Images by : TvN
Part
1 : The Children of Prophecy
Tagon menikmati sorakan semua rakyat
Arthdal padanya, yang menganggapnya sebagai dewa Aramun Haesulla.
“Aku, Aramun, wadah yang akan menuntun
kalian ke langit. Kalian yang tercerahkan, ikuti wadahku! Sertai aku! Untuk mencapai
serikat yang perkasa!” teriak Tagon.
Semua rakyat kembali memujanya dan
bersedia mengabdikan diri pada Tagon. Hae Mihol dan Asa Ron yang melihatnya, jelas
merasa marah karena ini semua di luar perkiraan mereka.
Untuk menyakinkan semuanya, Tagon kemudian
berpura-pura pingsan. Semua yang melihatnya jelas kaget. Mubaek yang ada di
sana, teringat ucapan Asa Sakan kalau kemarin di Arthdal pasti ada anak yang
membunuh ayahnya. Dia sadar kalau Tagon telah membunuh Sanung.
Moogwang menemui Mubaek di perkemahan dan
bertanya kapan Mubaek kembali? Apakah Mubaek melihat Tagon yang tadi di rasuki
Aramun? Moogwang benar-benar bahagia mengingal hal tadi. Tapi, tanpa di sangka,
Mubaek malah mencengkeram kerah bajunya dan dengan marah membahas mengenai
Sanung Niruha yang tewas. Apa yang telah terjadi?
Moogwang memberitahu kalau dujeumsang menculik Sanung dan membunuhnya. Mubaek jelas tidak percaya dan juga marah karena pasukan Daekan mudah sekali di bodohi. Dia baru saja kembali setelah menemui Harim yang mengurus jasad Niruha, memberitahu kalau luka di leher Sanung adalah berupa gorokan tunggal sedalam lima chi. Seorang dujeumsaeng yang tidak pernah melihat pedang perunggu seumur hidupnya, tidak mungkin bisa melakukan hal seperti itu.
Moogwang terkejut juga menyadari apa
yang mungkin terjadi. Tapi, dia tidak peduli kalau Tagon membunuh Sanung. Mubaek
langsung meninju wajah Moogwang dengan emosi. Dia berkata kalau Tagon berbeda
dari Sanung. Tagon adalah Aramun Haesulla. Tagon adalah renkrenasi Aramun Haesulla!
--
Tagon kembali ke kediamannya dengan di
dampingi pasukan Daekan dan sorak-sorakan rakyat Arthdal. Tagon masih berakting
berpura-pura tidak ingat apapun. Dan semua mengira Tagon tidak ingat karena
Tagon kan adalah wadah, jadi wajar jika tidak ingat.
--
Bukan hanya rakyat Arthdal yang
tertipu, tapi juga Haetuak. Saat Haetuak menceritakan kegagahan Tagon pada Taealha,
Taealha tidak merespon dan malah berteriak menyuruh Haetuak untuk keluar. Tagon
yang melihat sikap Taealha yang berbeda jelas merasa bingung.
Taealha segera menunjukkan kain bernoda darah ungu itu pada Tagon dan memberitahu kalau dujeumsaeng (Eunseom) tadi datang kemari. Mereka sudah salah mengira karena Eunseom tahu apa itu Igutu. Lebih dari itu, Eunseom tahu apa artinya jadi Igutu di Arthdal. Tagon langsung cemas. Taealha memberitahu lebih lanjut kalau Eunseom menyuruhnya menyampaikan pesan agar Tagon ke tempat mereka bertemu saat bulan terbit di puncak Kuil Agung. Dan sebelum itu, jangan lukai satu jari maupun satu hidung orang suku Wahan.
--
Chae-Eun masih ragu, akankah Tagon akan menemui Eunseom atau tidak. Eunseom menjawab dengan pasti kalau Tagon pasti akan menemuinya. Chae-eun tetap cemas apalagi Eunseom tidak memberitahunya, apa yang dia ketahui mengenai Tagon. Eunseom tidak menjawab, dan balik bertanya, kenapa Chae-eun tidak takut pada Igutu dan malah pernah berkata kalau Neanthal itu cantik?
Chae-eun tampak gugup dan hanya
menjawab kalau dia hanya pernah mendengar mengenai Neanthal tapi belum pernah
meliihat langsung. Eunseom masih tetap penasaran, kalau begitu kenapa Chae-eun
mau membantunya? Chae-eun menjawab kalau Eunseom tampak tidak asing.
