Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 09 - 1


Note :
- Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 09 - 1
Images by : SET TV
Chapter 09


Xiao’en sangat terkejut dengan ucapan Qingfeng dan genggaman tangannya. Seolah belum cukup, Qingfeng kembali menambahkan kalau dia menyukai Xiao’en yang sekarang : ceria, ribut, suka membuat masalah dan menatap tajam padanya.
“Kau sudah menangis tiga kali di depanku. Kelak, kau harus ribut dan membuat masalah seperti yang kau lakukan sekarang. Kau tidak di izinkan untuk menangis lagi, okay?”
“Terimakasih,” ujar Xiao’en, tulus. “Kau selalu di sisiku di saat aku sangat membutuhkannya.”
Hari ini, bersama dengan Qingfeng, Xiao’en tampak jauh lebih berbahagia.
--


 Begitu pulang, Chuchu menyambutnya dengan sangat ramah. Dia sudah memasakan sup ayam juga dan menyuruh Xiao’en untuk makan dulu. Xiao’en tampaknya sangat kelaparan hingga dia meminta tambah setelah menghabiskan semangkuk sup.
Chuchu memberitahu kalau biasanya setiap pulang kerja, dia akan menjaga ayahnya di rumah sakit, tapi sekarang dia gantian sama adiknya. Dan juga, adiknya sudah dapat kerja sambilan juga, jadi Xiao’en tidak akan terlalu lelah.
“Kerjaan apa yang tidak lelah sih? Aku kan sudah bilang, masalah uang serahkan padaku. Kalian tidak perlu khawatir.”

Chuchu tersenyum mendengarnya. Dia kemudian memberikan sekotak vitamin B untuk Xiao’en. Xiao’en ingat dengan kotak vitamin itu, sama dengan yang di minum Aoran, cuma bedanya punya Aoran kotaknya warna biru.

Selagi Xiao’en menikmati sup-nya, Chuchu malah cerita kalau tadi dia bertemu dengan CEO. CEO tidak marah walaupun dia sudah membuat CEO menunggu waktu itu. Untunglah. Tapi, apa yang Xiao’en katakan pada CEO waktu itu ya? Soalnya CEO juga nanya mengenai Xiao’en.
“Apa yang dia tanya?” tanya Xiao’en, antusias.
“Dia kelihatannya sangat khawatir kalau kau akan menyebarkan pneumonia ke rekan kerja lainnya, jadi dia bertanya padaku untuk memastikan apakah kau sakit atau tidak.” (Uh, kesel. Kan nggak gitu maksud Aoran).
 Jawaban Chuchu itu membuat Xiao’en jadi salah paham. Dia jadi sedih karna merasa di mata Aoran, dia hanyalah penyebar virus.
“Aku rasa bukan gitu maksudnya. Xiao’en, kau jangan salah paham ya,” pinta Chuchu. (makin kesal euy. Harusnya jangan di sampaikan kalau tidak mau Xiao’en salah paham).
Walau Chuchu bilang gitu, Xiao’en tetap saja sudah salah paham pada maksud Aoran sebenarnya. Selera makannya juga jadi lenyap. Dia memilih menyudahi makan dan mandi.
--



Esok harinya,
Xiao’en memulai rutinitasnya dengan sangat-sangat padat. Di pagi hingga sore, dia akan bekerja di kantor. Kemudian, di malam hari dia akan bekerja d café. Dan ketika pulang, hari sudah sangat larut dan dia hanya bisa tidur sebentar. Terkadang, Xiao’en bahkan tertidur saat sedang makan malam.
Karna kesibukannya itu, Xiao’en jadi tidak punya waktu memikirkan hal lain.
--

Suatu hari, Qingfeng mencari Xiao’en ke ruang kerjanya. Xiao’en tidak ada di tempat dan Qiutian memberitahu kalau Xiao’en sedang pergi memfoto copy dokumen.

Qingfeng segera pergi ke ruang fotocopy. Dia menemukan Xiao’en yang tertidur di samping mesin fotocopy. Demi agar Xiao’en bisa tidur sedikit lebih lama, Qingfeng sampai berjaga di depan ruangan dan berbohong pada yang mau fotocopy kalau mesinnya sedang rusak.
--
Xiao’en terlalu sibuk bekerja hingga dia tidak sadar saat Aoran berdiri di hadapannya. Jangankan Aoran, Qingfeng yang berjaga di depan pintu saja tidak kelihatan sama Xiao’en yang kembali terburu-buru ke ruangannya.


