Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 07 - 1


Note :
- Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 07 - 1
Images by : SET TV
Chapter 07

Chuchu jelas kaget melihat Xiao’en yang masuk dengan begitu mudahnya ke rumah Aoran, tanpa perlu mengetuk pintu. Xiao’en dan Aoran juga sama kagetnya karna fakta mereka tinggal bersama akan ketahuan oleh Chuchu. Tapi, dengan cepat, Xiao’en berkilah kalau dia tinggal di rumah sebelah dan salah masuk rumah.
“Mengapa kau bisa punya kunci rumah CEO?” tanya Chuchu, tidak bodoh.


Xiao’en tertawa canggung dan sok bingung juga, nanya ke Aoran, apa kunci rumah mereka sama? Tampaknya, tukang kunci memasang kunci yang sama pada pintu rumah mereka.



“Cukup!” hentikan Aoran, “Mau berapa lama kau kira kita bisa menyembunyikan kebenarannya?” ujarnya pada Xiao’en. “Kau sudah melihatnya dan ini sama seperti yang kau pikirkan sekarang. Zheng Xiao’en tinggal bersamaku sekarang.”
Xiao’en beneran kaget dan tidak menyangka kalau Aoran akan mengaku. Chuchu malah natapnya ke Xiao’en, seolah menuntut penjelasannya.
--

Tianjian berdiri di lobby, menatap pesan-pesan yang di tinggalkan para pekerja di dinding, berharap Tianxing segera sadar dan sembuh. Tampaknya, Tianjian mulai menyadari betapa kuatnya posisi Tianxing di perusahaan ini.
--



Yang tidak di duga, Tianjian melakukan konferensi pers. Dia mengundang semua awak media dan mengumumkan kalau sudah di lakukan negosiasi dengan para pekerja yang melakukan demo. Inti dari yang Tianjian sampaikan adalah Tianliang Grup akan berusaha untuk lebih baik ke depannya pada para pekerja dan masyarakat.

  
Chuntian melihat berita konferensi pers dan merasa kagum dengan gen He. Anak pria sangat tampan (Tianjian dan Tianxing) dan anak perempuan sangat cantik (Mingli). Selagi mengagumi ketampanan Tianjian, Chuntian jadi semakin sedih karna tidak ada Xiao’en sekarang.


Jason dan Susanna juga melihat konferensi pers tersebut. Jason merasa khawatir kalau kelak Tianxing sadar, posisinya sudah akan hilang di rebut oleh Mingli dan Tianjian.


“Daripada kau mengkhawatirkan Tianxing, seharusnya kita lebih khawatir mengenai sensasi yang sudah di lakukan He Tianjian,” ujar Susanna.
“Dia kelihatan sangat baik. Apa yang harus di khawatirkan?”
“Menurutmu, kenapa tiba-tiba He Tianjian muncul di permukaan di saat seperti ini? Dan sekarang, dia mulai bertindak. Apa menurutmu He Mingli akan senang?”


Dan tidak perlu menunggu waktu lama untuk tahu jawaban dari pertanyaan Susanna. Karena begitu semua awak media bubar, Mingli segera menemui Tianjian dan menyindirnya yang sangat pandai bicara. Tianjian terang-terangan menyebut Mingli yang pasti sangat marah padanya, tapi apa yang di lakukannya sekarang adalah demi kebaikan Tianliang Grup.


“Marah? Aku tidak marah. Melihat betapa hebatnya kau, aku sebagai kakakmu sangat bahagia. Kenapa pula aku harus marah? Apa kau salah paham?”
“Melihat ekspresimu sekarang, kau kelihatan marah.”
“Bukankah aku memujimu dengan senyuman sekarang ini? Kita tumbuh bersama dari kecil. Dan kau masih belum mengerti diriku?”
“Karna kita tumbuh bersamalah, jadinya aku sangat mengerti diri kakak.”
Mingli masih tetap berlagak tidak marah pada Tianjian. Dia bahkan mengucapkan terimakasih pada Tianjian dan memujinya yang sudah bekerja keras. Dan setelah ucapan baiknya, Mingli menyampaikan sebuah kabar.


