Sinopsis K- Drama : When The Weather Is Fine Episode 1 - part 1


Original Network : jTBC Viki
Salju membeku di atas atap. Membentuk kristal es.
Asap yang keluar dari cerobong tampak menghangatkan.



Toko Buku Good Night. Seorang pria menyeduh segelas kopi hangat untuk dirinya sendiri. Kemudian setelah itu, dia memandang pemandangan di luar jendela. Nama pria itu adalah Lim Eun Seop.
Episode 1, Angin Berembus Melewati Pohon Dedalu


Seorang wanita dengan koper merah datang ke desa. Dia menerima panggilan masuk di hp nya dari kepala guru, tapi dia tidak mau mengangkatnya dan mematikan nya. Dia berhenti di depan Toko Buku Good Night dan mengintip ke dalam dari jendela. Namun tidak orang di dalam sana. Nama wanita itu adalah Mok Hae Won. 



Eun Seop baru saja akan pulang dan dari jauh dia melihat Hae Won berdiri di depan toko buku nya. Seorang anak kecil memanggil Eun Seop dan menanyakan, apa yang sedang Eun Seop lihat. Dan Eun Seop diam sambil memperhatikan Hae Won yang berjalan pergi dari toko buku nya.


Rumah Hodu. Hae Won masuk ke dalam dan memanggil Bibinya. Tapi tidak ada siapapun dirumah. Dia memeriksa kamar di lantai pertama dan melihat kalau kamar tersebut berantakan, jadi dia pun naik ke kamar di lantai kedua. Dia meletakkan kopernya di dekat pintu dan duduk di atas tempat tidur.

Selama sesaat Hae Won duduk diam memandangi kamar nya. Kemudian dia membuka jendela dan melihat pemandangan di luar. Dari kamar nya dia bisa melihat pemandangan seluruh desa.
Suara anjing terdengar. Jadi Hae Won menutup jendela kamar dan turun ke lantai pertama. Melihat Hae Won ada di rumahnya, Bibi langsung menanyakan, kenapa Hae Won datang tanpa menelpon nya.
“Apa? Aku tidak boleh kemari?” tanya Hae Won.
“Bibi bertanya karena kamu tidak punya alasan untuk datang,” balas Bibi. Lalu dia menawarkan pai kepada Hae Won. Dia mendapatkan itu dari Su Jeong.
“Bibi harus memanaskannya di microwave. Itu sudah dingin,” komentar Hae Won, karena pai itu dalam keadaan beku. Dan Bibi pun membiarkan Hae Won untuk memanaskannya. 

Dengan penasaran, Bibi menanyakan apakah Hae Won sedang cuti. Dan Hae Won diam.
Hae Won mengalihkan pembicaraan. Dia melihat foto Bibi nya dan di belakang Bibi nya ada dirinya. Mendengar itu, Bibi membuka kaca mata sedikit dan melihat, kemudian dia lanjut bekerja lagi.


“Apa? Bibi tidak tahu aku ada di foto ini?” tanya Hae Won, heran. Dan Bibi mengiyakan. “Bibi bisa melihatnya tiap kali mencuci piring,” keluhnya.
“Bibi tahu,” balas Bibi. “Bibi bertanya apakah kamu mengambil cuti kerja. Sampai kapan? Kapan kamu harus kembali ke Seoul?”
“Kita lihat saja. Aku tidak berencana kembali dalam waktu dekat,” balas Hae Won. Lalu dia tampak seperti tidak mau bicara lagi. jadi Bibi pun tidak bertanya.

Malam hari. Sambil membakar telur di dalam perapian, Bibi kembali membahas apakah Hae Won tidak akan kembali ke Seoul. Dan Hae Won langsung mengalihkan pembicaraan. Dia menjelaskan bahwa dia melihat dua penginapan baru di jalanan, apakah karena itu tidak ada lagi yang datang ke tempat Bibinya. Dan Bibi tidak menjawab, dia kembali pada pertanyaan nya untuk Hae Won.

