Tolong bantu
follow/like/share/shopping akun ig aku di atas (kalau bersedia). Apapun
bentuknya, sangat berterimakasih. Apalagi selama follow, like dan share masihlah gratis.
Terimakasih banyak sebelumnya.
Kamsahamnida. XieXie. Arigatou. Thank u very much.
Terimakasih juga karena masih tetap
membaca di blog ini. Dan untuk yang meninggalkan komentar, thank you very much.
Tanpa kalian, para pembaca, blog ini tidak akan bisa bertahan.
Sinopsis C-Drama : Go Go Squid Episode
21
Images by : Dragon TV / ZJTV / iQiyi
Bibi Tong Nian benar-benar deh. Dia malah memuji
Zheng Hui, teman sekampus Tong Nian dan bahkan mengatakan kalau mereka cocok.
Kakek jelas bingung sekaligus marah, kenapa bibi malah bicara begitu, padahal
Tong Nian kan pacaran dengan cucunya, Shangyan. Bibi malah sok lugu dan
memarahi dirinya sendiri yang sudah keceplosan. Tong Nian dan Shangyan sudah
putus. Mungkin mereka tidak memberitahu kakek karena takut kakek akan marah.
Kakek sudah marah. Dia meminta bibi bicara jelas.
Dan bibi memberitahu dengan lugas kalau Tong Nian dan Shangyan sudah lama
putus. Dia tidak tahu detail-nya, tapi kakak iparnya (ibu Tong Nian) yang
memberitahunya. Dia merasa menyesal karena sudah keceplosan di depan kakek.
Kakek masih sulit percaya. Baru beberapa hari yang
lalu, Tong Nian datang dan berbincang dengannya. Bibi malah sok menjelaskan
kalau mungkin mereka masih berteman. Kakek masih yakin pada apa yang
dilihatnya, kalau Nian Nian jelas-jelas mempunyai perasaan pada cucu-nya. Bibi
malah menasehati kakek untuk menyuruh Shangyan agar merelakan Tong Nian. Kan
masih ada banyak orang lain. Cari orang yang lebih cocok untuk Shangyan.
Kakek benar-benar tampak marah.
--
97 ke kamar Shangyan, dan dia sangat terkejut saat
melihat ada kucing di kamar Shangyan. Shangyan langsung menegurnya yang
terkejut hanya karena melihat kucing saja. 97 langsung sadar kalau kucing itu
pasti hadiah dari kakak ipar. Shangyan tidak menjawab dan bertanya tujuan 97
mencarinya.
97 baru tersadar. Dia datang untuk memberikan
jadwal turnamen yang sudah keluar. Selagi Shangyan melihat jadwal, 97 bermain
dengan kucing. 97 juga memuji Tong Nian yang sangat perhatian hingga memberikan
kucing agar ada yang menemani Shangyan. Eh, 97 malah keasyikan bicara dan
bahkan menasehati Shangyan agar jika ada waktu luang, menghabiskan lebih banyak
waktu bersama Tong Nian. Para gadis itu harus sering di temani. Shangyan tidak
perlu terlalu mempedulikan mereka karena mereka bisa mengurus diri sendiri.
“Kenapa kau sangat banyak bicara?” tegur Shangyan.
Dia mengambil kucingnya kembali dari tangan 97.
97 sadar diri. Dia segera pamit keluar. Tapi,
begitu sudah keluar, 97 langsung heboh memberitahu para anggota kalau hadiah
dari Tong Nian untuk Shangyan adalah : seekor kucing. Semua kaget.
Grunt langsung ngajak taruhan. Taruhannya, tebak
berapa lama kucing ini bisa bertahan? Dia bertaruh 1 minggu dan jika kalau dia
akan membelikan e-reader terbaru.
--
Seminggu kemudian (tampaknya).
Shangyan masih tetap merawat kucingnya. Dan lebih
daripada itu, dia bahkan sudah mengorder banyak makanan untuk kucingnya.
