Note
:
-
Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 07 - 2
Images by : SET TV
Walau berlagak cuek
setelah kepergian Xiao’en, Aoran tidak bisa menutupi ekspresi wajahnya. Qingfeng
saja sampai berkomentar kalau Aoran tampaknya sedang dalam mood buruk. Aoran membantah hal tersebut dan menyuruh Qingfeng
untuk fokus kerja saja.
--
Xiao’en kembali bekerja
di perusahaan dan satu ruangan lagi dengan Qiutian dan Susanna. Mereka berdua
beneran senang karna Xiao’en kembali dan menyambutnya dengan riang. Chuchu
terus memperhatikan mereka dan tampak ingin ikut serta dalam kegembiraan
tersebut. Xiao’en menyadari hal tersebut.
Dan dengan baiknya,
Xiao’en mengajak Chuchu untuk ikut makan siang bersama mereka nanti. Tapi,
Chuchu malah langsung menolak dengan tegas dan bahkan membuat alasan ada urusan
ke departemen akunting.
“Kau lihat sendiri kan?
Bukan kami yang mengucilkannya, tapi dia yang mengucilkan kami,” gerutu
Susanna.
“Benar. Dia itu
anti-sosial,” timpali Qiutian.
--
Tianjian pergi ke tempat kerja
barunya, sebuah ruko yang dari depan tampak tidak terawat. Bagian dalam ruko
lebih parah lagi. Semua barang bertumpuk dan tersusun secara berantakan. Para
pekerjanya juga sudah tua. Yang aneh, satpam yang kerja di sana namanya Paman
Hua, dan tidak bisa bicara. Dalam hati,Tianjian beneran heran, ngapain orang
yang tidak bisa bicara di jadikan satpam? Kalau ada maling, gimana caranya dia
teriak?
Walau merasa canggunng dengan
tempat itu, Tianjian tetap memperkenalkan diri sebagai orang dari pusat. Tapi,
setelah melihat semua pekerja yang ada di sana, Tianjian sadar kalau Mingli
beneran ingin menjauhkannya dari Tianliang Grup.
--
tn. Hu menemui Mingli dan mengemukakan rasa
herannya, kenapa Mingli harus mengirim Tianjian ke pabrik terbengkalai begitu?
Mingli sok bijak menjawab kalau dia hanya ingin Tianjian meningkatkan kemampuan
bekerjannya.
“Kau jelas-jelas tahu kalau di
sana tidak ada apapun. Alasan kenapa Ketua sebelumnya (tn. He) tidak menutup
tempat itu adalah karna dia ingin menjaga para pekerja tua di sana. Dia ingin
menunggu hingga para pekerja itu pensiun, baru kemudian secara bertahap
menutupnya. Dan juga Tianjian adalah manager HRD, kenapa kau tiba-tiba –“
“Itu karna aku takut dia lupa
kalau dia adalah manager HRD dan dia selalu mengerjakan hal lainnya.”
“Aku melihat kalian bertiga
tumbuh. Dan aku benar-benar tidak tahan melihat kalian saling ‘membunuh’ satu
sama lain,” ujar tn. Hu.
Dan pembicaraan mereka harus
terhenti karna Ibu menerobos masuk begitu saja ke kantor Mingli. Dia protes
karna Mingli memindahkan Tianjian ke pabrik yang sudah mau tutup begitu. Apa
Mingli tega melihat adik sendiri menderita begitu? Seolah menuang minyak pada
kemarahan Mingli, Ibu malah bilang kalau Tianjian adalah penerus perusahaan
kelak. Dan dia kan sudah memerintahkan agar Mingli membuat jalan bagi Tianjian,
tapi kenapa malah begini?
“Jika dia punya kemampuan, dia
bisa kembali sendiri kemari,” balas Mingli.
“Aku tidak peduli. Pokoknya, hari
ini kau harus menelponnya kembali! Jika dia tidak kembali, aku tidak akan pergi
dari sini.”
Mingi tidak takut pada ancaman
Ibunya dan malah memerintahkan Qiaozhi untuk membawa satu teko teh karna ibunya
tidak akan pergi dari kantor. Ibu semakin marah dan terus mengikuti Mingli
sambil mengomel.
Diam-diam, tn. Hu tampak
tersenyum simpul.
--
Xiao’en cs baru saja
selesai makan siang dari luar dan begitu kembali ke perusahaan, mereka
berpas-pasan dengan Aoran dan Qingfeng yang mau keluar. Xiao’en berharap kalau
Aoran setidaknya akan menyapanya, tapi Aoran malah terus berjalan melewatinya
dan berhenti di depan Chuchu yang sedang membereskan dokumennya yang terjatuh.