Tapi, Chae-eun malah mengalihkan, apa
yang menjadi jaminan kalau Eunseom akan selamat?
“Putrinya?” tanya Chae-eun. “Taealha?”
“Ya. Ceritakan soal mereka,” pinta Eunseom.
“Semua yang menyangkut Tagon.”
--
Tagon duduk memandang kain bernoda darah ungu itu. Taealha dapat merasakan kalau Tagon pasti merasa cemas sekarang. Jadi, dia menyuruh Tagon untuk tetap tenang karena masih banyak yang harus mereka lakukan.
“Dujeumsaeng itu tak akan mengungkap
rahasiamu selama suku Wahan hidup. Dia minta menemuimu hari ini. Kau harus
mematuhinya. Temui dia di sana dan bunuh dia. Bungkam dia untuk selamanya,”
perintah Taealha.
“Pasti ada yang membantu dia. Dia tahu
nama ayah, menunggangi kuda, dan tahu artinya Igutu. Dia tahu Igutu dibenci di
Arthdal.”
“Mustahil dia mengetahui semua hal ini
sendiri. Pasti ada orang Arthdal membantunya. Dan…”
“Dia minta bertemu di pasar,” sambung
Taealha. “Jika kau bunuh dia…”
“Yang membantunya bisa membongkar
rahasiaku.”
“Lalu sekarang apa? Kita harus
bagaimana?” tanya Taealha.
Dan keputusan Tagon adalah
menghentikan eksekusi suku Wahan!
--
Pasukan Daekan sudah menyiapkan alat penggal
kepala dan bersiap untuk membunuh semua suku Wahan.
Semua suku masih ada dan dalam keadaan
tersudut. Yeolson menyuruh semuanya untuk segera memilih, mati di penggal atau
mati saling mencekik. Itu tentu hal yang sangat sulit bagi semuanya. Bahkan jika
ada yang ingin mati di cekik, tidak ada yang mau mencekik.
Semua setuju. Mereka menyuruh Yeolson yang
membuta keputusan untuk mereka semua karena Yeolson adalah Kepala Suku mereka. Yeolson
menangis, dia tidak tahu apa keputusan yang terbaik bagi mereka. Dia tidak sanggup
untuk menyuruh semuanya saling mencekik. Sebagai pemimpin, dia selalu
memutuskan untuk mereka semua, tapi kali ini dia tidak bisa melakukannya. Semua
semakin menangis histeris.
Dalsae tiba-tiba berdiri dan menyuruh
semuanya untuk tidak menangis. Dia tidak peduli walaupun di penggal atau tidak bisa
menghadap Serigala Putih Besar. Yang dia inginkan hanyalah leher orang yang
membunuh Olmi dan Doldol (orang itu adalah Moogwang)!
Saat itu, Tagon masuk ke dalam. Dalsae
langsung berlari menyerangnya, tapi dengan mudah dia di jatuhkan oleh Kitoha.
Kitoha langsung berkata kalau mereka ingin tahu lebih banyak mengenai Eunseom
dari Wahan. Jadi, siapa yang bersedia memberikan informasi?
Semua diam, tidak berani maju. Tanya melihat ukirannya di dinding batu, kemudian, diam-diam mengambil sebuah batu yang tajam. Dia mengangkat kepalanya tanpa rasa takut. Tagon tertarik padanya dan mendekati Tanya. Dia melihat ukiran serigala di dinding, dan bertanya apakah itu yang melindungi suku Wahan?
“Aku akan ikut,” jawab Tanya. Semua terkejut
dengan keputusan Tanya, dan juga menangis memohon agar Tanya tidak di bawa. Mereka
takut setelah Tanya memberitahu informasi Eunseom, Tanya akan di bunuh.
--
“Eunseom.
Akan kubatalkan mantraku atasmu. Itu mantraku, jadi, jika aku mati, mantranya
batal,” tekad Tanya. “Jika mantra batal, hiduplah dan pergi jauh,
Eunseom.”
“Bangunan-bangunan besar ini, pasar
yang sibuk, kain halus, dan ratusan barang bagus. Ini semua baru bagimu,” ujar
Tagon, membuka pembicaraan. “Kau lihat asap di sana? Itu bukan dari api. Itu
dari Benteng Api. Benteng Api selalu mengeluarkan asap. Asap itu memberi banyak
hal untuk kami,” beritahu Tagon sambil menatap ke cerobong asap yang tinggi di Arthdal.
