Note
:
-
Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 08 - 1
Images by : SET TV
Chapter 08
Seperti biasanya, kedatangan Aoran
ke kantor terasa sangat indah bagi Qiutian dan Susan. Mereka sibuk mendatangkan
ketampanan Aoran.
“Ada kabar baik dan buruk. Yang
mana yang mau kalian dengar duluan?” tanya Xiao’en pada mereka.
“Apa berita baiknya?”
“Suasana hati CEO akan sangat baik
hari ini.”
“Kau akan segera tahu.”
Dan sedetik kemudian, Chuchu muncul sambil menyapa Aoran dan Qingfeng. Qingfeng langsung nanya, apa Chuchu mau kasih cookies lagi? (wkwk, kok kesannya kayak menyindir ya?).
“Hari ini… aku,” ujar Chuchu
malu-malu, “Aku memenangkan dua tiket taman hiburan. Apa CEO punya waktu luar
dan mau pergi bersamaku?”
Qiutian dan Susan kaget dan mulai merapal mantra agar CEO menolak tiket tersebut. Tapi, percuma saja. Aoran menerima tiket Chuchu dan mau pergi bersamanya. Walau sudah tahu hal itu akan terjadi, hati Xiao’en tetap saja merasa sakit. Dia memilih pergi daripada melihat kebersamaan Aoran dan Chuchu lebih lama lagi.
Dan hal itu di sadari oleh Qingfeng
yang sedari tadi hanya memperhatikannya.
--
“Hanya kau dan Chuntian yang peduli
akan perasaanku,” ujar Xiao’en.
Xiao’en tidak bisa menjelaskan apapun. Dia hanya bisa menyuruh Qingfeng untuk pergi dan memberikannya waktu sendiri. Dia juga berkata dengan yakin kalau dia tidak kenapa-napa.
“Tapi kau tidak tersenyum.”
“Tidak ada orang yang setiap hari
berada dalam suasana hati bagus,” balas Xiao’en. “Penulis benar-benar tidak
memberikan kesempatan sama sekali padaku. Dan sekarang bahkan tidak mau
membiarkanku waktu sendirian. Aku sudah terbiasa dengan cerita klise novel
romantis, tapi sekarang, kelihatannya aku mati tercekik karena keklisean itu.
Tidak peduli sekeras apapun aku berusaha, aku tidak bisa melewati pemeran
utamanya,” gerutu Xiao’en, lebih kepada dirinya sendiri.
Qingfeng walaupun tidak mengerti apa maksud ucapan Xiao’en sedikitpun, tapi bisa merasakan betapa terlukanya hati Xiao’en melihat Aoran dan Chuchu yang semakin dekat. Karna itu, ketika Xiao’en merebut kembali majalah dari tangannya dan menutupi wajahnya dengan majalah itu, untuk menutupi air matanya, Qingfeng paham kalau Xiao’en sekarang membutuhkan waktu menenangkan diri.
Setelah mendengar langkah kaki Qingfeng yang menjauh, Xiao’en melepaskan majalah itu. Dia mengingat pertemuan pertamanya dengan Aoran, kemudian kesalahpahaman Aoran, penilaian negatif Aoran pada dirinya dan terakhir saat Aoran menyuruhnya pindah dari rumahnya.
“Chuntian. Aku sangat merindukanmu! Aku tidak mau di dunia ini lagi. Aku ingin kembali ke dunia nyata,” ujarnya, penuh kesedihan.
--
Dan karena itu, Xiao’en langsung mandi dengan masih menggunakan pakaian lengkap. Kemudian, dia pergi berjalan-jalan keluar tanpa mengganti baju sama sekali. Dia ingin membuat dirinya sendiri demam. Begitu merasa dirinya sudah panas, Xiao’en mengetest suhu badannya dengan termometer yang sudah di bawanya. 40 derajat Celcius.
Dengan langkah gontai, Xiao’en memaksakan diri kembali ke rumah. Dia berhasil tiba di rumah tanpa tumbang. Tapi, begitu memasuki rumah, tubuhnya tidak kuat lagi dan akhirnya jatuh pingsan.
“Akhirnya… aku bisa kembali
pulang,” ujarnya sebelum pingsan.
--
Krringgg!
