Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 08-3
Images by : TvN
Part
2 : The Sky Turning Inside Out, Rising Land
Saya, Tanya dan Haetuak dalam
perjalanan pulang dan Tanya yang bertugas untuk memegang obor penerang. Saat itu,
Tanya tiba-tiba tertawa hingga membuat Saya bingung. Apa Tanya tertawa karena bahagia
bertemu ayahnya?
“Ya, tentu. Terimakasih, tuan Saya,”
jawab Tanya, tapi ekspresinya terlihat aneh.
“Kalau begitu, bersikap baiklah padaku
mulai sekarang,” ujar Saya.
“Tentu.”
Sementara Haetuak, dia menatap Tanya
dengan pandangan bingung dan juga ngeri. Apa Tanya itu gila?
Kenapa Haetuak bisa berpikiran seperti
itu?
Flashback
Yeolson
tadi sempat berlutut pada Haetuak dan memohon agar Haetuak menjaga Tanya dengan
baik. Tanya baru saja kehilangan teman yang paling Tanya sukai, dan dia takut
kalau Tanya akan berbuat hal bodoh. Yeolson bahkan menyebut dirinya sendiri
bodoh karena memberitahukan Tanya hal tersebut. Teman Tanya itu adalah Eunseom.
End
“Dia
baru tahu teman yang dia suka meninggal. Lihat. Dia terus tertawa. Dia pasti gila,”
pikir Haetuak menatap Tanya.
--
Esok pagi,
Mungtae dan Teodae akan di jual sebagai
budak. Mungtae ketakutan karena dia sempat mendengar kalau mereka mungkin akan
menjadi cacat nantinya. Dia tidak mau hal tersebut terjadi.
Moogwang menyerahkan Mungtae dan Teodae
pada Gilseon dan memperingatkan Gilseon agar tidak menipunya mengenai harga jual
Mungtae dan Teodae padanya nanti. Gilseon mengiyakan.
Dan berangkatlah rombongan Gilseon
bersama para budak ke suku yang akan mereka jual belikan. Saat itu, ada
seseorang yang diam-diam melempar batu ke arah Teodae dan Mungtae di saat
mereka sedang berisitrahat di tengah hutan. Batu itu mengenai Teodae, jadi
Teodae mencari siapa yang melemparkannya. Dia terkejut karena yang melemparkan
adalah Dalsae, Eunseom dan Buksoe. Teodae segera memberitahukan hal tersebut
pada Mungtae. Dalsae, Eunseom dan Buksoe memberitanda agar Teodae dan Mungtae
tetap diam dan tenang.
Perjalanan di lanjutkan dan Eunseom serta
yang lain langsung bersembunyi. Saat itu, Mungtae tiba-tiba berteriak kesakitan.
Para penjaga langsung kesal dan segera menyeret Mungtae menjauh dari rombongan.
--
Tanya sedang mengelap barang-barang di
ruangan Saya. Saat itu, dia menemukan cermin dan mengelapnya dengan sangat
kuat. Saya yang melihatnya tersenyum.
--
Eunseom dan Dalsae bersembunyi di semak-semak
dan berencana diam-diam menyerang. Tapi, mereka bingung karena Mungtae tidak
ada padahal tadi Mungtae ada di sebelah Teodae. Mereka jadi galau. Apakah mereka
harus menyerah? Atau menyelamatkan Teodae saja?
“Buksoe akan buat kebakaran. Ini sudah
di mulai,” ujar Eunseom. Artinya mereka akan tetap menyerang.
Tapi, saat itu, tiba-tiba saja, sebuah
jaring di lemparkan ke arah mereka dari belakang. Para penjaga menyadari
keberadaan mereka dan memukuli mereka. Eunseom dan Dalsae walaupun kesakitan,
berteriak : “BUKSOE, LARI!”
Buksoe yang sedang membuat api,
mendengar teriakan mereka dan segera kabur.
Dalsae dan Eunseom tertangkap dan di bawa
ke depan Gilseon. Gilseon mengejek mereka yang sangat setia hingga mau
menyelamatkan teman.
“Mungkin mau tahu bagaimana kami tahu dan
menyergap kalian?” tanya Gilseon.
Dan keluarlah Mungtae. Dia yang
melaporkan keberadaan Eunseom dan Dalsae serta Buksoe pada para penjaga. Penjaga
melapor pada Gilseon kalau ada satu yang berhasil kabur (Buksoe), haruskah mereka
mengejarnya? Gilseon mengatakan tidak perlu karena mereka sudah mendapatkan lebih
2 budak.
Dalsae kecewa mengetahui Mungtae yang
menjebak mereka di saat mereka hendak menyelamatkannya. Mungtae tahu kekecewaan
Dalsae dan karena itu, dia berteriak kalau saat di benteng api itu, dia terus
berteriak memanggil Dalsae tapi Dalsae memilih pergi dengan Buksoe. Dalsae pasti
tidak mau membawanya karena dia menyusahkan bukan?
