Sinopsis Drama Korea : Perfect Family Episode 1


Cerita di mulai dengan Sun Hui yang baru saja pulang sekolah dan tersadar kalau dia lupa meminjamkan buku latihan Matematika pada Su Yeon. Sun Hui langsung bergegas keluar rumah untuk mengejar Su Yeon yang mungkin belum terlalu jauh. Su Yeon terlihat masuk ke rumah Park Gyeong Ho, teman sekelas Sun Hui dan Su Yeon yang tinggal di komplek yang sama dengan Sun Hui. 



Di dalam rumah Gyeong Ho, Su Yeon melihat ruang tamu Gyeong Ho yang di hiasi dengan pernak pernik merah pink dan foto Sun Hui. Gyeong Ho berniat menyiapkan pesta kejutan sekaligus menyatakan cinta pada Sun Hui. Su Yeon sudah mengetahui niatnya dan melarang Gyeong Ho untuk melakukannya karena itu pasti akan gagal. Eh, Gyeong Ho malah salah paham mengira Sun Hui menyukai Su Yeon.


Su Yeon masih ada di depan rumah Gyeong Ho dan menunggu Sun Hui keluar. Namun, yang di tunggu tidak kunjung keluar dan Su Yeon memilih untuk pergi saja. Baru juga mau beranjak, dia mendengar suara teriakan keras Sun Hui. Suaranya terdengar seperti Sun Hui yang sedang bertengkar dengan Gyeong Ho. Karena khawatir, Sun Hui bergegas masuk ke dalam rumah.


Di dalam sana, dia melihat Sun Hui yang wig-nya telah terlepas dan terlihat bekas luka bakar di sisi kepalanya. Di depan Sun Hui berdiri Gyeong Ho yang sedang memegang kedua tangan Sun Hui, dimana salah satu tangan Sun Hui menggenggam sebilah pisau. Melihat kehadiran Sun Hui, alih-alih merasa lega, Su Yeon malah terlihat marah dan mempertanyakan alasan kenapa Sun Hui bisa berada di sana padahal sudah berjanji tidak akan datang. Kenapa dia tidak menepati janji?

“Kamu membuatku menderita!!” teriak Su Yeon penuh amarah. 



Dia melepaskan genggaman Gyeong Ho dengan paksa dan mengarahkan pisaunya ke arah Su Yeon. Dia menyalahkan Su Yeon yang telah menghancurkan hidupnya. Dalam sepersekian detik, Su Yeon berlari untuk menusuk Sun Hui, namun Gyeong Ho segera berdiri di depan Sun Hui sehingga dia yang terkena tusukan Su Yeoon. 


Waktu berlalu. Saat Sun Hui keluar dari rumah Gyeong Ho, hari sudah gelap. Sun Hui berjalan dengan nafas terengah-engah, tangan yang bersimbah darah dan tubuh yang di banjiri keringat. Di kepalanya terus berputar sosok Gyeong Ho yang berbaring tidak berdaya di lantai, menatap padanya.


Ha Eun Joo, ibu Sun Hui, sedang menyiapkan makan malam ketika Sun Hui pulang. Dia terkejut melihat keadaan putrinya yang jauh berbeda dengan hari-hari biasanya. Rasa terkejut itu semakin bertambah ketika Sun Hui berujar bahwa dia telah membunuh seseorang. Dia membunuh Gyeong Ho. Tangis Sun Hui pecah. Eun Joo mendekatinya perlahan dan berulang kali bertanya, kalau dia tidak melakukannya, kan?



PERFECT FAMILY

Kembali ke beberapa bulan sebelumnya.


Sun Hui adalah siswi kelas 2 SMA di sebuah sekolah swasta SMA Yunil. Dia cukup terkenal di sekolahnya karena dia adalah siswi berprestasi dan juga cantik. Sun Hui mempunyai dua sahabat yaitu Park Gyeong Ho dan Ji Hyun Woo. Keduanya adalah pria tampan. Park Gyeong Ho terlihat kalau dia sangat menyukai Sun Hui dan menuruti apapun perkataannya.