Suara jam weker yang berbunyi keras membangunkan Xiao’en dari tidurnya. Begitu sadar, Xiao’en dalam keadaan bingung. Apa dia sudah kembali? Apa itu artinya dia tidak akan pernah kembali bertemu dengan Situ Aoran? Ah, tidak, tidak masalah tidak melihatnya lagi.
Xiao’en kemudian bangkit dari tempat tidur dan pergi ke ruang tamu. Tapi, seseorang yang ada di ruang tamu, membuat Xiao’en sangat shock, menyadari yang terjadi.
“Kenapa kau bisa di sini? Tidak. Ini pasti halusinasi,” ujarnya berusaha menyangkal kalau dia belum kembali ke dunia nyata. Matanya juga mulai berkaca-kaca.
“Apa kau baik-baik saja? Kemarin malam kau tidak menjawab telepon, membuatku khawatir. Jadi, aku memutuskan mampir. Syukurlah aku menemukanmu tidak lama setelah kau pingsan.”
“Aku mau pulang,” tangis Xiao’en,
terisak-isak.
Tangisan yang juga membuat Qingfeng ikut merasa sedih. Dan terlihat kalau api mulai muncul dan membakar Qingfeng, seolah pertanda bahwa karakter Qingfeng mungkin sudah diluar dari kendali penulis.
--
Tianjian hanya bisa menghabiskan waktu bermain hp karna tidak ada pekerjaan yang bisa di kerjakan. Tapi, sudah seminggu berlalu, mau sampai kapan Mingli marah padanya?
Lagi memikirkan itu, dia mendapat telepon dari Ibu yang curhat mengenai Mingli yang masih saja marah. Dia sudah berulang kali mencoba bicara dan menggunakan berbagai metode untuk membujuknya : mulai dari menangis, merengek dan masih banyak lagi, tapi tidak ada gunanya.
Ibu malah tidak merasa ada yang salah dan
tidak mengerti alasan Mingli marah. Dia merasa Tianjian sudah melakukan hal
baik dengan menyelesaikan permasalahan demo itu. Bahkan sekarang ini, setiap
dia kemana saja, dia mendengar orang-orang memuji Tianjian dan itu membuatnya
sangat bangga. Sekarang, orang-orang tahu kalau di keluarga He juga ada yang
namanya He Tianjian.
Tianjian, tanpa di duga, sangat senang
mendengar laporan ibunya mengenai orang-orang yang memujinya.
Pembicaraan mereka terhenti karna kedatangan tn. Hu. Dia datang menemui Tianjian. Berdua mereka menggosipi Mingli. Anehnya, entah kenapa, tn. Hu seolah terus bicara agar Tianjian menggantikan posisi Mingli.
--
Mingli pergi ke rumah sakit menjenguk Tianxing. Sementara dia di dalam kamar rawat Tianxing, dia memerintahkan Qiaozhi untuk berjaga di depan pintu. Mingli sangat ingin mematikan semua alat pendukung hidup Tianxing, tapi dia tidak sanggup melakukannya. Kenapa?
“Apa gunanya kau mati? Awalnya, aku mengira kalau kau tidak ada, Tianliang akan menjadi milikku. Tidak di sangka, setelah kau pergi, monster dan iblis lainnya muncul. Aku baru sadar kalau kau tidak boleh mati. Jika kau selamat, keluarga He akan mempunyai dua putra dan satu putri. Jika kau mati, keluarga He hanya akan mempunyai satu putra yang tersisa. Untuk pertama kalinya, aku tersadar kalau tujuan terbesar hidupku sebagai He Mingli adalah melenyapkan mu dan membentuk jalan untuk adikku,” sesal Mingli.
--
Qingfeng membawa Xiao’en untuk memancing di laut. Kegiatan yang sangat membosankan. Xiao’en bahkan heran di bawa ke sana. Bukankah ini novel romantis? Harusnya dia di bawa menaiki jet pribadi dan pergi melihat aurora di Iceland. Atau kalau tidak, bawa dia liburan ke pulau Nanyang. Atau mungkin, memesan seluruh toko departemen store dan mengizinkannya puas berbelanja secara gatis.
“Peace, okay?” balas Qingfeng. (Maksudnya, dia di bawa ke pantai
agar merasa damai).
“Sudah cukup. Jangan menyiksa
dirimu sendiri lagi,” pinta Qingfeng.
“Apa kau tidak penasaran dengan
yang mereka lakukan?”