Shangyan kan mau keluar negeri, jadi dia ingin membawa kucing itu ke rumah.
Kalau di tinggal di tempat ini, tidak ada yang merawat.
Grunt tersadar. Shangyan benar-benar serius dengan
kucing tersebut.
--
Para anggota diam-diam masuk ke kamar Shangyan dan
melihat Shangyan yang tersenyum-senyum sambil bermain dengan kucing. Dan tentu
saja, kehadiran mereka dapat di rasakan oleh Shangyan.
Karena mereka tidak ada tujuan datang, Shangyan
menyuruh mereka keluar dan sekalian minta bibi Zhao menemuinya.
--
Shangyan membawa bibi Zhao ke rumahnya. Shangyan
memberitahu bibi Zhao kalau dia akan keluar negeri selama 1 minggu dan tidak
punya waktu untuk menutup semua jendela. Jadi, dia meminta bibi Zhao untuk
berhati-hati dan tidak membuka pintu atau jendela, karena kucing berbeda dengan
anjing. Kalau melihat ada jendela terbuka, kucing bisa lompat keluar jendela
dan kabur. Dan juga dia sudah membeli banyak makanan dan kebutuhan kucing yang
bisa bibi Zhao gunakan.
Saat itu, kakek masuk ke kamar Shangyan. Dia
mengomeli Shangyan yang tidak cukup bermain komputer dan sekarang memelihara
binatang! (kakek nggak tahu aja itu kucing dari Tong Nian). Shangyan mengabaikan
kakek dan asyik memberi instruksi pada bibi Zhao. Dia juga sudah mencatatkan
nomor telepon toko hewan untuk bibi Zhao. Jadi, bibi Zhao bisa menelpon ke sana
jika ada masalah dengan kucing.
Kakek kesal karena Shangyan mengabaikannya.
Shangyan tetap asyik bicara. Dia meminta bibi Zhao untuk membantu menjaga
kakek-nya juga. Bibi Zhao mengerti dan menyuruh Shangyan agar tidak khawatir.
Setelah bibi Zhao keluar, Shangyan baru bicara
dengan kakek. Dia memberitahu kakek kalau dia akan keluar negeri selama
seminggu dan tidak ada yang akan menjaga kucingnya. Ketika dia pulang, dia yang
akan menjaga kucingnya sendiri.
Kakek malah tiba-tiba menyuruh Shangyan bersiap
karena mereka sekarang juga akan ke rumah Tong Nian. Shangyan kaget. Sekarang?
Tong Nian ada di asrama kampus, tidak ada di rumah.
“Dia ada di rumah selama seminggu ini,” beritahu
kakek. “Aku sudah tahu mengenai apa yang terjadi di antara kalian berdua.”
“Tahu apa?”
“Kau! Kau membuat seorang gadis menangis. Apa kau
tidak merasa jahat?! Aku tidak peduli padamu lagi. Kau pantas untuk sendirian!
Tapi, jangan pergi dan menyakiti orang lain,” omel kakek. “Ayo! Kau mau aku
marah lagi?!”
“Barusan kau yang bilang kalau aku pantas untuk
sendirian. Kenapa aku harus pergi?”
“Aku salah, okay,” akui kakek. Baru juga ngomong,
nggak sampai semenit kakek sudah mengaku salah.
Kakek benar-benar terkadang bicara kelewatan pada
kakek. Dia menyebut kalau sifat Shangyan sangat buruk hingga tidak mempunyai
teman seorang pun. Shangyan tidak marah. Dia malah membenarkan perkataan kakek.
Dia merasa kalau dia benar-benar pantas sendirian (single)!
Kakek membujuk Shangyan untuk segera berangkat
bersamanya. Dia sudah membuat janji dengan ibu Tong Nian jam 8 malam ini. Tidak
masalah jika Shangyan tidak mau masuk nantinya, tapi setidaknya pergi
bersamanya.
