Sinopsis Lakorn : You Are Me episode 06 – 2


Sinopsis Lakorn : You Are Me episode 06 – 2
Images by : Channel 3
sinopsis di tulis oleh : Chunov (nama samaran) di blog k-adramanov.blogspot.com
Na bicara dengan Nuan di taman belakang. Nuan merasa khawatir dengan Na yang akan tinggal satu kamar dengan Thi. Dia bukan khawatir dengan keselamatan Na, tetapi dia khawatir apa Na akan bisa menjaga ‘harta’-nya (maksud Nuan di sini, diri Na, apa yakin tidak akan jatuh cinta dengan Thi). Na jelas kesal mendengarnya.  
Nuan kemudian bertanya serius, apa Na sudah memikirkan keputusannya ini dengan benar? Na membenarkan, dia telah siap dengan segala yang akan terjadi. Dan di tambah lagi, P’Ya hanya memberikan waktu 3 bulan untuknya, jadi dia harus bergerak cepat untuk menangkap pelakunya.
--
Thi pergi menemui Chanat di kantor polisi. Mereka mendiskusikan kasus ini, dan Chanat berpendapat kalau kasus ini rumit. Ada rahasia di baliknya. Thi membenarkan, tetapi bukan berarti pelakunya adalah orang dalam keluarganya, di tambah lagi perilaku Siriya juga tidak bagus. Dan wajar jika ada yang ingin melukai Siriya.
Dan karena itu Thi akan menyelidiki hal ini lebih mendetail. Itulah tujuannya pindah ke kamar Siriya agar bisa lebih mengawasi Siriya.
“Kau bilang kau tidak menyukainya kan? Lalu, kenapa kau mengkhawatirkannya?” tanya Chanat.
“Khawatir? Siapa bilang aku khawatir? Aku… aku hanya… tidak ingin ada orang yang mati di rumah itu,” jawan Thi dengan gugup.
“Kau yakin?” tanya Chanat menggoda.
“Ya, aku yakin.”
“Heh. Aku merasa aneh. Orang tanpa hati sepertimu. Yang takut dengan cinta. Khawatir dengan orang lain? Apa itu mungkin? Semua teman kita telah menikah, tapi kau saja masih belum punya pacar. Dalam hidup ini, apa aku akan mendapatkan kesempatan untuk melihat wajah pacarmu?” ujar Chanat semakin menggoda Thi.
“Kau mengerti atau tidak jika dalam kehidupan ini aku masih belum bisa menemukan wanita baik. Makanya… aku belum menemukan cinta. Itu saja.”
“Euh, kau sangat pemilih. Berhati-hatilah atau kau akan single selamanya!”
Thi bingung harus menjawab apa, jadi dia langsung pamit pergi dengan canggung.
--
Khun Pawinee sedang melakukan yoga di samping kolam renang. Orn mengantarkan air minum dan memuji Khun Pawinee yang tampak lebih bugar. Khun Pawinee hanya menghela nafas.
“Sejak kejadian Pop, itu membuatku tersadar bahwa tidak ada hal yang pasti, Orn. Ayah dan ibu juga tidak selalu meninggal duluan dari anak-anaknya. Terkadang, beberapa anak akan meninggal sebelum orangtua nya seperti Pop! Dan kematian anak-anak itu tidak berguna. Ingin mempercayai juga tidak bisa. Kita harus menjaga diri sendiri dengan baik dan kita tidak bisa bergantung pada orang lain terlalu banyak. Kita harus belajar mencintai diri sendiri. Ingatlah itu, Orn!”
Dan Nuan serta Na ternyata ada di dekat sana dan mendengarkan pembicaraan mereka. Nuan jadi merasa kalau Khun Pawinee lebih kuat daripada yang mereka bayangkan. Na masih sedikit ragu, jika Khun Pawinee adalah pelakunya, kenapa dia harus melakukan hal itu?
“Atau obat diabetes itu bukan milik si pelaku?” tanya Nuan. “Na, apa kita telah salah jalan?”
“P’Nuan, jangan lupa kalau khun Pawinee mempunyai motif untuk melukai P’Ya.”
“Itu benar. Kebenciannya pada selingkuhan.”
Pembicaraan mereka harus terhenti karena kedatangan Khun Pawinee. Khun Pawinee ingin mencari sekolah untuk KhaoSuay. Dia ingin KhaoSuay untuk mulai sekolah agar otaknya dapat berkembang lebih capat dan menjadi pintar seperti ayahnya.
“Terimakasih atas niat baik Anda. Tapi aku akan mencari sekolah sendiri untuk putraku,” jawab Na.