Sayangnya, Xiao’en hanya lebih
terfokus membayangkan kencan Aoran dan Chuchu. Dan itu membuatnya semakin
rendah diri.
“Mau bagaimanapun, aku tidak bisa mengalahkan Chuchu,” ujar Xiao’en, sedih dan menangis. “ZHENG XIAO’EN! Kau sangat menyedihkan! Aku sangat ingin memelukmu sekarang,’ teriaknya kepada laut.
“Sudah cukup!!!!” teriak Qingfeng,
tampak kesal melihatnya menangis terisak-isak.
“Maafkan aku. Aku keterlaluan. Kau
pasti juga merasa terluka.”
--
--
Qingfeng menemui Aoran dan memberitahu kalau Xiao’en sekarang sedang pergi mencari Chuchu, jadi tunggu saja kabar darinya. Aoran hanya menanggapi dengan datar. Qingfeng heran melihat reaksinya yang biasa saja dan tidak tampak seperti orang yang sudah menunggu lama.
--
Xiao’en tiba di depan rumah Chuchu. Saat di ketuk, tidak ada respon dari siapapun dan pintu rumah dalam kondisi terbuka. Karena khawatir, Xiao’en mengintip ke dalam, tapi keadaan rumah sangat berantakan seperti baru di obrak abrik.
--
Operasi segera di lakukan. Chuntian tiba di sana dengan panik dan meminta penjelasan mengenai yang terjadi. Tapi, suster juga tidak mengerti dengan yang terjadi dan meminta Qiutian untuk menunggu sementara mereka berusaha menyelamatkan Xiao’en.
“Apa yang salah dengan rumah sakit ini sih!
Hanya berbaring saja bisa terluka begini,” gerutu Chuntian.
Chuntian beneran takut terjadi sesuatu pada Xiao’en dan terus berdoa. Sementara itu, di ruang operasi, detak jantung Xiao’en tiba-tiba saja menghilang hingga dokter harus menggunakan alat pacu jantung.
Bsstt!
Xiao’en membuka matanya merasakan sengatan di kulitnya. Di depannya ada Chuchu yang menanyakan keadaannya. Xiao’en masih merasa bingung dengan yang terjadi. Chuchu yang menjelaskan sambil meminta maaf. Adiknya memukuli kepala Xiao’en karna mengira Xiao’en adalah orang yang di kirim rentenir.
Chuchu menjelaskan mengenai rentenir yang memperingati akan menghancurkan rumah mereka jika tidak bisa membayar kembali pinjaman mereka.
--
“Aku khawatir mengenai Chuchu.
Tapi, di samping rasa khawatir, ada perasaan aneh lain,” cerita Aorana.
“Aku sudah mengenalmu sangat lama
dan tidak pernah melihatmu seperti ini. Ini pertama kalinya kau tidak tahu apa
yang kau rasakan.”
“Aku ada beberapa pertanyaan. Aku suka Chuchu, jadi wajar jika aku menantikan kencan ini. Ketika Chuchu tidak datang, aku harusnya merasa kecewa, marah, depresi atau sejenisnya. Yang jelas, pasti emosi negatif.”
“Benar. Masuk akal.”
“Aku merasa sedikit kecewa, tapi…
sekarang setelah yakin dia tidak datang, aku merasa sedikit lega. Apa itu
wajar? Ini perasaan aneh yang tidak bisa ku jelaskan. Kenapa aku jadi gini?”
Qingfeng juga merasa aneh. Dia berusaha memecahkan perasaan gundah yang Aoran alami dengan bertanya, apa alasan Aoran menyukai Chuchu? Aoran menjawab alasannya karna Chuchu orang yang peduli, hangat, baik, lemah lembut, elegant dan sopan juga selalu memikirkan orang lain.
“Kenapa kau nanya? Apa alasan ku menyukai
Chuchu itu penting?”
“Alasannya tidak penting. Karna jika penulis mau kau menyukainya, kau akan menyukainya,” jawab Qingfeng, mengulang jawaban Xiao’en padanya waktu itu.
“Apa yang kau katakan? Aku tidak
mengerti.”
“Aku juga tidak mengerti waktu itu.
Tapi sekarang, aku sudah mengerti.”
Aoran makin bingung, tapi Qingfeng
tidak mau menjelaskan apapun.
--
“Oh, jadi kau mau bilang, dia berbaring dan
tiba-tiba saja berdarah? Apa itu masuk akal?”