Shangyan menghela nafas panjang dan akhirnya
mengantarkan kakek ke depan rumah Tong Nian.
--
Mereka sudah tiba di depan rumah Tong Nian. Kakek
menyuruh Shangyan untuk tidak turun dari mobil terlebih dahulu karena ada yang
mau di bicarakannya. Dia meminta agar mereka sebagai kakek dan cucu tidak lagi
bertengkar dan berdebat. Dia sudah lelah memarahi Shangyan selama
bertahun-tahun. Apa Shangyan tidak bisa membuatnya untuk merasa tidak khawatir?
Sebentar lagi, ibu tiri Shangyan akan menikah. Dan akhirnya, orang yang
memiliki marga Han hanyalah kakek dan Shangyan.
“Aku juga tidak ingin bertengkar dengan mu,” ujar
Shangyan. “Lihat lah, setiap kali kamu berteriak, aku selalu mendengarkanmu.”
Kakek menghela nafas panjang, “Tong Nian benar-benar
anak yang baik. Kau harus membuka matamu.”
--
Di dalam rumah Tong Nian, ayah Tong Nian sedang
berbicara dengan Zheng Hui dan ibunya. Besok ibu Zheng Hui akan menerima hasil
pemeriksaannya dan kemudian mereka tinggal menunggu jadwal operasi. Zheng Hui
dan ibunya benar-benar berterimakasih atas bantuan keluarga Tong Nian.
Di saat berbincang, Zheng Hui terus menatap ke
arah Tong Nian yang sedang duduk di meja makan sambil memakai headphone dan
sibuk dengan komputernya.
--
Shangyan dan kakek sudah mau masuk ke dalam rumah
Tong Nian. Dan kebetulannya, ibu Tong Nian ternyata baru balik dari belanja dan
melihat mereka di depan rumah. Dengan ramah, dia mengundang mereka untuk masuk.
Tapi, ibu Tong Nian hanya ramah pada kakek, tidak pada Shangyan.
Saat kakek sudah masuk ke dalam rumah, Ibu Tong
Nian mengajak Shangyan untuk bicara berdua dengannya.
Di dalam, Tong Nian menyambut kedatangan kakek
dengan ramah. Dia kaget dengan kedatangan kakek karena dia tidak di beritahu
sebelumnya. Kakek juga bertemu dengan Zheng Hui dan kakek. Ayah Tong Nian tentu
memperkenalkan mereka. Awalnya, kakek bersikap ramah, tapi saat tahu nama Zheng
Hui dan juga kalau mereka teman sekampus. Sikap kakek langsung berubah drastis.
Berubahnya itu jadi agak dingin gitu. Takut calon cucu menantu di rebut orang.
--
Di luar, ibu Tong Nian bicara dengan serius pada
Shangyan. Sebagai seorang ibu, dia selalu berharap kalau putrinya bisa bertemu
orang dengan pendidikan yang sama dan juga umur yang hampir imbang sebagai
pacarnya. Dengan begitu, pembicaraan dan kesukaan Tong Nian dan pacarnya bisa
sama.
“Aku bukan orang yang tidak bisa melupakan masa
lalu. Tapi, Xiao Han, dari perspektifku, dari orang yang tahu pengalaman masa
lalumu. Aku merasa, tidak akan ada orang yang tidak merasa khawatir memberikan
putrinya padamu, kan,” ujar ibu Tong Nian, terdengar sadis.
“Tante, aku tidak punya apapun untuk membela masa
laluku. Semua adalah kesalahanku.”
“Juga, kau jauh lebih tua dari Nian Nian. Apa
kalian berdua bisa nyambung bicara? Juga, apa yang Nian Nian pelajari sekarang
ini, apa yang itu sebutannya…. neural network, apa kau bisa mengerti hal itu?”
“Aku tidak mengerti mengenai bidang yang Nian Nian
pelajari. Tapi, dia pernah cerita. Untuk segala keputusan yang di buat olehnya,
aku akan melakukan dan menghormatinya.”
