Sinopsis
Plerng Ruk Plerng Kaen Episode 4 – part 5
Network :
Channel 3
Sesampainya dirumah. Ampu menerima telpon dari Unthiga, dan dia
pun mengangkat nya.
Unthiga parkir di depan rumah Ampu. Dengan perhatian, dia
bertanya, apakah Ampu sudah pulang ke rumah, serta apakah Ampu capek. Dan Ampu
menjawab bahwa dia baru saja sampai ke rumah, dan sedikit capek. Unthiga lalu
bertanya, apakah Ampu sudah ada berbicara kepada Urawee. Dan Ampu menjelaskan
bahwa dia tidak bisa berbicara kepada Urawee.
“Ouh, mengapa tidak?” tanya Unthiga, berpura- pura terkejut.
“Anik datang menemui Wee. Jadi aku pergi,” jawab Ampu.
Unthiga tampak puas, dan dia bertanya, apakah menurut Ampu, kira-
kira Anik dan Urawee akan balikan kembali. Dan seperti merenungkan dirinya
sendiri, Ampu menjawab bahwa jika dua pihak ingin mempertahankan hubungan, maka
pasti bisa, tapi jika satu pihak tidak mau, maka tidak bisa.
“Khun Pu. Apakah kamu baik- baik saja?” tanya Unthiga, karena Ampu
tiba- tiba terdiam.
“Tidak apa,” jawab Ampu, tersadar.
“Barusan kamu berbicara aneh. Seperti kamu berpikir, Wee tidak
akan berbalikan dengan Khun Nik,” tanya Unthiga.
Dan Ampu mengiyakan, karena dia mengenal seseorang yang sama
seperti Urawee, dan pada akhir nya pasangan itu berpisah. Tapi dia harap Urawee
dan Anik bisa berbaikan. Karena mereka berdua tampak saling mencintai, menurut
nya. Dan Unthiga membalas bahwa dia juga berharap seperti itu, kemudian dia pun
pamit dan mengucapkan selamat malam.
Ampu merenung.
Sementara Unthiga tersenyum jahat. “Tapi apa yang aku harapkan …”
Urawee merobek semua foto nya bersama dengan Anik.
“… adalah cinta mereka …”
Urawee terus merobek semua kenangan nya bersama dengan Anik.
“… berakhir dengan mereka hancur.”
Duang, Yai, dan Fae, mereka bertiga datang ke kamar Urawee. Dan
berusaha untuk menenangkan Urawee yang histeris. Dan setelah akhirnya, Urawee
tampak bisa mengenali mereka, Yai menangis dan memintanya untuk jangan
melakukan ini.
Dengan tatapan mata penuh kekecewaan dan amarah, Urawee berusaha
untuk menenangkan dirinya sendiri.
Nopamat langsung menampar Unthiga, saat dia pulang. Dan sambil
terus memukulnya, Nopamat menyuruh Unthiga untuk mengaku, apa yang sudah
Unthiga perbuat. Melihat itu, Arm serta Ting berusaha untuk memisahkan mereka
berdua.
“Apa yang kamu lakukan? Beritahu aku sekarang! Beritahu aku!”
teriak Nopamat sambil menangis.
“Khun, kamu menghukum dia seperti jika dia telah melakukan
kesalahan. Khun, kamu mempercayai tuduhan orang- orang itu?” tanya Ting,
menghentikan Nopamat.
Nopamat menceritakan tentang Duang yang datang ke rumah ini dan
mengutuknya. Duang mengatakan kalau Urawee bertengkar dengan Anik karena
Unthiga. Mendengar itu, Arm menanyakan, apa yang sudah Unthiga lakukan.
Sedangkan Ting yang mempercayai Unthiga, dia meminta supaya Unthiga mengatakan
sejujurnya kalau Unthiga tidak ada melakukan itu.
“Ya. Aku melakukannya,” kata Unthiga, jujur. “Aku tahu apa yang ku
perbuat dengan baik. Bukankah itu yang kamu inginkan, ma? Kamu tidak ingin
melihat Urawee bahagia. Jadi aku melakukannya. Aku melakukan segalanya untuk
membuat mu senang. Jadi mengapa kamu marah padaku?!” jelas Unthiga sambil
menangis.
