Images by : SET TV , TTV, iQiyi
Li Jian memberikan tumpukan berkas dari para
karyawan yang ingin menjadi pengawas Index sementara. Zi Hao kaget melihat
banyaknya tumpukan kertas tersebut. Mereka bicara panjang lebar mengenai
perekrutan tersebut. Dan Zi Hao kemudian heran kenapa hanya Chang Ke Ai yang
tidak ikut melamar? Apa dia tidak tahu mengenai hal itu?
Dan tiba-tiba saja, Zi Hao malah bangkit dan
menyuruh Li Jian untuk ikut dengannya.
“Kemana?”
“Yin Yin berada di rumah sakit. Ini masalah
serius. Aku harus menunjukkan kepedulian ku, kan?”
“Hah? Bukankah kau sudah menunjukkan kepedulianmu
kemarin.”
--
Dan seperti yang bisa di tebak, Zi Hao pergi ke
Index untuk menemui Ke Ai.
“Ehem, Yin Yin sekarang ada di rumah sakit. Sekarang
adalah periode tersibuk selama bulan Natal. Kau sudah bekerja keras,” ujar Zi
Hao membuka pembicaraan. Li Jian sampai memutar bola matanya mendengar ucapan
basa basi Zi Hao.
Ke Ai tidak peduli dan terus sibuk bekerja. Zi
Hao tidak menyerah, dia membahas mengenai Yin Yin yang sudah mengajukan cuti
dan perusahaan sedang membutuhkan orang untuk mengisi posisi Yin Yin. Manager sementara
sebagai pengawas gitu.
“Oh,” respon Ke Ai.
“Gaji seorang manager, keuntungan dan tunjangan
adalah sekitar NTD 200.000 per tahun.”
“Oh.”
“Dan kau juga bisa dengan mudah mendapatkan
promosi.”
“Oh.”
“Jika kau familiar dengan saham Index dan bisnis,
kau juga bisa di utamakan.”
“Oh.”
“Oh. Oh. Oh. Oh,” kesal Zi Hao. “Chang Ke Ai, apa
kau tidak bisa mengatakan hal lain selain ‘Oh’?”
Ke Ai diam dan menatap Zi Hao. Zi Hao sudah
semangat menanti ucapan Ke Ai. “Oh,” itu yang kembali di ucapkan Ke Ai. Li Jian
tertawa dalam diam, menetertawakan Zi Hao.
Zi Hao benar-benar super serius kesal. Dia berbalik,
dan membuka ponselnya. Dengan kesal dia mengirimkan ponsel : Pergi ke atap sekarang!! (wkwkwkwk,
padahal mah tinggal ngomong aja, ngapain pakai sms. LOL)
--
Ke Ai ke atap gedung dan di sana Zi Hao sudah
menunggunya.
“Kau tahu nggak tadi kenapa aku memberitahumu semua
hal itu?”
“Kenapa?”
“Aku marah sama kau. Bukankah kau murid terbaik? Kenapa
sekarang kau malah jadi punya otak ubur-ubur? Lamar lah untuk menjadi pengawas.
Kau ingin membayar uangku kembali kan? Ini adalah kesempatan bagus. Gaji-nya
memuaskan. Kau juga paham akan hal itu.”
“Kenapa aku harus menjadi sangat sibuk? Menjadi manager
pengganti harus menanggung banyak tanggung jawab. Tidak bisakah aku hanya
menjadi SPG? Kenapa aku harus ikut bersaing dengan yang lain?”
“Kau tidak tahu bagaimana untuk maju! Aku tidak
peduli. Kau harus memasukan lamaran.”
“Aku tidak mau. Kenapa aku harus melakukannya?”
“Perjanjian dengan tn. Jiang. Kita berdua yang mendapatkannya.
Jadi, kau harus menanggungnya bersamaku.”
Ke Ai tidak mau. Kalau nanti pun mereka berhasil
mencapai target, apakah Zi Hao akan membagi laba yang di dapat dengannya? Zi Hao
bingung harus menjawab pertanyaan Ke Ai tersebut. Dan Ke Ai semakin malas bicara
dengan Zi Hao and memilih pergi.
