Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 06-1

Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 06-1

Images by : TvN
Part 1 : The Children of Prophecy
Tagon menikmati sorakan semua rakyat Arthdal padanya, yang menganggapnya sebagai dewa Aramun Haesulla.
“Aku, Aramun, wadah yang akan menuntun kalian ke langit. Kalian yang tercerahkan, ikuti wadahku! Sertai aku! Untuk mencapai serikat yang perkasa!” teriak Tagon.
Semua rakyat kembali memujanya dan bersedia mengabdikan diri pada Tagon. Hae Mihol dan Asa Ron yang melihatnya, jelas merasa marah karena ini semua di luar perkiraan mereka.
Untuk menyakinkan semuanya, Tagon kemudian berpura-pura pingsan. Semua yang melihatnya jelas kaget. Mubaek yang ada di sana, teringat ucapan Asa Sakan kalau kemarin di Arthdal pasti ada anak yang membunuh ayahnya. Dia sadar kalau Tagon telah membunuh Sanung.
Arthdal Chronicles
Moogwang menemui Mubaek di perkemahan dan bertanya kapan Mubaek kembali? Apakah Mubaek melihat Tagon yang tadi di rasuki Aramun? Moogwang benar-benar bahagia mengingal hal tadi. Tapi, tanpa di sangka, Mubaek malah mencengkeram kerah bajunya dan dengan marah membahas mengenai Sanung Niruha yang tewas. Apa yang telah terjadi?

Moogwang memberitahu kalau dujeumsang menculik Sanung dan membunuhnya. Mubaek jelas tidak percaya dan juga marah karena pasukan Daekan mudah sekali di bodohi. Dia baru saja kembali setelah menemui Harim yang mengurus jasad Niruha, memberitahu kalau luka di leher Sanung adalah berupa gorokan tunggal sedalam lima chi. Seorang dujeumsaeng yang tidak pernah melihat pedang perunggu seumur hidupnya, tidak mungkin bisa melakukan hal seperti itu.
Moogwang terkejut juga menyadari apa yang mungkin terjadi. Tapi, dia tidak peduli kalau Tagon membunuh Sanung. Mubaek langsung meninju wajah Moogwang dengan emosi. Dia berkata kalau Tagon berbeda dari Sanung. Tagon adalah Aramun Haesulla. Tagon adalah renkrenasi Aramun Haesulla!
--
Tagon kembali ke kediamannya dengan di dampingi pasukan Daekan dan sorak-sorakan rakyat Arthdal. Tagon masih berakting berpura-pura tidak ingat apapun. Dan semua mengira Tagon tidak ingat karena Tagon kan adalah wadah, jadi wajar jika tidak ingat.
--
Bukan hanya rakyat Arthdal yang tertipu, tapi juga Haetuak. Saat Haetuak menceritakan kegagahan Tagon pada Taealha, Taealha tidak merespon dan malah berteriak menyuruh Haetuak untuk keluar. Tagon yang melihat sikap Taealha yang berbeda jelas merasa bingung.


Taealha segera menunjukkan kain bernoda darah ungu itu pada Tagon dan memberitahu kalau dujeumsaeng (Eunseom) tadi datang kemari. Mereka sudah salah mengira karena Eunseom tahu apa itu Igutu. Lebih dari itu, Eunseom tahu apa artinya jadi Igutu di Arthdal. Tagon langsung cemas. Taealha memberitahu lebih lanjut kalau Eunseom menyuruhnya menyampaikan pesan agar Tagon ke tempat mereka bertemu saat bulan terbit di puncak Kuil Agung. Dan sebelum itu, jangan lukai satu jari maupun satu hidung orang suku Wahan.
--

Chae-Eun masih ragu, akankah Tagon akan menemui Eunseom atau tidak. Eunseom menjawab dengan pasti kalau Tagon pasti akan menemuinya. Chae-eun tetap cemas apalagi Eunseom tidak memberitahunya, apa yang dia ketahui mengenai Tagon. Eunseom tidak menjawab, dan balik bertanya, kenapa Chae-eun tidak takut pada Igutu dan malah pernah berkata kalau Neanthal itu cantik?
Chae-eun tampak gugup dan hanya menjawab kalau dia hanya pernah mendengar mengenai Neanthal tapi belum pernah meliihat langsung. Eunseom masih tetap penasaran, kalau begitu kenapa Chae-eun mau membantunya? Chae-eun menjawab kalau Eunseom tampak tidak asing.
Tapi, Chae-eun malah mengalihkan, apa yang menjadi jaminan kalau Eunseom akan selamat?
“Mihol,” jawab Eunseom. “Kau tahu siapa Mihol? Putrinya ada di rumah Tagon.”
“Putrinya?” tanya Chae-eun. “Taealha?”
“Ya. Ceritakan soal mereka,” pinta Eunseom. “Semua yang menyangkut Tagon.”
--

