Network : TTV
Pi
Dan memakai seragam sekolahnya, dan memamerkannya kepada setiap orang dengan
bangga. Melihat itu, Fu An langsung memuji Pi Dan. “Jika Nenek melihat ini, dia
pasti akan senang. Terima kasih,” kata Fu An dengan tulus pada Da Feng.
“Kamu
tidak perlu berterima kasih padaku. Aku melakukannya untuk kebaikan masa depan
Pi Dan. Aku percaya harapan nenek mu adalah agar Pi Dan bisa memiliki
pendidikan yang bagus dan menjadi orang yang berguna di masa depan. Bukan hanya
tentang pakaian indah dan otak kosong, benarkan bi?” kata Da Feng menyindir
Feng Feng. Dan dengan terpaksa mereka pun mengiyakan.
Melihat
kebaikan yang Da Feng buat, kakek tersenyum. Da Feng lalu memberikan informasi
sekolah untuk Fu An lihat.
“Kuku
itu tidak cocok untukmu,” komentar Da Feng melihat kuku palsu yang Fu An kenakan.
Lalu dia pamit untuk naik ke kamar.
Didalam
kamar. Fu An terpikir akan komentar Da Feng. Dia memperhatikan kukunya dan
menanyakan pendapat Pi Dan, apa benar kuku itu tidak cocok dengannya. Dan
karena sedang sibuk bermain game, maka Pi Dan pun menjawab saja bahwa itu cocok
dan cantik.
“Kamu
bahkan tidak melihat. Lihat dulu,” paksa Fu An.
“Aku
pikir bunganya cantik. Tapi tidak semanis punyaku,” kata Pi Dan sambil
menunjukan kuku kelingkingnya. Lalu dia merebut gamenya dan bermain kembali.
Keesokan
harinya. Disekolah. Kepala sekolah membawa Da Feng serta Fu An untuk melihat-
lihat sekolah dan kelas- kelas yang berada disana. Disaat itu, ketika Fu An
bertanya padanya, Da Feng menyadari bahwa kuku palsu yang dipakai oleh Fu An
telah dilepas semua.
“Aku
mandi kemarin malam, dan tidak sengaja terlepas semuanya,” kata Fu An dengan
jaim.
Disekolah
itu ada kelas international yang mengajarkan banyak bahasa asing selain bahasa
Inggris. Ada bahasa Prancis, Jepang, dan Spayol, itu semua bisa menjadi pilihan
bagi Pi Dan. Melihat cara belajar di kelas itu, Fu An langsung teringat pada Pi
Dan.
Bahasa
Mandarin saja Pi Dan masih belum bisa mengingat dengan benar, apalagi bahasa
asing. Dan mengingat itu, Fu An merengek frustasi.
Disekolah
itu juga ada kelas musik. Dan seorang murid kelas 3 bahkan ada yang akan segera
mengikuti kejuaraan nasional piano junior. Melihat itu, Fu An teringat akan Pi
Dan lagi. Jika Pi Dan bermain piano, pasti piano itu akan rusak. Membayangkan
itu, Fu An tersenyum stress.
“Xie Fu An, aku tidak akan percaya
orang kampungan sepertimu bisa melarikan diri dariku,”
pikir Da Feng memperhatikan Fu An.
Kepala
sekolah memperkenalkan murid terbaiknya di kelas IPA. Baru kelas 4 tapi
muridnya ini sudah memenangkan kontes membuat robot di Jepang. Mendengar itu Fu
An merasa kagum, tapi dia juga merasa ragu bahwa Pi Dan bisa cocok di sekolah
ini, karena Pi Dan kurang pandai dalam banyak hal.
“Jika
dia tidak tahu, maka dia bisa belajar.
Tidak perlu bicara begitu,” kata Da Feng.
“Tapi
itu benar!” gumam Fu An.
Kepala
sekolah dengan ramah mengajak Fu An dan Da Feng ke ruangan ujian Pi Dan, karena
dia yakin saat ini ujian Pi Dan pasti sudah selesai.
Dikelas.
Selagi para guru memeriksa hasil ujian Pi Dan. Fu An mendekati Pi Dan dan
berbisik dengan suara pelan,” Pi Dan, bagaimana?”
“Aku
tidak punya banyak waktu,” jawab Pi Dan dengan suara lemas.
“Kamu
tidak tahu apapun?” Fu An merasa sangat sedikit kaget.
“Tahu.
Hanya saja, aku tidak mengerti maksud pertanyaannya,” jawab Pi Dan. Dan Fu An
langsung menghela nafas serta tersenyum frustasi.
Da
Feng yakin bahwa Pi Dan akan di terima, tapi sayangnya Pi Dan tidak di terima,
karena dari banyaknya pertanyaan, Pi Dan hanya bisa menjawab satu dengan
sedikit benar.
Kemudian
Da Feng pun menggunakan kekuasaan dan uang yang dimilikinya, sehingga karena
itu Kepala Sekolah pun setuju untuk membiarkan Pi Dan belajar di sekolahnya dan
mengajari Pi Dan dengan baik.
Di
atap. Fu An yang masih tidak mengerti apapun mengatakan bahwa teman Da Feng
sangat hebat, karena ketika kepala sekolah mendengar namanya, dia langsung
setuju membiarkan Pi Dan masuk ke sekolah.
“Steinway
adalah salah satu dari 3 merk piano jerman. Satunya bernilai sekitar $2 sampai
$3 juta,” jelas Da Feng. Dan Fu An terkejut mendengarnya, karena itu sangat
mahal sekali.
“Mengapa
kita perlu membayar begitu besar hanya untuk bisa masuk ke sekolah SD?” tanya
Fu An tidak mengerti.
“Kamu
tahu apa. Dunia ini semuanya tentang investasi dan hadiah. Ini bukan apa- apa,”
balas Da Feng.
“Belajar
ya belajar. Tidak ada hubunganya dengan hadiah. Nenekku bilang, yang terbaik
adalah hidup sederhana dan bahagia,” kata Fu An. Dan mendengar itu, Da Feng
mengatai Fu An naïve dan berpikiran sempit tentang dunia.
Kesal
dengan Da Feng, maka Fu An pun bertepuk tangan dan memuji Da Feng dengan sinis.
Lalu dia dan Da Feng pun berdebat. Dan karena sama- sama capek berdebat, maka
mereka pun saling mendiamkan satu sama lain.
Tiga
orang anak bermain bola, dan tanpa sengaja bola itu terlempar didekat kaki Fu
An. Jadi mereka bertiga pun meminta Fu An agar mau membantu mengembalikan bola
itu kepada mereka.
Dengan
sekuat tenaga, Fu An menendang bola itu, berniat mengembalikannya kepada mereka.
Tapi tanpa disangka, bola itu malah memantul di dinding, dan terlempar ke arah
Da Feng.
“Yan
Da Feng!!” teriak Fu An.
“Apa?”
balas Da Feng. Dan bola itu mengenainya bagian belakang kepalanya dengan keras.
Melihat
itu, ketiga anak tersebut langsung melarikan diri. Dan Fu An pun ingin
mengikuti mereka untuk lari juga, tapi dia tidak sempat karena Da Feng telah
berjalan mendekatinya. Jadi dengan takut, Fu An pun hanya bisa berdiri diam.
Tags:
Easy Fortune Happy Life
Lanjut.....
ReplyDeleteLnjut ya min
ReplyDelete