Sinopsis Lakorn : Leh Bunpakarn Episode 1 part 1


Drama “Leh Ban Pa Kal” diproduksi berdasarkan catatan sejarah dan beberapa karakter yang disebutkan adalah tokoh sejarah nyata. Tim produksi tidak memiliki niat untuk menyinggung. Kebebasan kreatif diambil untuk hiburan penonton. Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan yang mungkin terjadi.
Original Network : Channel 3

“Pada saat P’Khun Uthai bereinkarnasi, aku beharap Idol ini tidak akan pernah di miliki oleh orang jahat.”


Dijalanan raya yang ramai. Seorang gadis kecil berlari menyebrang jalan secara tiba- tiba untuk menemui para teman- temannya yang berada di sebrang. Dan karena itu, dia hampir saja tertabrak. Untung nya, pengemudi mobil berhasil berhenti sebelum menabrak si gadis kecil.
“Betty! Betty!” teriak Ibu si gadis kecil sambil memeluk nya.
“Mengapa kamu membiarkan anak mu menyebrang jalan seperti ini?” bentak Pengemudi mobil, marah. “Dia hampir saja tertabrak.”



Sebuah ledakan besar tiba- tiba saja terjadi di salah satu bangunan tinggi. Dan kejadian itu segera diliput diberbagai berita. Lalu orang- orang yang melihat nya merasa heboh. Juga banyak korban kejadian yang dibawa ke rumah sakit.


Seorang profesor (Adul) memberikan keterangan kepada para wartawan mengenai kejadian ledakan yang barusaja terjadi. Itu adalah kejadian yang sudah diramalkan, sama seperti peringatan, tapi peringatan itu diberikan 100 tahun yang lalu. Mendengar itu, para wartawan merasa heran dan tidak mengerti.
“Professor!” panggil seorang reporter pria (Plerngfah) sambil mengangkat tangan nya untuk bertanya. “Sebagai seorang ahli, menggunakan nubuat orang- orang kuno sebagai dasar, bukankah itu terlalu takhayul?” tanyanya. Dan para wartawan setuju.
“Permisi,” jawab seorang professor muda (Sitang) yang duduk di samping Prof. Adul, yang juga paman nya. “Ini bukan takhayul tapi dari bukti yang berkaitan dengan kasus ini. Jika kamu tidak tahu faktanya, jangan sembarangan membuat kesimpulan,” katanya dengan tegas.

Pengetahuan Plerngfah tampaknya sangat luas. Pada pertengahan tahun lalu, catatan Khun Uthaiyothin di temukan. Dia adalah seorang pejabat pemerintah selama era Rama V. Mereka di temukan di Rusia. Dalam catatan itu, karakter kuno di temukan, yang Professor yakini sebagai peramalam bencana yang akan datang. Masalah ini di bawa dalam rapat kabinet yang mengakibatkan Professor di keluarkan dari posisi sebagai konsultan. Dan Plerngfah ingin tahu, apakah ini juga fakta.
“Benar! Apakah itu cerita nyata? Tolong jawaban dan klarifikasinya?” teriak para wartawan, ingin tahu.
“Pamanku diundang untuk memberikan pendapatnya kepada polisi, dan kami memberitahukan dari sudut pandang kami. Tidak peduli jika kamu percaya ini atau tidak, kamu tidak berhak untuk mencela kami,” kata Sitang, menjawab dengan tegas.
Kemudian setelah itu, Adul dan Sitang keluar dari dalam ruangan.
Seorang wanita berpakaian hitam (Pakboon), dia menatap Plerngfah dari jauh.


Ketika keluar dari dalam ruangan, Plerngfah tidak sengaja berpapasan dengan Pakboon. Disaat itu dia seperti merasakan sesuatu, jadi diapun berhenti berjalan dan berbalik untuk menatap Pakboon. Dan Pakboon juga berbalik untuk menatap nya. Sesudah itu, mereka berdua pun lanjut berjalan ke arah masing- masing.