“Kamu tidur dengannya, benarkan? BH itu milik mu, kan?” tanya
Nopamat, sedih.
“Dan jika itu milikku, apa yang akan kamu lakukan?!” balas
Unthiga.
Dengan histeris, Nopamat pun langsung memukul- mukul Unthiga. Tapi
Ting menahan nya. Dan dengan tegas Arm menyuruh Unthiga supaya jangan bersikap
seperti itu kepada Ibu sendiri.
Nopamat mengakui kalau kesabaran nya kepada Unthiga sudah habis.
Dan Unthiga membalas bahwa dia juga sama. Dengan tegas, Arm langsung menyuruh
Unthiga untuk berhenti bersikap seperti itu. Tapi Unthiga tidak mau berhenti.
Dan Nopamat berteriak menyuruh Arm untuk tidak ikut campur. Sehingga Arm pun
diam.
“Katakan! Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu kehilangan
kesabaran mu? Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Nopamat, menantang.
“Dari sekarang, jangan memerintah kan ku untuk melakukan apapun
lagi. Aku akan melakukan, apa yang aku inginkan, dan apa yang membuatku bahagia.
Khususnya dengan Ampu,” jawab
Unthiga, tegas.
Nopamat mempertanyakan, apakah Unthiga mempercayai perkataan Ampu.
Dan Unthiga menjawab bahwa Ampu adalah seorang gentleman, serta Ampu tidak pernah menyuruhnya untuk melakukan hal
hina seperti apa yang Nopamat lakukan. Mendengar itu, Nopamat tidak bisa
membalas.
“Kamu menghina dia! Kamu pikir dia akan menghisap ku (parasit)!”
teriak Unthiga.
“Aku tidak salah dalam hal menilai pria,” balas Nopamat, merasa
benar.
“Seperti kamu tidak salah tentang Ayah? Aku tidak percaya. Tidak
peduli apa yang kamu katakan, aku tidak akan percaya itu. Jadi jangan
menceramahi ku tentang pria. Aku tidak
percaya padamu,” tegas Unthiga. Kemudian dia naik ke atas.
Dengan sedih, Nopamat pun menangis. Dan menjerit supaya Ting meninggalkan
nya sendirian.
Unthiga masuk ke dalam kamar dan menangis. Lalu Ting datang, dan
menghiburnya.
“Kamu tidak melakukan apapun lebih daripada itu, kan?” tanya Ting.
“Dan bagaimana jika iya?” balas Unthiga.
“Kamu tidak akan merendahkan dirimu seperti itu. Kamu sudah
melihat contoh orang tua mu kan. Mencoba memenangkan yang lain, tanpa peduli
apa caranya benar atau salah. Pada akhirnya, lihat akibat nya.”
“Aku lihat dia bahagia. Lebih aku menentang Wee, lebih bahagia
Ibuku.”
Ting menjelaskan supaya Unthiga jangan berpikir seperti itu,
karena Nopamat juga terlihat bahagia, saat melihat Unthiga bahagia juga. Sebab
Nopamat sangat mencintai Unthiga. Sangat mencintai Unthiga. Mendengar itu,
dengan sedih, Unthiga bersandar di
pelukan Ting.
“Bibi, itu tidak benar. Ibu hanya akan mencintaiku, jika aku
menang melawan Wee. Jika aku kalah, dia akan memarahi ku seperti aku orang
tidak berguna,” kata Unthiga, sedih. “Aku tidak berharga untuknya. Dia hanya
memikirkan dirinya sendiri. Aku harus menang. Aku tidak boleh kalah. Aku harus
… harus … jadi dari sekarang, aku tidak akan peduli tentang Ibuku lagi. Aku
akan melakukan apa yang aku inginkan. Aku tidak akan peduli tentang Ibuku
lagi,” jelas Unthiga sambil terus menangis.
Pagi hari. Arm duduk di meja sarapan, dan meminum kopi nya.