Benar-benar
menjengkelkan mata Xiao’en dkk (termasuk aku. Wkwkw). Dan sepertinya untuk
mempertegas siapa pemeran utama novel ini, kita bisa melihat kalau di bawah
kaki Chuchu dan Aoran ada lingkaran api (yang tidak terlihat siapapun).
Aku beneran nggak tahu
karakter Chuchu yang sebenarnya seperti apa. (Apakah dia beneran polos dan tidak mempunyai niat sama sekali
menarik perhatian Aoran, atau sedari awal dia tidak sepolos yang di kira). Setelah Aoran membantunya
membereskan dokumennya yang jatuh, Chuchu menanyakan apakah Aoran sudah makan
atau belum. Dan saat tahu Aoran belum makan, dia malah menawarkan memberikan
rekomendasi restoran yang sering di bicarakan rekan kerjanya.
Qiutian yang mendengar
ucapannya, berbisik pada Susanna, apakah Chuchu sedang secara tidak langsung
memberitahu CEO kalau mereka suka makan? Apa Chuchu berniat mendapat nilai
lebih dengan menjatuhkan mereka?
“Lebih daripada itu.
Dia secara diam-diam membuat kita terlihat buruk. Tadi dia bilang sering
mendengarkan kita membicarakan restoran. Bukankah sama saja dia mengadukan
kita, bilang kalau kita tidak bekerja dan hanya memikirkan makanan?!” ujar
Susanna kesal.
“Dan itu sama saja
seperti mengadu kalau kita tidak mengajaknya?!” sambung Qiutian, kesal. “Dia
benar-benar beracun.”
Xiao’en setuju pada
mereka kalau Chuchu beneran beracun. Dan yang paling aneh adalah Qingfeng yang
fokus memandang Xiao’en.
--
Xiao’en sedang minum
kopi di pantry. Dia lagi badmood memikirkan nasibnya yang tidak
bisa menjadi pemeran utama. Apalagi mengingat Aoran yang tadi berjalan
melewatinya begitu saja meskipun dia pernah menjadi pengurus rumah tangganya.
Lagi asyik minum sambil
memikirkan nasib, Chuchu lewat di belakangnya dan berjalan ke pantry tanpa bilang apapun, seolah
Xiao’en tidak ada di sana. Xiao’en secara blak-blakan menegurnya, apa tidak mau
menyapa? Eh, Chuchu malah hanya memaksakan senyum dan menganggukan kepala
kecil.
“Cuma gitu aja?” protes
Xiao’en. “Coba kau ulang. Bilang gini : ‘Hai, kebetulan sekali. Kau juga minum
kopi?”” ajarin Xiao’en.
Chuchu mengikuti
ajarannya. Xiao’en memujinya dan mulai mengajari Chuchu yang harus lebih ramah
pada orang lain. Apa Chuchu membencinya? Chuchu dengan cepat menjawab tidak.
“Aku sebenarnya iri
padamu,” ujar Chuchu.
“Iri padaku? Apa kau
salah makan?”
“Beneran. Aku ingin
berteman dengan semuanya. Tapi, aku tidak tahu kenapa malah membuatnya salah
paham.”
Ucapan Chuchu itu
membuat Xiao’en terpikir sesuatu. Jika dia membentuk Chuchu menjadi wanita yang
mandiri, bukankah itu artinya Chuchu tidak memerlukan Aoran untuk selalu
menolongnya lagi?
Dan dengan begitu,
Xiao’en memulai misinya untuk membuat Chuchu menjadi wanita mandiri yang tidak
memerlukan pria lagi.
Untuk melaksanakan
rencananya, Xiao’en membawa Chuchu ke dalam ruang rapat yang kosong. Berdua.
--
Aoran di ruangannya
tampak sangat marah setelah menerima telepon. Yang menelpon adalah satpam yang
memberitahu kalau Xiao’en memaksa Chuchu masuk ke ruang rapat kosong.
“Kau masih mencurigai
Xiao’en?” tanya Qingfeng, tampak tidak suka dengan sikap Aoran.
“Sudah cukup! Aku sudah
salah mempercayaimu. Karna apa yang kau katakan, aku hampir percaya kalau
Xiao’en tidak berbahaya. Aku sudah memikirkannya. Pernyataan cintanya hanyalah
akting untuk menutupi niat buruknya pada Chuchu agar tidak ketahuan. Tunggu
saja. Di hari pertamanya kembali bekerja, aku akan mengungkap sifat aslinya!”
--
Berbeda 180 derajat
dari yang di bayangkan Aoran, Xiao’en sedang mengajari Chuchu caranya
bersosialisasi. Dia memulainya dengan Chuchu yang tadi menolak makan siang
bersama mereka. Dia tahu kalau Chuchu menolak makan bersama karna masalah
keluarga (tidak punya uang) dan membawa bekal sendiri. Tapi, jika selalu
menolak, tentu saja orang-orang akan mengira Chuchu sulit di ajak bekerja sama.