Dalsae terdiam. Merasa marah sekaligus
terluka. Teodae juga tampak marah.
“Kau mengkhianatiku,” ujar Mungtae.
(arrgh)
“Karena itu… Karena itu aku datang
menyelamatkanmu,” ujar Dalsae.
“Percuma. Tak akan berhasil. Kau juga
(Eunseom). Karena coba selamatkan kami, akhirnya kami… Urumi mati, bahkan
Doldol dan Oryuk kehilangan nyawanya. Kita tak bisa… kabur dari hal ini,” ujar
Mungtae.
Dan penjaga kemudian membawa mereka. Tapi,
Mungtae di bawa ke arah lain. Mungtae menangis dan berkata di dalam hatinya : Aku tidak menyesal. Aku tidak menyesal.
Buksoe ada di sana, dan dia menangis tidak
berdaya. Tidak mampu menolong siapapun.
Gilseon menjual Teodae, Eunseom dan Dalsae
pada seseorang. Mereka tawar menawar dan Gilseon berhasil menjualnya dengan harga
tinggi.
Sementara Mungtae sedang memohon pada
para penjaga untuk tidak menjualnya. Bukankah mereka sudah berjanji tidak akan
menjualnya dan akan mengampuni nyawanya?! Penjaga mah tidak peduli karena siapa
yang akan menepati janji dengan dujeumsaeng. Mereka memaksa Mungtae berdiri,
tapi Mungtae tidak mau walaupun 3 orang penjaga menariknya. Mungtae sangat
marah karena dia mengkhianati temannya demi janji itu.
Dan pada akhirnya, mereka bertarung. Mungtae
bisa saja menang, tapi dia kalah karena para penjaga itu memiliki senjata. Dan Gilseon
melihat hal tersebut.
“Berhenti. Cukup,” perintah Gilseon. “Kau
begitu marah? Kau mengkhianati teman yang mau menyelamatkanmu. Kenapa marah?”
“Aku mau hidup. Aku begitu karena mau
hidup.”
“Apa pun kau lakukan agar hidup?”
“Ya, apa pun. Akan kulakukan apa pun
agar hidup,” ujar Mungtae.
“Kau mirip denganku,” ujar Gilseon. “Kau
juga sangat kuat. Jika kubiarkan hidup, mau kerja sama denganku?”
“Ya, akan kulakukan apa pun,” setuju
Mungtae dan menatap Gilseon.
--
Teodae masih sulit mempercayai kalau
Mungtae benar-benar melakukan itu. dalsae bertanya pada Eunseom, apa Eunseom
bisa memutuskan ini? Eunseom mencoba tapi tidak bisa. Dan hal itu, membuat
Eunseom heran sendiri. Waktu itu, dia bisa mematahkan rantai. Bagaimana caranya?
Dan karena itu dia terus berusaha mematahkan ikatan tali di tangannya.
“Mungtae… Aku bisa memahami dia. Aku
paham alasannya berkhianat,” ujar Teodae tiba-tiba. “Kau lakukan itu padaku
juga,” ujarnya dan teringat saat dia menjerit memanggil nama Dalsae saat di
benteng api, tapi Dalsae pergi meninggalkannya.
“Dia benar. Kutinggalkan mereka. Saat
kami kabur dari sana, dia dan Mungtae tersesat dalam gelap. Aku berlagak tak
lihat dan kabur,” ujar Dalsae, merasa sangat sangat sangat bersalah.
“Benarkah? Saat berburu, kau lindungi
Mungtae dari beruang hitam,” ujar Eunseom, mengingati apa yang pernah Dalsae
lakukan untuk Mungtae.
“Kupikir tak bisa melindungi mereka. Aku
percaya diri melawan beruang, tapi tidak saat di sana. Aku tak yakin bisa melindunginya.”
“Jangan cari alasan,” potong Teodae. “Mungtae
pengecut dan aku lemah. Pikirmu kami akan menyusahkan,” tangis Teodae.
Dan hal itu membuat Dalsae merasa
marah hingga dia berkelahi dengan Teodae dan membuat semua yang terikat bersama
mereka terjatuh. Para penjaga langsung mencabuk mereka karena sudah memuat onar.
Dan karena cambukan itu, mereka jadi menyadari kalau Eunseom adalah Igutu, darahnya
berwarna ungu.
Sial! Mengetahui kalau Eunseom adalah
Igutu mereka menjadi semakin marah! Mereka telah membeli Eunseom dengan harga
mahal dan ternyata dia adalah Igutu. Dalsae panik. Dan karena marahnya, mereka
memukuli Eunseom terus dan terus menerus.
