Drama “Leh Ban Pa Kal” diproduksi berdasarkan catatan sejarah dan
beberapa karakter yang disebutkan adalah tokoh sejarah nyata. Tim produksi
tidak memiliki niat untuk menyinggung. Kebebasan kreatif diambil untuk hiburan
penonton. Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan yang mungkin terjadi.
Original Network : Channel 3
“Pada saat P’Khun Uthai bereinkarnasi, aku beharap Idol ini tidak
akan pernah di miliki oleh orang jahat.”
Dijalanan
raya yang ramai. Seorang gadis kecil berlari menyebrang jalan secara tiba- tiba
untuk menemui para teman- temannya yang berada di sebrang. Dan karena itu, dia
hampir saja tertabrak. Untung nya, pengemudi mobil berhasil berhenti sebelum
menabrak si gadis kecil.
“Betty!
Betty!” teriak Ibu si gadis kecil sambil memeluk nya.
“Mengapa
kamu membiarkan anak mu menyebrang jalan seperti ini?” bentak Pengemudi mobil,
marah. “Dia hampir saja tertabrak.”
Sebuah
ledakan besar tiba- tiba saja terjadi di salah satu bangunan tinggi. Dan
kejadian itu segera diliput diberbagai berita. Lalu orang- orang yang melihat
nya merasa heboh. Juga banyak korban kejadian yang dibawa ke rumah sakit.
Seorang
profesor (Adul) memberikan keterangan kepada para wartawan mengenai kejadian ledakan
yang barusaja terjadi. Itu adalah kejadian yang sudah diramalkan, sama seperti
peringatan, tapi peringatan itu diberikan 100 tahun yang lalu. Mendengar itu,
para wartawan merasa heran dan tidak mengerti.
“Professor!”
panggil seorang reporter pria (Plerngfah) sambil mengangkat tangan nya untuk
bertanya. “Sebagai seorang ahli, menggunakan nubuat orang- orang kuno sebagai
dasar, bukankah itu terlalu takhayul?” tanyanya. Dan para wartawan setuju.
“Permisi,”
jawab seorang professor muda (Sitang) yang duduk di samping Prof. Adul, yang
juga paman nya. “Ini bukan takhayul tapi dari bukti yang berkaitan dengan kasus
ini. Jika kamu tidak tahu faktanya, jangan sembarangan membuat kesimpulan,”
katanya dengan tegas.
Pengetahuan Plerngfah
tampaknya sangat luas. Pada pertengahan tahun lalu, catatan Khun Uthaiyothin di
temukan. Dia adalah seorang pejabat pemerintah selama era Rama V. Mereka di
temukan di Rusia. Dalam catatan itu, karakter kuno di temukan, yang Professor
yakini sebagai peramalam bencana yang akan datang. Masalah ini di bawa dalam
rapat kabinet yang mengakibatkan Professor di keluarkan dari posisi sebagai
konsultan. Dan Plerngfah ingin tahu, apakah ini juga fakta.
“Benar!
Apakah itu cerita nyata? Tolong jawaban dan klarifikasinya?” teriak para
wartawan, ingin tahu.
“Pamanku
diundang untuk memberikan pendapatnya kepada polisi, dan kami memberitahukan
dari sudut pandang kami. Tidak peduli jika kamu percaya ini atau tidak, kamu
tidak berhak untuk mencela kami,” kata Sitang, menjawab dengan tegas.
Kemudian
setelah itu, Adul dan Sitang keluar dari dalam ruangan.
Seorang
wanita berpakaian hitam (Pakboon), dia menatap Plerngfah dari jauh.
Ketika
keluar dari dalam ruangan, Plerngfah tidak sengaja berpapasan dengan Pakboon.
Disaat itu dia seperti merasakan sesuatu, jadi diapun berhenti berjalan dan berbalik
untuk menatap Pakboon. Dan Pakboon juga berbalik untuk menatap nya. Sesudah
itu, mereka berdua pun lanjut berjalan ke arah masing- masing.
Ditempat
parkir. Plerngfah mengejar Adul dan berteriak meminta izin untuk melakukan
wawancara, tapi Sitang langsung menghentikan nya.
“Aku
Plerngfah. Reporter berita Ch6. Aku mau mewawancarai Professor terkati catatan
Khun Uthaiyothin,” jelas Plerngfah sambil menyerahkan kartu namanya.
