Original Network : Channel 3
Sitang
datang ke rumah Plerngfah untuk makan siang bersama dengan Ibu. Namun sebelum
makan, Ibu tersadar kalau masih ada satu makanan yang kurang, jadi diapun ingin
pergi ke belakang untuk mengambilnya. Tapi Sitang segera memberikan kode mata
kepada Plerngfah supaya Plerngfah saja yang pergi ke belakang. Dan Plerngfah
pun mengerti, dia pergi ke belakang dan meninggal kan Ibu dengan Sitang.
Setelah
Plerngfah pergi ke belakang, Ibu dan Sitang saling mengobrol. Ibu menceritakan
bahwa jika Ayah Plerngfah tidak meninggal, mungkin mereka tidak akan pulang ke
Thailand. Dan Sitang mengerti. Lalu dengan penasaran, dia bertanya, apa sebenarnya
penyakit Plerngfah, sebab dia ingat kalau dulu Plerngfah dibawa ke luar negri
untuk mengobati penyakit nya. Mendengar itu, Ibu termenung, dan tanpa sadar dia
pun menumpahkan air ketika menuang ke dalam gelas. Dan dengan kaget, Sitang pun
mengingatkannya.
“Aku agak
ceroboh,” kata Ibu, meminta maaf. “Aku akan mengurus nya,” katanya dengan
gugup. Dan melihat sikap aneh Ibu, Sitang jadi merasa bingung.
Saat acara
makan siang selesai, Sitang dan Ibu bersikap sangat akrab. Jadi Plerngfah
merasa sedikit cemburu. Dan tanpa peduli, Sitang dan Ibu mengabaikan Plerngfah.
Lalu Sitang mengendus- ngedus ke sekitar nya. Melihat itu, Ibu dan Plerngfah
merasa heran.
“Bau nya
seperti anjing terlantar?” ejek Sitang sambil tertawa.
Plerngfah
kemudian tiba- tiba mendapatkan telpon dari Bualya. Dan ditelpon, Bualya
menangis dan meminta bantuan nya. Dengan cemas, Plerngfah pun bertanya, apa
yang terjadi. Namun Bualya tidak memberitahu dan hanya terus memanggil ‘Pah…
Pah…”
“Bun?”
panggil Plerngfah, khawatir. “Jangan matikan. Bun? Bun?”
Plerngfah
dan Sitang pergi ke apatermen Bualya, disana satpam yang berjaga memberitahu
bahwa benar Bualya menangis, ketika dia menelpon Bualya barusan. Dan mendengar
itu, Plerngfah pun langsung berlari masuk duluan ke dalam gedung apatermen,
karena dia merasa khawatir.
Namun saat
Plerngfah masuk ke dalam apatermen Bualya. Tiba- tiba dari belakang, Bualya
datang melompat ke atas punggung nya dan mengecup nya dari belakang dengan
mesra. Dan dengan susah payah, Plerngfah pun berusaha untuk mendorong Bualya.
Tapi Bualya menjepit nya terlalu keras. Lalu malah Bualya pulak yang mendorong
nya, Bualya mendorong nya ke atas sofa dan dia mengancam akan berteriak kalau
Plerngfah mau memperkosanya, jika Plerngfah terus melawan. Dan dengan panik, Plerngfah
pun tidak tahu harus melakukan apa.
“Ada apa
ini, Bun?” tanya Plerngfah, panik. “Tidak, Bun. Mengapa kamu mau melepas
kancing ku?!”
“Aku tahu
kamu kecewa pada ku karena Direktur. Aku tidak ingin melakukan itu, tapi
manusia ingin menjadi kaya dan sukses. Dan kamu membuatku terus membayangkan mu
sepanjang waktu,” jelas Bualya sambil mencoba untuk melecehkan Plerngfah.
“Tapi aku
tidak mau …” tolak Plerngfah.
“Aku janji
untuk menjadwalkan waktu untuk mu dan direktur secara sempurna.”
Tepat disaat
itu, Sitang masuk dan melihat apa yang terjadi. “Permisi sudah mengganggu,”
teriak nya, emosi. Lalu diapun pergi darisana.
“Tua Nhai.
Tua Nhai,” panggil Plerngfah, panik. Lalu dengan sekuat tenaga dia mendorong
Bualya dan berlari mengejar Sitang. Dan Bualya mengikuti, tapi sayang nya
Plerngfah serta Sitang sudah tidak kelihatan lagi.
“Ah! Gagal
lagi!” keluh Bualya, kesal. Lalu tiba- tiba saja dari belakang, seseorang
berpakaian hitam datang dan menyerang nya.
Plerngfah
menghentikan Sitang untuk jangan pergi dan mendengarkan penjelasan nya terlebih
dahulu. Tapi Sitang tidak mau mendengarkan. Jadi Plerngfah pun memegang tangan
Sitang dengan erat supaya dia tidak bisa pergi. Lalu dengan tegas, dia meminta
Sitang untuk mendengarkan nya.
Dengan
kesal, Sitang menyuruh Plerngfah untuk berhenti memanggil nya dengan nama kecil
nya, karena mereka bukan anak kecil lagi. Tapi Plerngfah tidak peduli, dia
ingin Sitang mendengarkan penjelasan nya.