“Mulai dari besok, kau secara spesial telah di pindahkan ke departemen lain. Aku harap kau tetap mempertahankan energi yang sekarang dan melanjutkan kontribusi mu pada perusahaan. Semangat!” ujar Mingli dan begitu berbalik pergi, senyum baiknya menghilang.


Tianjian speechless. Dia sadar kalau ini taktik Mingli menyingkirkannya dari kantor pusat.
--




Karna Chuchu sudah tahu yang sebenarnya, maka Xiao’en melakukan tugasnya : pengurus rumah. Dia menyiapkan makanan dan minuman untuk Chuchu yang adalah tamu. Dan tahulah reaksi Chuchu, merasa tidak nyaman dengan sikap Xiao’en dan menyuruhnya untuk tidak terlalu sopan begitu.
Karna sudah menghidangkan cemilan, Xiao’en beranjak pergi. Tapi, dia nggak pergi jauh dan malah menguping.


Aoran menanyakan kondisi kaki Chuchu dan Chuchu bilang, dokter menyuruhnya tiga hari lagi datang ke rumah sakit. Dan karna tahu Chuchu bilang akan pergi dengan bus, jadinya, Aoran menawarkan diri untuk mengantarkannya hingga Chuchu pulih sepenuhnya.
“Tidak usah. Nanti merepotkan kamu,” jawab Chuchu.
“Kau cedera selama kerja. Jadi, perusahaan harus bertanggung jawab,” alasan Aoran.
Chuchu tidak lagi menolak. Kemudian, Chuchu memberikan sesuatu yang sudah di bawanya sedari tadi. Sebuah kantong kertas yang isinya adalah lampu yang di buatnya dari bunga kering. Jadi, ketika listrik mati, Aoran tidak perlu lagi takut gelap (isinya lampu hias gitu).
“Kau sangat pengertian. Terimakasih,” puji Aoran.
Chuchu tersenyum malu mendengar pujian tersebut.


Xiao’en yang sedari tadi menguping, tidak tahan kalau tidak menghentikan adegan romantis yang sedang terjadi. Dan pada akhirnya, dia menghampiri mereka dengan dalih mau membersihkan meja kalau mereka sudah selesai makan.
Chuchu juga akhirnya pamit pulang karna sadar kalau sudah terlalu larut. Seperti yang di duga, Aoran menawarkan diri untuk mengantarkannya. Awalnya, Chuchu menolak, tapi karna Aoran memaksa, maka Chuchu menerima. Xiao’en beneran cemburu mendengar hal itu.



Arggh! Terdengar suara teriakan Chuchu yang terpeleset. Xiao’en bisa menduga apa yang akan terjadi, jadi dia berlari kencang ke arah Chuchu dan bahkan mendorong Aoran yang hendak menangkap Chuchu.
Dan yang terjadi adalah…. Chuchu terjatuh ke atas tubuh Xiao’en dan bibir mereka saling bersentuhan. Wkwkwk, ciuman yang harusnya terjadi pada Aoran, malah terjadi pada Xiao’en
--



Aoran mengantarkan Chuchu pulang. Begitu turun dari mobil, Chuchu mengucapkan terimakasih. Dan entah karna apa, mereka saling menatap. Suasana menjadi intens. Aoran memegang kepala Chuchu dan perlahan mendekatkan wajahnya. Chuchu tidak sepolos yang di duga, karna dia tahu apa yang hendak Aoran lakukan, sehingga dia menutup matanya dan ikut memajukan wajahnya. Dia menanti ciuman dari Aoran.



Sayangnya, Aoran melihat sedikit luka di sudut bibir Chuchu dan itu jadi mengingatkannya dengan adegan ciuman Chuchu dan Xiao’en tadi. Feel –nya pun hilang dan dia tidak jadi mencium Chuchu. Chuchu juga tampak kecewa karna gagal berciuman dengan Aoran.
--


Xiao’en bersiap tidur, tapi matanya tidak mau terpenjam sedikitpun. Apalagi, bibir nya masih terasa sakit karna Chuchu terjatuh begitu keras ke atasnya.
--




Aoran baru saja pulang dan tampaknya dia mencari Xiao’en di dapur. Dia merasa khawatir pada Xiao’en yang berencana merusak hubungannya dengan Chuchu, tapi malah berakhir menyakiti diri sendiri.
Aoran mengambil kotak P3K dan mau memberikannya pada Xiao’en, tapi entah kenapa, dia malah mengurungkan niatnya tersebut.
--


Chuntian datang ke rumah sakit untuk menjaga Xiao’en. Dia beneran sedih karena Xiao’en masih belum sadar juga dan dia merasa sangat kehilangan teman baik seperti Xiao’en.