“Kamu tidak
percaya masalah ini. Mengapa kamu mengikuti kami ke sini untuk melakukan
wawancara?” tanya Sitang dengan kesal. “Apa kamu mau mencari masalah dengan
kami?” tuduhnya.
“Aku bukan
mau mencari masalah. Aku hanya menginginkan informasi dari semua sisi.”
“Paman dan
aku, tidak ada apapun yang bisa kami katakan.”
Plerngfah
merasa kesal kepada Sitang karena menghalanginya, kepadahal yang ingin dia
wawancarai adalah Adul. Dan diapun berniat untuk mengejar Adul saja. Tapi
Sitang langsung memegang tangan nya untuk menghentikannya. Dan ketika Sitang
memegang nya, Plerngfah melihat sesuatu.
Di taman
kanak- kanak. Dua bocah kecil berpegangan tangan dengan akrab. Bocah pria
bernama Plerng. Dan bocah wanita bernama Tua Nhai.
“Tua Nhai jangan
tinggalkan aku kemanapun, oke?”
“Yup.”
Melihat
gambaran masa kecil tersebut, Plerngfah pun terpaku ditempat dan menatap
Sitang. Lalu ketika, Sitang berjalan pergi, diapun ingin mengikuti nya untuk
berbicara. Tapi pria (Krat Ittiwong) yang ada bersama dengan Sitang
menghentikan nya.
Dirapat Ch6.
Plerngfah memperlihatkan beberapa foto dan menjelaskan maksud foto tersebut. Di
sebuah yayasan yang ada di provinsi Chantaburi, disana ada beberapa karakter
yang muncul di dinding bangunan, tiga hari sebelum yayasan kebakaran. Dan
kemudian kejadian yang sama terjadi di bangunan yang baru saja meledak kemarin.
Dalam kedua kasus itu, pelaku yang menuliskan karakter tersebut tidak ada
tertangkap di CCTV. Tapi ada dua point yang menghubungkan kedua kejadian
tersebut.
Point
pertama. karakter yang di tulis pada dua bangunan tersebut adalah sama. Point
kedua, tanah bangunan disana adalah milik Khun Uthaiyothin. Plerngfah sudah
bertanya kepada ahli bahasa, dan ahli bahasa bilang kalau karakter yang ditulis
disana mirip karakter ‘Dewa Nakaree’, tapi karakter itu tidak seperti di surat
sebelumya, kecuali yang ada di catatan Khun Uthaiyothin.
“Dalam kasus
ini, bagaimana bisa Prof. Adul bisa begitu yakin kalau ini adalah ramalan
bencana?” tanya seorang rekan, tidak mengerti.
“Itu yang
aku penasaran kan juga. Sayang nya, Professor tidak mau diwawancara,” jawab
Plerngfah.
Direktur
mengerti. Dia percaya kalau berita ini akan sangat menaikkan rating Ch6 mereka,
segera ketika berita ini di tayangkan nantinya. Jadi dia menyuruh Plerngfah
untuk mencari informasi tentang kasus ini secepat mungkin. Dan Plerngfah
mengiyakan.
Adul
menunjukkan sebuah gambar kepada Sitang, menurutnya gambar itu diambil pada
zaman Rama V. Dan dia ingin tahu pendapat Sitang. “Gambar era Dhavaravati. Usia
nya kurang dari 1000 tahun lalu. Jika tebak kan ku tidak salah, ini seperti
Gala Dewa Idol, benarkah?”
“Benar! Ini
Idol milik Khun Uthaiyothin. Menurut catatan yang kamu dapatkan. Idol adalah
kunci utama untuk menyelesaikan semua misteri tentang bencana yang akan
terjadi. Jadi kita harus berhasil menemukan idol itu, sebelum segalanya
terlambat,” jelas Adul.
Mengetahui
itu, Sitang cukup terkejut. “Baik. Aku akan berusaha yang terbaik,” balasnya.
Sitang lalu mengeluh
tidak senang, karena Adul melakukan hal baik untuk publik, tapi banyak orang
yang tidak mempercayai Adul. Dan Adul menenangkan Sitang untuk tidak perlu
terlalu memikirkan itu. Karena untuk orang tua sepertinya, bisa mempunyai
kesempatan untuk melakukan kebaikan sebelum kematian nya, itu sudah baik
baginya.