Hari itu, di sekolah mereka kedatangan seorang murid baru, Lee Su Yeon. Dari awal memasuki kelas mereka, Su Yeon sudah terlihat memperhatikan Sun Hui. Dia menyapa Sun Hui dengan ramah, tetapi Sun Hui terlihat tidak mengenalinya sama sekali. Su Yeon jadi ragu dan mengira kalau dia sudah salah mengenali orang. Namun, keraguan itu sirna saat dia melihat kebiasaan Sun Hui menggulung rambut dan menusuk gulungan rambut dengan pena sebagai pengganti tusuk konde.



Su Yeon juga memperhatikan kedekatan Sun Hui dengan Gyeong Ho dan Hyun Woo. Kedua pria itu sangat mermperhatikan Sun Hui dan mengetahui alergi Sun Hui terhadap kacang. Melihat senyuman Sun Hui, entah kenapa Su Yeon terlihat sedih. 


Hidup Sun Hui memang tampak sempurna. Selain siswi berprestasi dan cantik, Sun Hui juga mempunyai orang tua yang hebat dan sangat menyayanginya. Ayahnya, Choi Jin Hyeok, adalah seorang pengacara terkenal dan selalu mendapatkan penghargaan. Ibunya, Ha Eun Joo, adalah mantan dokter psikiater yang sekarang fokus menjadi Ibu Rumah Tangga. Mereka adalah ‘Keluarga Sempurna.’

--



Baru juga Sun Hui tiba di sekolah, dia sudah dapat hadiah ulang tahun dari seorang siswa, padahal ulang tahun Sun Hui saja sudah lewat. Hyun Woo langsung menggodanya. Saat Hyun Woo sibuk menerka isi kotak hadiah yang di terima Sun Hui, Gyeong Ho memanfaatkan kesempatan untuk memberikan hadiah ulang tahun Sun Hui. Sebuah gantungan kunci berbentuk angsa yang di taburi berlian. Dia memesan gantungan kunci tersebut secara khusus, makanya dia terlambat memberikan hadiah ulang tahun. Yang dilakukan Gyeong Ho tidak luput dari penglihatan Hyun Woo dan Su Yeon yang kebetulan lewat. 


Sun Hui memuji hadiahnya yang indah dan berterimakasih. Usai mengatakan itu, Sun Hui pamit untuk pergi ke kelas duluan. Hyun Woo langsung mendekati Gyeong Ho. Anehnya, wajah Gyeong Ho terlihat muram. Gyeong Ho mengaku ke Hyun Woo kalau dia sudah di tolak Sun Hui. Hyun Woo langsung tersenyum cerah. Terlihat kalau dia juga menyukai Sun Hui.


Saat jam pulang sekolah, Sun Hui menyuruh Hyun Woo dan Gyeong Ho untuk jalan duluan karena dia masih mau menyelesaikan soal. Setelah keduanya pergi dan kelas sudah kosong, Su Yeon kembali mendekati Sun Hui. Dia melepaskan tusukan pensil dari rambut Sun Hui dan berbicara sendiri tentang Sun Hui yang masih ingat cara mengikat rambut seperti itu. Sun Hui terlihat kebingungan. 


Untuk membuat Sun Hui mengerti maksud ucapannya, Su Yeon meletakkan kotak korek api di atas meja. 

Hal ini membuat Sun Hui teringat akan kenangan masa kecilnya.



Saat kecil, Sun Hui tinggal di panti asuhan. Karena tubuhnya yang kecil di bandingkan anak seumurannya, dia sering di ganggu oleh sekolompak anak lelaki di belakang panti. Dan orang yang menyelamatkannya saat dia di rundung adalah Su Yeon, satu-satunya temannya di panti asuhan. Su Yeon sangat suka membawa kotak korek api dan menakut-nakuti anak-anak itu dengan korek api. Dia juga sengaja menceritakan kisah tentang orang tuanya yang meninggal dalam kebakaran, dimana Ibunya yang membakar karena membenci ayahnya, namun berakhir di bunuh oleh ayahnya dan kemudian ayahnya bunuh diri. 

“Mereka bilang aku mirip dengan orang tuaku,” ujar Su Yeon sambil mengarahkan korek ke arah anak-anak tersebut. 