Bantu ada tidak jauh dari sana dan
melihat itu.
“Dia
yang lemah,” itu isi
pikiran Bantu dan berbalik pergi.
--
Haetuak sedang menjahit tapi terus
memikirkan mengenai Tanya. Dia terus bergumam apakah Tanya benar-benar gila? Apa
iya?
Saya mendengar gumamamnya dan bertanya,
siapa yang gila?
“Itu… Gadis itu, Tanya,” jawab Haetuak.
“Kenapa?”
--
Saya pergi menemui Tanya dengan terburu-buru.
Tanya masih tampak tenang dan bertanya ada apa? Apa membutuhkan bantuannya?
“Apa yang kau tunggu?” tanya Saya,
langsung. “Aku tahu kau tunggu sesuatu sebelum bunuh diri. Aku juga sama saat
Saenarae tewas. Serasa tak terjadi apa pun, aku tertawa sambil menunggu Taealha
untuk bunuh diri di depannya. Apa yang kau tunggu?”
“Tuanku. Aku sungguh tak mengerti,”
ujar Tanya, berpura-pura tidak mengerti.
“Lalu apa? Teman yang kau sukai
meninggal. Bagaimana kau…”
“Siapa yang meninggal?” potong Tanya. “Maksudmu,
Eunseom? Dia tak tewas,” jawab Tanya, tenang. “Eunseom… akan datang
menyelamatkan aku. Kuminta dia datang menyelamatkanku.”
“Dia sudah tewas.”
“Belum,” ujar Tanya dan kini dengan
suara sedikit bergetar.
“Sudah tewas,” ulang Saya.
“Kataku, dia belum tewas!” teriak
Tanya.
“Aku melihatnya. Tidak. Semua anggota
Serikat lihat kematiannya. Lidah dicabut, suaranya aneh. Dia menjerit. Lalu
dimasukkan air mendidih hidup-hidup dan mati. Semua orang bertepuk tangan dan
berteriak senang. "Kita sudah balas dendam! Kita sudah balaskan dendam
Sanung Niruha! Kita rebus dujeumsaeng yang keji, hina dan menjijikkan sampai
mati!"”
“Itu tak benar! Eunseom tak mati. Aku
tahu itu tak benar,” teriak Tanya, menangis frustasi dan menyerang Saya. “Eunseom
belum mati. Dia belum mati. Jangan bohongi aku!”
Tanya mulai memukuli Saya dan Haetuak
mendengar keributan tersebut. Dia segera masuk dan memukuli Tanya karena sangat
berani memukuli Saya.
--
Para budak lanjut berjalan. Semua sudah
sangat kelelahan karena berjalan jauh. Sementara, Eunseom di seret dengan kuda.
Dia tampak sangat tidak berdaya.
--
Tanya di ikat dan di kurung di dalam
gudang. Dia menangis dan memukuli dadanya sendiri. Tanya merasa semua adalah
salahnya hingga Eunseom terbunuh.
Flashback
Eunseom
kecil hanya bisa berdiri di pinggir melihat Dalsae dan teman-teman yang lain
bermain dengan riang. Tanya yang melihat Eunseom sendiri, segera merebut salah
satu mainan dan memberikannya pada Eunseom, agar Eunseom bisa ikut bermain. Eunseom
pun menerimanya dan memainkannya sekali kemudian mengembalikannya lagi. Tapi,
pada akhirnya, mereka saling meminjamkan mainan itu dan bermain bersama dengan riang.
End
“Kau seharusnya terbang bebas. Namun,
aku… mengikatmu di bawah mantra seperti orang bodoh,” sesal Tanya.
Flashback
Eunseom
duduk sendirian dan menangis mengingat ibunya. Saat itu, Tanya datang dan
memakaikan Eunseom mahkota bunga yang di buatnya. Mereka duduk bersama menatap
bunga kamperfuli.
Dan
mulai dari sana, mereka menjadi semakin dekat. Eunseom bahkan mulai mengajari
Tanya tarian spirit.
End
“Kematianmu begitu kejam karena kau
dalam kuasa mantra perempuan terkutuk…,” tangis Tanya.
Dan Saya mendengar dari luar tangisan
penuh putus asa Tanya. Dia ke sana untuk mengantarkan makanan dan minuman untuk
Tanya. Tapi, mengulurkan niatnya saat melihat Tanya yang tampak sangat
terpukul.
--
Tanya sudah berhenti menangis. Dan Saya
baru masuk untuk memberikan Tanya makanan. Usai memberikan makanan, Saya hendak
keluar. Tapi, dia tidak bisa diam saja melihat Tanya yang tidak punya semangat hidup.
“Bagi yang punya alasan untuk hidup, bagaimana
mereka hidup tidaklah penting. Bocah itu, Eunseom… Apa dia alasannya?” tanya
Saya.