Pakboon
kemudian datang. Dia mengantarkan obat untuk Adul, karena sudah waktu nya . Dan
setelah meminum obat nya, Adul mengucapkan terima kasih banyak sambil memegang
tangan Pakboon. Dan Pakboon mengiyakan sambil tersenyum.
Melihat
keharmonisan mereka berdua, Sitang tersenyum senang.
Malam hari. Ketika Sitang bersama temannya datang ke café untuk menemui Tony, mereka tidak sengaja bertemu dengan Plerngfah. Sebab ternyata Tony adalah teman Plerngfah juga. Dan dengan sikap akrab, Plerngfah menyapa Sitang. Tapi Sitang tidak mau bersikap akrab. Sehingga suasana pun menjadi agak canggung.
“Uhh,
ngomong- ngomong, suami temanmu juga adalah teman ku. Jadi lebih baik kita
menunda bertengkaran kita sementara. Haruskah kita duduk dan berbicara baik-
baik?” tanya Plerngfah, berusaha ramah.
“Aku tidak
mau bicara denganmu. Aku akan duduk di meja lain,” balas Sitang, agak ketus.
Plerngfah segera menghalangi Sitang untuk jangan duduk dimeja lain. Lalu secara to the point, dia bertanya, mengapa paman Sitang, yaitu Adul, mempercayai kalau karakter yang di temukan merupakan ramalan bencana. Dan Sitang malas untuk memberitahu.
“Oh! Kamu
tidak tahu, kan? Jadi kamu mencoba untuk melarikan diri,” ejek Plerngfah untuk
memancing.
“Khun
Uthaiyothin di beri label pengkhianat. Pada waktu itu, ada banyak hubungan
dengan kelompok asing. Karakter itu mungkin di buat sebagai kode. Itu mengapa
tidak seorang pun yang bisa membaca mereka!” jelas Sitang. Lalu dia tidak mau
menjelaskan lebih lanjut dan ingin pergi.
Dengan
segera, Plerngfah memegang tangan Sitang untuk menghentikannya. Karena masih
banyak yang ingin ditanyakan nya dan diketahuinya. Namun ketika dia menyentuh
Sitang, dia melihat gambaran sesuatu.
Sepasang kekasih dengan wajah yang sangat mirip dengan Plerngfah dan Sitang. Mereka berdua bersikap mesra. Si pria mencium dahi si wanita, lalu mereka saling tersenyum menatap mata satu sama lain.
Sitang menepis tangan Plerngfah dengan kesal. Dan dia ingin memarahi Plerngfah, namun saat dia berbalik untuk melihat Plerngfah, dia terkejut karena hidung Plerngfah mimisan. Kemudian tiba- tiba saja, Plerngfah langsung pingsan.
Sitang dan temannya membawa Plerngfah ke rumah sakit. Tapi sesampainya di rumah sakit, Plerngfah malah pergi begitu saja. Dan Sitang pun mengejar serta memanggil nya dengan bingung.
Mendengar Sitang memanggilnya, Plerngfah pun berbalik dan menatap Sitang. Lalu dia melihat gambaran kejadian yang lain.
Plerng memasangkan sebuah jepit rambut berbentuk kelinci yang sangat manis di rambut Tua Nhai. Dan menerima jepit tersebut, Tua Nhai berterima kasih banyak dengan senang.
“Kamu
memanggil aku apa?” tanya Sitang, heran.
Plerngfah
diam dan lalu dia pingsan lagi. Dengan panik, Sitang pun mendekati Plerngfah
dan memanggil- manggil nya untuk bangun.
Setelah menginap semalam di rumah sakit, Plerngfah ingin langsung keluar. Dan tepat ketika dia sedang bersiap- siap, kedua teman nya datang untuk menjenguk.
Dengan
akrab, Bualya memeluk leher Plerngfah untuk menutupi rasa bersalah nya, karena
ingin mengambil berita Plerngfah. Dan Plerngfah menyentuh tangan nya untuk
melepaskan nya. Tapi kemudian dia malah melihat gambaran sesuatu.
“Apa yang salah dengan mu, Pah? Apa kamu merasa mau pingsan lagi?” tanya Bualya, ketika Plerngfah tiba- tiba tampak melamun.
