won, menangis.
Pertanyaan yang tidak mungkin bisa dijawab oleh Do Jin.
Hari sudah malam dan terlalu banyak hal terjadi hari ini pada mereka. Seo Ha mulai memikirkan kembali ucapan Min Ki dan membaca ulang buku cerita yang ditulis Ju Won. Di buku itu ada satu kalimat bahwa setiap kehidupan baru datang, semakin banyak batu tertumpuk di dalam hatinya. Setelah itu, dia ingat semua cerita kehidupan yang diceritakan oleh Ji Eum, dan semuanya terdengar menyenangkan. Karena Ji Eum selalu tersenyum, dia selalu mengira bahwa dia baik-baik saja.
Akan tetapi, kejadian hari ini membuatnya sadar betapa berat rasa sedih yang dialami Ji Eum di setiap kehidupan. Dan ada rasa takut di hati Seo Ha, jika benar dialah yang membunuh kakak Ji Eum di kehidupan pertamanya.
Esok hari tiba begitu cepat. Cuaca cerah, tetapi tidak dengan mereka. Hari ini, Seo Ha datang ke kantor pusat dan langsung disambut sama gerombolan wartawan yang sudah standbysedari tadi untuk mewawancarainya terkait kasus tn. Lee. Tujuan Seo Ha ke sana untuk bertemu dengan tn. Mun. Alasan tn. Mun menutupi ini selama ini untuk melindungi Seo Ha. Dia takut kalau Seo Ha tidak akan sanggup menerima kenyataan bahwa paman yang selama ini dia percayai adalah dalang dari kecelakaan tersebut.
“Aku pasti sanggup. Sekalipun aku harus berlutut di samping Ayah juga.”
Apa maksud Seo Ha? Beberapa hari lalu, setelah dia tau bahwa tn. Lee adalah pelakunya, dia pergi menemui ibu Ju Won untuk berlutut memohon maaf. Ibu Ju Won tidak marah ataupun terkejut setelah mengetahui pelakunya karena dia sudah tau dari lama mengenai kebenaran kecelakaan itu. Beberapa tahun lalu, sebelum Seo Ha pergi belajar ke Jerman, tn. Mun datang kepadanya, berlutut dan memohon maaf serta memberitahu semuanya.
“Bibi memang tidak bisa menyelamatkan Ju Won, tetapi bibi mau menyelamatkanmu yang masih hidup. Itu karena… kau adalah putra sahabatku yang berharga.”
Seo Ha sudah memahami ayahnya yang berusaha melindunginya. Tetapi, itu tetap salah. Karena pada akhirnya itu hanya menjadi luka bagi mereka berdua. Setelah mengatakan itu, Seo Ha pun pergi.
Dulu, tn. Mun juga mengira bahwa kecelakaan yang di alami Seo Ha adalah murni kecelakaan. Hingga 10 tahun setelah kecelakaan itu terjadi dan Seo Ha sudah SMA, dia diberitahu kebenaran kecelakaan tersebut oleh Yeon Ok. Yeon Ok tau karena tn. Lee yang bercerita kepadanya dan informasi itu langsung digunakan Yeon Ok untuk mengancam tn. Mun. Dengan cara itu, Yeon Ok memperoleh posisi Direktur Hotel Grand MI dan bisa bertingkah sesukanya.
tn. Mun tidak langsung memercayainya dan menanyakan kebenarannya langsung pada tn. Lee. Dia sangat marah saat tn. Lee ternyata benar adalah pelakunya. Gegara perbuatannya, anaknya menjadi tuli dan seorang anak perempuan meninggal!!! tn. Lee hanya bisa minta maaf dan tidak menduga kejadian tersebut.
“Seharusnya kau sembunyikan sampai akhir! Namun, kau malah memberitahu Yeon Ok? Bersikaplah biasa saja. Semua hanya akan makin rumit jika di ungkap. Namun, Seo Ha… tidak boleh tau hal ini. Selamanya. Kau paham,” peringati tn. Mun.
Dan setelah itu, dia pergi menemui Ibu Ju Won untuk mengakui semuanya dengan berlutut. Dia tidak membuat pembelaan dan hanya terus meminta maaf. Dan mungkin, itu alasannya mengirim Seo Ha belajar ke Jerman, demi menjauhkannya dari Yeon Ok dan tn. Lee.
Di malam hari, Min Ki datang menjenguk Ae Gyeong dengan membawa sesuatu. Saat mau pergi, dia berpas-pasan dengan Ji Eum yang juga datang menjenguk. Sekarang, dia sudah tau siapa Min Ki dan memanggilnya dengan nama “Cheon Un”, nama Min Ki di kehidupan Su. Ji Eum marah karena Min Ki sudah tau dari awal siapa dia dan kehidupan pertamanya, tetapi kenapa tidak memberitahunya?
“Karena kau tidak ingat tentang kehidupan itu.”
“Memang apa hebatnya ingatan itu? Katakan saja langsung.”
“Kau harus mengingatnya sendiri. Terlebih ingatan di kehidupan pertama. Kerincing itu pun hanya membantumu mengingat. Kau yang harus berusaha sendiri. Saat itu, apa yang kulakukan?” tanya Min Ki, mencoba mencaritau sejauh apa Ji Eum mengingat kehidupan perrtamanya.
“Kau di kuil. Kau ada di samping Han Ya di alang-alang.”