Ditempat parkir. Plerngfah mengejar Adul dan berteriak meminta izin untuk melakukan wawancara, tapi Sitang langsung menghentikan nya.
“Aku Plerngfah. Reporter berita Ch6. Aku mau mewawancarai Professor terkati catatan Khun Uthaiyothin,” jelas Plerngfah sambil menyerahkan kartu namanya.
“Kamu tidak percaya masalah ini. Mengapa kamu mengikuti kami ke sini untuk melakukan wawancara?” tanya Sitang dengan kesal. “Apa kamu mau mencari masalah dengan kami?” tuduhnya.
“Aku bukan mau mencari masalah. Aku hanya menginginkan informasi dari semua sisi.”
“Paman dan aku, tidak ada apapun yang bisa kami katakan.”
Plerngfah merasa kesal kepada Sitang karena menghalanginya, kepadahal yang ingin dia wawancarai adalah Adul. Dan diapun berniat untuk mengejar Adul saja. Tapi Sitang langsung memegang tangan nya untuk menghentikannya. Dan ketika Sitang memegang nya, Plerngfah melihat sesuatu.
Di taman kanak- kanak. Dua bocah kecil berpegangan tangan dengan akrab. Bocah pria bernama Plerng. Dan bocah wanita bernama Tua Nhai.
“Tua Nhai jangan tinggalkan aku kemanapun, oke?”
“Yup.”


Melihat gambaran masa kecil tersebut, Plerngfah pun terpaku ditempat dan menatap Sitang. Lalu ketika, Sitang berjalan pergi, diapun ingin mengikuti nya untuk berbicara. Tapi pria (Krat Ittiwong) yang ada bersama dengan Sitang menghentikan nya.

Dirapat Ch6. Plerngfah memperlihatkan beberapa foto dan menjelaskan maksud foto tersebut. Di sebuah yayasan yang ada di provinsi Chantaburi, disana ada beberapa karakter yang muncul di dinding bangunan, tiga hari sebelum yayasan kebakaran. Dan kemudian kejadian yang sama terjadi di bangunan yang baru saja meledak kemarin. Dalam kedua kasus itu, pelaku yang menuliskan karakter tersebut tidak ada tertangkap di CCTV. Tapi ada dua point yang menghubungkan kedua kejadian tersebut.
Point pertama. karakter yang di tulis pada dua bangunan tersebut adalah sama. Point kedua, tanah bangunan disana adalah milik Khun Uthaiyothin. Plerngfah sudah bertanya kepada ahli bahasa, dan ahli bahasa bilang kalau karakter yang ditulis disana mirip karakter ‘Dewa Nakaree’, tapi karakter itu tidak seperti di surat sebelumya, kecuali yang ada di catatan Khun Uthaiyothin.

“Dalam kasus ini, bagaimana bisa Prof. Adul bisa begitu yakin kalau ini adalah ramalan bencana?” tanya seorang rekan, tidak mengerti.
“Itu yang aku penasaran kan juga. Sayang nya, Professor tidak mau diwawancara,” jawab Plerngfah.

Direktur mengerti. Dia percaya kalau berita ini akan sangat menaikkan rating Ch6 mereka, segera ketika berita ini di tayangkan nantinya. Jadi dia menyuruh Plerngfah untuk mencari informasi tentang kasus ini secepat mungkin. Dan Plerngfah mengiyakan.

Adul menunjukkan sebuah gambar kepada Sitang, menurutnya gambar itu diambil pada zaman Rama V. Dan dia ingin tahu pendapat Sitang. “Gambar era Dhavaravati. Usia nya kurang dari 1000 tahun lalu. Jika tebak kan ku tidak salah, ini seperti Gala Dewa Idol, benarkah?”

“Benar! Ini Idol milik Khun Uthaiyothin. Menurut catatan yang kamu dapatkan. Idol adalah kunci utama untuk menyelesaikan semua misteri tentang bencana yang akan terjadi. Jadi kita harus berhasil menemukan idol itu, sebelum segalanya terlambat,” jelas Adul.
Mengetahui itu, Sitang cukup terkejut. “Baik. Aku akan berusaha yang terbaik,” balasnya.




Sitang lalu mengeluh tidak senang, karena Adul melakukan hal baik untuk publik, tapi banyak orang yang tidak mempercayai Adul. Dan Adul menenangkan Sitang untuk tidak perlu terlalu memikirkan itu. Karena untuk orang tua sepertinya, bisa mempunyai kesempatan untuk melakukan kebaikan sebelum kematian nya, itu sudah baik baginya.
Pakboon kemudian datang. Dia mengantarkan obat untuk Adul, karena sudah waktu nya . Dan setelah meminum obat nya, Adul mengucapkan terima kasih banyak sambil memegang tangan Pakboon. Dan Pakboon mengiyakan sambil tersenyum.
Melihat keharmonisan mereka berdua, Sitang tersenyum senang.