“Lalu, yang kau kerjakan?” tanya ibu Tong Nian,
sinis.
“Apa maksudnya, club ku?”
“Benar. Aku adalah orang luar. Aku tidak bisa
mengkritik profesimu. Aku hanya dapat menunjukkan ketidaksukaanku,” ujar ibu
Tong Nian to the point. “Kenapa? Kau
marah?”
“Tidak. Aku sudah terbiasa. Aku tidak pernah
berharap agar orang luar dapat mengerti. Tidak di masa lalu dan tidak juga di
masa depan.”
“Aku beritahu padamu, Nian Nian adalah anak yang
sederhana. Ketika menyangkut hal perasaan, dia tidak pernah mengalaminya. Tapi,
kau berbeda. Kau sudah berada di masyarakat cukup lama. Baik dalam pekerjaan
atau cara berbicara, kau mempunyai caramu sendiri dan sangat berpengalaman.
Tapi, sejujurnya saja, aku tidak suka caramu. Kau kira, aku tidak bisa melihat
kelakuanmu pada Tong Nian selama makan malam tahun baru itu?” marah Ibu. “Aku
tidak akan terus menyalahkanmu. Kalian berdua sudah putus kan? Di hari sebelum
ulang tahun Nian Nian, kan? Dia menangis. Okay, karena sudah seperti ini, aku
tidak ingin kau menggunakan perasaannya yang lembut, di saat dia tidak mampu
memutuskan, untuk melanjutkan hubungan ini. Aku adalah ibunya. Dan aku tahu
baik mengenainya. Semua ini harus di putuskan darimu, mengerti?!”
Shangyan tampak terpukul. Melihat ibu Tong Nian
yang sangat-sangat membencinya. “Tante, seperti yang kau katakan, aku mengerti
dengan jelas.”
“Aku benar-benar tidak pandai bicara. Jadi, jika
ada yang salah ku katakan, maka tolong mengerti hal itu dari sudut pandang
orang tua dan dari perspektif kakek. Berhenti mengganggu Nian Nian, okay?”
“Baik. Aku berjanji.”
“Karena kau sudah berjanji, aku sudah bisa lega,”
ujar ibu Tong Nian.
Setelah itu, ibu baru bertanya, apakah Shangyan
mau masuk ke dalam? Shangyan yang sudah melihat ketidaksukaan ibu Tong Nian
padanya, tentu menolak masuk. Dia akan berjalan-jalan di sekitar saja, dan
setelah kakek selesai, dia baru kembali untuk menjemput.
“Xiao Han, aku benar-benar bisa percaya padamu
kan?” tanya Ibu Tong Nian, merasa ragu pada ucapan Shangyan.
“Tante. Apakah di matamu, aku benar-benar orang
yang tidak bisa di percaya? Aku akan mengatakannya sekali lagi. Aku janji
padamu, aku tidak akan mengganggu Tong Nian lagi. Aku tidak akan mencarinya.
Aku tidak akan membiarkannya memiliki perasaan cinta padaku.”
Ibu Tong Nian tidak berkata apapun, dan langsung
masuk begitu saja ke dalam rumahnya. Tidak mengatakan apapun! Satu katapun
tidak ada!
Shangyan menghela nafas panjang. Dia membuka kotak
permennya dan memakan sebuah permen. Kita tahu, itu tanda kalau perasaan
Shangyan sedang kacau. Dia ingin marah, tapi entah pada siapa.
--
Di dalam, kakek dan Tong Nian bicara dengan sangat
akrab. Saat ibu Tong Nian masuk, kakek langsung tanya, mana Shangyan? Tong Nian
baru tahu kalau Shangyan datang dan jadi bersemangat. Ibu langsung bilang kalau
Shangyan tidak mau masuk. Mungkin sedang menunggu di luar. Shangyan mungkin
mengira kalau pembicaraan para orang tua akan membosankan.