“Kalian juga bisa menikmati semua ini, jika bukan karena Eunseom. Apa dia
pernah ke Arthdal? Bagaimana dia tahu soal Sanung Niruha dan di mana Sanung
Niruha akan berada? Dujeumsaeng itu bisa menunggangi kuda. Bagaimana dia
pelajari itu? Tak ada orang di Iark yang bisa menunggangi kuda,” tanya Tagon dengan
nada marah.
Tapi, Tanya tidak terfokus pada ucapan Tagon melainkan pada leher Tagon. Dia menggenggam dengan erat batu tajam di tangannya dan terus berpikir agar dapat melakukan serangan mematikan.
“Selain itu, apa kau tahu apa itu
Igutu? Kau tahu soal Neanthal?” tanya Tagon semakin keras.
Tanya semakin menggenggam erat batunya
dan siap menyerang. Hingga… tiba-tiba
“Darah ungu!” teriak Tagon, membuat Tanya terkejut. Darah ungu adalah warna darah Eunseom. “Igutu adalah monster campuran Saram dan Neanthal. Darah ungu ada di tubuhnya. Jika Saram itu berkah dewa, maka Igutu itu kutukan dewa. Mereka terbilang berbahaya. Karena itulah mereka langsung dibunuh jika terlihat.”
Dan karena ucapan Tagon yang
mengalihkan perhatiannya, Tanya gagal menyerang Tagon dan balas di cekik dengan
kuat oleh Tagon.
“Begitulah Igutu diperlakukan di
Arthdal. Kenapa dujeumsaeng yang baru tiba di Arthdal mengetahui semua itu?” marahnya
sambil mencekik leher Tanya dengan kuat. Tetapi, tiba-tiba dia melepaskan Tanya.
“Pengecut,” umpat Tanya, walaupun nafasnya
masih tersengal. “Kau takut pada orang yang berbeda daripadamu. Maka kau bunuh
mereka. Suku Wahan tak seperti itu. Bahkan setiap tumbuhan punya nama. Selama
mereka punya nama, bahkan Igutu, punya alasan dan tujuan hidup,” tegasnya. “Bunuh
aku,” pinta Tanya dan menutup matanya.
Tagon menghela nafas dengan kesal dan
berujar : “Pergilah. Pergilah. Enyah dari mataku. Kembali ke sukumu.”
“Kenapa… kau tak membunuhku? Bagimu,
kami tak lebih baik daripada semut. Aku juga mencoba membunuhmu. Kenapa…”
“Karena aku tak bisa. Bukan itu saja. Tak
boleh kulukai satu kuku jari ataupun hidung kalian,” ujar Tagon, mengulang
pesan Eunseom padanya.
Tanya terhenyak, itulah ada ucapan
yang sering Eunseom katakan. Dia sadar kalau Eunseom telah membantu mereka.
--
Tanya di bawa kembali ke penjara dan
semua anggota suku sangat lega karena Tanya baik-baik saja. Tanya kemudian
berujar kalau sepertinya mereka tidak akan mati. Semua jelas bingung dengan
maksud Tanya.
“Itu katanya. Dia tak bisa membunuh
kita,” ujar Tanya. “Inilah katanya. Dia bilang tak bisa melukai… satu pun kuku
jari kita, apalagi membunuh kita,” lanjut Tanya.
“Dan dia bahkan tak bisa… mematahkan
hidung kita?” sambung yang lain, seolah tahu kelanjutannya. Mereka sadar itu
adalah kalimat yang sering Eunseom ucapkan. Sebuah harapan akhirnya menyelimuti
mereka. Eunseom akan menyelamatkan mereka.
--
Bagi Suku Wahan, Eunseom telah mejadi
harapan bagi mereka untuk bebas dari Arthdal. Tapi, bagi Tagon, Eunseom adalah
petaka yang mungkin akan membuatnya kehilangan Arthdal.
--
Eunseom sedang berada di tempat dimana
Sanung terbunuh dulu. Dia membuat sesuatu dengan tali tambang. Simpul untuk
mengikat tangan.