Tagon duduk memandang kain bernoda darah ungu itu. Taealha dapat merasakan kalau Tagon pasti merasa cemas sekarang. Jadi, dia menyuruh Tagon untuk tetap tenang karena masih banyak yang harus mereka lakukan.
“Dujeumsaeng itu tak akan mengungkap rahasiamu selama suku Wahan hidup. Dia minta menemuimu hari ini. Kau harus mematuhinya. Temui dia di sana dan bunuh dia. Bungkam dia untuk selamanya,” perintah Taealha.
“Pasti ada yang membantu dia. Dia tahu nama ayah, menunggangi kuda, dan tahu artinya Igutu. Dia tahu Igutu dibenci di Arthdal.”
“Siapa di Serikat yang mau bantu dia?”
“Mustahil dia mengetahui semua hal ini sendiri. Pasti ada orang Arthdal membantunya. Dan…”
“Dia minta bertemu di pasar,” sambung Taealha. “Jika kau bunuh dia…”
“Yang membantunya bisa membongkar rahasiaku.”
“Lalu sekarang apa? Kita harus bagaimana?” tanya Taealha.
Dan keputusan Tagon adalah menghentikan eksekusi suku Wahan!
--
Esok hari,
 Pasukan Daekan sudah menyiapkan alat penggal kepala dan bersiap untuk membunuh semua suku Wahan.
Semua suku masih ada dan dalam keadaan tersudut. Yeolson menyuruh semuanya untuk segera memilih, mati di penggal atau mati saling mencekik. Itu tentu hal yang sangat sulit bagi semuanya. Bahkan jika ada yang ingin mati di cekik, tidak ada yang mau mencekik.
“Keputusan ini dibuat demi keselamatan Wahan. Keputusan individu mengalahkan itu,” ujar Tanya.
Semua setuju. Mereka menyuruh Yeolson yang membuta keputusan untuk mereka semua karena Yeolson adalah Kepala Suku mereka. Yeolson menangis, dia tidak tahu apa keputusan yang terbaik bagi mereka. Dia tidak sanggup untuk menyuruh semuanya saling mencekik. Sebagai pemimpin, dia selalu memutuskan untuk mereka semua, tapi kali ini dia tidak bisa melakukannya. Semua semakin menangis histeris.
Dalsae tiba-tiba berdiri dan menyuruh semuanya untuk tidak menangis. Dia tidak peduli walaupun di penggal atau tidak bisa menghadap Serigala Putih Besar. Yang dia inginkan hanyalah leher orang yang membunuh Olmi dan Doldol (orang itu adalah Moogwang)!
Saat itu, Tagon masuk ke dalam. Dalsae langsung berlari menyerangnya, tapi dengan mudah dia di jatuhkan oleh Kitoha. Kitoha langsung berkata kalau mereka ingin tahu lebih banyak mengenai Eunseom dari Wahan. Jadi, siapa yang bersedia memberikan informasi?

Semua diam, tidak berani maju. Tanya melihat ukirannya di dinding batu, kemudian, diam-diam mengambil sebuah batu yang tajam. Dia mengangkat kepalanya tanpa rasa takut. Tagon tertarik padanya dan mendekati Tanya. Dia melihat ukiran serigala di dinding, dan bertanya apakah itu yang melindungi suku Wahan?
“Aku akan ikut,” jawab Tanya. Semua terkejut dengan keputusan Tanya, dan juga menangis memohon agar Tanya tidak di bawa. Mereka takut setelah Tanya memberitahu informasi Eunseom, Tanya akan di bunuh.
--