Mendengar hal itu, Tong Nian langsung lari keluar.
Ibu jelas menegurnya. Tapi, Tong Nian beralasan kalau dia akan mencari
Shangyan, karena tidak sopan membiarkan tamu di luar.
Saat Tong Nian keluar, mobil Shangyan sudah tidak
ada. Shangyan sudah pergi. Tong Nian langsung menelpon ponsel Shangyan, tapi
ponsel Shangyan sudah tidak aktif. Tong Nian berjalan sampai ke ujung gang,
berharap masih menemukan Shangyan, tapi nihil. Tong Nian tidak tahu kalau
Shangyan ada di seberang jalan dan melihatnya.
Walau begitu, Tong Nian tidak masuk ke dalam
rumahnya. Dia menunggu Shangyan kembali di depan rumahnya.
--
Xiaomi sedang berada di bar dan minum-minum
sendirian. Dia mengajak berbincang bartender yang ada di sana, Louise. Dia
bertanya, sudah berapa lama Louise bekerja di sini? Louise menjawab 10 tahun.
Xiaomi kembal bertanya, apa selama menjadi bartender selama 10 tahun, Louise
tidak pernah berpikir untuk melihat dunia dan travelling? Melakukan hal yang
lebih hebat?
“Sebenarnya, menjadi bartender bukanlah hal
mudah,” ujar Louise. Dia menyuruh Xiaomi mencoba minuman racikannya : campuran
teh dan wine. “Rasa teh dan wine di padukan bersama. Bagaimana? Aku mengerti
tapi kau tidak mengerti hal itu. Sama seperti mimpi. Setiap orang memiliki
sesuatu yang mereka kejar. Hal yang lebih penting adalah menjadi bebas.”
--
Shangyan yang tidak tahu harus kemana, menelpon
Xiaomi. Dia menelpon dengan ponsel yang berbeda. Xiaomi sampai mengira kalau
Shangyan tukar ponsel baru. Shangyan menjawab kalau ponsel ini adalah ponsel
cadangannya. Dia bertanya posisi Xiaomi dan segera menuju ke sana.
--
Shangyan tiba di bar tempat Xiaomi sedang
minum-minum sendirian. Melihat Xiaomi yang sedang minum, Shangyan langsung
menegur karena alkohol tidak bagus untuk pemain profesional. Xiaomi dengan
santai berkata kalau sesekali tidak lah masalah. Dia sudah berada beberapa
bulan di Shanghai dan belum pernah sekalipun datang ke tempat ini.
Xiaomi tampaknya sudah sedikit mabuk. Dia
bercerita, membahas mengenai masa lalu. Tapi, walau dalam keadaan mabuk, dia
bisa tahu kalau Shangyan sedang ada masalah. Dan Shangyan pun mulai bercerita.
“Aku tidak pernah tahu bagaimana cara mengkritik
diriku. Aku selalu merasa masa lalu adalah masa lalu. Tapi, sebenarnya, semua
hal absurd yang sudah kulakukan, selalu di tandai oleh orang lain. Apa kau
pernah melakukan sesuatu yang buruk dan menyesalinya?” tanya Shangyan.
Awalnya Xiaomi menjawab dengan santai. Hal buruk
yang sudah di lakukannya dan di sesalinya adalah mengambil uang ibunya untuk
pergi ke internet café. Ibunya tidak marah padanya saat itu. Dia di besarkan
dengan di manja. Tidak punya pacar. Tidak punya pekerjaan. Dan ibunya, berkata
semua itu tidak masalah asalkan dia bisa tumbuh dengan sehat dan bahagia. Tapi,
ada sesuatu yang di sesalinya. Yaitu saat dia pensiun. Saat itu, umur, stamina,
teknik dan segala yang dimiliki berada di puncak teratas! Dan dia membiarkan
emosinya mempengaruhi keputusannya. Akhirnya, semua menjadi sia-sia.