 Ketika asyik bicara dengan Xiao’en, Chuntian menyadari kalau bibir Xiao’en terluka.
“Apa-apaan sih rumah sakit ini? Bagaimana bisa kau terluka padahal hanya berbaring di ranjang?!” kesal Qiuitan sambil memakaikan obat yang di bawanya ke bibir Xiao’en. “Oh ya, aku tadi menonton konferensi pers dan baru tahu kalau ada orang yang bernama He Tianjian di keluarga He. Penampilannya juga terlihat sangat baik. Cepatlah bangun. Kemudian kita pergi membeli kamera drone bersama lagi.”
--

Aoran lagi galau, jadi dia meminta waktu Qingfeng untuk bicara. Mengenai hal pribadi.
“Mengenai pernyataan cinta Xiao’en?” tebak Qingfeng.
“Kok kau bisa tahu?” kaget Aoran.
“Dia tidak gila. Dia serius dengan pernyataannya.”


Aoran masih setengah tidak percaya dan nanya darimana Qingfeng bisa tahu kalau Xiao’en serius? Dengan serius, Qingfeng bilang kalau dia bisa merasakannya. Aoran malah kesal karna Qingfeng tahu Xiao’en menyukainya sedari awal, tapi kenapa tidak memberitahunya?
“Jika dia saja tidak bilang apapun, kenapa aku harus bilang?” balas Qingfeng.
“Jadi kau mengirimnya ke rumahku untuk membantunya?”
“Ya dan tidak. Dia tahu cara memperbaiki toilet kan?” jawab Qingfeng.
Aoran masih saja curiga pada Xiao’en, apalagi Xiao’en menguntitnya sampai ke resort. Qingfeng langsung memberitahu saat itu juga kalau Xiao’en jugalah yang membawa Aoran ke rumah sakit. Aoran beneran kaget dan memberitahu Qingfeng kalau dia mengira Xiao’en ke sana untuk menganggu Chuchu.
Qingfeng tampak marah, “Seburuk apakah kau menilainya?”
“Tapi—dia tidak baik pada Chuchu. Kau tidak bisa membantah hal itu.”
“Itu benar kalau ada beberapa tindakannya yang sulit di mengerti. Tapi, apa kau ada memikirkan alasan kenapa dia tidak mau kau tahu kalau dia yang membawamu ke rumah sakit?”
“Kenapa?”
“Karena dia takut kau akan merasa terbebani,” jawab Qingfeng, menyadarkan Aoran. “Aoran, kau boleh tidak menerima perasaannya, tapi jangan pertanyakan ketulusannya. Dia beneran bukan orang jahat. Mungkin, kau yang sudah salah paham pada Zheng Xiao’en sedari awal. Kau hanya belum menyadarinya saja.”
Walau sudah mendengarkan perkataan serius Qingfeng, Aoran masih saja ragu akan perasaan Xiao’en padanya.
--

Hm, tidak di duga, Chuchu menelpon Xiao’en dan mengajaknya bertemu di sebuah café. Dan begitu Xiao’en tiba, dia malah memasang muka sedih (maaf, tapi kok kesal ya? Entah kenapa tidak bisa suka sama karakter Chuchu, padahal dia kan pemeran utama di novel CEO, You’re So Naughty). Chuchu memulai pembicaraan dengan bertanya, sudah berapa lama Xiao’en bekerja di rumah CEO? Xiao’en menjawab jujur kalau dia mulai bekerja di sana, dua hari setelah di pecat.
“Apa tidak lelah kerja di rumah CEO?” tanyanya lagi.
“Aiyaa, semua kerja pasti melelahkan. Belum lagi dia sangat kritis. Maksudnya, dia punya banyak peraturan. Tapi kalau sudah terbiasa, baik-baik aja kok.”
 “Kau… apa kau menyukai CEO?”
Xiao’en tertawa canggung mendengar pertanyaan mendadak tersebut. “Aku suka. Aku menyukai CEO,” jawabnya serius.
Chuchu kembali memasang wajah seolah miliknya sudah di rampas. Wajah tertindas gitu.