Anak-anak itu langsung lari ketakutan. Su Yeon tertawa puas sambil mengatai mereka sebagai pengecut. Sun Hui jadi takut kalau Su Yeon akan kena marah oleh guru jika anak-anak itu mengadukannya. Su Yeon sama sekali tidak takut dan menenangkan Sun Hui.




Su Yeon sangat memperhatikan Sun Hui. Dia suka membantu menggulungkan rambut Sun Hui dan menusukkannya dengan pensil warna sebagai pengganti konde. Mereka juga saling berbagi kisah hidup mereka. Sun Hui yang besar di panti asuhan, tau tentang orang tuanya. Ibu Sun Hui sudah meninggal sementara ayahnya masih hidup tapi entah berada dimana. Sementara Su Yeon, dia tidak pernah melihat kedua orang tuanya. Ceritanya tentang ayah dan ibunya hanyalah kebohongan untuk menakut-nakuti anak-anak yang mengganggu. Sebelum berada di panti asuhan, Su Yeon adalah anak terlantar.  



Setiap malam, Su Yeon selalu membacakan dongeng untuk Sun Hui. Dia juga mengajari Sun Hui caranya menyalakan korek api. Sun Hui sangat bahagia karena Su Yeon.


Hingga suatu hari, Su Yeon memberikan kotak korek apinya pada Sun Hui sebagai hadiah perpisahan. Dia akan di adopsi besok, Su Yeon sangat bahagia karena untuk pertama kalinya dia akan mempunyai keluarga. 


Setelah mengingat Su Yeon, Sun Hui mulai bisa merasa nyaman untuk berbicara dengannya. Namun, satu hal yang cukup mengejutkan Sun Hui adalah saat Su Yeon bilang kalau sekarang dia tinggal dengan kakak panti asuhannya. Bukankah dia di adopsi?

“Ingat bagaimana aku terluka? Jadi, adopsiku di batalkan.”

“Benarkah? Dimana?”

“Kau tidak tau?” tanya Su Yeon terkejut, menyadari kalau Sun Hui tidak tau tentang lukanya.

Sun Hui tidak menyadari saat membahas lukanya, Su Yeon menyentuh rambutnya. Su Yeon juga tidak berniat memberitau tentang lukanya. Hanya saja, terkadang dia bertanya-tanya, jika saja dia di adopsi waktu itu, apakah dia bisa bahagia? Sun Hui menggenggam tangannya dan berujar kalau Su Yeon bisa bahagia mulai sekarang. Dia akan membantunya.



Su Yeon tersenyum. Dia kemudian mulai meminta gantungan kunci yang di dapatkan Sun Hui dari Gyeong Ho sebagai tanda kembalinya pertemanan mereka. Sun Hui terlihat keberatan untuk memberikannya, namun, melihat wajah Sun Yeon, dia tidak berani menolak.


Gyeong Ho menghabiskan waktu bermain basket dengan Hyun Woo. Saat berisitirahat, Hyun Woo mulai menanyakan soal pernyataan cinta Gyeong Ho pada Sun Hui. Tanpa ragu, Gyeong Ho menceritakan segalanya. Sun Hui menolaknya dengan alasan terlalu sibuk untuk pacaran. Dia baru akan pacaran setelah lulus SMA. Hyun Woo tersenyum karena alasan penolakan Sun Hui terdengar klise. Semua orang selalu mengatakan alasan serupa jika menolak seseorang, tapi pada akhirnya pacaran juga dengan orang lain sebelum lulus SMA. Namun, Sun Hui berbeda. Meskipun terdengar klise, Sun Hui jujur. Hyun Woo yakin hal itu karena dia sudah lama mengenal Sun Hui. Gyeong Ho langsung kembali bersemangat karena artinya dia masih punya harapan.


Di tengah pembicaraan, Su Yeon datang dan menagih hadiah ulang tahunnya dari Hyun Woo. Gyeong Ho bisa melihat kedekatan keduanya.

--




Saat makan malam, Sun Hui terlihat tidak fokus. Kedua orang tuanya menyadari hal tersebut. Selesai makan, Sun Hui langsung menemui ayahnya di ruang kerja. Dia mulai berbasa-basi dengan berujar berharap bisa mempunyai kemampuan bicara ayahnya. Setelahnya, dia baru menceritakan masalahnya. Ada anak baru di kelasnya dan dia berharap bisa dekat dengan anak tersebut. Dia bisa merasakan kalau anak itu juga berharap demikian, namun, entah kenapa dia merasa anak itu sulit di dekati. Padahal saat bersama Hyun Woo dan Gyeong Ho dia tidak perlu memikirkannya.