Si pria
hitam mengikat mulut Bualya dengan kain dan mencekik lehernya dengan erat untuk
sesaat. Lalu dia menuangkan cairan kuning di tangannya dan menggambar sesuatu
di tangan nya.
“Pah… pah…
pah…” panggil Bualya dengan putus asa dan takut.
Plerngfah
menjelaskan kepada Sitang bahwa dia menemukan rahasia Bualya dengan Direktur,
jadi karena itulah Bualya bertindak gila sekarang untuk menutup mulut nya. Dan
Sitang tidak mau percaya.
Si pria
hitam menuliskan sesuatu di atas dahi Bualya. Lalu dia mengambil pisau untuk
membunuh nya. Tapi untung nya, Bualya berhasil menendang si pria hitam tepat waktu.
Kemudian dia pun segera kabur darisana.
“Ketika Bun
menelpon ku, kamu ada dengan ku kan?” tanya Plerngfah.
“Tapi aku
tidak dengar itu tentang apa,” balas Sitang dengan ketus.
Lalu tiba-
tiba saja, mereka berdua mendengar teriakan Bualya meminta tolong. Jadi dengan
cemas, mereka pun segera berlari ke tempat Bualya. Dan mereka menolong nya.
Plerngfah
berusaha untuk melawan si pria hitam. Sedangkan Sitang dan Bualya terus
berteriak meminta tolong. Lalu karena takut, si pria hitam pun berlari kabur
darisana. Dan Plerngfah langsung mengejar nya.
“Kamu
bagaimana? Kamu baik- baik saja, kan?” tanya Sitang dengan perhatian kepada
Bualya. Dan Bualya menggangguk pelan.
Plerngfah
berhasil mengejar si pria hitam. Tapi karena si pria hitam mempunyai pisau, dia
pun kesulitan untuk melawan nya. Dan ketika dia menyentuh tangan si pria hitam,
dia terkejut karena melihat laut. Kemudian ketika dia sedang lengah karena itu,
si pria hitam memukul serta menendang nya, lalu kabur darisana.
Plerngfah
dan Sitang menemani Bualya untuk melapor ke kantor polisi. Disana polisi
menanyai, apakah Bualya memiliki konflik dengan siapapun. Dan Bualya menjawab
tidak.
“Bun,
tentang hubungan mu dengan Direktur. Apa mungkin Istrinya mengirim seseorang
untuk melukai mu?” tanya Plerngfah, berbisik pelan.
“Oii … jika
kamu tidak memberitahu siapapun, tidak akan ada yang tahu!” keluh Bualya,
kesal.
Mendengar
itu, Sitang pun menjadi percaya dengan penjelasan Plerngfah sebelum nya.
Bualya tiba-
tiba teringat sesuatu yang aneh. Sebelum si pria hitam ingin menusuk nya, si
pria hitam menaruh minyak di atas dahi nya dan menggumam kan sesuatu yang aneh
seperti doa. Dan itu membuat nya sangat takut. Mendengar itu, Sitang mengajak
Plerngfah untuk keluar dengan nya secara diam- diam.
Ketika sudah
keluar dari ruangan, Sitang memberitahu Plerngfah bahwa sebelum mereka datang
ke stasiun polisi, dia mencium sesuatu dari tubuh Bun. Yaitu aroma cendana, dan
aroma nya terasa tahan lama dan sangat mahal. Menurutnya si pria hitam tidak
mungkin mengoleskan itu ke tubuh korban hanya untuk bersenang- senang. Jadi
pasti ada sesuatu.
“Barusan Bun
bilang bahwa pelaku mengoleskan itu di dahinya dan menggumamkan sesuatu.
Bisakah kamu ingat? Apakah itu melibatkan beberapa doktrin (pengajaran)?” tanya
Plerngfah.
“Sulit untuk
mengenalinya. Menggunakan minyak ensesial adalah bagian dari ritual dan
kepercayaan agama. Itu ada terlalu banyak. Mereka sudah ada sejak ribuan tahun
lalu,” jelas Sitang.
Plerngfah
diam dan berpikir keras, lalu dia teringat akan sesuatu yang lupa diberitahunya.
Saat dia menyentuh si pria hitam, dia melihat sesuatu. Yaitu warna biru gelap
seperti di laut dalam dan dia merasa dirinya sendiri tenggelam ke dalam laut.
Itu sangat tidak nyaman. Tapi dia tidak mengerti apa maksud nya itu.
Dengan
bingung, Sitang berpikir. Tapi dia juga tidak bisa mengerti.
Si pria
hitam naik ke atas gedung tinggi sambil bertelponan dengan seseorang ditelpon.
“Maaf, aku gagal… jangan khawatir, tidak mungkin itu kan bisa melacak kita… aku
akan bertanggung jawab dan akan membayar kesalahan ku kali ini…”
Setelah
selesai bertelponan, si pria hitam membuka hoodie dan masker yang di pakai nya.
Kemudian dia juga melepaskan pakaian nya, dan di tubuhnya tampak penuh bekas
luka lama. Lalu si pria hitam mengambil obor api yang berada di samping nya.
Dan menatap ke arah langit.
“Dewa Gala,
tolong ampuni aku!” teriak si pria hitam. Lalu dia menaruh obor tersebut ke
dada nya sendiri. Dan kemudian petir menyambar serta bergemuruh keras di
langit.
Tags:
Leh Bunpakarn