“Di dalam perusahaan, siapa sih yang nggak suka sama CEO?” lanjut Xiao’en, sok cuek. “CEO mempunyai uang dan dia tampan, kan?”
“Itu benar. Tapi aku merasa kau mempunyai perasaan berbeda.”
Xiao’en menyangkal hal itu. Dia berbohong kalau dia sama seperti yang lainnya, hanyalah fans Aoran.
“Kenapa kau bertanya?” tanya Xiao’en.
“Aku suka sama CEO. Tapi, kau sangat baik padaku. Jadi, setiap kali aku terlalu dekat dengannya, aku merasa bersalah padamu,” jawabnya, menangis.
Xiao’en malah merasa tidak enak dan menyuruh Chuchu untuk tidak usah merasa bersalah padanya. Kan CEO yang menyukai Chuchu, bukan Chuchu yang memaksa CEO untuk dekat padanya.
“Lalu, apa aku boleh tetap menyukainya?” tanyanya lagi. “Apa kau akan mendukung kami?”


Xiao’en tampak terluka dengan pertanyaan tersebut. Tapi, Xiao’en adalah orang yang terlalu memikirkan perasaan orang lain dan menyembunyikan perasannya sendiri. Dengan sedih, dia menganggukan kepala. Siapapun bisa melihat perasaan Xiao’en yang sebenarnya, tapi Chuchu seolah buta atau menutup mata, malah mengucapkan terimakasih karna Xiao’en mendukungnya.
--



Aoran terus saja memperhatikan Xiao’en dengan tajam. Sepertinya, dia ingin tahu apakah Xiao’en beneran menyukainya atau tidak. Tentu saja, tatapan tajam Aoran itu membuat Xiao’en merasa tidak nyaman. Bahkan saat makan pun jadi terasa canggung.

Xiao’en mengira Aoran menatapnya karna masih marah dia sudah mencuri ciumannya dari Chuchu. Karna mereka terus diam, jadinya, hanya ada kesalahpahaman.

Begitu selesai makan, Aoran menyuruh Xiao’en untuk ke ruang kerjanya setelah selesai membersihkan dapur.
--


Di ruang kerja,
Aoran mulai membahas pernyataan cinta Xiao’en. Dia bisa mengerti perasaan Xiao’en padanya, tapi dia sudah menyukai orang lain. Dan karna itu, dia memberikan sebuah amplop tebal.
“Ini adalah hal yang paling kau sukai dariku,” ujar Aoran.

Xiao’en dengan bingung menerima amplop itu dan memeriksanya. Isinya segepok uang. Xiao’en beneran terkejut.
“Terimakasih karena sudah menjagaku selama beberapa waktu ini. Tapi aku merasa di situasi saat ini, tidak pantas bagi kita untuk tinggal bersama. Itu gajimu dan bonus.”


  
Xiao’en bingung harus bereaksi bagaimana dengan situasi dan uang di tangannya. Dan keputusannya adalah dia mengembalikan uang itu pada Aoran, kemudian berlutut sambil menangis. Dia mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mempermainkan perasaan Chuchu lagi. Dia beneran minta maaf dan jangan di pecat. Dia membutuhkan pekerjaan ini. Aoran tidak tega dan mau memperkerjakannya kembali.

Hahahaha, tapi tadi itu hanya bayangan Xiao’en saja. Dia sudah menyiapkan diri untuk memaksakan diri menangis. Tapi, sayangnya, kakinya menolak untuk berlutut di hadapan Aoran.
“Perasaanku tidak bisa di ukur dengan uang,” tegas Xiao’en, akhirnya tidak melakukan hal yang sudah di bayangkannya.