Malam hari. Ketika Sitang bersama temannya datang ke café untuk menemui Tony, mereka tidak sengaja bertemu dengan Plerngfah. Sebab ternyata Tony adalah teman Plerngfah juga. Dan dengan sikap akrab, Plerngfah menyapa Sitang. Tapi Sitang tidak mau bersikap akrab. Sehingga suasana pun menjadi agak canggung.
“Uhh, ngomong- ngomong, suami temanmu juga adalah teman ku. Jadi lebih baik kita menunda bertengkaran kita sementara. Haruskah kita duduk dan berbicara baik- baik?” tanya Plerngfah, berusaha ramah.
“Aku tidak mau bicara denganmu. Aku akan duduk di meja lain,” balas Sitang, agak ketus.


Plerngfah segera menghalangi Sitang untuk jangan duduk dimeja lain. Lalu secara to the point, dia bertanya, mengapa paman Sitang, yaitu Adul, mempercayai kalau karakter yang di temukan merupakan ramalan bencana. Dan Sitang malas untuk memberitahu.
“Oh! Kamu tidak tahu, kan? Jadi kamu mencoba untuk melarikan diri,” ejek Plerngfah untuk memancing.
“Khun Uthaiyothin di beri label pengkhianat. Pada waktu itu, ada banyak hubungan dengan kelompok asing. Karakter itu mungkin di buat sebagai kode. Itu mengapa tidak seorang pun yang bisa membaca mereka!” jelas Sitang. Lalu dia tidak mau menjelaskan lebih lanjut dan ingin pergi.

Dengan segera, Plerngfah memegang tangan Sitang untuk menghentikannya. Karena masih banyak yang ingin ditanyakan nya dan diketahuinya. Namun ketika dia menyentuh Sitang, dia melihat gambaran sesuatu.


Sepasang kekasih dengan wajah yang sangat mirip dengan Plerngfah dan Sitang. Mereka berdua bersikap mesra. Si pria mencium dahi si wanita, lalu mereka saling tersenyum menatap mata satu sama lain.


Seorang pria yang mirip dengan Plerngfah, dia bertarung pedang melawan seseorang. Lalu tiba- tiba ada tembakan dari beberapa orang asing.


Sitang menepis tangan Plerngfah dengan kesal. Dan dia ingin memarahi Plerngfah, namun saat dia berbalik untuk melihat Plerngfah, dia terkejut karena hidung Plerngfah mimisan. Kemudian tiba- tiba saja, Plerngfah langsung pingsan.

Sitang dan temannya membawa Plerngfah ke rumah sakit. Tapi sesampainya di rumah sakit, Plerngfah malah pergi begitu saja. Dan Sitang pun mengejar serta memanggil nya dengan bingung.

Mendengar Sitang memanggilnya, Plerngfah pun berbalik dan menatap Sitang. Lalu dia melihat gambaran kejadian yang lain.


Plerng memasangkan sebuah jepit rambut berbentuk kelinci yang sangat manis di rambut Tua Nhai. Dan menerima jepit tersebut, Tua Nhai berterima kasih banyak dengan senang.


“Tua Nhai,” panggil Plerngfah.
“Kamu memanggil aku apa?” tanya Sitang, heran.
Plerngfah diam dan lalu dia pingsan lagi. Dengan panik, Sitang pun mendekati Plerngfah dan memanggil- manggil nya untuk bangun.

Setelah menginap semalam di rumah sakit, Plerngfah ingin langsung keluar. Dan tepat ketika dia sedang bersiap- siap, kedua teman nya datang untuk menjenguk.
Dengan akrab, Bualya memeluk leher Plerngfah untuk menutupi rasa bersalah nya, karena ingin mengambil berita Plerngfah. Dan Plerngfah menyentuh tangan nya untuk melepaskan nya. Tapi kemudian dia malah melihat gambaran sesuatu.
Di dalam kamar hotel, Bualya bermesraan dengan Direktur.

“Apa yang salah dengan mu, Pah? Apa kamu merasa mau pingsan lagi?” tanya Bualya, ketika Plerngfah tiba- tiba tampak melamun.
“Bun! Apa kamu bermesraan dengan Direktur?” tanya Plerngfah. Dan Bualya merasa panik.