“Aku tahu kalau ini terdengar tidak masuk
akal. Tapi, sekarang ini, kami tidak bisa menemukan alasan lainnya.”
--
Pada akhirnya, Xiao’en membawa Chuchu dan adiknya ke rumahnya. Dia menyuruh mereka untuk sementara tinggal di tempatnya. Chuchu merasa tidak enak karna akan merepotkan Xiao’en. Xiao’en tidak masalah karna toh mereka juga tidak bisa pulang karna para rentenir. Jika mereka pulang dan malah di culik, maka akan lebih merepotkan lagi. Lebih baik tinggal dengan nyaman di rumahnya saja.
Xiao’en kemudian menanyakan, kenapa Chuchu tidak bilang saja pada CEO mengenai kondisi keluarganya? CEO pasti akan membantunya karna masalah uang adalah masalah kecil baginya. Dengan tegas, Chuchu menjawab kalau dia tidak mau masalah keluarganya menjadi beban CEO.
Chuchu menolak dengan tegas. Tapi, Xiao’en beneran mau membantu. Dia memberikan segepok uang ke tangan Chuchu dan berkata itu untuk biaya obat ayahnya. Chuchu merasa sangat segan dan menolak uang itu. Dia bahkan mau cari uang dengan kerja sambilan. Xiao’en malah melarang karna Chuchu pasti nanti di ikuti rentenir.
“Jangan khawatir. Aku yang akan
mengurus biaya lainnya,” ujar Xiao’en percaya diri.
Chuchu terharu dan menangis. Xiao’en jadi panik dan berkata kalau uangnya itu hanya di pinjamkan dan nanti Chuchu harus membayarnya kembali. Karna itu, Chuchu tidak usah merasa terharu karna dia tidak sebaik itu juga.
Chuchu beneran bersyukur punya
teman seperti Xiao’en. Dia berjanji akan mengembalikan uang Xiao’en. Adik
Chuchu juga sangat berterimakasih dan janji akan mengembalikan uang itu juga.
Xiao’en menasehati adik Chuchu untuk belajar dengan benar. Setelah lulus dan mulai bekerja, harus memperlakukan Chuchu dengan baik. Karna demi mereka, Chuchu sudah sangat kesusahan.
“Xiao’en, kau beneran teman yang
baik. Jika suatu hari kau butuh bantuan, kau harus memberitahuku jadi aku punya
kesempatan untuk membantumu,” ujar Chuchu.
--
Qingfeng mendapat telepon dari Xiao’en yang memberitahu alasan Chuchu tidak datang adalah karna sakit (ini Xiao’en yang bohong). Selama Qingfeng bicara dengan Xiao’en, Aoran terus menguping, mau dengar.
Xiao’en bohong pada Qingfeng kalau
Chuchu sakit pneumonia. Dan kalau sudah sembuh, Chuchu sendiri yang akan
menghubungi Aoran.
“Kalau Chuchu sakit pneumonia,
bukankah Zheng Xiao’en juga harus berhati-hati?” tanya Aoran, khawatir pada
Xiao’en.
“Benar. Bagaimana bisa aku lupa hal
penting itu? Bagaimana kalau kau sampaikan langsung?”
Ya udah, karna Aoran tidak mau
ngomong, Qingfeng yang ngomong sama Xiao’en. Di akhir pembicaraan, Qingfeng
menyuruh Xiao’en untuk mengabari kondisinya terus.
Wkwkwk, anehnya, Aoran malah tampak cemburu saat tahu Qingfeng dan Xiao’en sering teleponan. Qingfeng malah memanasi kalau dia kan yang dulu Aoran tugaskan untuk mengawasi Xiao’en, jadinya mereka akrab. Walau sudah di sindir sama Qingfeng, Aoran terus saja membantah kekhawatirannya mengenai Xiao’en.
--
Chuchu dan adiknya sudah tidur
lelap. Hanya Xiao’en yang belum tidur.
“Sikap impulsif malah membuatku jadi gini. Kenapa aku tidak menampar diriku sendiri?! Aku tidak nyangka bilang mau membantunya melunasi utang. ‘Uang bukan masalah’. Masalahnya, aku nggak punya uang. Apa aku udah gila ya?! Dimana aku bisa menemukan uang?” gerutu Xiao’en, memarahi dirinya sendiri.
Tags:
Lost Romance