Zi Hao benar-benar kesal dan menghentikan Ke Ai. Tapi,
Ke Ai tidak mau berhenti dan tetap berjalan pergi.
--
“Setiap kali kami ke atap, kami selalu
bertengkar. Aku tidak mau lagi ke atap,” ujar mereka bersamaan tapi di tempat
yang berbeda. Zi Hao di dalam lift. Dan Ke Ai saat turun dengan eskalator ke
toko Index.
--
Saking emosi-nya dengan Zi Hao, Ke Ai jadi
keterusan turun dengan eskalator hingga ke lantai 1, padahal Index kan toko-nya
di lantai 2. Zi Hao juga saking lagi kesalnya, malah tidak turun dari lift
hingga tiba di lantai 1.
Dan mereka kembali bertemu di lantai 1. Ke Ai
yang melihatnya, langsung berjalan pergi. Zi Hao benar-benar kesal. Tapi, di
saat itu mereka malah melihat pertengkaran di sebuah toko.
Seorang wanita yang sepertinya manager toko memarahi
seorang wanita yang jauh lebih mudah dan sepertinya adalah anak buahnya. Manager
itu memarahi Peggy (wanita muda) dan menyuruhnya untuk tidak berpikir dirinya
lebih baik karena lebih mudah dan cantik. Dialah yang membantu hingga mereka
bisa mendapat pelanggan.
Ke Ai tidak suka mendengar ucapan manager tersebut
dan ingin membantu Peggy.
“Kau tidak khawatir dengan masalah mu sendiri,
tapi malah mau mengkhawatirkan orang lain?” cegah Zi Hao agar Ke Ai tidak ikut
campur. “Apa kau yakin kalau dia butuh bantuanmu?”
Ke Ai diam, tidak bisa menjawab. Zi Hao menyuruh
Ke Ai untuk memperhatikan lebih teliti. Peggy saja tidak berusaha membela
dirinya sendiri, jadi untuk apa Ke Ai membantunya? Mungkin, Peggy malah tidak
membutuhkan bantuan dari orang lain.
“Pelanggannya di ambil dari dia. Lalu, dia akan di
pecat. Dia akan bisa menghindari situasi yang tidak ingin di hadapainya. Dia akan
menjadi pihak yang lemah. Dia bisa menyalahkan orang lain. Mencari simpati…”
“Jangan bicara begitu! Kau tidak punya hak untuk
berkata seperti itu mengenainya apalagi kau tidak mengenalnya,” potong Ke Ai.
“Kau kira dia adalah kau?”
“Tidak.”
“Kau telah menjadi pihak lemah selama 10 tahun. Tidak
ada satupun yang membantumu. Kau tidak tahu kemampuanmu sendiri. Kau tidak
ingin di tertawakan setelah bekejar keras. Kau tidak berani memikirkan masa
depan. Jadi, kau bertingkah penuh kehati-hatian setiap harinya. Kau tidak berani
meminta apapun. Seperti itu. Jika kau tidak berjuang untuk itu, maka kau tidak
akan terluka.”
“Jangan katakan lagi!” teriak Ke Ai penuh amarah.
“Aku minta maaf. Aku tidak menjadi seperti yang kau bayangkan ketika aku berusia
18 tahun. Aku juga marah. Hanya kalau aku bisa memutar waktu atau memulai dari
awal, mungkin semuanya akan berbeda. Tapi, jika tidak, aku akan tetap menjadi
orang yang sama.”
“Bagaimana jika aku bisa memutar waktu kembali?”
“Tidak mungkin! Aku akan melakukan segalanya
dengan serius, dan menjadi pekerja yang baik, teman baik, dan anak yang baik. Aku
mencoba yang terbaik di setiap peran-ku. Apa aku salah?”