“Xiaomi. Ketika kau mengatakan ini… itu sama
seperti kau menusuk pisau ke jantungku. Kau tahu itu?”
“Aku hanya bisa mengatakannya padamu. Hanya kau
yang mengerti aku,” ujar Xiaomi. “Han Shangyan. Kau tahu kau sangat tidak
beruntung? Lihatlah kelakuanmu dulu itu. pensiun? Banyak orang yang memiliki
kemampuan di bawahmu, dan kau memilih pensiun! Kau tahu betapa banyak orang
yang mendukungmu dari saat kau bukanlah apa-apa hingga menjadi Gun God. Berapa
banya hati yang sudah kau kecewakan, Han Shangyan?”
“Aku tahu.”
“Kau dan aku, kita berpikir keluar saat itu adalah
hal yang sangat keren, kan? Ketika kita sangat kuat, kita berhenti. itu seperi
mitos! Itu bukanlah kebebasan. Kau hanya mencari mati. Terkadang, aku berpikir,
apa sebenarnya tujuanku datang kembali ke Shanghai? Apa kembali adalah pilihan
yang benar?” ujar Xiaomi mengucapkan semua perasaan yang sudah di pendamya
selama ini.
Mendengar ucapan Xiaomi itu, membuat Shangyan
merasa jengkel. Kenapa Xiaomi bicara seolah-olah depresi. Xiaomi tersulut.
Terserah dia mau berkata apa, tidak ada yang boleh mengaturnya! Dia sadar kalau
dia tidak cocok untuk bertanding dan itu kenyataannya!
Shangyan menghela nafas. Dia tidak tahu harus
berkata. Suasana menjadi dingin dan canggung.
--
Tong Nian masih saja menunggu Shangyan di depan
rumahnya. Salah seorang tetangganya yang keluar rumah, kaget melihat Tong Nian
berdiri begitu di depan rumah. Tong Nian memberitahu kalau dia sedang menunggu
temannya. Tetangganya menasehati Tong Nian untuk masuk ke dalam rumah karena
cuaca dingin.
Tidak lama, ibu keluar. Tong Nian langsung
bertanya, bukankah tadi ibunya bilang Shangyan ada di luar? Kenapa tidak ada?
Ibu berpura-pura bodoh dengan bertingkah tidak tahu juga. Tadi, Shangyan memang
ada di luar. Ibu berusaha membujuk Tong Nian untuk masuk karena di dalam juga
ada banyak tamu. Jadi, masuk saja.
--
Ou Qiang datang dan terkejut karena ternyata
Shangyan ada di sana juga. Tadi dia menelpon, dan Xiaomi tidak bilang ada
Shangyan. Awalnya, Ou Qiang tidak sadar. Tapi, setelah itu, dia baru sadar
kalau suasana sangat canggung. Ada masalah apa?
“Masalah emosional,” jawab Xiaomi.
Ou Qiang penasaran. Dan Xiaomi menunjuk ke
Shangyan. Ou Qiang kaget, orang seperti Shangyan punya masalah emosional
(hati)? Shangyan tidak menjawab dan pamit untuk pulang duluan.
--
Kakek mencoba bicara pada ibu Tong Nian di dapur. Tadikan
ibu bicara dengan Shangyan, dan dia takut kalau Shangyan membuat ibu Tong Nian
marah. Ibu Tong Nian menjawab tidak. Mulailah kakek memuji Shangyan di depan
ibu. Ibu tampak tidak nyaman.
Kakek mulai mengatakan maksudnya. Dia berharap
kalau ibu memberikan satu kesempatan lagi untuk mengenal Shangyan lebih baik.
Dia sangat menyukai Nian Nian dan dia yakin kalau Shangyan akan menjaga Tong
Nian dengan baik.