Tanya di bawa ke balai tempat yang tinggi.
“Eunseom. Akan kubatalkan mantraku atasmu. Itu mantraku, jadi, jika aku mati, mantranya batal,” tekad Tanya. “Jika mantra batal, hiduplah dan pergi jauh, Eunseom.”
“Bangunan-bangunan besar ini, pasar yang sibuk, kain halus, dan ratusan barang bagus. Ini semua baru bagimu,” ujar Tagon, membuka pembicaraan. “Kau lihat asap di sana? Itu bukan dari api. Itu dari Benteng Api. Benteng Api selalu mengeluarkan asap. Asap itu memberi banyak hal untuk kami,” beritahu Tagon sambil menatap ke cerobong asap yang tinggi di Arthdal. “Kalian juga bisa menikmati semua ini, jika bukan karena Eunseom. Apa dia pernah ke Arthdal? Bagaimana dia tahu soal Sanung Niruha dan di mana Sanung Niruha akan berada? Dujeumsaeng itu bisa menunggangi kuda. Bagaimana dia pelajari itu? Tak ada orang di Iark yang bisa menunggangi kuda,” tanya Tagon dengan nada marah.

Tapi, Tanya tidak terfokus pada ucapan Tagon melainkan pada leher Tagon. Dia menggenggam dengan erat batu tajam di tangannya dan terus berpikir agar dapat melakukan serangan mematikan.
“Selain itu, apa kau tahu apa itu Igutu? Kau tahu soal Neanthal?” tanya Tagon semakin keras.
Tanya semakin menggenggam erat batunya dan siap menyerang. Hingga… tiba-tiba

“Darah ungu!” teriak Tagon, membuat Tanya terkejut. Darah ungu adalah warna darah Eunseom. “Igutu adalah monster campuran Saram dan Neanthal. Darah ungu ada di tubuhnya. Jika Saram itu berkah dewa, maka Igutu itu kutukan dewa. Mereka terbilang berbahaya. Karena itulah mereka langsung dibunuh jika terlihat.”
Dan karena ucapan Tagon yang mengalihkan perhatiannya, Tanya gagal menyerang Tagon dan balas di cekik dengan kuat oleh Tagon.
“Begitulah Igutu diperlakukan di Arthdal. Kenapa dujeumsaeng yang baru tiba di Arthdal mengetahui semua itu?” marahnya sambil mencekik leher Tanya dengan kuat. Tetapi, tiba-tiba dia melepaskan Tanya.
“Pengecut,” umpat Tanya, walaupun nafasnya masih tersengal. “Kau takut pada orang yang berbeda daripadamu. Maka kau bunuh mereka. Suku Wahan tak seperti itu. Bahkan setiap tumbuhan punya nama. Selama mereka punya nama, bahkan Igutu, punya alasan dan tujuan hidup,” tegasnya. “Bunuh aku,” pinta Tanya dan menutup matanya.
Tagon menghela nafas dengan kesal dan berujar : “Pergilah. Pergilah. Enyah dari mataku. Kembali ke sukumu.”
“Kenapa… kau tak membunuhku? Bagimu, kami tak lebih baik daripada semut. Aku juga mencoba membunuhmu. Kenapa…”
“Karena aku tak bisa. Bukan itu saja. Tak boleh kulukai satu kuku jari ataupun hidung kalian,” ujar Tagon, mengulang pesan Eunseom padanya.
Tanya terhenyak, itulah ada ucapan yang sering Eunseom katakan. Dia sadar kalau Eunseom telah membantu mereka.
--
Tanya di bawa kembali ke penjara dan semua anggota suku sangat lega karena Tanya baik-baik saja. Tanya kemudian berujar kalau sepertinya mereka tidak akan mati. Semua jelas bingung dengan maksud Tanya.
“Itu katanya. Dia tak bisa membunuh kita,” ujar Tanya. “Inilah katanya. Dia bilang tak bisa melukai… satu pun kuku jari kita, apalagi membunuh kita,” lanjut Tanya.
“Dan dia bahkan tak bisa… mematahkan hidung kita?” sambung yang lain, seolah tahu kelanjutannya. Mereka sadar itu adalah kalimat yang sering Eunseom ucapkan. Sebuah harapan akhirnya menyelimuti mereka. Eunseom akan menyelamatkan mereka.
--
Bagi Suku Wahan, Eunseom telah mejadi harapan bagi mereka untuk bebas dari Arthdal. Tapi, bagi Tagon, Eunseom adalah petaka yang mungkin akan membuatnya kehilangan Arthdal.
--
Eunseom sedang berada di tempat dimana Sanung terbunuh dulu. Dia membuat sesuatu dengan tali tambang. Simpul untuk mengikat tangan.
--