“Salah! Kau bisa menjadi lebih baik,” tegas Zi
Hao dan menarik Ke Ai ke toko sepatu, dimana Peggy bekerja. “Jika kau benar-benar
ingin membantunya, maka kau harus memberitahunya apa kesalahannya atau kau bisa
memberitahunya cara agar menjadi lebih baik. Ini adalah Chang Ke Ai yang
berusia 28 tahun bisa melakukannya dengan baik. Jika kau ingin membantunya, maka
kau harus membantunya dengan cara ini.”
“Bagaimana?”
“Membeli sepasang sepatu. Jika dia benar-benar
membutuhkan bantuanmu dan kau benar-benar ingin membantunya, tentu dia akan
membuatmu menjadi pelanggan,” jelas Zi Hao.
Dan tiba-tiba, Zi Hao mendekatkan wajahnya ke arah
Ke Ai, hingga membuat Ke Ai terkesiap kaget. “Kau tidak bisa membangunkan orang
yang berpura-pura tidur,” bisik Zi Hao.
Manager dan Peggy menghampiri mereka. Dan Zi Hao langsung
menunjuk ke arah Ke Ai yang ingin membeli sepatu dan menyuruh mereka untuk
melayani. Manager langsung ingin maju melayani, tapi Zi Hao menyuruh agar Peggy
yang melayani. Zi Hao memberitahu kalau tagihan sepatu Ke Ai bisa di tagihkan
kepadanya. Setelah itu, Zi Hao pergi dari sana.
Peggy melayani Ke Ai dengan bertanya, “Nona, apa kau
ingin membeli sepatu?”
“Kau seharusnya bertanya, sepatu jenis apa yang
aku cari?” nasihati Ke Ai.
Peggy menjadi panik dan meminta maaf. Dia bahkan berkata
akan menyuruh manager-nya saja yang melayani Ke Ai. Ke Ai melarang dan berkata
kalau Peggy pasti bisa melakukannya. Percaya dirilah.
“Ketika kau mengatakan ‘membeli’ itu akan memberi
tekanan pada pelanggan. Ketika kau bilang ‘mencari’ itu tidak akan menekan pelanggan,”
nasihat Ke Ai. Peggy senang mendengar nasehat tersebut, dan kemudian baru menyadari
bagde nama yang Ke Ai kenakan.
“Kau juga SPG? Terimakasih. Kalau begitu, sepatu
jenis apa yang kakak cari? Sepatu kerja atau sepatu casual? Silahkan ikuti aku,”
ujar Peggy mulai percaya diri.
Ke Ai senang melihatnya. Dan dia berbalik sesaat,
melihat Zi Hao yang berjalan pergi. Dia memikirkan semua ucapan Zi Hao padanya
tadi.
--
Malam hari,
Zi Hao menyetir pulang dan terus teringat ucapan
Ke Ai. Ucapan saat Ke Ai berkata kalau dia menyesal tidak bisa menjadi seperti
yang Zi Hao bayangkan. Dia juga marah pada dirinya sendiri. Tapi, hanya jika
waktu bisa di putar kembali atau dia bisa memulai semuanya dari awal, mungkin dia
bisa menjadi berbeda. Jika tidak, dia akan tetap menjadi seperti yang sekarang.
Zi Hao menghentikan mobilnya. Memikirkan sesuatu
dan tiba-tiba saja memutar balik mobilnya.
--
Hua Li sudah tutup. Tapi, Ke Ai masih belum
pulang. Dia merapikan baju manekin. Memikirkan berbagai baju indah yang cocok di
pasangkan. Dia memikirkan perkataan Zi Hao, mengenai dirinya yang tidak berani
memikirkan masa depan, tidak berani berjuang, agar tidak perlu merasa terluka.
Kau
tidak akan bisa membangunkan orang yang berpura-pura tidur.
“Aku tidak tidur. Aku tidak bisa tidur,” gumam Ke
Ai.
Zi Hao ternyata kembali ke Hua Li, dan melihat Ke
Ai yang masih berdiri di depan patung manekin.
“Jika aku berusaha keras, apa mungkin bisa
memperbaiki kenyataan kalau aku tidak kuliah?” tanya Ke Ai pada dirinya
sendiri.
“Jadi itu sebabnya. Karena kau tidak kuliah,”
ujar Zi Hao dan membuat Ke Ai kaget setengah mati.