--


Su Yeon menjalani kehidupan yang sulit. Untuk membiayai sekolah, dia harus bekerja sambilan. Sialnya, tempatnya bekerja sambilan malah tutup tiba-tiba. Si bos kabur setelah menjual restorannya tanpa membayar gaji mereka. Gaji Su Yeon bulan lalu saja belum di bayarkan.

--


Sun Hui terlihat lebih rileks hari ini setelah menerima nasihat dari ayahnya, kemarin malam. Ayahnya menyarankan padanya untuk menulis surat pada temannya itu untuk menunjukkan ketulusannya. 


Di sekolah, Su Yeon terlihat selalu memperhatikan rambutnya. Dia penuh kekhawatiran, terutama soal uang sekolah. Makanya, saat jam istirahat, Su Yeon memberanikan diri untuk ke meja Sun Hui. Dengan terbata-bata, dia mencoba meminjam uang pada Sun Hui dan berjanji akan membayarnya setelah mendapatkan gaji.


Padahal Su Yeon sudah memberanikan diri untuk meminjam uang, tetapi Sun Hui ternyata tidak mendengar satupun ucapannya karena memakai penyuara telinga. Su Yeon yang sudah sensitif karena kehidupannya, menjadi emosi dan merasa Sun Hui sengaja melakukannya untuk membuatnya kesal. Sun Hui tentu menyangkal dan berusaha menjelaskan.

“AKU HARUS MEMINJAM UANG! KAMU MENDENGARKU SEKARANG?” teriak Su Yeon, tidak bisa menutupi emosinya.


Satu kelas mendengar ucapannya tersebut. Su Yeon semakin malu. Sun Hui dengan suara kecil, meminta maaf karena dia tidak membawa uang tunai hari ini. Dia akan memberikannya besok. Hal ini dilihat sama Gyeong Ho yang kembali lebih cepat ke kelas daripada Hyun Woo. Dan dari tatapan matanya, dia tidak suka melihat sikap Su Yeon ke Sun Hui.

--


Di rumah Su Yeon.

Su Yeon sedang belajar. Dia terlihat memikirkan banyak hal. Tiba-tiba saja dia merasa ingin berhenti sekolah karena beratnya biaya sekolah dan tidak ada teman. Kakak panti asuhannya tidak mengizinkannya berhenti karena dari awal dia kan sudah bilang kalau bantuan sekolah tidak akan menutupi biaya sekolah. Dan juga, bukankah Su Yeon yang minta pindah sekolah ke sana karena punya teman di sana? 


“Ini tidak seperti dugaanku.”

“Dalam hal apa? Dia tidak mengingatmu?”

“Bukan begitu. Dia merasa tidak nyaman denganku,” ujar Su Yeon, sedih.


Kakak panti heran karena setaunya Su Yeon bilang kalau mereka sahabatan. Su Yeon juga merasa demikian karena mereka memang sabahat saat masih kecil. Namun, waktu sudah berlalu dan banyak hal sudah berubah. Bagi Su Yeon, Sun Hui adalah tema satu-satunya.

Kakak panti asuhannya langsung menyemangatinya. 

--



Esok harinya,

Su Yeon tiba di kelas lebih cepat daripada Sun Hui. Baru saja duduk, Gyeong Ho mendekatinya dan melemparkan beberapa uang ke mejanya. Sangat tidak sopan. Dia juga mengancam Su Yeon untuk tidak merundung Sun Hui karena dia tidak akan membiarkannya. Emosi Su Yeon terpancing dan bertanya memastikan, apakah Sun Hui bilang kalau dia merundungnya?


“Itu tidak penting,” jawab Gyeong Ho. “Beritahu aku jika kamu butuh lebih. Aku akan memberikan uangnya.”

