Sinopsis Korean Drama : The Smile Has Left Your Eyes Episode 04-3


Sinopsis Korean Drama : Hundred Million Stars From the Sky Episode 04-3
The Smile Has Left Your Eyes
Images by : TvN
 Jin Kook menerima pesan foto Jin Kang. Dia tampak sangat bahagia. So Jung menggodanya yang tampak seperti orang bodoh. Mereka berdua sudah mabuk, dan mulai membahas Jin Kang. Jin Kook menyebut Jin Kang masih kekanak-kanakan. Tetapi So Jung memberitahu kalau Jin Kang sangat dewasa, tetapi berpura-pura kekanak-kanakan untuk Jin Kook.
Tidak lama, Jin Kook tertidur. So Jung memandang wajah Jin Kook dan berujar : “Usiamu juga bertambah. Aku mendengarkanmu, tapi kamu tidak memikirkan dirimu sama sekali.”
--
Moo Young berada di atap rumahnya dan merenung (sebenarnya rumah Moo Young itu di atap rumah sebuah gedung bekas. Pernah nonton Drama Korea : Rooftop Prince? Seperti itu, rumah di atas atap rumah). Kucing yang waktu itu di pungutnya mendekat. Moo Young menggendong kucing itu dan heran karena kucing itu belum pergi dari rumahnya.
Dia akhirnya berbicara dengan kucing itu.
--
Woo Sang mendapat foto pertemuan Seung Ah dan Moo Young. Dia tampak sangat marah, apalagi di salah satu foto tampak mereka keluar dari motel. (Harga diri Woo Sang itu tinggi, jadi dia tidak suka kalah dari orang rendahan –menurutnya- seperti Moo Young. Dan harga dirinya semakin terluka saat tahu kalau Seung Ah telah tidur dengan Moo Young).
--
Seung Ah di tinggalkan di rumah bersama pembantu. Ibunya sedang pergi ke perusahaan Woo Sang untuk bertemu Woo Sang. Saat itu, ada orang yang menekan bel, jadi Seung Ah memanfaatkan kesempatan untuk mengirim pesan kepada Jin Kang menggunakan ponsel pembantu yang ada di meja dan sedang di charge.
--
Ibu berlutut meminta Woo Sang untuk memaafkan mereka. Ibu berjanji kalau kejadian itu tidak akan terulang lagi.
“Seung Ah memintaku membuat kesepakatan. Aku butuh waktu untuk menentukan syarat-syaratnya. Pergilah. Akan kuhubungi setelah siap.”
Dan Ibu dengan terpaksa pergi setelah di usir Woo Sang. Saat ibu sudah pergi, Woo Sang membuang semua barang di meja-nya dengan marah.
--
Jin Kang menerima pesan dari Seung Ah : Jin Kang. Ini aku, Seung Ah. Aku mengirim SMS dari ponsel pramuwismaku.
Dan Jin Kang teringat saat dia di tampar oleh ibu Seung Ah kemarin.
--
Moo Young melihat tembikar vas pemberian Seung Ah dulu. Dan dia teringat saat Jin Kang di tampar oleh ibu Seung Ah, dan saat Seung Ah berteriak menyuruhnya pergi. Dengan marah, dia membuang vas itu ke tong sampah hingga pecah.
Hee Jun jelas heran melihatnya dan mengira kalau Moo Young di putusi Seung Ah.
--
Mobil Woo Sang berpas-pasan dengan salah satu anggota keluarganya, seorang wanita. Dan tampaknya hubungan mereka tidak baik.
“Aku mengirimkan hadiah, tapi kamu tidak berterima kasih. Seung Ah mengesankan. Sejujurnya, kukira dia membosankan. Entah kenapa kalian bisa berpacaran bertahun-tahun. Ternyata dia berani juga. Itu menarik. Kini aku merasa dia terlalu hebat untukmu.”
“Tentu tidak, Jalang.”
“Apa maksudmu? Kamu akan menikahinya? Ini makin menarik.”
--
Jin Kang membaca pesan dari Seung Ah lagi, dimana Seung Ah meminta Jin Kang membantunya menyampaikan pesan kepada Moo Young (dan pesannya sengaja di blur, agar para penonton penasaran. Hahaha)
Jin Kang sedikit ragu untuk menghubungi Moo Young karena dia teringat saat kemarin dia marah dan mengusir Moo Young untuk pergi.
--
Tapi, pada akhirnya dia mengajak Moo Young untuk ketemuan.
Mereka bertemu di depan minimarket. Jin Kang memberitahu tujuannya untuk menyampaikan pesan Seung Ah.
“Seung Ah memintaku menyampaikan ini.”
“Itu saja? Kamu cukup mengirimnya lewat SMS.”
“Benar. Aku ingin meminta maaf. Maaf atas ucapanku tempo hari. Itu bukan salahmu dan aku terlalu kasar,” ujar Jin Kang.
Dan Moo Young tiba-tiba bangkit dan mengendarai sepeda Jin Kang. “Meminta maaf saja tidak cukup. Traktir aku dahulu.”
