Sinopsis Drama Taiwan – Hello Again Episode 04 – 3


Sinopsis Drama Taiwan – Hello Again Episode 04 – 3
Images by : SET TV , TTV, iQiyi
Li Jian memberikan tumpukan berkas dari para karyawan yang ingin menjadi pengawas Index sementara. Zi Hao kaget melihat banyaknya tumpukan kertas tersebut. Mereka bicara panjang lebar mengenai perekrutan tersebut. Dan Zi Hao kemudian heran kenapa hanya Chang Ke Ai yang tidak ikut melamar? Apa dia tidak tahu mengenai hal itu?
Dan tiba-tiba saja, Zi Hao malah bangkit dan menyuruh Li Jian untuk ikut dengannya.
“Kemana?”
“Yin Yin berada di rumah sakit. Ini masalah serius. Aku harus menunjukkan kepedulian ku, kan?”
“Hah? Bukankah kau sudah menunjukkan kepedulianmu kemarin.”
--
Dan seperti yang bisa di tebak, Zi Hao pergi ke Index untuk menemui Ke Ai. 
“Ehem, Yin Yin sekarang ada di rumah sakit. Sekarang adalah periode tersibuk selama bulan Natal. Kau sudah bekerja keras,” ujar Zi Hao membuka pembicaraan. Li Jian sampai memutar bola matanya mendengar ucapan basa basi Zi Hao.
Ke Ai tidak peduli dan terus sibuk bekerja. Zi Hao tidak menyerah, dia membahas mengenai Yin Yin yang sudah mengajukan cuti dan perusahaan sedang membutuhkan orang untuk mengisi posisi Yin Yin. Manager sementara sebagai pengawas gitu.
“Oh,” respon Ke Ai.                                                                                                  
“Gaji seorang manager, keuntungan dan tunjangan adalah sekitar NTD 200.000 per tahun.”
“Oh.”
“Dan kau juga bisa dengan mudah mendapatkan promosi.”
“Oh.”
“Jika kau familiar dengan saham Index dan bisnis, kau juga bisa di utamakan.”
“Oh.”
“Oh. Oh. Oh. Oh,” kesal Zi Hao. “Chang Ke Ai, apa kau tidak bisa mengatakan hal lain selain ‘Oh’?”
Ke Ai diam dan menatap Zi Hao. Zi Hao sudah semangat menanti ucapan Ke Ai. “Oh,” itu yang kembali di ucapkan Ke Ai. Li Jian tertawa dalam diam, menetertawakan Zi Hao.  
Zi Hao benar-benar super serius kesal. Dia berbalik, dan membuka ponselnya. Dengan kesal dia mengirimkan ponsel : Pergi ke atap sekarang!! (wkwkwkwk, padahal mah tinggal ngomong aja, ngapain pakai sms. LOL)
--