Jika berada di posisi Su Yeon, kita juga pasti akan merasa terhina mendengar ucapan Gyeong Ho. Makanya, meski membutuhkan uang, Su Yeon melemparkan uang itu kembali ke Gyeong Ho setelah memukulinya. Hal ini menarik perhatian seluruh siswa di kelas. 


Masih belum puas meluapkan emosinya, Su Yeon mendekati Sun Hui yang baru tiba. 

“Hei, kamu menganggapku pengemis biasa? Dasar brengsek!” ujar Su Yeon, penuh amarah sambil bergegas keluar.

Sun Hui benar-benar bingung. Tidak mengerti apa maksud Su Yeon dan kenapa Gyeong Ho bisa terlibat.


Rasa iri Su Yeon semakin bertumbuh saat melihat Sun Hui yang di jemput Ibunya dengan mobil mewah. Dia terlihat baik-baik saja setelah kejadian tadi.

Argh, di setiap sekolah pasti ada saja perundung. Dua orang siswi yang tidak menyukai Sun Hui mencoba mendekati Su Yeon dengan memanas-manasinya soal kejadian di kelas tadi. Dia mencoba membuat Su Yeon bergabung dengan mereka dan mengganggu Sun Hui. Su Yeon dengan tegas menolak semua ajakan dan tawaran mereka. 

--



Besok harinya, Gyeong Ho mengajak Sun Hui bertemu berdua di ruang lab bahasa. Dia meminta maaf padanya atas kejadian kemarin. Gyeong Ho mengakui bahwa dia sudah salah paham dan melewati batas hingga menyakit Su Yeon. Maaf. 


Permintaan maafnya terdengar tulus dan menyentuh hati Su Yeon. Amarahnya hilang. Sun Hui sangat senang karena Su Yeon sudah tidak marah lagi padanya. Saking senangnya, dia mulai membicarakan soal Gyeong Ho yang minta maaf pada Su Yeon. Ternyata, Sun Hui yang menyuruh. Su Yeon kembali merasa kecewa.


Saat jam istirahat, Su Yeon mengajak Hyun Woo bicara. Dia bisa menebak perasaan Hyun Woo pada Sun Hui. Hyun Woo terus saja menyangkal perasaannya. Semua karena rasa minder. Ayah Sun Hui adalah pengacara terkenal dan ayah Gyeong Ho adalah pelukis terkenal. Sementara keluarganya hanya mengelola penatu biasa. 


“Seorang anak tidak bisa memilih orang tua mereka. Apa salahnya dengan penatu?” tanya Su Yeon. “Jadi, kamu tidak mencoba karena orang tuamu tidak setenar orang tua mereka. Kalau begitu, orang dari panti asuhan tanpa orang tua bahkan tidak boleh bermimpi untuk berkencan.” 


Setelah mengatakan itu, Su Yeon pergi begitu saja meninggalkan Hyun Woo yang jadi merasa bersalah pada ucapannya.

--


Hari sudah gelap. Su Yeon tidak pulang ke rumah melainkan mengikuti Sun Hui dan menunggunya hingga selesai les. Ada yang ingin dia bicarakan dengan Sun Hui, saat ini. Sun Hui bingung, tetapi dia tetap mengikuti Su Yeon yang membawanya ke gang gelap. 

“Ini sesuatu yang harus kamu ketahui. Ingat saat ku bilang aku tidak bisa diadopsi karena terluka?”

“Ya.”


“Tebak dimana dan seberapa parah aku terluka. Dan kenapa.”

Sun Hui semakin bingung. Su Yeon menghela nafas panjang sebelum melepaskan wig-nya dan memperlihatkan luka bakar besar di sisi kepalanya yang menyebabkan rambut tidak bisa tumbuh lagi di sisi kepalanya. Sun Hui mundur selangkah sambil menutup mulutnya karena terkejut.


Su Yeon menatapnya dengan mata berkaca-kaca, menahan tangis dan juga malu, “Perawatan medis untuk luka bakar mahal. Jadi, siapa yang mau mengadopsi anak dengan penampilan seperti ini? Bagaimana aku bisa mendapatkan luka bakar ini? Haruskah kuberi tau? Haruskah kuberi tau perbuatanmu kepadaku?”

Hari itu, sehari sebelum Su Yeon di adopsi. Malam hari.