“Paman. Tolong berhenti menyulitkanku. Biarkan
saja yang muda yang menentukan. Mari kita tidak ikut campur, ya?” ujar ibu (apa
dia tidak sadar, kalau pembicaraannya pada Shangyan sama saja seperti dia sudah
ikut campur dalam hubungan Shangyan dan Tong Nian. Dan apa yang kakek berusaha
lakukan adalah sama dengan yang di lakukannya tadi).
Kakek mengerti. Dia tahu kalau ibu tidak menyukai
Shangyan.
--
Shangyan kembali ke depan rumah Tong Nian. Dan dia
sangat kaget karena Tong Nian ternyata menunggunya di depan pintu. Tong Nian
tidak tahu yang terjadi dan menyapa Shangyan dengan ceria. Tong Nian berusaha
keras untuk tidak peduli.
Shangyan memutuskan untuk pergi lagi. Dia
memundurkan mobilnya. Tapi, Tong Nian malah berlari ke belakang mobil Shangyan
dan berteria keras. Shangyan kaget dan memarahi Tong Nian karena berada di
belakang mobilnya dan itu sangat berbahaya. Tong Nian tidak menjawab dan malah
masuk ke kursi penumpang.
“Kenapa kau bersembunyi dariku?” tanya Tong Nian,
sedih. “Semua ada di dalam. Kenapa kau tidak masuk? Atau terjadi sesuatu di
club yang membuatmu tidak bahagia?”
“Katakan yang ingin kau katakan.”
“Apa ini karena Zheng Hui dan ibunya?”
“Siapa itu?”
“Pria yang kau lihat di kampusku terakhir kali.”
“Hanya orang lewat. Kenapa aku harus mengingatnya?
Aku sudah lupa,” jawab Shangyan dingin.
“Meskipun kau lupa, aku tetap akan menjelaskan.
Zheng Hui di besarkan oleh ibu tunggal. Ibunya sakit dan mereka tidak punya
uang. Jadi, aku meminta ayahku untuk membantu mereka. Dia membawa ibunya ke
Shanghai. Oh, mereka tinggal di rumahku karena tidak ada tempat di rumah sakit.
Tapi, besok sudah ada. Mereka akan pergi dan tidak akan kembali lagi. Penjelasan
selesai.”
Walau Tong Nian sudah menjelaskan, Shangyan tetap
tidak memberikan respon apapun. Tong Nian bingung sekaligus sedih. Dia
mengalihkan topik dengan bertanya mengenai kucing yang di berikannya. Apakah
kucing itu nurut pada Shangyan?
“Dia hampir menggigitku. Jika dia menggigitku, aku
harus mendapat suntikan. Apa kau ingin menambahkan masalah?” marah Shangyan
(dan sebenarnya, dia hanya berpura-pura. Itu agar Tong Nian menjauh darinya).
“Maafkan aku. Bagaimana jika kau memberikannya
padaku, aku yang akan menjaganya.”
“Aku sudah membuangnya. Aku berikan pada
pembantuku.”
Tong Nian sedih. Kenapa Shangyan melakukan hal
begitu? Dengan ketus Shangyan menjawab kalau alasannya karena dia tidak suka
kucing itu. Tong Nian dengan sedih berujar kalau saat dia memberikan kucing
itu, Shangyan tidak ada bilang tidak suka. Dan juga itu binatang hidup, tapi
Shangyan memberikan begitu saja pada orang lain. Bagaimana jika orang itu tidak
bisa menjaga kucing itu dengan baik? Apa Shangyan bisa meminta kembali kucing
itu? Dia yang akan menjaganya.
Shangyan dengan dingin menyuruh Tong Nian untuk
kembali ke rumah. Tong Nian tidak menyerah. Dia berusaha membuat Shangyan tidak
marah lagi. Dia akan membuatkan Shangyan game code sebagai permintaan maaf.
“Aku suka sendirian,” tegas Shangyan. “Moodku
tidak baik. Aku tidak ingin bicara,” ujarnya dengan dingin dan membuka pintu
mobil agar Tong Nian keluar. “Kembali!”
