Images by : JTBC
Saat kembali ke ruangan, O Reum menyambutnya dan bertanya antusias mengenai pendapat Hakim Kepala. Ba Reun tidak bisa memberitahu yang sebenarnya, jadi dia hanya menyuruh O Reum untuk mengabaikan saja Hakim Sung. O Reum tidak mau, jika Ba Reun tidak mau, dia yang akan mengangkat isunya.
“Itu bukan masalah serius. Aku kesal dia mencuri ideku, tapi dia menginginkan promosinya. Aku tidak ingin meributkannya.”
O Reum malah mengira kalau Ba Reun hanya tidak mau terlibat persaingan dengan Hakim Sung. Ba Reun berusaha untuk menyadarkan O Reum agar tidak ikut campur. Tetapi O Reum terus berkeras, dia melakukan hal ini juga untuk menolong Hakim Hong. Dan akhirnya, mereka mulai berdebat hingga O Reum memberitahu kalau dia akan membuat petisi. Ba Reun tidak setuju.
“Hakim Park. Memprakarsai perilaku kelompok itu bisa menjadi masalah serius. Pikirkanlah secara hati-hati,” nasihat Ba Reun.
Dan, O Reum tetapi mengabaikan nasihat tersebut. “Tahukah kamu yang dialami oleh Hakim Hong Eun Ji? Kamu tidak peduli, bukan? Pernahkah kamu memedulikan orang lain seumur hidupmu?” tanya O Reum sarkasme.
(sumpah ya!! Ini karakter O Reum mungkin memang baik, peduli pada orang lain, tapi bukan berarti dia bisa men-judge orang sesukanya. Jangan ngerasa kalau hanya dia yang punya simpati dan empati! Dia tidak sadar kalau semua kelakuannya selama ini membuat masalah untuk Ba Reun dan Hakim Han, dan karena Hakim Han dan Ba Reun peduli pada O Reum makanya mereka membantu O Reum. Kalau tidak, dari awal O Reum pasti sudah di pecat karena membuat banyak pelanggaran.)
“Aku harap aku tidak peduli,” ujar Ba Reun dalam hati. Dia memikirkan perkataan Hakim Han yang memberitahu kalau tindakan O Reum bisa memicu hukuman.
Tetapi, O Reum terus berkeras dan mengatakan hal-hal terkait kemanusiaan dsb.
“Dengarkan aku, Park Cha Oh Reum!” teriak Ba Reun. “Posisimu akan terancam jika melakukannya. Kamu menjadi hakim untuk merombak sistem peradilan. Maka bertahanlah. Bertahanlah dan jangan gegabah!”
“Lalu, haruskah aku diam saja? Haruskah aku diam dan melihatnya? Ada yang tenggelam di sampingku. Haruskah aku melihatnya saja?” tanya O Reum memojokkan Ba Reun.
Ba Reun tidak lagi mengatakan apapun.
O Reum pulang dan di jemput oleh pria bermobil. Ba Reun melihatnya. Pria itu memperkenalkan diri pada Ba Reun, namanya adalah Min Yong Jun dari NJ Group. O Reum memberitahu kalau Yong Jun adalah senior-nya saat kulian. Tapi, Yong Jun memberitahu kalau dia sudah berteman dengan O Reum sejak masih kecil. Ba Reun memperkenalkan dirinya juga.
O Reum pulang dengan Yong Jun dengan menaiki mobil mewah Yong Jun. Ba Reun hanya bisa melihatnya pergi, dan pulang dengan sepedanya. Tapi, akhirnya, dia memutuskan untuk pulang dengan naik taksi.
Ba Reun berbincang dengan supir taksi. Ba Reun memberitahu kalau dia lembur makanya pulang malam.
“Lembur? PNS tidak lembur. Pulang kerja tepat waktu adalah alasan orang menjadi PNS. Anda PNS baru golongan sembilan?” tanya supir.
Ba Reun hanya tersenyum.
O Reum mengemudikan mobil Yong Jun, dan saat melihat seorang siswi yang kesulitan menyeberang karena mobil tidak ada yang mau berhenti, O Reum menghentikan mobilnya dan menghalangi mobil lai dan membiarkan siswi tersebut lewat. Siswi itu membungkuk berterimakasih.