Zi Hao menghampiri Ke Ai, menggenggam tangannya, “Ikuti
aku.”
Zi Hao menarik Ke Ai ke atap (wkwkw, padahal tadi
siang bilang tak mau ke atap lagi). Ke Ai protes di bawa ke atap, padahal sudah
gelap. Tapi, Zi Hao tersenyum dengan manis.
Dan… lampu bianglala yang terlihat dari atap,
menyala terang tiba-tiba. Tidak hanya itu, bianglala itu juga bergerak. Ke Ai
terkagum-kagum melihatnya.
“Wow, bianglala-nya gerak.”
“Ya, itu gerak. Chang Ke Ai. Aku memutar kembali
waktu untukmu. Einstein bilang, jika kau ingin memutar waktu kembali, kau harus
bergerak lebih cepat dari kecepatan cahaya. Jadi, Chang Ke Ai, kau harus
berlari lebih cepat dan lebih keras. Menebus waktu yang telah berlalu. Kau tidak
kuliah, kualifikasi-mu tidak cukup bagus. Itu adalah fakta. Jadi, kenapa?”
tanya Zi Hao. Zi Hao kemudian berjalan maju selangkah, mengeluarkan ponselnya
dan memotret bianglala di depannya. “Ubahlah hal itu menjadi, ‘wow, bagaimana bisa dia menjadi manager ketika
dia hanyalah tamatan SMA? Dia juga dapat promosi.’ Masa lalu adalah bagian
darimu. Itu tidak bisa di ubah. Tapi, kau dapat memutuskan perspektif dari
hidupmu.”
Zi Hao memperlihatkan foto bianglala yang di ambilnya
pada Ke Ai, “Lihat tidak? Dari perspektifku, bianglala itu memutar waktu. Sebuah
masalah dapat di lihat dari berbagai sudut pandang. Itu terserah padamu bagaimana
ingin melihatnya,” lanjut Zi Hao.
Ke Ai masih terdiam, mungkin dia merasa semua
yang di katakan oleh Zi Hao adalah benar.
“NTD 200.000. Jika kau bersedia melamar menjadi
manager sementara, aku akan membagi laba dengan-mu. Aku akan memotong NTD 200.000
dari hutangmu. Okay?”
“Bahkan jika kau gagal dalam seleksi?” tanya Ke
Ai. Tapi, belum Zi Hao menjawab, Ke Ai sudah lanjut lagi. “Baiklah.”
“Hah? Kenapa kau sangat cepat setuju?”
“Tentu saja. Sekarang, aku bisa mendapatkan NTD
200.000. Jika aku berhasil, aku bisa mendapatkan tambahan NTD 200.000 per
tahun. Aku bisa melunaskan hutangku lebih cepat. Bukankah itu hal bagus? Jika kau
tidak percaya padaku dan takut kalau pernyataan verbal bukanlah bukti, aku bisa
menuliskannya hitam di atas putih.”
Zi Hao setuju, tapi dia merasa ada yang aneh. Kenapa
terlalu lancar? Apa dia terlalu impulsif lagi?
“Aku masih belum mengucapkan ‘Selamat Natal’ padamu,”
ujar Ke Ai.
“Chang Ke Ai, Selamat Natal.”
“Merry
Christmas. And Happy New Year.”
“Apa sekarang waktumu lebih cepat daripada orang
lain (karena bilang Happy New Year)? Aku kira kau ingin memutar ulang waktu? Masih
ada beberapa hari lagi hingga ucapan Happy
New Year. Kau harus menikmati hidupmu perlahan.”
“Yang Zi Hao. Jangan biarkan aku berterimakasih
padamu terlalu sering,” ujar Ke Ai, tulus.
Mereka saling berpandangan. Saling menatap. Saling
tersenyum. Dan Zi Hao mengelus kepala Ke Ai. Ke Ai tidak menghindar.
Tags:
Hello Again
Lanjut........Semangat!!!!!!
ReplyDeleteSemangat lanjut terus
ReplyDelete