“Kenapa hal seperti ini harus terjadi
pada kami? Olmi… (yang dibunuh Moogwang pertama kali di Iark) Kenapa anak kecil
itu harus mati? Kenapa Urumi (yang meninggal karena di lempari batu oleh rakyat
Arthdal) harus berakhir begitu? Kenapa Eunseom harus mengalami kekejian itu… Tidak.
Kenapa kalian harus menangkap kami pada awalnya?”
“Kami butuh banyak pekerja. Tabur
benih, bertani. Membangun rumah besar. Butuh pakaian mewah dan perhiasan.”
“Namun, kenapa? Kenapa kalian butuh
begitu banyak? Rakyatku hidup bahagia tanpa semua itu. Satu babi hutan bisa
memberi makan 20 orang lebih. Saat kau tangkap babi hutan, apa satu orang memakan
semuanya? Atau apa kalian makan sepuluh kali dalam sehari?”
“Kami makan untuk puaskan pikiran, bukan
lapar. Bahkan berton-ton emas atau seribu kuda putih, tak bisa memuaskan keserakahan
warga di sini. Karena itu pikiran mereka selalu lapar.”
“Aku sungguh… tak bisa mengerti semua
itu. Sungguh tak bisa,” ujar Tanya.
“Kau pasti tak mengerti. Sebelum
merasa berkuasa dan merasa tak pernah puas, kau tak akan paham. Ya. Kau akan
mati tanpa tahu jawabannya. "Kenapa
sukuku menderita tragedi ini? Kenapa aku harus mati? Kenapa temanku, alasan
hidupku, direbus sampai mati?" Kau
akan mati tanpa tahu jawabnya,” ujar Saya penuh penekanan dan kemudian keluar,
meninggalkan Tanya.
Tapi, ketika di luar, Saya menjadi
tambah khawatir. Bagaimana jika Tanya benar-benar bunuh diri?
Di dalam, Tanya merenungkan semua
perkataan Saya. “Merasa… berkuasa?” pikir
Tanya dan terus memikirkan Eunseom.
--
Para budak melewati jalanan bersalju. Dan
salju di penuhi dengan darah ungu Eunseom. Eunseom di seret dan sepanjang jalan
di cambuki hingga dia kesulitan berjalan dan bahkan merasa sangat kesakitan.
--
Tanya merenung dan teringat sebuah
kejadian di masa kecilnya. Saat itu, dia di ajari melempar batu untuk menangkap
burung dan di beri tahu mana batu terbaik untuk menangkap burung dan babi. Saat
itu, pengajarnya bertanya, jika sebuah harimau tiba-tiba menerkam mereka, batu
mana yang harus mereka gunakan? Batu yang bisa melempar jauh (untuk menangkap
burung) atau batu yang tepiannya tajam (untuk menangkap babi)?
Saya kembali ke ruangannya dan merasa
sangat tidak tenang. Dia berusaha menyuruh dirinya untuk tidak memikirkan Tanya
yang hanyalah seorang dujeumsaeng.
Tanya masih terus merenung.
“Eunseom.
Maafkan aku. Aku putuskan untuk hidup. Aku akan mendapat kekuasaan agar bisa
tahu apa yang terjadi padamu dan kenapa kita alami ini. Akan kucari jawaban hal
yang tak kupahami saat ini. Dan akan kuberi tahu padamu suatu hari,” tekad Tanya.
Dan dia mengingat jawaban dari pengajarnya
saat kecil. Saat harimau menerkam, mereka hanya harus mengambil batu terdekat
untuk menyerang, walaupun batu itu lemah.
Saat itu, Saya masuk ke dalam gudang. Tanya
menatapnya, “Batu terdekat. Baiklah, kau
akan jadi batuku. Senjata pertamaku.”
Dan Tanya tiba-tiba langsung berlutut
dan memohon maaf karena kesalahannya tadi. Dia pasti telah gila sesaat karena
mendengar kematian temannya. Saya tentu terkejut dengan perubahan sikap mendadak
Tanya.
“Tolong maafkan aku, dan ampuni
nyawaku. Aku, Tanya, adalah milikmu, Tuanku,” ujar Tanya.
Saya bingung mendengar Tanya menyebut
dirinya “Tuan-ku”.
“Ya. Aku, Tanya, akan melayanimu sebagai
majikan tunggalku. Kau akan butuh aku. Aku akan melayanimu semampuku, Tuan,” lanjut
Tanya dan diam-diam mengangkat kepalanya menatap Saya.
Aku,
Tanya dari Suku Wahan, memantraimu. Majikan? Ayo lihat siapa majikannya. Apa
kau bisa mengatasi mantraku, Saya.
-Bersambung-
Tags:
Arthdal Chronicles