Sinopsis C-
Drama : Arsenal Military Academy Episode 4 – part 1
Network :
iQyi Netflix
“Xie Liang Chen, apakah kamu seorang gadis?” tanya Yan Zhen,
curiga.
Dengan gugup, Liang Chen langsung meneriaki Yan Zhen. Namun Yan
Zhen tetap saja merasa curiga, sebab tubuh Liang Chen pendek dan kurus, kurang
dalam stamina, serta pelari yang lambat. Bahkan Liang Chen menolak membuka baju
di depan Dokter. Juga sepertinya, Liang Chen selalu tidur dengan mengenakan
baju. Dan dia belum pernah melihat Liang Chen mandi di toilet Pria.
Liang Chen merasa gugup, dan mengatai Yan Zhen gila. Kemudian dia
mengabaikan Yan Zhen. Dan Yan Zhen pun mengatakan bahwa sebaik nya Liang Chen
memang bukan seorang wanita, sebab seorang wanita dengan penampilan seperti
Liang Chen tidak memiliki harapan.
Mendengar itu, dengan kesal, Liang Chen pun langsung menutup pintu
kamar mandi. Kemudian dia menatap dirinya sendiri di depan cermin.
Malam hari. Xie Xiang memimpikan tentang kakak nya, Liang Chen.
Liang Chen menyemangati Xie Xiang untuk berlari lebih cepat.
Kemudian setelah itu, dia memainkan musik yang menyenangkan dan indah untuk Xie
Xiang.
Terkadang jika ada barang yang rusak, maka Liang Chen akan
membantu Xie Xiang untuk memperbaiki nya. Lalu terkadang, dia akan menangkap
ikan untuk Xie Xiang.
Memimpikan itu, Xie Xiang tersenyum senang dalam tidurnya.
“Xiang, Xiang, bangunlah,” panggil Liang Chen, saat Xie Xiang
sedang tertidur dengan nyenyak di halaman.
“Xiang, Xiang, cepat. Kamu akan terlambat ke sekolah. Xiang,
dimana syal mu? Salju turun diluar. Dingin sekali. Xiang, makan lebih. Xiang,
kamu sudah minum obat?” Itu semua yang selalu dikatakan oleh Liang Chen. Dia
sangat dan amat perhatian kepada Xie Xiang.
Tengah malam. Xie Xiang menemani kakak nya yang tidak bisa tidur.
Mereka mengobrol berdua. Liang Chen memberitahu bahwa dia akan berangkat besok,
jadi dia ingin Xie Xiang menjadi gadis yang baik dan mendengarkan orang tua.
“Kamu beneran harus pergi?” tanya Xie Xiang, merasa tidak rela.
“Ayah berkata Feng’an sedang dalam kekacauan. Hidupmu akan di pertaruhkan di
tentara.”
“Bangsa kita sedang jatuh. Tidak ada tempat yang aman. Sekarang,
itu adalah Feng’an. Sebentar lagi mungkin akan menjadi Beijing. Kita di
lahirkan dan di besarkan disini, kemana lagi kita bisa pergi?” balas Liang
Chen.
Xie Xiang tidak bisa mengerti maksud kakak nya. Dan Liang Chen
membalas bahwa tidak apa bila Xie Xiang tidak mengerti, bahkan lebih baik lagi
jika Xie Xiang tidak perlu tahu. Karena dia akan melindungin Xie Xiang.
Xie Xiang merasa khawatir, dan bertanya, apakah Liang Chen tidak
takut, karena dalam perang akan ada tentara yang mati. Dan Liang Chen menjawab
bahwa dia takut, tapi dia lebih takut negara atau bangsa mereka dalam bahaya.
Dia ingin orang tahu bahwa masih ada pejuang, dan harapan.
“Kak, aku tidak ingin kamu pergi, tapi aku tahu kamu pasti punya
alasan,” kata Xie Xiang sambil memeluk lengan kakak nya. “Jangan khawatir, aku
akan merawat Ibu dan Ayah, serta menunggu kepulangan mu dirumah,” jelas Xie
Xiang sambil tersenyum manis.
Dan mendengar itu, Liang Chen memeluk bahu Xie Xiang sambil
mengelus kepala nya.