“Jadi, kamu sungguh akan tinggal di sini?” tanya Bibi. “Kamu hanya bercanda, bukan?”
“Tidak,” jawab Hae Won sambil mengambil telur yang sudah siap. “Aduh, panas,” keluhnya. “Aku sungguh akan tinggal di sini untuk sementara.”
“Bagaimana kamu akan tinggal di sini?”
“Seperti Bibi. Tanpa rencana.”

Bibi kemudian menanyakan bagaimana dengan akademi. Dan dengan raut sedih, Hae Won menjawab bahwa tampaknya dia tidak memenuhi syarat untuk mengajari siapapun. Bibi tidak setuju, menurutnya tidak ada orang yang bekerja karena memenuhi syarat, semua orang wajib bekerja karena itulah mereka bekerja untuk menghasilkan uang.
“Maka aku tidak bisa melakukannya,” kata Hae Won dengan pelan.
Bibi menghela nafas lelah. Dia berdiri dan ingin pergi untuk beristirahat. “Tidurlah setelah selesai,” katanya, mengingatkan. “Tapi, kamu tidak boleh berhenti bekerja semudah itu. Jangan bicara seolah-olah bibi menyia-nyiakan hidup bibi di sini,” jelas nya dengan tegas. Lalu dia pergi.

Hae Won menegur seorang murid nya. Sebab si murid telah memotong senar selo milik murid lain. Dan dengan marah si murid membela diri. “Dia bilang permainanku bagus karena seloku bagus.”
“Tapi itu benar,” balas Hae Won, tegas. Dan si murid merasa marah jadi diapun menyerang Hae Won.

Orang tua si murid datang ke sekolah dan memarahi Hae Won. Dia tidak terima sebab Hae Won menampar putrinya. Tampaknya orang tua si murid adalah orang yang cukup penting, sehingga tidak ada satupun guru yang berani untuk membantu Hae Won.
Hae Won pun hanya bisa diam saja, menerima marahan dan ancaman dari si orang murid tersebut. Walaupun dia di suruh untuk minta maaf, dia tetap diam.

“Bangun dari tidur nyenyak untuk membuat secangkir teh panas. Itu akan melelehkan kesedihan dari hari sebelumnya.” Hae Won memandangi kata- kata yang terukir di pajangan lemari tersebut. Kemudian dia berdiri dan mengambil mantel nya. Lalu dia keluar dari rumah.

Hae Won berjalan ke dekat sawah. Disana dia melihat banyak benda putih seperti marshmallow. Lalu dia menutup matanya dan mengadahkan kepalanya ke arah langit.


Saat Eun Seop melihat Hae Won, dia menghentikan sepedanya di dekat Hae Won. Dan melihat kedatangan Eun Seop di dekatnya, Hae Won menyapa nya dengan singkat ‘Hai’. Dan Eun Seop membalas dengan singkat juga ‘Hai.’
“Hei. Di sana. Benda yang mirip marshmallow. Apa namanya? Kamu tahu?” tanya Hae Won sambil memandang Eun Seop dengan tatapan penasaran.
“Bal. Itu juga disebut silase,” jawab Eun Seop sambil memandang ke arah sawah.
“Benar. Itulah namanya.”

Pagi hari. Saat Eun Seop sedang berjalan ke arah rumah Hae Won, dia dikejutkan oleh suara Walkie Talkie yang ada di kantongnya. Dia memandang ke arah Ayahnya yang berada tidak jauh dari nya. “Ayah bisa bicara kepadaku tanpa itu. Aku bisa dengar,” keluh nya.
“Tapi ayah tidak bisa mendengarmu, ganti,” balas Ayah Eun tidak peduli.



Eun Seop protes, tapi Ayah Eun tidak peduli dan terus berbicara menggunakan Walkie Talkie nya. Jadi dengan terpaksa, Eun Seop pun mengikuti permintaan Ayah Eun dan berbicara menggunakan Walkie Talkie nya. Tepat disaat itu, Hae Won keluar dari dalam rumah. Dan dengan malu, Eun Seop langsung menyembunyikan Walkie Talkie.
“Tes. Lim Eun Seop, datanglah ke arena seluncur dengan penggaruk nanti. Temui ayah di sana, ganti,” panggil Ayah Eun.
“Baik,” jawab Eun Seop dengan pelan. Lalu dia menyembunyikan lagi Walkie Talkie nya.
“Katakan "ganti" di akhir, ganti,” keluh Ayah Eun.
“Ganti.”

