Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin)
Episode 01 – 1
Images : Channel 3
Seorang pria mengendarai motor gedenya dengan
sangat mengebut. Pria itu, Patsakorn (Peat) teringat pertengkarannya tadi
dengan ayahnya, Sakadinai.
“Ayah
kira aku masih bisa percaya pada Ayah?! Ibu lah orang yang seharusnya Ayah
jaga. Ibu sakit keras. Dan Ayah tetap bekerja. Sebelum dia meninggal… ibu
menelpon ayah. Tapi, Ayah tidak datang tepat waktu untuk melihatnya. Ibu… mati
karenamu!” marah Peat pada ayahnya.
Dari balik helm, terlihat Peat yang meneteskan
air mata mengingat pertengkarannya tadi dengan ayahnya. Dan pikirannya buyar
saat melihat seorang gadis yang hendak menyeberang, berteriak kaget melihat
motornya yang melaju kencang. Untunglah gadis itu, Kangsadan (Kiew), langsung
bergerak mundur (tidak di seperti sinetron kita yang tokohnya berteriak
sembari nunggu di tabrak bukannya menghindar). Peat sendiri langsung membanting setir
motornya, dan tentu saja membuatnya terjatuh. Motornya sampai terlempar
beberapa meter ke depan.
Kiew berlari menghampiri Peat dengan panik dan
bertanya keaadaannya. Peat kesal dan pergi ke pinggir jalan untuk melihat
lukanya. Kiew mendekatinya lagi dan bertanya keaadaannya.
“Apa kau tidak lihat motor yang melaju, huh?
Jika aku tidak menghindar, kau sudah mati, tahu?!”
“Kau kira ini arena balap? Kau yang ngebut dan
jadinya tidak bisa nge-rem tepat waktu. Kau juga salah.”
Tetapi, Peat tetap saja marah-marah. Kiew jadi
kesal dan memarahi Peat juga. Tetapi, dia jadi panik saat melihat tangan Peat
yang terluka. Peat awalnya tidak mau memberikan izin Kiew melihat tangannya,
tetapi Kiew malah mengancam akan menggunakan kekerasan. Jadilah Peat dengan
sedikit sinis, menyuruh Kiew untuk cepat melihat tangannya. Kiew segera mengeluarkan
sapu tangannya dan menggunakan sapu tangan itu untuk membalut luka Peat.
“Setahuku, orang yang naik motor pakai sarung
tangan untuk keamanan. Kenapa kau tidak pakai?”
“Jangan mengajariku. Kau bukan Ibuku!” jawab
Peat ketus.
Dan Kiew terus menuntut Peat untuk menjawab
pertanyaannya. Peat kesal dan akhirnya menjawab dia lupa. Dan Kiew menyebutnya
ceroboh. Peat malas berdebat, dia segera bangkit dan dengan langkah tertatih,
pergi ke motornya.
“Untung motor ku baik-baik saja,” ujar Peat.
“Lalu, kau mau apa emangnya? Aku akui kalau
aku salah. Tapi, kau juga salah! Kau mau kemana hingga mengemudi ngebut seperti
itu? Apa ayah dan ibumu tahu kau mengemudi seperti ini? Apa mereka tidak
memperingatimu kalau itu berbahaya?”
“Berhenti mengomel. Kau bertingkah seperti
wanita tua! Mari kita berpisah saja sekarang.”
Dan Peat langsung naik ke motor dan pergi
meninggalkan Kiew yang masih kesal karena di bilang seperti wanita tua.
--
Peat ternyata pergi ke kampus dan langsung
masuk ke ruang ganti basket. Dia hari ini ada pertandingan basket dan teman
se-team-nya langsung bertanya apa Peat bisa ikut main? Mereka dapat kabar kalau
Peat tadi kecelakaan. Peat dengan cuek menjawab bisa.