Usai mengatakan itu, Xiao’en pun pergi keluar sambil di dalam hati, merutuki dirinya sendiri karna tidak bisa memohon. Eh, Aoran memanggilnya dan memberitahu kalau mulai besok Xiao’en bisa kembali bekerja di departemen pemasaran.
“Aku tidak memecatmu. Hanya saja tidak pantas bagimu untuk tinggal di rumahku. Pergilah bekerja di perusahaan besok? Tapi, itu bukan berarti aku mempercayaimu. Aku akan terus memperhatikanmu. Kau sebaiknya terus menjaga jarak dari Chuchu,” peringati Aoran.

“Kau mau aku kembali ke kantor dan ingin aku menjaga jarak darinya,” gerutu Xiao’en. “Baiklah, tidak masalah.”



Tapi, Xiao’en tidak bisa menyembunyikan keinginan hati. Pas berjalan keluar ruangan, dia masih saja terus melirik ke amplop uang yang di kembalikannya tadi. Aoran sadar akan hal itu dan memberikan amplop itu padanya. Xiao’en tanpa ragu langsung mengambilnya dan bergegas keluar.

Tingkah Xiao’en itu membuat Aoran semakin ragu akan perasaannya dan mengira Qingfeng sudah membohonginya.
--
Xiao’en mengepack semua barangnya ke dalam koper. Dia bersiap untuk pergi. Walau begitu, langkah nya terasa berat. Dia terus saja teringat kenangan yang ada di rumah itu, termasuk semua peraturan yang pernah Aoran katakan padanya.



Xiao’en tidak mau pergi begitu saja dan memutuskan untuk mengosongkan semua isi yang ada di kulkas Aoran, sama seperti saat pertama kali dia datang. Dengan tekad itu, Xiao’en mulai memasak banyaaaak sekali makanan.

Cetreeek!! Lampu mendadak mati. Xiao’en mulai berlarian panik ke lantai atas sambil berteriak menyuruh Aoran untuk tidak khawatir. Tapi, begitu tiba di atas, Aoran sudah memegang lampu pemberian Chuchu kemarin dan tidak tampak sama sekali ketakutannya.
“Maaf,” ujar Xiao’en dan berbalik pergi.
“Kau mau kemana?”
“Memperbaiki listrik,” jawab Xiao’en, dengan nada rendah.
“Aku—“
“Tidak perlu,” potong Xiao’en. “Boss sudah ada lampu mawar itu. Aku yang akan mengurus listriknya.”
Dan yang aneh, wajah Aoran malah tampak bersalah dan sedih. Tidak ada raut senang karna lampu yang Chuchu berikan berguna.

Xiao’en menaikkan kembali tombol listrik yang lompat. Dan dalam sekejap semua lampu kembali menyala. Wajahnya terlihat sedih. Dia beranjak, mau memberitahu Aoran. Aoran pun beranjak mau turun menemui Xiao’en. Tapi, mereka berdua malah berhenti di ujung tangga masing-masing (Xiao’en di ujung tangga bawah dan Aoran di ujung tangga atas).
“Sudahlah. Lampu sudah nyala, dia pasti tahu,” ujar Xiao’en di dalam hatinya.




Tanpa Xiao’en ketahui, Aoran ada di atas, mendengar suara langkah kakinya. Aoran bahkan meletakkan begitu saja lampu pemberian Chuchu di atas kasur. Tampaknya, dia menanti Xiao’en dengan ceria menemuinya kembali.
Tapi, hati Xiao’en begitu sakit, “Hati CEO sudah di ambil Chuchu. Bahkan jika aku tinggal di sini, aku tidak akan mendapatkan cinta CEO,” ujarnya sedih.


Dengan menahan air matanya, Xiao’en menghabiskan semua makanan yang di masaknya sebelum lampu mati tadi. Walau begitu, semua makanan itu tidak bisa menghilangkan rasa sakit patah hatinya. Di makanan terakhir, Xiao’en tidak bisa menahan air matanya untuk turun. Dia makan dengan terisak.
Pada akhirnya, Xiao’en beneran pergi dari rumah CEO, di hari yang masih begitu subuh.

Di saat Xiao’en sudah pergi, CEO baru turun dari lantai atas. Kekosongan di rumahnya, bisa terasa. Tidak ada lagi suara ribut Xiao’en yang akan menyambutnya di pagi hari.
Kain  lap yang masih terjemur, seolah menjadi saksi bisu kepergian Xiao’en dari rumah itu.


Post a Comment

Previous Post Next Post