“Jadi apa ada cara lain
untuk menolak ajakan?” tanya Chuchu.
Xiao’en menjawab
lantang kalau Chuchu tidak usah menolak ajakan makan bersama. Dia kan bisa ikut
makan dengan membawa bekalnya. Awalnya, orang-orang pasti akan merasa aneh
melihatnya membawa bekal, dan di saat itulah Chuchu baru beraksi. Chuchu kan
bisa berdalih kalau dia membawa bekal untuk diet dan menarik perhatian pria.
Dengan begitu, orang-orang akan berpikir bahwa bekal lah yang membuat Chuchu
terlihat cantik.
Mendengar penjelasan
Xiao’en, Chuchu beneran terkesan dan memujinya hebat.
Xiao’en masih
menjelaskan lagi. Kalau misalnya jam pulang kerja, terus manager masih belum
pulang, maka Chuchu jangan langsung pulang duluan. Chuchu malah nanya cara
untuk pulang jika dia ada janji penting hari itu. Xiao’en mengajarinya trik
untuk pura-pura batuk dengan keras, dan dia jamin maka Chuchu akan di suruh
pulang.
“Beberapa peraturan di
dalam perkumpulan terkadang tidak masuk akal. Tapi, demi bisa bertahan, kau
harus setidaknya bisa mengerti hal dasarnya. Jika tidak, suatu hari kau akan
menjadi target,” jelas Xiao’en.
Tanpa mereka sadari, di
luar ruangan, Aoran dan Qingfeng mennguping. Qingfeng tampak sangat senang
karna Aoran sudah melihat kan sifat asli Xiao’en (baik). Aoran malah sok
menyangkal dan masih menolak percaya. Dia malah memerintahkan satpam untuk
terus mengawasi Xiao’en dan Chuchu (melalui CCTV) dan kemudian melapor padanya.
--
Chuchu sangat cepat
belajar. Dengan mengikuti arahan dari Xiao’en, dia setidaknya mulai bisa
beradaptasi dengan kehidupan kantor, lebih daripada sebelumnya. Udah gitu,
hubungannya dengan Xiao’en semakin dekat karna Xiao’en sering sekali
membantunya.
Tidak hanya itu,
Xiao’en bahkan membuat Susan dan Qiutian untuk tidak begitu membenci Chuchu
lagi.
--
Aoran melihat laporan
dari pemantauan interaksi Chuchu dan Xiao’en selama beberapa hari ini. Semuanya
tampak normal. Dan bahkan di setiap foto, Chuchu tersenyum senang.
Qingfeng yang ikut
melihat, malah meminta copy-an dari
foto-foto itu. Dia ingin menyimpannya. Tapi, ketika di tanya sama Aoran
alasannya, Qingfeng tidak mau menjawab.
Aoran jelas bingung,
kenapa Qingfeng mau menyimpan foto-foto itu? Foto Chuchu atau foto Xiao’en?
--
Hubungan Chuchu sudah
lebih dekat dengan rekan kerjanya. Hal itu juga di sadari sama Aoran dan
Qingfeng. Qingfeng terang-terangan memuji Xiao’en yang sudah membantu Chuchu
beradaptasi.
“Jadi… itu Zheng
Xiao’en?” tanya Aoran, ragu.
“Foto yang kau ingin
simpan itu.”
Qingfeng tidak menjawab
sama sekali dan hanya tersenyum. Senyum yang membuat Aoran semakin kepo.
--
Chuchu dan Xiao’en
menunggu bus bersama. Sembari menunggu, Chuchu memberikan hadiah pada Xiao’en.
Sebuah box yang ketika di buka isinya ucapan terimakasih.
“Terimakasih atas
bantuanmu. Karenamu, hari-hari di kantor menjadi lebih baik. Aku juga mulai
percaya diri. Aku merasa aku bisa melakukan lebih daripada yang biasanya,” ujar
Chuchu.
Xiao’en balik memujinya
dan memberikannya semangat. Dan rasa senang Xiao’en menjadi lenyap saat Chuchu
menunjukkan tiket masuk taman bermain yang di dapatkannya. Awalnya, Xiao’en
mengira itu untuknya, tapi Chuchu malah bilang kalau tiket itu untuk Aoran. Dia
ingin mengajak Aoran berkencan.
“Karna dukungan darimu,
aku merasa kalau perempuan juga bisa mengambil langkah duluan. Jika bukan
karnamu, kau pasti tidak akan punya keberanian untuk mengambil langkah ini,”
ujar Chuchu, “Bus ku sudah tiba, aku duluan ya! Xiao’en terimakasih banyak.”
Dan begitu Chuchu
pergi, Xiao’en langsung terkulai lemah, “Apakah aku yang membuat semuanya
menjadi semakin runyam?”