Sun Hui pergi ke belakang gedung panti seorang diri sambil membawa kotak korek api pemberian Su Yeon. Dia sangat sedih karena Su Yeon akan pergi besok dan artinya dia akan sendirian lagi. Untuk melepaskan rasa sedihnya, Sun Hui mencoba menyalakan korek api. Sekali gesekan. Dua kali gesekan. Korek apinya tidak kunjung menyala meskipun dia sudah mencoba menggeseknya berulang kali. Kesal, Sun Hui memasukkan kembali batang korek yang di gosoknya tadi ke dalam kotak korek api.


Sun Hui meninggalkan kotak korek apinya begitu saja tanpa membawanya. Sun Hui tidak menyadari bahwa ujung korek api yang di gosoknya tadi berwarna merah, yang artinya dalam keadaan panas. Dan karena dia meletakkannya kembali ke dalam kotak korek, ujung yang panas, mulai mengeluarkan asap karena beradu dengan batang korek api lain. Dari asap, mulai membentuk api dan api mulai membentuk kobaran karena menyentuh dedaunan kering di sana dan kayu-kayu. Kobaran tersebut semakin membesar dan menyambar gedung panti asuhan.


Suara sirine kebakaran berbunyi kencang. Semua orang berhamburan keluar. Anak-anak panti yang sudah keluar di cek satu persatu untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Petugas pemadam kebakaran juga tiba.

Di antara anak-anak panti yang sudah keluar, ada satu anak yang tidak ada. Dia adalah Su Yeon. Malam itu, Su Yeon di suruh tidur di kamar yang berbeda dari biasanya karena orang tua angkatnya akan menjemputnya pagi-pagi sekali. Dan karena hal itu juga, Su Yeon terlambat untuk melarikan diri. 



Setelah kebakaran tersebut, waktu berlalu. Sun Hui di adopsi dan pergi bersama keluarga angkatnya. Sementara Su Yeon masih berbaring di ranjang rumah sakit. 

EPILOG


Sebelum tidur, Su Yeon membacakan dongeng untuk Sun Hui. Kisahnya tentang pangeran bertubuh emas, mata dari safir dan pedang yang memiliki permata seperti batu delima. Saat musim dingin akan tiba, seekor burung layang-layang terbang ke kaki pangeran dan memutuskan untuk beristirahat. Saat burung layang-layang beristirahat, air menetes ke atasnya. Dan tetesan air itu adalah air mata pangeran. 


Pangeran menangis karena bisa melihat banyak kesedihan di jalanan. Dia melihat seorang anak yang sakit tetapi tidak bisa membeli obat. Pangeran meminta si burung layang-layang untuk mengambil permata di pedangnya dan berikan kepada anak itu. Seperti permintaan pangeran, burung layang-layang melakukannya. 

Setelahnya, pangeran meminta burung layang-layang untuk memberikan mata safirnya kepada pemuda berbakat tapi miskin dan gadis korek api. Pangeran kini sudah kehilangan kedua matanya. Namun, Pangeran berbicara dengan gembira. 

“Aku baik-baik saja selama mereka bisa bahagia dengan mataku.”


Setelah mendengar ucapan si Pangeran, burung layang-layang tidak pergi ke Mesir dan memutuskan untuk menjadi mata Pangeran. 

“Terimakasih, burung layang-layang. Bisakah kamu mengambil emas di tubuhku dan memberikannya kepada orang yang membutuhkan?”

Burung layang-layang melakukan seperti yang di minta Pangeran. Kemudian, musim dingin pun tiba dan burung layang-layang membeku, tidak bisa bergerak. Sebelum meninggal, burung layang-layang berujar bahwa dia bahagia karena bisa membantu Pangeran. Dengan kekuatan terakhirnya, burung layang-layang memberikan ciuman pada Pangeran dan kemudian meninggal.


Pada saat itu, hati Pangeran tidak bisa mengatasi kesedihan dan hancur berkeping-keping. Seorang malaikat membawa hati Pangeran dan burung layang-layang. Saat Dewa melihat mereka, dia sangat senang dan menggangguk. Pangeran dan burung layang-layang pergi ke surga dan hidup bahagia selamanya.



Post a Comment

Previous Post Next Post