“Jangan bilang begitu. Anda tahu berapa jam aku berkendara hari ini demi mengejar setoran? Putraku sudah belajar untuk mengikuti ujian PNS di Noryangjin selama tiga tahun. Dia makan nasi seduh dan tidur di apartemen sempit. Setelah memperoleh beberapa sertifikasi komputer, putriku bekerja di perusahaan TI kecil. Kini, dia menyimpan kasur lipat di kantornya. Anda tidak menyadari betapa beruntungnya Anda,” ujar supir.
Ba Reun menundukkan kepala, “Maaf, Pak. Sikapku kekanak-kanakkan.”
Hakim Sung memeriksa putusan Hakim Hong dan memarahinya karena dia tidak puas. Dia tidak mau mendengarkan alasan Hakim Hong dan meneriakinya.
“Beraninya kamu membantah! Saat masih menjadi hakim pembantu, aku biasa bergadang dan mengerjakan 100 halaman putusan. Ini belum tuntas! Kamu berharap aku memarafnya? Pengadilan yang lebih tinggi lebih memedulikan siapa ketua majelis hakimnya. Kamu memalukanku saja! Kerjakan lagi. Sekarang!”
Hakim Hong menangis tetapi hanya bisa meminta maaf. Dia mengambil pekerjaannya dan mengerjakan ulang semuanya.
Hakim Hong sudah tidak tahan. Dia berdiri di atas gedung. Dia berencana melompat bunuh diri. Dengan begitu penderitaannya akan berakhir.
O Reum tiba saat itu dan memanggilnya. Dia mengajak Hakim Hong untuk beristirahat. Hakim Hong menangis, dia sudah tidak bisa menahan perlakuan Hakim Sung. Dan saat itu dia pingsan di pelukan O Reum. Dan yang lebih gawat lagi, Hakim Hong mengalami pendarahan.
Ambulans datang dan membawa Hakim Hong. O Reum sangat ketakutan dan meminta Hakim Hong untuk bertahan.
Hakim Hong sudah sadar dari pingsanya di rumah sakit. Suaminya ada di sebelahnya. Hakim Hong menjerit keras, dia memukul dada-nya sendiri dan berteriak. Tangis-nya tidak bisa berhenti.
O Reum melihatnya dan menangis. Dia dapat merasakan apa yang dirasakan Hakim Hong.
O Reum kembali ke kantor dan Ba Reun bertanya bagaimana kondisi Hakim Hong? O Reum tidak menjawab, dia mengambil petisi yang telah dibuatnya dan hendak pergi keluar. Tetapi, Hakim Han masuk dan menghalanginya. Suasana menegang.
Hakim Han mengambil petisi O Reum dan marah saat melihatnya. Apa O Reum ingin mengumpulkan paraf agar Hakim Sung di pecat? O Reum tidak menjawab, dia hanya meminta petisi itu di kembalikan karena itu miliknya. Hakim Han semakin marah, dia merobek petisi tersebut. Ba Reun juga kaget.
Tetapi Hakim Han tetap tidak setuju dengan petisi O Reum. Dia mengatakan akan membahasnya dengan Hakim Kepala dan memitna O Reum untuk tidak mengacau. O Reum tidak mau jika hanya akan disuruh diam, dia menge-print lagi petisi-nya. Petisi itu dia berikan kepada Hakim Han dan mempersilahkan Hakim Han untuk merobeknya lagi. Dia menegaskan tidak peduli berapa kali petisi nya di robek, dia tetap akan membagikan petisi tersebut.
“Jika kamu keluar membawa kertas ini, kuanggap kamu tidak mengakui wewenangku. Paham?” tegas Hakim Han.
O Reum menundukkan kepala dan pergi keluar mengabaikan peringatan Hakim Han.
O Reum menemui semua staff dan meminta mereka menandatangani petisi yang dibuatnya. Ada yang mau dan ada juga yang tidak.
Hakim Sung panik. Dia pergi menemui Hakim Kepala. Dia beralasan kalau dia tidak tahu kondisi Hakim Hong dan jika saja Hakim Hong memberitahu kalau dia lagi hamil, dia pasti akan mengurangi kerjaan Hakim Hong. Hakim Kepala terlihat tidak tertarik pada ucapan Hakim Sung.
Hakim Sung kembali ke ruangannya dan menelpon Hakim Majelis lainnya. Dia memberikan alasan yang sama. Dia juga pergi menemui Hakim - Hakim Majelis dan memohon bantuan mereka.
“Semuanya salahku. Ternyata tubuhnya sangat rentan. Aku tidak tahu. Maksudku, semua hakim di negara ini beban kerjanya sama. Kenapa dia menimbulkan keributan?”