Salah seorang temannya melihat sapu tangan
yang membalut tangan Peat, dan menjadi penasaran itu milik siapa. Peat menjawab
kalau itu milik orang yang membuatnya celaka. Teman yang lain malah menimpali
kalau sepertinya itu milih anak SMP. Peat hanya tersenyum sinis.
“Kenapa kau masih pakai sapu tangan itu?”
“Sebagai pengingat. Kalau aku kalah hari ini,
itu berarti karena si pemilik sapu tangan ini.”
--
Pertandingan basket di mulai.
Dan ternyata Kiew juga datang ke arena
pertandingan karena di ajak temannya Chawanpa (Pa) untuk melihat pertandingan
itu. Pa memuji pemain bernomor 15 (Peat) sangat hebat, tetapi Kiew yang
mengenali Peat sebagai pria yang hampir menabraknya tadi, menjawab biasa saja.
Seorang gadis yang duduk tidak jauh di antara mereka, Pawichaya (Chaya)
terlihat tidak suka pada Pa dan Kiew yang membicarakan Peat.
Pertandingan berlangsung seru. Dan dimenangkan
oleh team Peat.
Saat sudah usai, Pa membawa Kiew untuk di
perkenalkan pada kenalannya yang ada di team basket. Dan entah kenapa,
tiba-tiba saja, Peat melempar bola basket yang ada di tangannya ke arah Kiew,
sepertinya dia tertarik dan ingin menarik perhatian Kiew. Chaya yang melihatnya
dari bangku penonton sampai kaget dengan kelakuan Peat.
Pa bingung, dan bertanya apa Kiew mengenal
Peat? Kiew menatap Peat dengan kesal dan memberitahu Pa kalau Peat adalah orang
yang hampir menabraknya tadi.
“Kembalikan bola basketku,” pinta Peat dengan
nada keras. “Kau tidak dengar yang ku bilang?”
“Aku dengar. Tapi, aku tidak mau kembalikan.
Karena aku tahu, kau sengaja menggangguku.”
“Sekolah di tempat yang sama. Tidak bisa di
percaya.”
“Aku juga tidak ingin percaya kalau sekolah di
tempat yang sama dengan orang sepertimu. Orang yang suka balapan dan membuat
kekacauan, setan pengacau.”
Dan Peat jelas kesal mendenganya. Dia meminta
bolanya lagi, tetapi Kiew tidak mau memberikan. Peat tidak mau ambil pusing,
jadi dia tidak mau bola itu lagi. Eh, Kiew malah melempar bola itu kembali ke
kepala Peat dan berkata kalau dia juga tidak mau bola itu lagi.
Dan Kiew langsung cepat-cepat pamit pergi pada
temannya Pa. Pa langsung mengikuti Kiew.
Teman Peat langsung tertawa dan mengejek Peat
yang langsung terkena karma. Peat tidak membalas, dia malah menatap sapu tangan
yang membalut lukanya itu.
--
Di rumah,
Kiew membantu ibunya menyiapkan jus buah. Dia
bertugas untuk mengupas buah-buahan. Dan ibu memarahi Kiew untuk berhati-hati
lain kali kalau mau nyebrang jalan. Kiew mengerti dan memberitahu hal lain pada
ibu, kalau hari sabtu dan minggu ini dia akan bekerja lembur. Ibu tidak suka
mendengarnya, karena dia masih bisa membiayai Kiew dan tidak ingin Kiew
bekerja. Kiew menenangkan ibunya, dia bekerja untuk mengumpulkan untuk dirinya
sendiri dan dia bangga dengan hal itu. Ibu tersenyum mendengarnya.
Kiew punya impian untuk memiliki kebunnya
sendiri dan pasti sangat indah. Kiew tidak menyadari kalau ibu merasa kesakitan
pada paha bagian atas, dan berusaha menahannya.