Xie Xiang mengeryit kan dahi nya.
Xieng Xiang merasa seperti mendengar suara kakak nya, Liang Chen,
terus memanggil namanya. Dia pun melihat ke sekeliling dan mencari nya, tapi
dia tidak menemukannya. Lalu kemudian dia melihat sebuah pintu dan membuka nya.
Dengan terkejut, Xie Xiang tersentak dan terbangun dari tidur nya.
Kemudian dia mengambil kotak musik dari kakak nya, dan memeluk itu dengan penuh
kerinduan.
Xie Xiang duduk di luar asrama dan merenung. Dia mengingat kembali
perkataan cemas Xiao Jun kepadanya.
“Xiang, kamu adalah seorang gadis bagaimana pun. Kita kesampingkan
yang lain, mari kita bicarakan tentang teman sekamar mu. Kamu akan makan dan
tidur bersama setiap hari dengan nya. Akhirnya, dia akan menemukan kebenaran
nya,” kata Xiao Jun, cemas.
Mendengar itu, Xie Xiang hanya diam saja. Dan Xiao Jun pun
mengatakan bahwa seandainya saja Liang Chen masih hidup, Liang Chen pasti tidak
ingin melihat Xie Xiang hidup seperti ini.
“Kamu pikir aku melakukan ini hanya untuk diriku sendiri? Aku
harus melakukan sesuatu. Aku tidak bisa lagi tetap di rumah dan tidak melakukan
apapun. Aku tidak bisa,” jelas Xie Xiang dengan pelan.
“Aku tahu. Tapi kamu tidak usah memaksakan diri untuk hidup
sebagai kakak mu,” balas Xiao Jun, tidak setuju.
Xie Xiang menjelaskan bahwa kakak nya selalu punya alasan dalam
melakukan sesuatu. Dan mungkin Akmil Liehuo bisa mengajari nya menjadi orang
seperti kakak nya.
Xie Xiang (Liang Chen), dia berhenti melamun, dan naik ke atas,
dimana dia melihat Jun Shan berada. Dia menanyakan, apa yang sedang Jun Shan
lakukan di sini. Dan Jun Shan menjawab bahwa dia sedang mencari udara segar saja, lalu dia
menanyakan bagaimana dengan luka Liang Chen.
“Lebih baik sekarang,” jawab Liang Chen. Kemudian dia memuji
betapa bagusnya permainan musik harmonika Jun Shan.
“Kamu ingin mencoba?” tanya Jun Shan. Dan Liang Chen menolak,
karena tidak bisa.
Jun Shan bercerita bahwa saat dia di luar negri, dia belajar
memainkan harmonika ini dari teman sekelas nya. Lagu yang dimainkan nya barusan
sama, tapi sekarang perasan itu telah berubah. Dan Liang Chen tiba- tiba
mengucapkan terima kasih, karena Jun Shan sudah membantu nya saat di gym tadi.
“Kamu harus nya berterima kasih kepada Gu Yan Zhen.”
“Dia?” gumam Liang Chen, mendengus geli.
Dengan heran, Jun Shan menanyakan, apakah Liang Chen tidak
menyukai Yan Zhen. Dan Liang Chen menjawab bahwa kata tidak suka itu terlalu
halus, karena lebih tepat nya dia membenci Yan Zhen.
Mendengar itu, Jun Shan mengatakan bahwa dia juga sama, dia tidak
menyukai Yan Zhen. Tidak ada alasan. Cuma saat melihat Yan Zhen bisa menjalani
kehidupan tanpa beban, dia merasa cemburu. Sebab hidup seperti Yan Zhen
bukanlah sesuatu yang sederhana.
“Ngomong- ngomong, kenapa kamu kembali? Situasi disini buruk. Ada
kekacauan dimana-mana,” tanya Liang Chen, penasaran.
“Ada hal yang harus dilakukan. Sebuah benang dapat memotong batang
pohon. Tetesan air lebih tahan dari batu. Satu langkah pada satu waktu, dan
tujuannya ada didepan,” jawab Jun Shan. Mendengar itu, Liang Chen teringat pada
kakak nya yang pernah mengatakan hal yang sama seperti itu juga.