“Kudengar dia hamil,” ujar Hakim Han.
“Mana aku tahu? Dia tidak pernah bilang. Mereka berbicara di belakangku selama ini. Maksudku, seandainya dia mengabariku, aku pasti akan lebih pengertian. Rahasiakanlah, tapi hakim muda zaman sekarang, terutama hakim wanita, sangat berbeda dari hakim pada zaman kita. Mereka lalai dan tidak punya rasa tanggung jawab. Mereka bekerja hanya demi menarik gaji. Menurutku, itu masalah besar. Mereka tidak akan pernah berkorban demi rakyat atau organisasi ini. Serius. Mereka tidak akan begitu,” ujar Hakim Sung.
“Sudahkah kamu menjenguknya?” tanya Hakim Han.
“Apa?”
“Sudah menjenguknya?”
“Apa maksud Anda?”
“Apa? Menurutmu apa? Kamu berlagak sopan di depanku. Aslinya kamu meremehkanku, tapi tetap saja menemuiku. Mungkin kamu sudah berbicara dengan ketua majelis hakim lain.”
“Tentu saja tidak,” bantah Hakim Sung.
“Sudahkah kamu menjenguk hakim pembantumu? Hakim yang keguguran dan jatuh pingsan saat membantumu! Hakim pembantumu yang kehilangan anaknya dan pasti sedang menangis. Sudahkah kamu menjenguknya?” tanya Hakim Han dengan marah.
Hakim Sung terdiam tidak bisa menjawab. Terlihat dia tidak suka dengan pertanyaan itu.
Ba Reun menemui seorang hakim, sepertinya hakim di tempat kerjanya dulu, hakim Cho Young Jin. Dia membahas mengenai Hakim Hong dan mengenai O Reum yang mengajukan petisi. Dia meminta Hakim Cho untuk membantu O Reum, tetapi Hakim Cho tidak mau. Dia hanya bisa mendukung tetapi tidak bisa turun ikut campur. Ba Reun mengerti dan pamit.
Ba Reun ingat saat dulu hasil ujiannya mendapat nilai 97 dan teman lainnya mendapat nilai 100. Semua orang tentu heran.
Saat jam istirahat, Ba Reun menemui guru untuk membahas hasil ujiannya. Dia merasa jawabannya benar dan menunjukkan buktinya pada guru. Tetapi, guru tidak mau melihatnya dan hanya membenarkan jawaban Ba Reun, dia berkata kalau Ba Reun yang bilang pasti benar. Dia bahkan meminta hasil ujian Ba Reun dan membenarkannya hingga Ba Reun mendapat nilai 100. Ba Reun kemudian memberitahu, kalau punya dia di benarkan, tentu punya murid lain yang sebelumnya salah juga harus di benarkan. Guru mengangguk malas dan menyetujui. Dia berkata akan membenarkan dua jawaban tersebut. Tetapi, Ba Reun tidak setuju, karena harus di lakukan koreksi merata. Jadi, pasti ada yang nilainya turun karena guru salah menilai sebelumnya.
Tetapi, guru malah marah. Dia menyebut Ba Reun sangat egois karena ingin menurunkan nilai teman-temannya. Dia menyuruh Ba Reun untuk tidak hanya terfokus pada nilai tinggi, tetapi juga berbaur dan posisikan dirinya sebagai mereka. Dia mengingatkan kalau manusia itu hidup berdampingan.
Ba Reun mengingat ucapan Hakim Ketua, Hakim Han dan Hakim Cho, tidak ada satupun yang mau membantu O Reum. Semuanya, hanya mencoba bertahan di posisi mereka dan tidak ingin ikut campur. Ba Reun merasa emosi.
“Metodemu salah. Hakim itu paling kuat jika mengikuti hukum,” beritahu Ba Reun.
“Mengikuti hukum?” bingung O Reum.
“Undang-Undang Organisasi Pengadilan dan Protokol Mahkamah Agung menyebutkan bahwa hakim kepala harus menggelar rapat jika ada permohonan dari lebih dari seperlima hakim.”
“Rapat dengan semua hakim?”
“Jika kamu ingin memprotes, kerjakan sesuai aturan. Akan kukirim e-mail kepada semua orang.”
Dan Ba Reun segera mengirimkannya : "Pengadaan rapat umum hakim." Selamat siang, aku Hakim Im Ba Reun dari Departemen Perdata 44, Rapat umum hakim harus diselenggarakan"
Tags:
msham