Hae Won memperhatikan Eun Seop dan menanyakan, kenapa Eun Seop datang ke tempat nya. Dan dengan sikap gugup, Eun Seop menjawab bahwa dia mau meminjam selang Hae Won. Dia mengambil selang tersebut dengan sedikit susah payah. Jadi Hae Won pun segera membantunya.
“Hanya itu yang kamu butuhkan?”

“Ya,” jawab Eun Seop. “Berapa lama kamu akan tinggal kali ini?” tanyanya kemudian dengan sikap seolah itu hanyalah pertanyaan biasa.
“Sampai musim semi, kurasa.”

Mendengar jawaban itu, Eun Seop merasa terkejut serta kecewa. Dia mengambil selang yang di butuh kan nya dan pamit. “Beri tahu aku jika kamu butuh sesuatu,” katanya sebelum pergi.
“Jika aku butuh sesuatu?” gumam Hae Won, bertanya.
“Mobil, contohnya. Myeong Yeo (Bibi Hae Won) tidak punya mobil,” jelas Eun Seop, setelah berpikir sebentar. Dan Hae Won sadar kalau itu benar.
“Boleh aku meminjamnya sekarang?” tanya Hae Won langsung. Dan Eun Seop sedikit terkejut. “Mobilmu. Boleh aku meminjamnya sekarang? Bolehkah?” tanyanya. Dan Eun Seop langsung melemparkan kunci mobilnya. Lalu dia pun pamit dan pergi.


Didalam mobil. Hae Won membicarakan Eun Seop kepada Myeong Yeo. Menurutnya Eun Seop sudah berubah seperti orang yang berbeda, Eun Seop seolah- olah menghilang sejenak dan kembali. Myeong Yeo tidak mengerti, dia merasa bahwa dia memang sudah lama tidak melihat Eun Seop, tapi itu tidak berarti Eun Seop menghilang.
“Bibi,” panggil Hae Won. Dan dengan kesal, Myeong Yeo bertanya apa lagi. “Kenapa Eun Seop memanggil Bibi dengan nama depan Bibi?” tanyanya penasaran. “Usia Bibi di atas 40 tahun.”
Dengan heran, Myeong Yeo memandang Hae Won. “Apa katamu?”
“Ada apa dengan kacamata hitam itu? Bibi menjalani operasi plastik saat aku tidak ada?” tanya Hae Won curiga. Dan dengan malas, Myeong Yeo mengabaikannya.

Hwi duduk di dekat meja makan sambil membaca buku Eun Seop. Sesekali dia menatap ke arah Eun Seop yang sedang sibuk menyeduh kopi. “Hari itu, Irene bertanya kepadaku,” katanya membaca tulisan di buku Eun Seop.
Mendengar itu, Eun Seop segera merebut bukunya dari pegangan Hwi. “Bukankah aku sudah melarangmu menyentuh barang-barangku?” tegurnya.

Benda yang mirip marshmallow. Apa namanya?” kata Hwi dengan sikap manis. Lalu dia tertawa. “Eun Seop, siapa Irene?” tanyanya sambil mengikuti Eun Seop yang ingin pergi.

Hae Won menatap gantungan didalam mobil Eun Seop. Disana terukir tulisan kecil, "Selamat malam, Irene. Dia mengukir ini sendiri?” gumam nya, penasaran.
Myeong Yeo mengetuk kaca mobil dan memberikan kode supaya Hae Won keluar.

Didalam toko perkakas. Myeong Yeo memanggil karyawan toko yang berada di dekat meja kasir. Tapi si karyawan tidak mendengar karena dia sedang sibuk menonton. Sehingga Myeong Yeo pun berteriak dengan keras. Dan itu mengejutkan si karyawan.
“Kamu bilang butuh apa?” teriak Myeong Yeo.
“Sambungan keran fleksibel, kenop pintu, bor listrik, sekrup, pistol silikon, dan sekop salju,” jawab Hae Won sambil melihat ke sekeliling.