--
Peat yang adalah anak orang kaya, di hidangkan
makan siang oleh pembantunya. Dan dia malah mengomel karena makanannya tidak
enak. Pembantunya menjelaskan kalau makanan itu dia beli di rumah makan, jadi
dia sama sekali tidak tahu rasanya.
“Kenapa bukan kau yang masak?”
“Gimana aku mau masak? Lagipula, semua koki
kita berhenti karena tidak bisa tahan pada Anda. Piknan, Darlie, dan masih
banyak lagi. Apapun yang mereka buat, Anda tidak pernah menyukainya. Siapa yang
bisa tahan?”
“Berhenti!”
Dan Peat memilih untuk masuk kamar tanpa makan
sama sekali.
--
Kiew menyiapkan makan siang untuknya dan
ibunya. Dan saat dia sudah selesai masak dan menghidangkan, dia baru melihat
kalau ibunya sudah pingsan di lantai ruang tamu. Kiew jelas panik.
Ibu Kiew masuk ke ruang ICU. Dan Kiew menanti
dengan cemas di luar.
--
Peat melihat sebuah kotak di laci mejanya. Dan
isi kotak itu adalah sapu tangan yang Kiew gunakan untuk membalut lukanya. Peat
tersenyum melihat sapu tangan itu, sepertinya, dia sudah jatuh cinta pada
pandangan pertama pada Kiew.
Ayahnya masuk, dan Peat segera menyimpan kotak
tersebut kembali. Ayah meminta Peat untuk mulai belajar di perusahaannya dan
dia telah menyiapkan segalanya. Peat menolak dengan alasan malas.
“Malas? Tidak bisa. Perusahaan itu akan
menjadi milikmu kelak. Apa kau akan menyerahkan perusahaan itu untuk di kelola
orang lain dan hanya akan terus minta uang saja?”
“Ya. Bahkan walau aku tidak kerja, akau juga
akan bisa makan. Untuk apa aku membuatku diriku menjadi lelah sepertimu? Kerja
hingga tidak punya waktu untuk keluarga,” sindir Peat. “Oh. Atau Ayah melihat
bahwa pekerjaan itu yang paling penting dan tidak peduli yang terjadi pada
keluarga?”
“Aku bekerja keras untuk keluarga. Atau kau
tidak akan bisa makan dan tidak punya uang?”
“Apa ayah pernah tanya padaku, apa aku ingin
uang atau aku lebih membutuhkanmu?!” marah Peat.
Belum sempat Ayah (Khun Nai) menjawab,
asistennya (Teetatch / Tee) sudah masuk ke dalam dan memberitahu kalau ada
masalah mendesak. Dan Khun Nai memutuskan mengakhiri pembicaraan dengan Peat
dan akan membahasnya lagi lain hari.
Saat Khun Nai keluar, Peat memanggil Tee dan
bertanya masalah apa yang Tee maksud? Tetapi, Tee tidak bisa memberitahunya.
Jika Peat ingin tahu maka tanya langsung pada Khun Nai.
“Ini perintah (memberitahu masalah itu)” tegas
Peat.
“Maaf. Tapi atasanku adalah Khun Nai, bukan
Anda,” tegas Tee dan keluar dari kamar Peat.
Peat hanya bisa menahan kesal dan melihat
mereka pergi dengan mobil Tee.
--
Kiew menjaga ibunya dengan perasaan cemas. Dan
untunglah, ibunya sadar. Ibu meminta maaf karena sudah membuat Kiew cemas. Dan
Kiew meminta ibu untuk memberitahunya lain kali jika merasa tidak sehat atau
apapun. Ibu tersenyum.
“Di hidupku, hanya ada ibu. Jika sesuatu
terjadi pada ibu, aku harus bagaimana?” tangis Kiew dan memeluk ibunya.
Pintu ruang rawat terbuka, dan Khun Nai masuk
bersama dengan Tee. Ibu terkejut melihat kedatangan Khun Nai.
