Sinopsis C-Drama : Die Now (Episode 5 : Labirin) part 1




Network: Sohu TV



"Jangan berbelas kasihan dengan musuhmu,” ucap Li Meng, putus asa, mengira kalau Xia Chi telah pergi meninggalkannya.

Li Meng lalu mengingat kenangannya. Dulu ia diputuskan oleh pacarnya dengan alasan, karena ia tidak bisa membantu apapun dan hanya bisa bergantung pada orang lain.



“Tapi seorang gadis mau bersandar pada seseorang. Bukankah itu normal?” tanya Li Meng, membela diri. Ia tampak sedih.

“Benar. Itu normal. Tapi bukan gadis seperti itu yang aku mau. Aku mau seseorang yang memiliki keberanian untuk mengalahkan seseorang. Kamu sangat bodoh,” jelas si pacar.



“Kau tunggu saja. Suatu hari aku akan mengalahkanmu. Aku akan menunjukkan padamu bagaimana aku mengalahkanmu,” teriak Li Meng dengan perasaan marah dan sedih.


Li Meng mulai benar- benar putus asa dan menangis. Ia bahkan mulai bertanya- tanya apa semua nya akan berakhir seperti ini. Dan lalu ia pun menutup matanya.



Namun disaat itu, Xia Chi kembali. Tepat sebelum pintu menutup, Xia Chi meluncur masuk kembali kedalam untuk membantu Li Meng. Dan melihat itu, Li Meng pun menjadi keheranan.




“Kita perlu secepatnya mencari jalan keluar,” kata Xia Chi setelah berhasil membantu Li Meng yang kakinya terjebak didalam lubang.

“Mengapa kamu kembali?” tanya Li Meng, antara heran dan tidak percaya.


“Bahkan tidak ada gerbang. Kita perlu memikirkan jalan keluar lainnya,” kata Xia Chi mulai berpikir, tidak mendengarkan pertanyaan Li Meng.

“Aku bertanya padamu. Mengapa kamu kembali?” tanya Li Meng lagi, tidak sabaran.



“Benar. Aku tadi mau pergi. Tapi aku sudah memikirkannya dengan hati- hati, jika aku pergi begitu saja, aku bukanlah seorang lelaki,” jawab Xia Chi sambil bergaya membanggakan dirinya.

“Tapi aku musuhmu. Apakah kamu lupa, apa yang kubilang tadi? Aku bilang jika kamu kalah, kamu akan mati, bodoh,” balas Li Meng.

“Siapa bilang kita akan kalah?” balas Xia Chi, memotong.



Li Meng masih tidak mempercayai kenapa Xia Chi mau membantu, kepadahal tadi ia sempat mengkhianati Xia Chi. Dan lagi ia adalah musuh yang akan membunuh Xia Chi. Dan dengan sikap biasa saja, Xia Chi hanya menanggapin dengan berkata Oh.



Li Meng mulai menceritakan bagaimana ia bisa sampai ditahap ini. Yaitu karena selalu ada orang yang membantunya, tapi walau begitu orang tersebut tidak pernah mempercayainya.

Dan walaupun ia selalu mengikuti setiap perkataan orang, tapi untuk dapat melewati waktu kritis, ia harus membuat kelonggaran sendiri atau ia akan mati.



“Ada satu kali. Mereka bahkan memasangkan sebuah bom dileherku. Dan pengontrolnya ada ditangan mereka,” kata Li Meng dengan pilu.

Kepada Xia Chi, ia mengatakan, andai saja Xia Chi meninggalkannya. Maka kini Xia Chi pasti akan menjadi orang yang paling teraman di permainan ini.


“Karena aku berjanji padamu kalau kita akan pergi bersama,” jelas Xia Chi dengan singkat.

“Apa yang kamu bicarakan?”

“Jangan cemas. Aku akan membuka pintu ini sekarang juga,” kata Xia Chi dengan penuh percaya diri sambil menunjuk kearah pintu besi itu.



Dengan sengaja Xia Chi berkata keras kalau tiba-tiba ia merasa penuh dengan kekuatan. Setelah itu, ia pun berlari sekencang mungkin menabrak pintu besi. Tapi sayangnya, pintu besi tidak terbuka dan bahunya jadi kesakitan.

Walaupun Xia Chi terus mencoba lagi- lagi dan lagi, tapi tetap saja ia tidak berhasil, malah ia makin membuat diri sendiri kesakitan.



Dia bilang level kesulitannya akan berubah dengan apa yang dikatakan oleh pemainnya. Mengapa aku tak bisa membukanya? Tanya Xia Chi dalam hatinya kepada GM.

Apakah kamu pikir aku begitu bodoh? Jika itu kejadiannya, kamu bisa saja berkata kamu mau pergi kejalan keluarnya. Lalu kamu akan menang bersama. Dalam permainan ini, dia akan mendengarkan perkataan pemainnya dan menyesuaikan level kesulitan hanya pada satu arah. Artinya kesulitan permainan itu hanya akan meningkat, bukannya menurun. Jelas GM yang ternyata pintar sekali.



Karena kesal tanpa sadar, Xia Chi mengatakan apa yang ada dalam pikirannya dengan keras. Dan mendengar itu, Li Meng pun menjadi kebingungan serta bertanya.