Dengan sedih, Liang Chen pun diam dan memandangin langit malam.
Latihan menembak. Hasil Liang Chen tidak terlalu buruk. Wen Zhong
serta Jun Shan lumayan baik. Yan Zhen buruk, namun dia masih merasa bangga. Dan
Huang Song yang namanya di sebutkan paling akhir, dia berhasil mendapatkan
hasil yang sempurna. Mendengar itu, Huang Song merasa sangat gembira sekali.
“Aku berada di pengunungan dengan pasukan aku selama 6 bulan.
Tidak ada daging, jadi aku menembak kelinci,” jelas Huang Song dengan bangga
kepada semuanya.
“Bahkan orang buta bisa mengenai target. Apa yang bisa di
banggakan?” balas Shun Ting seperti menegur Huang Song supaya tidak terlalu
bangga.
Yan Zhen dengan berani meminta Shun Ting untuk menunjukan kepada
mereka, karena bicara lebih mudah daripada praktek. Dan Shun Ting pun bersedia,
dia menyuruh mereka untuk melihat dan memperhatikan nya.
Shun Ting mempersiapkan peluru di dalam senapan. Kemudian dia
bersiap untuk menembak papan sasaran. Dan dengan penasaran, mereka semua
memperhatikan nya. Namun Shun Ting malah tidak jadi menembak.
“Sudah waktunya makan siang. Ayo,” kata Shun Ting dengan santai.
Lalu dia pun pergi begitu saja meninggalkan mereka.
Xiao Jun datang mencari Liang Chen ke akademi, dan disana dia
bertemu dengan Ji Jin. Mereka berdua mengobrol dengan akrab, dan tampak saling
tertarik. Namun sebelum mereka sempat bersalaman tangan, Liang Chen keluar dan
mememeluk Xiao Jun.
Kemudian dengan perhatian, Xiao Jun menlapi keringat Liang Chen.
Namun dengan manja, Liang Chen langsung menlap keringat nya menggunakan lengan
baju Xiao Jun. Melihat keakraban mereka berdua itu, Ji Jin pun salah paham.
Menyadari itu, Xiao Jun ingin menjelaskan kepada Ji Jin bahwa ini
tidak seperti yang Ji Jin pikirkan. Tapi sebelum dia melakukan itu, Liang Chen
merebut minumannya dan meminumnya. Sehingga Ji Jin pun semakin bertambah salah
paham.
“Jadi, kamu dan Liang Chen .. kalian berdua begitu intim. Kalau
begitu, aku permisi dulu,” kata Ji Jin dengan cepat. Lalu dia pun pergi.
“Selamat tinggal,” balas Liang Chen dengan santai.
Dengan sedikit kesal, Xiao Jun pun langsung mengomeli Liang Chen,
yang kenapa harus keluar sekarang. Dan dengan heran, Liang Chen menanyakan,
kenapa Xiao Jun menyalahkannya. Dan Xiao Jun bingung harus mengatakan apa.
Liang Chen kemudian, menanyakan kenapa Xiao Jun datang mencarinya.
Dan Xiao Jun memberitahu bahwa besok Ayah Liang Chen akan datang ke kota untuk
menghadiri konferensi, dan menemui Liang Chen. Dia tahu karena Liang Chen
memberikan alamat telegram milik Ayah nya.
“Ayahku akan datang?” tanya Liang Chen, terkejut.
“Ya. Kamu kacau!” balas Xiao Jun.
Liang Chen dengan panik memohon supaya Xiao Jun membantu nya. Tapi
Xiao Jun menolak, karena dia sendiri tidak tahu harus membantu bagaimana.
“Bagaimana kalau aku libur besok? Akhir pekan akan tiba,” tanya
Liang Chen.
“Itu bagus,” balas Xiao Jun, setuju.
Malam hari. Liang Chen datang dan mengetuk ruangan Shun Ting. Tapi
tidak ada jawaban. Kemudian dia mendengar suara tembakan di lapangan tembak.
Shun Ting sedang latihan menembak sasaran. Dia berlatih berkali-
kali hingga peluru didalam senjatanya habis. Dan tepat disaat Liang Chen
datang, dia mengabaikan nya dan berjalan pergi darisana.