--
Haetuak tertangkap oleh pasukan Danbyeok. Dan jelas, dia berusaha melawan dan memberontak. Walaupun pasukan berusaha mengorek informasi dimana Taealha darinya, dia tidak mau memberitahu apapun. Tapi, karena terus memberontak, sebuah kertas terjatuh dari dalam bajunya. Haetuak langsung panik berteriak agar surat itu tidak di ambil.
Taealha
memberikan surat itu pada Haetuak. Dia sudah tahu kalau Danbyeok memerintahkan
penangkapan mereka. Jadi, dia ingin Haetuak membiarkan penjaga menangkapnya
saat ini, dan tentu, surat itu sengaja di jatuhkan agar di ambil penjaga.
End
Haetuak terus berakting panik karena
surat itu di bawa oleh petugas. Padahal, jika di perhatikan dengan seksama, dia
tersenyum karena semua berjalan sesuai rencana.
--
Pengawal membawa surat itu pada Danbyeok dan memberitahu kalau Haetuak telah berhasil tertangkap. Dan surat itu di temukan dari tubuh Haetuak, surat untuk Mihol. Danbyeok membuka surat itu dan tertulis dalam bahasa Hae, jadi dia menyuruh anggotanya yang bisa membaca bahasa Hae untuk membacakannya.
“"Ayah,
sampaikan perintahmu begitu dengar kabar dari Saehanmanop. Harus cepat. -Taealha-“
Danbyeok jadi bertanya-tanya, siapa itu
Saehanmanop? Dan dia semakin mencurigai Hae Mihol karena sebelumnya Mihol
bilang kalau Taealha sakit, tapi mereka malah saling berkirim surat (walaupun
semua adalah rencana Taealha untuk membuat Danbyeok percaya kepada Tagon).
Danbyeok benar-benar telah tertipu karena
dia yakin kalau Mihol telah membohonginya.
--
Mihol menemui Asa Ron karena situasi menjadi di luar kendali. Jika terus di biarkan, Tagon akan menjadi Kepala Suku, apalagi Asa Ron telah mensahkan kalau Tagon memiliki kemampuan cenayang dan boleh melakukan Ollimsani. Jika Tagon menjadi Pemimpin Serikat, maka Tagon akan mempunyai kekuasaan melebihi Asa Ron.
Dan karena itu, Mihol berencana
membuat Danbyeok memihak padanya dan menyingkirkan Tagon.
“Besok, saat fajar, aku akan menerima
ramalan,” ujar Asa Ron.
“Kita tak bisa menunggu. Mungkin ini
peluang terakhir. Danbyeok
perintahkan para penjaga kembali. Bahkan yang di luar gerbang. Jumlahnya lebih
banyak daripada Pasukan Daekan.”
“Jika kau izinkan, akan kuselesaikan,”
janji Mihol.
--
Sayangnya, dia sudah kalah cepat karena sekarang Danbyeok tidak percaya padanya lagi. Mau seperti apapun yang di katakannya mengenai Tagon, Danbyeok tidak percaya. Sebaliknya, mendengar Mihol menyebut Asa Ron, membuat Danbyeok semakin mencurigainya.
“Atas tuduhan apa aku menangkapnya?”
teriak Danbyeok.
“Tangkap atas… pembunuhan Sanung
Niruha.”
“Putriku, Taealha. Kau pasti tahu dia
yeomari. Aku tahu rahasianya. Tagon membunuh Sanung Niruha. Danbyeok, percayalah
padaku dan perintahkan penjaga menangkap Tagon. Setelah kau menangkap dujeumsaeng
itu, kita akhirnya akan tahu kebenarannya.”
“Mihol, kau kenal orang bernama
Saehanmanop?”
“Kau tanya saat dia disebut di surat
putrimu untukmu?”
“Danbyeok, kau harus tangkap Tagon...”
“Jika kau tahu sesuatu tentang
pembunuh ayahku, katakan. Jika kau punya bukti, bawa padaku,” tegas Danbyeok.
Mihol sadar kalau semuanya sudah
sia-sia, Mihol melakukan langkah tidak terduga. Saat keluar dari ruangan Danbyeok,
dia segera memerintahkan bawahannya untk menyiapkan pasukan malam ini.
Sementara di dalam ruangannya, Danbyeok
tampak marah : “Jadi, Saehanmanop adalah
Asa Ron? Dia bersekutu dengan Asa Ron selama ini?”
Tags:
Arthdal Chronicles