Melihat itu, Nopamat mulai menyindirnya. Dia mengatakan, Arm tidak pulang
kemarin malam dan pagi ini Arm bahkan tidak melihat padanya, jika begitu, maka
lebih baik Arm keluar daripada menahan diri duduk disini. Dan Arm pun berdiri.
“Aku masih berbicara!” kata Nopamat, tegas. Dan Arm berjalan pergi
mengabaikannya. Tapi Nopamat tidak terima dan melemparkan roti ke Arm. “Aku
bilang , aku masih bicara!” bentak nya.
“Kamu perlu aku menghancurkan barang- barang dulu, sebelum kamu
berhenti? Apa pernah ada waktu, ketika kamu memperhatikan ku, dan tulus peduli
pada ku?” tanya Nopamat.
“Apa yang kamu inginkan?” balas Arm. “Ketika aku berbicara, kamu
memarahiku. Ketika aku diam, kamu bilang aku tidak perhatian. Apa yang
sebenarnya kamu inginkan? Ketika Oun membuat mu marah, jangan lemparkan itu
padaku. Aku suamimu. Bukan tong sampah,” balas Arm, tegas.
Nopamat mempertanyakan, apakah Arm pernah menjalankan tugas
sebagai suami. Dia menyalahkan kalau Arm yang telah membuat Unthiga menjadi
seperti ini. Karena Arm tidak pernah mau bertanggung jawab, tidak pernah
peduli, tidak pernah mau membesarkan Unthiga, tidak pernah mau mengajari
Unthiga. Semua itu, dia sendiri lah yang melakukannya.
“Kalau begitu, mengapa kamu membiarkan dirimu hamil? Aku sudah
bilang, aku punya istri. Tapi kamu masih saja hamil, bahkan walaupun aku tidak
menginginkannya. Jadi bertanggung jawab lah sendiri,” kata Arm dengan tegas.
Lalu dia pergi.
Dengan emosi, Nopamat menjerit keras.
Unthiga tidak sengaja mendengar itu. Dan dia merasa sedih
mendengar perkataan Arm. Dia bahkan
lebih sedih, ketika melihat Ibunya, Nopamat, menderita.
“Kamu belum melupakan mantan Istrimu, bukan?! Kamu hanya bersama
denganku karena uang! Uang adalah alasan nya, bukan?!” teriak Nopamat sambil
menangis histeris.
Unthiga tidak tega melihat itu. Tapi saat Ting menatapnya, dia
langsung mengalihkan tatapan nya dan berjalan pergi.
Unthiga menahan rasa sedihnya, dan menguatkan dirinya. Dengan
perhatian, Ting mendekati nya.
“Kamu takut bahwa aku akan berpikir berlebihan?” tanya Unthiga.
Dan Ting membenarkan.
“Mereka berdua hanya sedang marah saja. Apa yang mereka katakan
itu hanya untuk mengeluarkan emosi saja,” jelas Ting, menenangkan Unthiga.
“Tapi itu kenyataannya,” balas Unthiga. Lalu dia pun pamit dan
pergi.
Duang mengetuk pintu kamar Urawee, dan memanggilnya, karena Urawee
tidak biasanya bangun sesiang ini. Tapi dia heran, karena sama sekali tidak ada
jawaban. Jadi dia pun masuk ke dalam kamar Urawee, tapi anehnya, Urawee tidak
ada disana.
Duang lalu mengetuk pintu kamar mandi, karena berpikir Urawee ada
didalamnya. Tapi Urawee tidak ada menjawab. Dan ketika dia membuka pintu kamar
mandi, Urawee juga tidak ada disana.
Kemudian saat Duang tidak sengaja melihat catatan yang di
tinggalkan oleh Urawee di atas meja. Dia pun langsung berteriak memanggil Yai,
dan menunjukan surat itu kepadanya. Melihat surat itu, Yai langsung merasa
lemas seperti akan pingsan.
Sehingga Fae dan Duang merasa panik.
Tags:
Plerng Ruk Plerng Kaen