Liang Chen dengan heran masuk ke dalam lapangan menembak untuk
melihat hasil tembakan Shun Ting. Dan ketika dia melihat hasil nya, dia merasa
bingung, sebab Shun Ting hanya menembak di tempat yang sama, yaitu di tengah
sasaran.
Keesokan harinya. Xie Xiang menjemput Ayah nya yang baru sampai di
stasiun kereta. Dia mengenakan seragam sekolah milik Xiao Jun supaya Ayah tidak
curiga kepada nya. Dan dia bersikap manja kepada Ayahnya, serta perhatian juga.
“Kamu terlihat sedikit berbeda. Kulit mu kecoklatan, dan tubuhmu
menjadi kurus,” komentar Ayah sambil tertawa. Dan Xie Xiang hanya tersenyum
saja.
Xie Xiang memberitahu Ayahnya bahwa dia sudah memesankan sebuah
hotel untuk Ayahnya selama tinggal disini demi kenyamanan. Daripada merepotkan
tinggal di rumah Xiao Jun. Dan Ayah memuji tindakan Xie Xiang yang benar,
kerena mereka tidak boleh menyusahkan keluarga Xiao Jun lagi.
Lalu Ayah menyuruh Xie Xiang untuk mengantarkan oleh-oleh yang
dibawa nya ke orang tua Xiao Jun nanti. Karena siang ini dia ada konferensi,
malam ada jamuan makan, dan besok harus pulang lagi. Jadi tidak sempat ke sana
sendiri. Dan Xie Xiang mengiyakan.
Ayah kemudian mengajak Xie Xiang untuk ikut dalam perjamuan nanti
malam bersama nya. Dan dengan waspada, Xie Xiang menanyakan, siapa tuan
rumahnya. Dan Ayah menjawab bahwa itu adalah orang penting di Shunyuan yang
sudah menyumbangkan kain katun ke sekolah mereka.
“Saat ini kain dalam kekurangan. Dan Jepang menduduki pasar di
Utara. Shunyuan COC menjual kain katun dengan harga murah sekarang, dan itu namanya
patriotik. Mereka mengundang ku dan Ibumu untuk hadir dalam upacara peresmian
pabrik kapas mereka. Ibumu tidak enak badan, jadi kamu harus menggantikannya,”
jelas Ayah.
Mengetahui Ibunya sedang sakit, Xie Xiang sediki cemas. Dan Ayah
menjelaskan bahwa itu dikarenakan sebentar lagi adalah hari kematian Liang
Chen. Mendengar itu, Xie Xiang pun mengerti, dan mengatakan bahwa dia akan
mengenakan sesuatu yang elegan seperti seorang wanita dewasa. Dan Ayah tertawa.
Lalu ketika bus datang, mereka berdua pun masuk bersama.
Malam hari. Saat Man Ting sampai di tempat acara, dia disambut
hangat oleh manajer Gu yang membawa nya ke ruangan peristirahatan, karena saat
ini Ting Bai sedang bertemu dengan walikota.
Melihat itu, para wanita mulai bergosip. Mereka mengatakan bahwa
Ting Bai sangat terpesona kepada Man Ting yang merupakan wanita panggung. Mereka
menyebut Man Ting dengan sebutan wanita panggung, bukannya seorang bintang,
karena Man Ting pandai merayu orang lain untuk mencari nafkah.
Kemudian kedua penggosip itu menanyakan pendapat Nona Du. Namun
Nona Du tidak mau berkomentar apapun, dan hanya mengatakan tidak tahu.
“Ini adalah tempat milik Nona Du. Selain aula samping, tidak ada
tempat lain disana, dimana kita bisa beristirahat dirumah ini? Apakah aku
benar?” pancing si penggosip.
“Ayo, mari kita lihat,” balas Nona Du, terpancing.
Manajer membacakan jadwal Man Ting, dan menanyakan pendapat nya
untuk wawancara besok. Tapi Man Ting menolak untuk melakukan wawancara.
“Kamu harus pergi,” keluh Manajer. Dan Man Ting langsung menatap
tajam padanya. Sehingga dia pun langsung terdiam.