“Tolong ambilkan,” perintah Myeong Yeo dengan tegas.
“Sekop jenis apa yang kamu butuhkan?” tanya si karyawan dengan takut.
“Sekop plastik. Apa kamu menjual cat hijau min?” balas Hae Won dengan santai.


Hae Won memperbaiki seluruh rumah. Dia memperbaiki pegangang pintu, keran di kamar mandi, dan juga pijakan tangga. Tapi saat dia merasa sudah mau selesai, pegangan tangga di dekatnya malah lepas saat dia memegang nya. Begitu juga dengan yang lain, kenop baru yang di pasang nya sangat mudah terlepas, keran air terus menyala. Intinya tidak ada yang beres dengan benar pekerjaan nya.

Myeong Yeo yang sedang menikmati segelas minuman hangat di dekat jendela dapur, dia merasa sangat kaget saat melihat Hae Won membawa kasur di lantai dua turun.


“Lihat itu. Kamu bahkan mengecat rumah ini,” komentar Myeong Yeo sambil melihat apa yang sedang Hae Won lakukan. Dan dengan bangga, Hae Won mengatakan bahwa ini akan sangat indah. Tapi Myeong Yeon tidak setuju. “Bibi cenderung pesimis.”
“Menurut bibi, kamu terlalu optimis,” balas Myeong Yeo.
“Bukankah warna hijau min ini indah?” tanya Hae Won, tidak peduli. “Kita harus melakukan ini untuk menarik lebih banyak tamu.”
“Aku takut catnya akan pecah saat suhunya turun.”


“Suhunya tidak turun. Aku sudah memeriksanya,” jelas Hae Won dengan yakin. Dan Myeong Yeo tidak percaya itu. “Itu yang dikatakan ramalan cuaca. Haruskah aku bertanya saja kepada anjing yang lewat?” keluhnya.
“Ya, bibi lebih memercayai ucapan anjing yang lewat,” balas Myeong Yeo dengan tegas. Lalu dia masuk ke dalam rumah duluan sambil mengendong anjing nya.
“Lihat saja. Tidak akan ada hujan atau salju untuk sementara waktu,” keluh Hae Won, kesal.

Malam hari. Hujan turun dengan sangat deras. Melihat itu, Myeong Yeo mengomentari kalau dia takut besok rumah mereka akan meleleh dengan cat berwarna hijau mint. Dan Hae Won merasa bersalah.

Hae Won kesulitan untuk tidur. Dia merasa tidak tenang.

Hae Won keluar dari rumah untuk memeriksa dinding yang di cat nya. Dan dia merasa kecewa saat melihat apa yang dikatakan Myeong Yeo benar. Lalu diapun berniat untuk masuk kembali ke dalam rumah, tapi sialnya gagang pintu yang di pegang malah nya copot. Dan dia merasa terkejut.

“Bibi! Bibi! Bibi! Bibi! Bibi, buka pintunya! Bibi!” teriak Hae Won sambil terus mengetuk pintu. Tapi sama sekali tidak ada jawaban. Dan Hae Won merasa kebingungan.

Hae Won berlari di tengah deras nya hujan. Dia menuju ke pintu belakang rumah, tapi sialnya pintunya terkunci, sehingga dia tidak bisa membuka nya. Dia kemudian memanjat ke atas kursi kecil dan mengedor-ngedor jendela kecil diatas kamar Myeong Yeo. “Bibi, buka pintunya! Bibi!” panggilnya dengan frustasi. Tapi sama sekali tidak ada jawaban, sebab Myeong Yeo sudah tertidur nyenyak.

Hae Won berdiri diam dengan bingung sambil memeluk dirinya. Lalu dia melihat rumah Eun Seop yang berada di kejauhan masih terang benderang.

Eun Seop menikmati segelas minuman hangat dengan nyaman. Lalu dia mulai akan mengetik sesuatu di laptop nya. Tapi kemudian terdengar suara ketukan, jadi dia pun pergi ke depan pintu.

Eun Seop terkejut saat melihat Hae Won berada di depan rumah nya.

Post a Comment

Previous Post Next Post