“Rupanya belum lengkap. Jika kau mau bu Kim selamat, ingatlah semua tentang kehidupan pertamanmu. Aku pernah berkata. Di kehidupan pertamamu, ada orang yang membuatmu mengingat kehidupan lampaumu. Cari tau siapa dia.”
Ji Eum mau melakukannya jika memang itu caranya agar dia bisa menyelamatkan Ae Gyeong.
“Ban Ji Eum-ssi.Tak banyak kesempatan untuk bertemu orang-orang di kehidupan pertamamu dengan sosok yang sama. Kau butuh 1000 tahun, kan? Kesempatan itu bahkan belum datang kepadaku. Jadi, aku masih belum bisa mengakhiri hidup ini meski ingin.”
Setelah mengatakan itu, Min Ki memberikan barang yang dibawanya. Isinya dalah kerincing yang akan membantu Ji Eum mengingat kehidupan pertamanya. Jika dia sudah mengingatnya, datang dan temuilah dia.
Sebelum melihat kehidupan pertamanya kembali, Ji Eum pergi menemui orang-orang yang disayanginya. Ae Gyeong dan Cho Won. Saat ketemu Cho Won, Cho Won curhat yang langsung bisa dipahami sama Ji Eum kalau dia sudah mencoba merelakan Do Yun. Ah, JI Eum langsung menelepon Do Yun dan menasehatinya. Setelah itu, dia memberikan perintah padanya untuk menjaga Seo Ha selama dia tidak ada. Ada hal yang harus dia selesaikan.
Ji Eum tidak tau saja kalau Seo Ha ada di samping Do Yun dan Do Yun memasang loudspeakeragar Seo Ha bisa mendengar sendiri semua pesan Ji Eum. Ah, Seo Ha jadi semakin merindukan Ji Eum dan memutuskan untuk pergi menemuinya.
Seo Ha mencari di tempat yang tepat. Dia menemui Ji Eum di rumah sakit tempat Ae Gyeong di rawat. Begitu ketemu, Seo Ha langsung memeluknya untuk melepas rindu. Dia juga minta maaf karena tidak bisa melakukan apapun. Ji Eum sudah memutuskan untuk melupakannya karena kejadian itu sudah 1000 tahun lalu. Dan alasan Ji Eum tidak mau menemui Seo Ha, bukan karena marah tetapi merasa bersalah karena sudah mencekiknya waktu itu. Dia juga sudah memutuskan untuk mengingat sepenuhnya kehidupan pertamanya, agar dia mulai bisa menjalani kehidupan yang normal. Seo Ha mendukung penuh keputusannya tersebut.
Keduanya pergi ke rumah Seo Ha dengan membawa kerincing. Kali ini, Ji Eum akan terus memeganngnya hingga mendapatkan ingatan kehidupan pertamanya secara utuh.
Su mengagumi Han Ya yang begitu dekat dengan anak-anak. Saat mereka di kejar karena mencuri kerincing, Cheon Un menyuruh Su untuk merelakan Seol karena tidak ada manusia yang bisa melawan kehendak takdir. Su tidak mau.
“Tidak bisa begitu!!! Ada orang sekarat di depan matamu! Apa pentingnya awan, peringatan kematian, atau apapun itu? Sebenarnya langit apa yang kau percaya dan sembah itu? Apa itu sampai membuatmu tak peduli nyawa orang lain begini? Langit… langit juga baru bisa disebut langit jika ada manusia.”
Han Ya merasa kasihan dan khawatir padanya. Dia mencoba bicara pada Su agar mengembalikan kerincing tersebut dan pergilah. Jika dia terus memaksa, dia bisa mati. Su tetap tidak mau. Saat itulah, Cheon Un mengambil pedang Han Ya dan menebas Seol. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Su panik dan menangis penuh kedukaan. Cheon Un tidak hanya mau membunuh Seol tetapi juga Su. Namun, Han Ya menghentikannya dan memintanya kembali untuk menyelesaikan upacara. Han Ya menyelamatkan nyawa Su.
Su diliputi dendam, mencoba membunuh Cheon Un di malam hari saat rombongannya menuju tempat upacara. Di atas jembatan, Su berlari menerjangnya dengan sebilah pisau. Namun, Han Ya maju untuk menolong Cheon Un dan menerima tusukan pisau Su.
“Minggir. Aku mau membunuhnya.”
“Kau pikir kakakmu akan senang jika kau membunuhnya? Jangan balas kejahatan dengan kejahatan juga. Kumohon, sayangilah dirimu,” pinta Han Ya.
Tetapi, Su tidak bisa melakukannya karena rasa dendamnya lebih besar. Dia menarik tusukan pedangnya dari dada Han Ya dan mau mencoba menusuk Cheon Un kembali. Saat itulah seseorang menembakkan panah dari belakang dan mengenai punggungnya.
Su kehilangan kekuatannya untuk sekedar berdiri. Han Ya yang juga dalam keadaan lemah, mehana tubuhnya dan berteriak memerintahkan mereka untuk berhenti menembak.
“Padahal aku hanya ingin menyelamatkan sebuah nyawa,” ujar Su, sedih.
Dalam keadaan lemah, Su memungut kerincing yang terjatuh. Dia memegang kerincing itu dan menatap Cheon Un dengan penuh amarah dendam.
“Aku tidak akan melupakan hari ini. Aku akan ingat kebencian ini untuk selamanya. Meski 100 atau 1000 tahun berlalu, aku akan mengingatnya dan terlahir kembali. Lalu aku… aku pasti akan membalas dendam padamu.”