Bualya buru- buru pergi dari rumah sakit untuk menghindari pertanyaan adiknya. “Kak! Kak! Apa kamu tidur untuk sampai ke posisi tinggi? Dia sudah punya 4 anak, kamu tahu?”
“Turunkan suaramu! Diam!” balas Bualya, tidak mau menjawab.

Tepat ketika Plerngfah keluar dari dalam kamar rawat, Sitang datang. Dan Plerngfah tersenyum melihat nya. Sementara Sitang merasa canggung.

Plerngfah berterima kasih, karena Sitang datang menjenguknya. Dan Sitang menjelaskan bahwa sebenar nya dia tidak mau datang. Lalu dia bertanya, semalam Plerngfah memanggil nya dengan nama apa, sebelum Plerngfah pingsan. Namun Plerngfah sama sekali tidak ingat.



Sebelum Sitang bisa bertanya lebih lanjut, mereka bertemu dengan Ibu Plerngfah. Dan saat Plerngfah melihat kalau Sitang serta Ibu tampak saling mengenal, Plerngfah merasa heran.
“Semalam Sitang yang menghubungi ku dan mengatakan kamu ada dirumah sakit. Hey! Apa kamu sudah berterima kasih pada Sitang?” kata Ibu.
Mendengar itu, Sitang tersenyum bangga, dan menunggu Plerngfah mengucapkan terima kasih padanya. Tapi Plerngfah malah sama sekali tidak mengucap kan terima kasih dan pergi begitu saja. Dengan malu, Ibu pun meminta maaf kepada Sitang atas sikap Plerngfah. Dan Sitang mengerti.
Sitang mengingat tentang masa lalu nya.


Suatu hari, Plerng pergi begitu saja. Dan sambil menangis, Tua Nhai menangis di depan rumah Plerng sambil berteriak- teriak memanggil nya untuk membuka kan pintu.
“Tua Nhai! Dengarkan aku. Plerng sedang sakit. Dia harus berobat di luar negri. Setelah dia sembuh, dia akan kembali padamu,” kata Ayah, menenangkan Tua Nhai.
“Kemudian, kapan Plerng akan kembali, Yah? Aku ingin bertemu Plerng,” tanya Tua Nhai. Lalu dia kembali berteriak memanggil- manggil Plerng.
Sitang menggelengkan kepalanya. “Hanya orang dengan nama yang mirip. Pria manis seperti Plerng tidak mungkin tumbuh menjadi seperti pria ini,” gumam nya.

Plerngfah meminjam beberapa buku di perpustakaan, dan disaat itu Pakboon datang serta bertanya, apakah dia tertarik dengan cerita era Rama V juga. Dan melihat Pakboon, dia merasa terkejut. Namun kemudian dengan ramah, dia mengulurkan tangan nya dan memperkenalkan dirinya. Dan Pakboon menyalami tangan Plerngfah serta memperkenalkan dirinya juga.
“Apa kamu tertarik dengan sejarah juga?” tanya Plerngfah.
“Tidak sama sekali. Aku sudah banyak melihat, sangat banyak sampai aku tidak tertarik lagi,” jawab Pakboon.

“Kamu melihat nya?”
“Ya. Aku menggunakan kata ‘melihat’, terserah itu sejarah tentang negara atau orang. Aku sudah melihat semua nya,” jawab Pakboon, misterius.

“Kamu berbicara seperti orang yang bisa melihat masa lalu,” canda Plerngfah. “Jadi, apa kamu tahu masa lalu ku?” tanyanya ingin tahu.
“Lebih baik tidak tahu. Itu masa lalu. Tidak bisa memperbaiki apapun. Seandainya dimasa lalu, kita banyak melakukan banyak hal jahat, baik membunuh, berkhianat, menipu, atau pengkhianatan bagi bangsa. Bisakah kamu menerima itu?” tanya Pakboon. “Lepaskan lah dan biarkan restribusi mengambil jalan nya.”

Mendengar itu, Plerngfah tidak mengerti. Lalu ketika buku yang akan di pinjam nya sudah selesai diproses, dia pun berbalik untuk mengambil nya. Kemudian setelah itu, saat dia berbalik kembali untuk menatap ke arah Pakboon, disaat itu Pakboon sudah menghilang secara misterius. Seolah dari awal Pakboon memang tidak ada disana.

Post a Comment

Previous Post Next Post