Tee tiba di rumah sakit itu juga. Dia ternyata
mengikuti mobil Tee tadi dengan motornya. Dan jelas Tee heran, untuk apa
ayahnya ke rumah sakit?
Kiew menatap Khun Nai dan memberi salam. Dia
bertanya apa Khun Nai datang untuk menemui ibunya?
“Kiew… ini Khun Sakdinai. Dia… adalah teman ayahmu,” perkenalkan ibu.
Dan anehnya, dia terlihat tidak nyaman dengan kehadiran Khun Nai.
Kiew tersenyum mengetahui kalau Khun Nai
adalah teman ayahnya. Dia memberitahu Khun Nai kalau dia senang bisa bertemu
dengannya. Khun Nai membalas kalau dia juga senang bisa bertemu dengan Kiew.
Khun Nai bertanya hasil pemeriksaan Ibu, dan Kiew memberitahu kalau hasilnya
belum keluar. Tapi, kondisi ibunya sudah membaik.
“Ibu memberitahuku kalau ayah meninggal ketika
sedang hamil aku beberapa bulan,” cerita Kiew.
“Kiew,” tegur ibu.
“Ibu tidak mau memberitahuku mengenai ayah.
Tapi, aku mengerti. Ketika ibu menceritakan mengenai ayah, ibu pasti merasa
sangat sedih. Paman, apa kau punya foto ayahku? Ibu tidak punya foto ayah. Ibu
bilang kalau ayah tidak bagus di foto. Jadi, aku tidak tahu bagaimana wajah
ayahku. Tapi, aku rasa ayahku pasti tampan dan baik. Kalau tidak, tidak mungkin
ibu sangat mencintai ayah hingga seperti ini. Ketika aku berbicara mengenai
ayah sedikit saja, ibu pasti menangis dan berkaca-kaca. Paman, apa kau tahu,
sampai sekarang, ibu masih tidak bisa menerima kalau ayah sudah meninggal,”
cerita Kiew pada Khun Nai.
Kiew tidak menyadari kalau Ibunya tidak suka
Kiew menceritakan semua hal itu pada Khun Nai.
“Aku iri pada ayahmu. Dia punya putri manis
sepertimu. Dan yang lebih penting, ibumu masih mencintai ayahmu sampai saat
ini,” ujar Khun Nai dan menatap ibu/
Ibu sepertinya berusaha membuat Kiew keluar
dari ruangan, dengan menyuruh Kiew pergi membeli kopi untuk Khun Nai. Kiew
sepertinya sadar kalau ibu ingin bicara dengan Khun Nai, jadi dia membawa
tasnya dan keluar untuk membeli kopi.
Setelah Kiew keluar, Khun Nai menatap ibu dan
tersenyum. Ibu juga menatapnya sesaat tetapi kemudian memalingkan wajahnya.
Tags:
Pink Sin
Sukaaaa deh terimakasih kak
ReplyDeleteSuka kak ,lanjutin y
ReplyDeleteSuka kak ,lanjutin y
ReplyDeletelanjut kak
ReplyDeleteSuka kk
ReplyDeleteLanjut yah kk
Sptnya bagus..
ReplyDeleteDi tunggu kelanjutannya ..
Terima kasih ka, sudah dibuatin sinopsis nya
ReplyDeleteWahh..jgn2 itu bpknya kiew lgi
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya kaka
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya kaka
ReplyDeleteTrmksh, lanjut. Jgn lama lama
ReplyDeleteLanjutin ya min terima kasih
ReplyDeleteSukaaa bnget lakorn ni. Nnton di youtube dh smpe eps 15 tpi gk da sub indonya...tlng donk min dilanjut sinopsisnya smpe slese. Jng lama2...mkasih
ReplyDeleteMakasiiiiiih sangat ditunggu tunggu
ReplyDeleteMakasih...di tunggu selanjut nya ...
ReplyDeleteKok blum lanjut"..??
ReplyDelete