Ke Ai ke atap gedung dan di sana Zi Hao sudah menunggunya.
“Kau tahu nggak tadi kenapa aku memberitahumu semua hal itu?”
“Kenapa?”
“Aku marah sama kau. Bukankah kau murid terbaik? Kenapa sekarang kau malah jadi punya otak ubur-ubur? Lamar lah untuk menjadi pengawas. Kau ingin membayar uangku kembali kan? Ini adalah kesempatan bagus. Gaji-nya memuaskan. Kau juga paham akan hal itu.”
“Kenapa aku harus menjadi sangat sibuk? Menjadi manager pengganti harus menanggung banyak tanggung jawab. Tidak bisakah aku hanya menjadi SPG? Kenapa aku harus ikut bersaing dengan yang lain?”
“Kau tidak tahu bagaimana untuk maju! Aku tidak peduli. Kau harus memasukan lamaran.”
“Aku tidak mau. Kenapa aku harus melakukannya?”
“Perjanjian dengan tn. Jiang. Kita berdua yang mendapatkannya. Jadi, kau harus menanggungnya bersamaku.”
Ke Ai tidak mau. Kalau nanti pun mereka berhasil mencapai target, apakah Zi Hao akan membagi laba yang di dapat dengannya? Zi Hao bingung harus menjawab pertanyaan Ke Ai tersebut. Dan Ke Ai semakin malas bicara dengan Zi Hao and memilih pergi.
Zi Hao benar-benar kesal dan menghentikan Ke Ai. Tapi, Ke Ai tidak mau berhenti dan tetap berjalan pergi.
--
“Setiap kali kami ke atap, kami selalu bertengkar. Aku tidak mau lagi ke atap,” ujar mereka bersamaan tapi di tempat yang berbeda. Zi Hao di dalam lift. Dan Ke Ai saat turun dengan eskalator ke toko Index.
--
Saking emosi-nya dengan Zi Hao, Ke Ai jadi keterusan turun dengan eskalator hingga ke lantai 1, padahal Index kan toko-nya di lantai 2. Zi Hao juga saking lagi kesalnya, malah tidak turun dari lift hingga tiba di lantai 1.
Dan mereka kembali bertemu di lantai 1. Ke Ai yang melihatnya, langsung berjalan pergi. Zi Hao benar-benar kesal. Tapi, di saat itu mereka malah melihat pertengkaran di sebuah toko.

Seorang wanita yang sepertinya manager toko memarahi seorang wanita yang jauh lebih mudah dan sepertinya adalah anak buahnya. Manager itu memarahi Peggy (wanita muda) dan menyuruhnya untuk tidak berpikir dirinya lebih baik karena lebih mudah dan cantik. Dialah yang membantu hingga mereka bisa mendapat pelanggan.
Ke Ai tidak suka mendengar ucapan manager tersebut dan ingin membantu Peggy.
“Kau tidak khawatir dengan masalah mu sendiri, tapi malah mau mengkhawatirkan orang lain?” cegah Zi Hao agar Ke Ai tidak ikut campur. “Apa kau yakin kalau dia butuh bantuanmu?”
Ke Ai diam, tidak bisa menjawab. Zi Hao menyuruh Ke Ai untuk memperhatikan lebih teliti. Peggy saja tidak berusaha membela dirinya sendiri, jadi untuk apa Ke Ai membantunya? Mungkin, Peggy malah tidak membutuhkan bantuan dari orang lain.
“Pelanggannya di ambil dari dia. Lalu, dia akan di pecat. Dia akan bisa menghindari situasi yang tidak ingin di hadapainya. Dia akan menjadi pihak yang lemah. Dia bisa menyalahkan orang lain. Mencari simpati…”
“Jangan bicara begitu! Kau tidak punya hak untuk berkata seperti itu mengenainya apalagi kau tidak mengenalnya,” potong Ke Ai.  
“Kau kira dia adalah kau?”
“Tidak.”
“Kau telah menjadi pihak lemah selama 10 tahun. Tidak ada satupun yang membantumu. Kau tidak tahu kemampuanmu sendiri. Kau tidak ingin di tertawakan setelah bekejar keras. Kau tidak berani memikirkan masa depan. Jadi, kau bertingkah penuh kehati-hatian setiap harinya. Kau tidak berani meminta apapun. Seperti itu. Jika kau tidak berjuang untuk itu, maka kau tidak akan terluka.”
“Jangan katakan lagi!” teriak Ke Ai penuh amarah. “Aku minta maaf. Aku tidak menjadi seperti yang kau bayangkan ketika aku berusia 18 tahun. Aku juga marah. Hanya kalau aku bisa memutar waktu atau memulai dari awal, mungkin semuanya akan berbeda. Tapi, jika tidak, aku akan tetap menjadi orang yang sama.”
“Bagaimana jika aku bisa memutar waktu kembali?”
“Tidak mungkin! Aku akan melakukan segalanya dengan serius, dan menjadi pekerja yang baik, teman baik, dan anak yang baik. Aku mencoba yang terbaik di setiap peran-ku. Apa aku salah?”
“Salah! Kau bisa menjadi lebih baik,” tegas Zi Hao dan menarik Ke Ai ke toko sepatu, dimana Peggy bekerja. “Jika kau benar-benar ingin membantunya, maka kau harus memberitahunya apa kesalahannya atau kau bisa memberitahunya cara agar menjadi lebih baik. Ini adalah Chang Ke Ai yang berusia 28 tahun bisa melakukannya dengan baik. Jika kau ingin membantunya, maka kau harus membantunya dengan cara ini.”
“Bagaimana?”
“Membeli sepasang sepatu. Jika dia benar-benar membutuhkan bantuanmu dan kau benar-benar ingin membantunya, tentu dia akan membuatmu menjadi pelanggan,” jelas Zi Hao.
Dan tiba-tiba, Zi Hao mendekatkan wajahnya ke arah Ke Ai, hingga membuat Ke Ai terkesiap kaget. “Kau tidak bisa membangunkan orang yang berpura-pura tidur,” bisik Zi Hao.
Manager dan Peggy menghampiri mereka. Dan Zi Hao langsung menunjuk ke arah Ke Ai yang ingin membeli sepatu dan menyuruh mereka untuk melayani. Manager langsung ingin maju melayani, tapi Zi Hao menyuruh agar Peggy yang melayani. Zi Hao memberitahu kalau tagihan sepatu Ke Ai bisa di tagihkan kepadanya. Setelah itu, Zi Hao pergi dari sana.
Peggy melayani Ke Ai dengan bertanya, “Nona, apa kau ingin membeli sepatu?”
“Kau seharusnya bertanya, sepatu jenis apa yang aku cari?” nasihati Ke Ai.
Peggy menjadi panik dan meminta maaf. Dia bahkan berkata akan menyuruh manager-nya saja yang melayani Ke Ai. Ke Ai melarang dan berkata kalau Peggy pasti bisa melakukannya. Percaya dirilah.
“Ketika kau mengatakan ‘membeli’ itu akan memberi tekanan pada pelanggan. Ketika kau bilang ‘mencari’ itu tidak akan menekan pelanggan,” nasihat Ke Ai. Peggy senang mendengar nasehat tersebut, dan kemudian baru menyadari bagde nama yang Ke Ai kenakan.
“Kau juga SPG? Terimakasih. Kalau begitu, sepatu jenis apa yang kakak cari? Sepatu kerja atau sepatu casual? Silahkan ikuti aku,” ujar Peggy mulai percaya diri.