“Bun! Apa
kamu bermesraan dengan Direktur?” tanya Plerngfah. Dan Bualya merasa panik.
Bualya buru- buru pergi dari rumah sakit untuk menghindari pertanyaan adiknya. “Kak! Kak! Apa kamu tidur untuk sampai ke posisi tinggi? Dia sudah punya 4 anak, kamu tahu?”
“Turunkan
suaramu! Diam!” balas Bualya, tidak mau menjawab.
Tepat ketika Plerngfah keluar dari dalam kamar rawat, Sitang datang. Dan Plerngfah tersenyum melihat nya. Sementara Sitang merasa canggung.
Plerngfah berterima kasih, karena Sitang datang menjenguknya. Dan Sitang menjelaskan bahwa sebenar nya dia tidak mau datang. Lalu dia bertanya, semalam Plerngfah memanggil nya dengan nama apa, sebelum Plerngfah pingsan. Namun Plerngfah sama sekali tidak ingat.
“Semalam
Sitang yang menghubungi ku dan mengatakan kamu ada dirumah sakit. Hey! Apa kamu
sudah berterima kasih pada Sitang?” kata Ibu.
Mendengar
itu, Sitang tersenyum bangga, dan menunggu Plerngfah mengucapkan terima kasih
padanya. Tapi Plerngfah malah sama sekali tidak mengucap kan terima kasih dan
pergi begitu saja. Dengan malu, Ibu pun meminta maaf kepada Sitang atas sikap
Plerngfah. Dan Sitang mengerti.
Suatu hari, Plerng pergi begitu saja. Dan sambil menangis, Tua Nhai menangis di depan rumah Plerng sambil berteriak- teriak memanggil nya untuk membuka kan pintu.
“Tua Nhai!
Dengarkan aku. Plerng sedang sakit. Dia harus berobat di luar negri. Setelah
dia sembuh, dia akan kembali padamu,” kata Ayah, menenangkan Tua Nhai.
“Kemudian,
kapan Plerng akan kembali, Yah? Aku ingin bertemu Plerng,” tanya Tua Nhai. Lalu
dia kembali berteriak memanggil- manggil Plerng.
Sitang
menggelengkan kepalanya. “Hanya orang dengan nama yang mirip. Pria manis seperti
Plerng tidak mungkin tumbuh menjadi seperti pria ini,” gumam nya.
Plerngfah meminjam beberapa buku di perpustakaan, dan disaat itu Pakboon datang serta bertanya, apakah dia tertarik dengan cerita era Rama V juga. Dan melihat Pakboon, dia merasa terkejut. Namun kemudian dengan ramah, dia mengulurkan tangan nya dan memperkenalkan dirinya. Dan Pakboon menyalami tangan Plerngfah serta memperkenalkan dirinya juga.
“Apa kamu
tertarik dengan sejarah juga?” tanya Plerngfah.
“Tidak sama
sekali. Aku sudah banyak melihat, sangat banyak sampai aku tidak tertarik
lagi,” jawab Pakboon.
“Ya. Aku
menggunakan kata ‘melihat’, terserah itu sejarah tentang negara atau orang. Aku
sudah melihat semua nya,” jawab Pakboon, misterius.
“Kamu berbicara seperti orang yang bisa melihat masa lalu,” canda Plerngfah. “Jadi, apa kamu tahu masa lalu ku?” tanyanya ingin tahu.
“Lebih baik
tidak tahu. Itu masa lalu. Tidak bisa memperbaiki apapun. Seandainya dimasa
lalu, kita banyak melakukan banyak hal jahat, baik membunuh, berkhianat,
menipu, atau pengkhianatan bagi bangsa. Bisakah kamu menerima itu?” tanya
Pakboon. “Lepaskan lah dan biarkan restribusi mengambil jalan nya.”
Mendengar itu, Plerngfah tidak mengerti. Lalu ketika buku yang akan di pinjam nya sudah selesai diproses, dia pun berbalik untuk mengambil nya. Kemudian setelah itu, saat dia berbalik kembali untuk menatap ke arah Pakboon, disaat itu Pakboon sudah menghilang secara misterius. Seolah dari awal Pakboon memang tidak ada disana.
Tags:
Leh Bunpakarn