Hati Tong Nian terluka. Dengan kecewa, Tong Nian
keluar dari mobil Shangyan. Walau begitu, sebelum masuk ke dalam rumah, Tong
Nian tetap melambai dan memaksakan semburat senyum.
Sebenarnya, Shangyan juga merasa terluka melakukan
hal seperti itu pada Tong Nian. Tapi, dia sudah berjanji pada ibu Tong Nian.
--
Kakek sudah pulang. Ayah dan ibu bersiap tidur.
Dan ibu merasa tidak nyaman. Dia bercerita pada ayah kalau dia tadi bicara pada
Shangyan. Dia sudah lama menjadi guru dan belum pernah bicara kasar pada
siapapun. Walau dia merasa tidak nyaman karena sudah bicara kasar pada
Shangyan, tapi dia tetap merasa kalau Shangyan tidak cocok untuk Tong Nian dari
segi manapun. Entah dari pendidikan, umur, masa lalunya dan sikapnya! Tidak ada
yang cocok untuk Tong Nian.
Ayah nampak tidak setuju dengan ibu. Ibu bisa
merasakannya. Eh, ayah langsung memasang wajah ceria dan berkata kalau dia
selalu setuju dengan ibu. Mereka ada di pihak yang sama.
“Tapi, aku merasa ketika aku bicara dengan anak
itu tadi, aku sedikit kasar. Aku takut dia tidak bisa menerimanya.”
“Aiyo. Dia pria 30 tahun. Kau hanya berkata
beberapa hal yang kasar dan dia tidak bisa menerimanya? Apakah dia tidak punya
kesabaran psikologi? Kau hanya berpikir berlebiha saja. Berhenti khawatir. Mari
tidur saja.”
--
Kakek tampak muram. Dia menonton tv di ruang tamu
bersama Shangyan. Eh, nonton dengan tenang, malah membuat kakek tidak senang.
Dia menyuruh Shangyan bicara sedikit dengannya. Shangyan tidak bicara dan pergi
membuatkan teh untuk kakek.
Setelah meminum teh buatan Shangyan, kakek mulai
mengomeli Shangyan. Harusnya, dulu dia mengunci Shangyan di kamar dan membuat
Shangyan terus belajar. Akan sangat baik kalau Shangyan bisa sedikit saja mirip
seperti mendiang ayah Shangyan. Ayah Shangyan sangat pintar. Dia tadi bicara
dengan ibu Tong Nian. Dan dia bisa tahu kalau ibu Tong Nian tidak suka pada
Shangyan.
Untung Wu Bai pulang. Kakek langsung senang dan
mengajak Wu Bai nonton bersama. Shangyan memanfaatkan moment itu untuk pergi ke
kamar.
“Bukankah kau menderita radang usus buntu dan
ingin aku membawamu ke rumah sakit?” tanya Wu Bai, sekaligus mengingatkan
(awalnya, Wu Bai nanyanya bisik. Tapi, Shangyan nggak dengar dan suruh Wu Bai
bicara keras).
“Kau percaya yang ku katakan?” gumam Shangyan.
“Kau lihat kakek sangat suka padamu. Temani dia. Aku pergi dulu.”
Kakek semakin kesal pada Shangyan.
--
Shangyan ternyata kembali ke K&K. Shangyan
membuka aplikasi NetEase music. Dia membuka akun Tong Nian. Dia sudah
benar-benar menyukai Tong Nian. Dan karena itu, dia tidak tahu harus bagaimana
sekarang.
Tags:
Go Go Squid
Kasihan shangyan..Lanjut kak..smngt trus..
ReplyDeleteKasihan shangyan..Lanjut kak..smngt trus..
ReplyDeletelsnjt mbk semangat shangyang...yg malang
ReplyDeleteepisode tersedih ... heran mama-e isah kayak getu, Gun tampak sedih banget ... kacian @__@
ReplyDelete