Ke Ai senang melihatnya. Dan dia berbalik sesaat, melihat Zi Hao yang berjalan pergi. Dia memikirkan semua ucapan Zi Hao padanya tadi.
--
Malam hari,
Zi Hao menyetir pulang dan terus teringat ucapan Ke Ai. Ucapan saat Ke Ai berkata kalau dia menyesal tidak bisa menjadi seperti yang Zi Hao bayangkan. Dia juga marah pada dirinya sendiri. Tapi, hanya jika waktu bisa di putar kembali atau dia bisa memulai semuanya dari awal, mungkin dia bisa menjadi berbeda. Jika tidak, dia akan tetap menjadi seperti yang sekarang.
Zi Hao menghentikan mobilnya. Memikirkan sesuatu dan tiba-tiba saja memutar balik mobilnya.
--
Hua Li sudah tutup. Tapi, Ke Ai masih belum pulang. Dia merapikan baju manekin. Memikirkan berbagai baju indah yang cocok di pasangkan. Dia memikirkan perkataan Zi Hao, mengenai dirinya yang tidak berani memikirkan masa depan, tidak berani berjuang, agar tidak perlu merasa terluka.
Kau tidak akan bisa membangunkan orang yang berpura-pura tidur.
“Aku tidak tidur. Aku tidak bisa tidur,” gumam Ke Ai.
Zi Hao ternyata kembali ke Hua Li, dan melihat Ke Ai yang masih berdiri di depan patung manekin.
“Jika aku berusaha keras, apa mungkin bisa memperbaiki kenyataan kalau aku tidak kuliah?” tanya Ke Ai pada dirinya sendiri.
“Jadi itu sebabnya. Karena kau tidak kuliah,” ujar Zi Hao dan membuat Ke Ai kaget setengah mati.
Zi Hao menghampiri Ke Ai, menggenggam tangannya, “Ikuti aku.”