Haetuak tertangkap oleh pasukan Danbyeok. Dan jelas, dia berusaha melawan dan memberontak. Walaupun pasukan berusaha mengorek informasi dimana Taealha darinya, dia tidak mau memberitahu apapun. Tapi, karena terus memberontak, sebuah kertas terjatuh dari dalam bajunya. Haetuak langsung panik berteriak agar surat itu tidak di ambil.
Flashback
Taealha memberikan surat itu pada Haetuak. Dia sudah tahu kalau Danbyeok memerintahkan penangkapan mereka. Jadi, dia ingin Haetuak membiarkan penjaga menangkapnya saat ini, dan tentu, surat itu sengaja di jatuhkan agar di ambil penjaga.
End
Haetuak terus berakting panik karena surat itu di bawa oleh petugas. Padahal, jika di perhatikan dengan seksama, dia tersenyum karena semua berjalan sesuai rencana. 
--

Pengawal membawa surat itu pada Danbyeok dan memberitahu kalau Haetuak telah berhasil tertangkap. Dan surat itu di temukan dari tubuh Haetuak, surat untuk Mihol.  Danbyeok membuka surat itu dan tertulis dalam bahasa Hae, jadi dia menyuruh anggotanya yang bisa membaca bahasa Hae untuk membacakannya.
“"Ayah, sampaikan perintahmu begitu dengar kabar dari Saehanmanop. Harus cepat. -Taealha-“
Danbyeok jadi bertanya-tanya, siapa itu Saehanmanop? Dan dia semakin mencurigai Hae Mihol karena sebelumnya Mihol bilang kalau Taealha sakit, tapi mereka malah saling berkirim surat (walaupun semua adalah rencana Taealha untuk membuat Danbyeok percaya kepada Tagon).
Danbyeok benar-benar telah tertipu karena dia yakin kalau Mihol telah membohonginya.
--

Mihol menemui Asa Ron karena situasi menjadi di luar kendali. Jika terus di biarkan, Tagon akan menjadi Kepala Suku, apalagi Asa Ron telah mensahkan kalau Tagon memiliki kemampuan cenayang dan boleh melakukan Ollimsani. Jika Tagon menjadi Pemimpin Serikat, maka Tagon akan mempunyai kekuasaan melebihi Asa Ron.
Dan karena itu, Mihol berencana membuat Danbyeok memihak padanya dan menyingkirkan Tagon.
“Besok, saat fajar, aku akan menerima ramalan,” ujar Asa Ron.
“Kita tak bisa menunggu. Mungkin ini peluang terakhir. Danbyeok perintahkan para penjaga kembali. Bahkan yang di luar gerbang. Jumlahnya lebih banyak daripada Pasukan Daekan.”
“Kau yakin bisa membujuk Danbyeok?”
“Jika kau izinkan, akan kuselesaikan,” janji Mihol.
--

Sayangnya, dia sudah kalah cepat karena sekarang Danbyeok tidak percaya padanya lagi.  Mau seperti apapun yang di katakannya mengenai Tagon, Danbyeok tidak percaya. Sebaliknya, mendengar Mihol menyebut Asa Ron, membuat Danbyeok semakin mencurigainya.
“Atas tuduhan apa aku menangkapnya?” teriak Danbyeok.
“Tangkap atas… pembunuhan Sanung Niruha.”
“Sungguh omong kosong. Sudah cukup.”
“Putriku, Taealha. Kau pasti tahu dia yeomari. Aku tahu rahasianya. Tagon membunuh Sanung Niruha. Danbyeok, percayalah padaku dan perintahkan penjaga menangkap Tagon. Setelah kau menangkap dujeumsaeng itu, kita akhirnya akan tahu kebenarannya.”
“Mihol, kau kenal orang bernama Saehanmanop?”
“Saehanmanop? Siapa itu?”
“Kau tanya saat dia disebut di surat putrimu untukmu?”
“Danbyeok, kau harus tangkap Tagon...”
“Jika kau tahu sesuatu tentang pembunuh ayahku, katakan. Jika kau punya bukti, bawa padaku,” tegas Danbyeok.
Mihol sadar kalau semuanya sudah sia-sia, Mihol melakukan langkah tidak terduga. Saat keluar dari ruangan Danbyeok, dia segera memerintahkan bawahannya untk menyiapkan pasukan malam ini.
Sementara di dalam ruangannya, Danbyeok tampak marah : “Jadi, Saehanmanop adalah Asa Ron? Dia bersekutu dengan Asa Ron selama ini?”

Post a Comment

Previous Post Next Post