Yu Ri hendak menemui Moo Young, dan kebetuan dia melihat Moo Young yang sedang naik sepeda. Yu Ri mau menyapa Moo Young, tetapi dia melihat seorang wanita berjalan di belakang Moo Young (Jin Kang) dan Moo Young tampak bahagia.
Akhirnya, Yu Ri mengikuti mereka yang makan di kedai makan.
--
Seung Ah duduk di depan cermin kamar rias-nya. Dia melepas gelang pemberian Moo Young dan bertekad dalam hati akan menemukan cara agar bisa bersama dengan Moo Young.
Seung Ah menuju meja makan dan berbicara kepada ibunya. Dia berjanji tidak akan menemui Moo Young lagi.
Moo Young. Perasaanku kepadamu tidak akan berubah. Jadi, tunggu aku.
Itu isi pesan Seung Ah untuk Moo Young.
--
Moo Young dan Jin Kang makan bersama. Jin Kang sangat lahap dan bahkan meminta tambah dua porsi.
“Kamu masih mau disuruh olehnya setelah ditampar ibunya?” tanya Jin Kook.
“Aku tidak mau lagi. Ini yang terakhir.”
“Urutannya aneh.”
“Maksudmu?”
“’Jin Kang, ini Seung Ah. Ini ponsel pramuwismaku. Tolong sampaikan ini ke Moo Young.’ Dia tidak meminta maaf.”
“Dia terburu-buru. Dia menggunakan ponsel orang lain,” jawab Jin Kang, berusaha berpikir positif.
“Ibunya sama saja. Jika ingin menampar, seharusnya tampar Seung Ah, lalu pacarnya. Urutannya aneh, bukan?”
“Jangan diungkit. Aku resah mendengarnya. Putrinya terlalu berharga baginya.”
“Bagaimana denganmu? Tidak berharga?”
“Cukup. Walau kamu tidak mengungkitnya, aku terus memikirkannya. Kegelisahanku tidak kunjung hilang. Setiap teringat, aku sedih sekaligus merasa hina. Aku juga merasa bersalah.”
“Aku paham kamu sedih sekaligus merasa hina, tapi kenapa merasa bersalah?”
“Karena kakakku. Aku membiarkan orang lain menamparku. Kakakku tidak pantas menerimanya. Jika teringat itu, aku menjadi benci dengan Seung Ah.”
Dan Moo Young terus menatap Jin Kang hingga membuat Jin Kang risih. “Apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Ibumu pasti akan melakukan hal yang sama. Semua ibu begitu.”
“Entahlah, aku piatu,” jawab Moo Young dengan cuek. Jin Kang sedikit tidak enak karena sudah mengatakan hal seperti itu.
“Ayahmu?”
“Aku yatim.”
“Sejak kapan?”
“Sejak aku kecil.”
“Hei. Jangan mengasihani diri kita karena itu. Sebentar lagi kita berusia 30 tahun. Aku juga yatim piatu.”
“Aku tahu.”
“Seung Ah memberitahumu?”
“Kurasa aku sudah menduga sejak awal.”
“Kentarakah? Bahwa aku yatim piatu? Lalu siapa yang membesarkanmu?”
“Panti asuhan. Kamu bilang jangan mengasihani diri kita.”
“Apa maksudmu? Siapa yang kasihan?” bantah Jin Kang, menyangkal kalau dia mengasihani Moo Young. Dan Yu Ri mendengar pembicaraan mereka dan tampak tidak tenang, seperti khawatir gitu.
“Umurku 30 tahun. Aku sudah beranjak 30 tahun. Panggil aku "kak".”
“Apa penyebab lukamu?” tanya Jin Kang tiba-tiba. Dia bertanya dengan nada sok cuek.
“Kamu baru bertanya sekarang? Aku tidak ingat. Kamu?”
“Aku juga tidak ingat. Kata kakakku, ada kebakaran di rumah.”
“Kapan orang tuamu meninggal?”
“Ayahku meninggal sebelum aku lahir.  Ibuku meninggal saat umurku 7 tahun. Kakak perempuanku pindah keluar negeri sebelum aku bersekolah. Aku tumbuh bersama kakakku. Dia mengasuhku sendirian.”
“Luar biasa kamu tidak terluka,” puji Moo Young.
“Itu bohong. Aku bohong saat bilang tidak pernah terluka. Bukankah sudah jelas? Mana mungkin anak yatim piatu dengan luka bakar tumbuh tanpa pernah terluka?”
“Kini aku mengerti.”
“Mengerti apa?”
“Alasanku ingin selalu bertengkar denganmu. Kamu mengingatkanku pada masa-masa sekolah dasarku. Rasanya seperti medan perang. Ada satu kebohongan lagi. Dahulu aku pernah ditampar. Satu kali. Oleh guru saat aku berumur 9 tahun. Masalahnya, aku terlalu kecil saat itu. Aku bodoh hingga menceritakannya ke kakakku. Dia menangis semalaman. Di balik selimutnya. Sampai tersedu-sedu.”
Dan pembicaraan mereka terus berlanjut.

Post a Comment

Previous Post Next Post