Zi Hao menarik Ke Ai ke atap (wkwkw, padahal tadi siang bilang tak mau ke atap lagi). Ke Ai protes di bawa ke atap, padahal sudah gelap. Tapi, Zi Hao tersenyum dengan manis.
Dan… lampu bianglala yang terlihat dari atap, menyala terang tiba-tiba. Tidak hanya itu, bianglala itu juga bergerak. Ke Ai terkagum-kagum melihatnya.
“Wow, bianglala-nya gerak.”
“Ya, itu gerak. Chang Ke Ai. Aku memutar kembali waktu untukmu. Einstein bilang, jika kau ingin memutar waktu kembali, kau harus bergerak lebih cepat dari kecepatan cahaya. Jadi, Chang Ke Ai, kau harus berlari lebih cepat dan lebih keras. Menebus waktu yang telah berlalu. Kau tidak kuliah, kualifikasi-mu tidak cukup bagus. Itu adalah fakta. Jadi, kenapa?” tanya Zi Hao. Zi Hao kemudian berjalan maju selangkah, mengeluarkan ponselnya dan memotret bianglala di depannya. “Ubahlah hal itu menjadi, ‘wow, bagaimana bisa dia menjadi manager ketika dia hanyalah tamatan SMA? Dia juga dapat promosi.’ Masa lalu adalah bagian darimu. Itu tidak bisa di ubah. Tapi, kau dapat memutuskan perspektif dari hidupmu.”
Zi Hao memperlihatkan foto bianglala yang di ambilnya pada Ke Ai, “Lihat tidak? Dari perspektifku, bianglala itu memutar waktu. Sebuah masalah dapat di lihat dari berbagai sudut pandang. Itu terserah padamu bagaimana ingin melihatnya,” lanjut Zi Hao.
Ke Ai masih terdiam, mungkin dia merasa semua yang di katakan oleh Zi Hao adalah benar.
“NTD 200.000. Jika kau bersedia melamar menjadi manager sementara, aku akan membagi laba dengan-mu. Aku akan memotong NTD 200.000 dari hutangmu. Okay?”
“Bahkan jika kau gagal dalam seleksi?” tanya Ke Ai. Tapi, belum Zi Hao menjawab, Ke Ai sudah lanjut lagi. “Baiklah.”
“Hah? Kenapa kau sangat cepat setuju?”
“Tentu saja. Sekarang, aku bisa mendapatkan NTD 200.000. Jika aku berhasil, aku bisa mendapatkan tambahan NTD 200.000 per tahun. Aku bisa melunaskan hutangku lebih cepat. Bukankah itu hal bagus? Jika kau tidak percaya padaku dan takut kalau pernyataan verbal bukanlah bukti, aku bisa menuliskannya hitam di atas putih.”
Zi Hao setuju, tapi dia merasa ada yang aneh. Kenapa terlalu lancar? Apa dia terlalu impulsif lagi?
“Aku masih belum mengucapkan ‘Selamat Natal’ padamu,” ujar Ke Ai.
“Chang Ke Ai, Selamat Natal.”
Merry Christmas. And Happy New Year.
“Apa sekarang waktumu lebih cepat daripada orang lain (karena bilang Happy New Year)? Aku kira kau ingin memutar ulang waktu? Masih ada beberapa hari lagi hingga ucapan Happy New Year. Kau harus menikmati hidupmu perlahan.”
“Yang Zi Hao. Jangan biarkan aku berterimakasih padamu terlalu sering,” ujar Ke Ai, tulus.
Mereka saling berpandangan. Saling menatap. Saling tersenyum. Dan Zi Hao mengelus kepala Ke Ai. Ke Ai tidak menghindar.



2 Comments

Previous Post Next Post