Nona Du bersama dengan dua penggosip masuk ke dalam ruangan
istirahat Man Ting, dan menganggunya yang sedang beristirahat. Mereka bertiga
membicarakan tentang sebuah lukisan dan puisi dengan sikap sok pintar dan
berwawasan luas.
Mendengar itu, Man Ting berusaha untuk bersabar dan terus menutup
matanya, berusaha untuk beristirahat. Tapi semakin dia bersabar, Nona Du serta
dua penggosip itu malah mulai menyindir nya.
Ast. Manajer Man Ting kemudian meminta mereka bertiga untuk diam,
sebab Man Ting sedang tidur. Namun mereka bertiga dengan berani, malah mulai
mengajak Man Ting berbicara.
“Halo, Nona Qu. Lama tidak bertemu. Bukankah seharusnya kamu
setidak nya menyapa? Dimana sopan santun mu?” tanya Nona Du.
“Sekarang kamu tahu bahwa kamu berisik. Kenapa kamu tidak diam
saja? Apakah kamu sekawanan burung?” balas Man Ting sambil menatap mereka. Lalu
dia menanyakan, apakah dia mengenal mereka.
Mendengar itu, Nona Du merasa sangat gengsi. Dan kedua penggosip,
yang merupakan temannya pun terdiam juga.
“Kenapa ada begitu banyak orang yang bahkan tidak ku kenal
berpura- pura dekat denganku setiap hari?” tanya Man Ting. Dan mendengar itu,
kedua asistennya tertawa.
Dengan gengsi, Nona Du mengatakan bahwa Man Ting pasti sudah
melupakan nya. Dan Man Ting membenarkan, karena dia memiliki memori yang buruk,
sebab ada banyak hal penting untuk di ingat setiap harinya. Jadi dia tidak
memiliki ruang ekstra di otak nya untuk beberapa wajah yang menganggu.
“Nona Qu, kamu sebaiknya memperhatikan bahasa mu. Kamu pikir kamu
dimana? Ini bukan klub untuk gadis panggung. Tunjukkan rasa hormat mu. Tidakkah
kamu takut orang lain akan menertawakan mu?” tanya Nona Du, kesal.
“Aku menghormati orang- orang yang pantas mendapatkan nya.
menusukku, meludahiku, atau bertengkar, lakukan saja dengan lurus, oke? Jangan
bertele- tele. Berhenti bersikap merendahkan!” balas Man Ting dengan berani.
Mendengar itu, kedua asistennya tertawa pelan lagi.
Nona Du marah, dan menanyakan apa maksud Man Ting. Dengan secara
terang-terangan, Man Ting membalas bahwa dia sedang membicarakan Nona Du, lalu
dia menanyakan, apakah Nona Du tuli atau apa. Lalu dia mengomentari Nona Du
yang bahkan tidak mampu berbicara dengan benar, tapi bersikap seolah seperti
wanita berpendidikan dan elegan. Jika Nona Du punya harga diri, seharusnya Nona
Du tidak mengajak nya untuk perdebat di depan umum.
Mendengar itu, Nona Du merasa emosi, tapi dia menahannya.
“Lihat dirimu. Bubuk yang kamu kenakan tidak bisa menutupi
pembuluh darah yang menggembung di leher mu. Pergi dan perbaiki,” kata Man
Ting, mengingatkan.
“Kamu.. kamu brengsek!” teriak Nona Du, marah. Dan Man Ting
tertawa.
Man Ting mengancam Nona Du untuk pulang sekarang, jika tidak maka
dia akan memperlihatkan seperti apa orang biasa yang benar- benar mencari
nafkah di panggung. Dan mendengar itu, kedua asisten Man Ting tertawa lagi.
Manajer Gu masuk ke dalam ruangan istirahat, dan merasa heran ada
apa. Namun tanpa bertanya, dia memberitahu Man Ting bahwa Tuan Shen Ting Bai
telah kembali.
“Lukisan di dinding itu jelek. Cabut dan bakar,” perintah Man
Ting. Lalu dia dengan sengaja menabrak bahu Nona Du, dan pergi bersama kedua
asistennya.
Tags:
Arsenal Military Academy