“Mencari sendiri? Mungkin itu tidak akan sebagus sekolah yang ku rekomendasikan. Sebagai nenek, aku ingin memberikan yang terbaik untuk cucuku. Aku harap kau dapat mengerti. Aku telah menyiapkan detail dokumennya. Ayo kita bicara di rumah utama.”
--
Di rumah utama ternyata ada Pa, Wiset dan Da. Mereka memberikan brosur TK terkenal yang telah mereka cari. Pa kemudian menggerutu kalau dia tidak akan mencari semua brosur itu jika tahu itu untuk anak Siriya.
“Itulah mengapa aku tidak memberitahumu hal ini dari awal,” timpal Khun Pawinee.
Kebetulan sekali Thi baru pulang. Khun Pawinee segera memintanya untuk ikut serta mendiskusikan sekolah KhaoSuay.
“Khun Mae, pilih sekolah ini aja. Dulu Nam Neung juga sekolah di sini. Ini sekolah untuk kalangan hi-so (high society – kalangan atas). Yah, walaupun putramu mungkin tidak akan cocok di sana,” ujar Pa memilih sebuah sekolah.
“Kalau gitu, kita tidak akan memilih sekolah itu,” ujar Khun Pawinee.
“Kenapa?” tanya Pa dan Wiset dengan bingung.
“Nam Neung itu, meskipun dia sangat hebat dalam hal belajar, tapi hal lainnya, dia tidak berguna. Aku tidak ingin cucuku nanti jadi orang tidak sopan,” jelas Khun Pawinee. (hahahha… rasain itu Pa!)
Mereka terus berdiskusi dan memilih sekolah tanpa menanyakan pendapat Siriya sama sekali.
“Aku ingin KhaoSuay untuk sekolah di tempat biasa,” ujar Na.
“Sekolah miskin?” tanya Pa merendahkan.
“Ya. Aku ingin KhaoSuay menjadi orang normal. Tidak menjadi anak istimewa atau anak tuhan! Aku tidak ingin dia belajar menjadi anak kurang ajar,” ujar Na. dan Pa tersinggung mendengarnya. “Sebagai ibu, tolong berikan aku hak untuk menentukan jalan yang akan putraku tempuh!”
Dan tidak ada yang membantah permintaan Na tersebut.
--
Na melakukan video call dengan Ya. Dia memberitahu mengenai Khun Pawinee yang ingin menyekolahkan KhaoSuay. Dan Ya setuju dengan Khun Pawinee, karena itu sudah di niatkannya dari tahun lalu. Ya kemudian bertanya pada Na, dimana KhaoSuay akan di sekolahkan? Na mengatakan sedang mencari sekolah terdekat karena jika terlalu jauh, dia khawatir dengan keselamatan KhaoSuay.
KhaoSuay sedang bermain dengan Nuan di ruang tamu.
“KhaoSuay, mau sekolah atau tidak?’
“Tidak mau,” tolak KhaoSuay.
Nuan langsung memasang wajah sedih, dan KhaoSuay langsung berkata kalau dia hanya bercanda. Nuan langsung tertawa mendengarnya. KhaoSuay kemudian mengajak Nuan untuk bermain petak umpet. Nuan setuju, tetapi dia menyuruh KhaoSuay untuk bersembunyi di dalam rumah dan jangan keluar.
Khun Nat sedang berada di rumah utama. Orn memanggilnya dan memberitahu kalau dia tadi sedang membersihkan gudang dan menemukan sebuah kotak yang isinya surat yang pernah Khun Nat tuliskan untuk Khun Pipop. Orn menyerahkan kotak itu kepada Khun Nat.
Khun Nat duduk di meja samping kolam renang. Dia membuka kotak itu dan melihat semua surat dan kartu yang pernah di tulisnya untuk Khun Pipop. Semuanya berisi kata : Aku mencintaimu, Khun Pipop.
Membaca semua surat yang pernah di tulisnya, membuat air mata Khun Nat menetes. Dia kemudian menemukan sebuah foto anak kecil dan hal itu membuat air matanya semakin deras
“Jangan menangis,” ujar KhaoSuay yang sudah berada di depannya. KhaoSuay mendekati Khun Nat dan bertanya, apa Khun Nat terluka?
Melihat KhaoSuay dari dekat, membuat Khun Nat teringat pertengkaran dirinya dulu dengan Khun Pipop, dimana saat itu dia menuduh Khun Pipop selingkuh darinya karena dia sudah tua dan tidak bisa memberikan anak. Khun Nat berlutut dan menyentuh dadanya, “Aku terluka di sini,” ujarnya pada KhaoSuay.