“Biar kuberitahu. Tempat ini adalah labirin kebohongan. Semua halangan tadi, kita sendiri yang ciptakan,” jelas Xia Chi mulai sedikit tidak sabaran.



Mengetahui hal itu, maka Li Meng pun menyadari kesalahannya, karena telah terlalu banyak bicara. Dan lalu mengomel kepada Xia Chi yang tidak memberitahunya dari tadi.

“Tunggu. Tadi dipenjara, kamu bilang aku akan kembali. Apakah itu juga disengaja?” tanya Li Meng saat sadar.

“Ya,” balas Xia Chi membenarkan.



Ditempat lain. Guru Li (no 4), nomor 2, nomor 6, nomor 5, mereka berempat berjalan bersama didalam lorog putih yang tampak seperti tidak berujung.

Disaat mereka terus berjalan tanpa akhir. Nomor 5 dengan cepat mengeluarkan beberapa kartu dari sakunya dan menggores dinding putih.



“Aku menyadari sesuatu. Ini sudah kelima kalinya kita berjalan lewat sini. Jalan ini, seperti lingkaran mati. Aku sudah membuat tanda tadi,” kata nomor 5 kepada mereka bertiga.



Melihat tanda goresan di dinding, mereka menjadi percaya. Dan Guru Li mulai kesal, karena nomor 5 tidak memberitahu dari tadi.

“Aku juga sedang mecari jalan keluarnya,” kata nomor 5, membela diri.

“Lain kali, jika kamu menemukan sesuatu, harap beritahu kami lebih dulu, karena kita adalah tim!” tekan Guru Li dengan emosi.


Mereka mulai termakan kebohongan nomor 5, berpikir kalau ini benar adalah lingkaran mati, sehingga mereka memutuskan untuk berhenti berjalan. Dan melihat itu nomor 5 tersenyum senang.



Aku mengatakan ini adalah lingkaran mati, hanya untuk menakuti mereka. Tapi jika benar, maka kesulitan misi ini tergantung pada pemainnya. Begitu seorang pemain berbohong pada pemain lainnya, sistemnya akan berubah menyesuaikan, menyiapkan jebakan. Membuat kebohongan itu menjadi benar. Jadi permainan ini mudah bagiku. Pikir nomor 5 dengan senang dalam hatinya.



Nomor 2 mengeluarkan pisaunya untuk membuat lubang didinding. Tapi melihat itu, Guru Li langsung menyela dan menanyakan kenapa nomor 2 membawa senjata kesini.

“Guru Li, jangan terlalu serius. Ini hanyalah pisau biasa. Ketika aku masuk, aku menemukannya diatas tanah. Aku pikir akan berguna, jadi aku memungutnya,” kata nomor 2 dengan sikap santai.



Guru Li tidak senang, karena itu isa membahayakan mereka. Jadi ia meminta agar nomor2 menyerahkan pisau itu kepadanya. Dan nomor 2 setuju.

Dengan sengaja nomor 2 bersikap seperti ingin memberikan pisau, tapi saat Guru Li mau mengambilnya, ia mengancungkan pisau lipat itu kepada Guru Li.



Sedangkan nomor 6 yang ketakutan, menyuruh agar mereka berdua jangan bertengkar. Dan karena itu maka, Guru Li mengalah. Lalu nomor 2 mulai mengkoyak dinding putih dengan pisaunya.



Dan karena lama sekali dinding itu hancur, maka dengan tidak sabaran nomor 2 menendang dinding tersebut. Lalu dinding tersebut pun hancur, begitu pun dengan dinding dibelakangnya. Nomor 2 menjulurkan kepalanya kedalam lubang.

Dan apa yang nomor 2 lihat adalah badanya sendiri. Begitu juga dengan semua orang yang berada disekitarnya, mereka melihat itu juga dan ikut terkejut.



“Apa artinya ini?” tanya nomor 2.

“Apakah kamu yang menciptakan ruangan ini?” tanya nomor 6.

“Mungkinkah lingkaran mati tak terbatas?” tanya Guru Li.

“Kelihatannya kita terjebak disini sekarang,” jawab nomor 5.



“Bolehkah aku bertanya siapa namamu?” tanya Li Meng kepada Xia Chi.

“Xia Chi. Aku pikir, namamu sebenarnya bukan Li Meng kan.”

“Itu untuk mengelabui mereka. Namaku adalah Chun Xu Xiang. Nama kita mirip, satu musim semi (Chun) dan satu musim panas (Xia) – marga dalam bahasa china berarti musin semi dan musim panas-. Aku pikir kita akan mampu bertahan hidup lebih lama daripada mereka,” kata Xu Xiang, yakin.



Udara didalam ruangan semakin dingin. Bahkan rambut mereka berdua telah sedikit membeku. Dan disaat udara makin dingin lagi, Xu Xiang mulai melompat- lompat.




Tapi dengan penuh perhatian, Xia Chi menyuruh Xu Xiang untuk tidak melompat dan duduk didekatnnya saja. Lalu Xia Chi melepaskan jaketnya dan melampirkan itu dibahu Xu Xiang.

“Jika kita berdekatan seperti ini. Kita akan menjadi lebih hangat,” jelas Xia Chi.


“Terima kasih,” balas Xu Xiang.

Post a Comment

Previous Post Next Post