KhaoSuay dengan tangan kecilnya, menyentuh dada Khun Nat. “Tiup dan Anda akan segera sembuh,” ujar KhaoSuay dan meniup dada Khun Nat.
Khun Nat memandang lekat pada KhaoSuay, bukan tatapan benci, tetapi seperti kasih sayang. “Itu tidak akan pernah sembuh.”
KhaoSuay menghapus air mata Khun Nat, “Ayah mengajarku, orang hebat tidak boleh menangis!”
Khun Nat semakin sedih. Dia membelai rambut KhaoSuay, dan KhaoSuay menghapus air mata Khun Nat lagi.
Tetapi, Na dan Nuan tiba-tiba muncul dan memanggil KhaoSuay. Na menyuruh KhaoSuay untuk mendekat padanya. Na juga meminta maaf pada Khun Nat kalau KhaoSuay sudah mengganggu.
“Terimakasih banyak,” ujar Khun Nat pada KhaoSuay.
Na segera membawa KhaoSuay ke dalam pangkuannya dan menyuruh Nuan untuk mendorong kursi rodanya ke kamar. Dia juga meminta Nuan untuk tidak bermain petak umpet lagi.
Di tinggal sendirian, air mata Khun Nat mengalir dengan deras. Dia menyentuh dadanya yang tadi di sentuh oleh KhaoSuay.
--
Malam hari,
Na mencari informasi mengenai sekolah terdekat dan mencatatnya. Na terlalu fokus hingga tidak menyadari kalau Thi sudah masuk ke dalam dan bahkan melepas jas dan kemejanya.
“Cilukba!” kejutin Thi di samping Siriya.
Dan jelas Na kaget, apalagi melihat Thi tidak pakai baju. Na marah-marah dan menyebut Thi hendak pamer. Thi balas menjawab kalau dia tidak pamer, tapi mau pergi mandi. Thi bahkan menyebut Na merasa malu.
“Tidak. Aku tidak malu. Bahkan jika kau telanjang seluruhnya, aku tidak peduli!” tegas Na.
“Okay!” balas Thi dan bersiap membuka tali pinggang-nya.
“Hey! Cukup,” pinta Na. tetapi, Thi terus membuka tali pinggang-nya. “Cukup! Hey!”
“Tapi kau bilang kau tidak malu?”
“Aku tidak peduli. Tapi, tubuhmu tidak cukup ‘lezat’. Jadi aku tidak mau melihatnya!”
Thi makin tertantang. Dia mendekat ke Na dan push-up. Tidak cukup itu, dia hendak mengajak Na ikut mandi bersamanya. Na menolak, tetapi Thi malah menggendongnya. Na berusaha bertahan dengan memegang besi pintu. Mereka saling tarik menarik dan menahan.
Dan memang niat awal Thi hanya menggoda Na. Dia meletakkan Na ke atas tempat tidur. Dia merasa sangat senang melihat kepanikan Na. Na jelas kesal dan marah-marah. Thi dengan cuek masuk ke dalam kamar mandi.
Dan …
Na memakai jaket tebal. Dia takut di apa-apain sama Thi saat tidur (hahahha!)
Na tidak tidur dan masih mencari informasi sekolah untuk KhaoSuay. Thi memberitahu Na kalau dia ngantuk dan akan tidur dulan. Na tidak peduli, dan Thi langsung melompat ke atas tempat tidur Na. Na langsung mengomel dan marah-marah, jika Thi tidak pindah dari tempat tidurnya, dia akan mengusir Thi agar kembali ke kamarnya.
“JIka kau kesepian, kau bisa membangunkanku untuk tidur denganmu,” goda Thi dan tersenyum manis. Na hendak menamparnya, dan Thi sudah sigap menghindar. Thi dengan santai kembali ke tempat tidurnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 1:21. Na sudah sangat mengantuk, tetapi dia memaksa matanya untuk tetap terbuka karena tidak bisa mempercayai Thi. Tapi, pada akhirnya, dia kalah sama rasa kantuknya dan tertidur di atas kursi roda.
Thi terbangun dan melihat Na yang tidur pulas di atas kursi roda. Dia menatap wajah Na lekat-lekat dan mendekatkan wajahnya ke wajah Na. Dan… Na membuka matanya.
Support penulis hanya dengan membaca sinopsis ini (Khun Mae Suam Roy) di :
k-adramanov.blogspot.com. Terimakasih. Happy Reading.


3 Comments

Previous Post Next Post