Aoran tampaknya mulai tertarik pada Xiao’en, toh buktinya ketika Xiao’en melewatinya begitu saja, dia malah tampak resah. Dia dengan sengaja berdiri di depan ruangan hingga Xiao’en melihatnya. Dan begitu Xiao’en mau menemuinya, Qingfeng malah muncul dan memberikan pekerjaan hingga Xiao’en tidak ada waktu menemui Aoran.
--


 Aoran tampaknya beneran khawatir sama Xiao’en yang mengacuhkannya. Buktinya saja saat dia mendengar Qingfeng menelpon Susan untuk mengambil dokumen ke ruangannya, Aoran langsung menawarkan diri untuk mengantarkan dokumen itu pada Susan.
“Apa urusanmu hingga mau ke bawah?” interogasi Qingfeng. “Ah, kau mau melihat Chuchu?”
Aoran tidak menjawab dan hanya tersenyum tipis.
--

Bukan hanya Aoran saja yang bingung, Susan dkk juga bingung + takut saat Aoran yang turun sendiri mengantarkan dokumen padanya. Udah gitu, Aoran bukannya langsung pergi malah melihat ke sekeliling ruangan.
“Kenapa hanya ada sedikit orang di kantor hari ini?” tanya Aoran, berusaha memancing.

Sayangnya, pacingannya salah. Susan mengira Aoran menanyakan mengenai Chuchu sehingga dia memberitahu kalau Chuchu pergi mengantarkan dokumen ke pabrik. Umur panjang, Chuchu muncul dan menyapa Aoran dengan riang.
Aoran juga bersikap baik pada Chuchu. Dia bahkan memberikan tissue untuk mengelap keringat Chuchu.
“Kenapa CEO kemari?” tanya Chuchu, karna Aoran tidak pergi juga.
“Ada urusan jadi aku membawakan dokumen kemari sekalian.”

 “CEO, kau lihat apa? Atau kau mencari seseorang?” tanya Chuchu lagi, menyadari Aoran yang tidak melihatnya tapi sibuk melihat ke tempat duduk di sebelahnya (tempat duduk Xiao’en).


Aoran akhirnya langsung nanya juga, kemana Xiao’en? Kenapa tidak ada di jam kerja? Susan langsung menjawab kalau Xiao’en pergi menemui orang pabrik. Aoran mengerti dan langsung pergi.
Sialnya, Susan dan Qiutian mengira kalau tujuan Aoran datang ternyata untuk mengawasi Xiao’en. Mereka jadi merasa kasihan pada Xiao’en karna di hati Aoran, Xiao’en di anggap sangat jahat.
--

Xiao’en sedang dalam perjalanan pulang, sambil menggerutu mengenai hidupnya yang begitu berat. Harus kerja sepanjang hari. Seolah masih belum cukup berat, dia malah mendapat telepon dari Susan yang memberitahu kalau Aoran tadi datang dan saat melihat Xiao’en tidak ada, terlihat sangat marah. Jadi bergegaslah pulang.
Laporan dari Susan itu membuat Xiao’en semakin emosi.
--

Xiao’en sudah sampai di depan gedung. Dan di saat yang sama, Situ Moran, saudara dari Situ Aoran juga muncul. Dia langsung menanyakan pada Xiao’en, apakah dia bekerja di perusahaan ini?
“Ya.”
“Apa Situ Aoran ada?”

“CEO? Kau siapa?” tanya Xiao’en, balik.
Situ Moran melepas kacamata hitamnya. Dia sangat mirip seperti Tianjian, “Aku adalah kakaknya.”
Wajah Situ Moran membuat Xiao’en teringat dengan hal yang di lihatnya melalui kamera drone di hari Tianxing jatuh dari atas gedung.


Flashback
Tianxing hampir terjatuh. Tianjian ada di sana dan bisa saja menarik tangan Tianxing untuk menyelematkannya.
“He Tianjian!! Lenyapkan sumber masalah itu! Apa kau lupa apa yang sudah kita lakukan pada ibunya?!” teriak Mingli, menghentikan Tianjian menyelematkan Tianxing.
Dan karna ucapan itu, Tianjian menjadi ragu. Dan entah bagaimana, entah Tianjian mendorong Tianxing atau tidak, di saat itu, Tianxing kehilangan pijakannya dan terjatuh dari atas gedung.
Hal itu membuat Tianjian sangat shock hingga tangannya gemetar.
Dan semua itu terekam dalam kamera drone dan terlihat jelas oleh Xiao’en.
End



Dan kini, orang dengan wajah yang sangat mirip seperti Tianjian, muncul di hadapannya. Ketakutan akan hal yang di lihatnya waktu itu kembali muncul, membuat Xiao’en begitu shock hingga jatuh pingsan.
Situ Moran ikutan bingung karna Xiao’en tiba-tiba saja pingsan. Untunglah Qingfeng melihat itu dan segera menghampiri mereka.
“Apa yang terjadi pada Xiao’en?” tanyanya pada Moran. Dan Moran menggelengkan kepala, tidak tahu. “Aku akan membawa Xiao’en ke rumah sakit. Kau kasih tahu sama Aoran, aku izin.”
--

Di dalam ruang kerjanya, Aoran melihat-lihat info mengenai data Xiao’en. Dia lagi konsentrasi dan tiba-tiba Moran muncul sambil menyapanya dengan bahagia. Aoran tampak tidak terkejut dengan kedatangannya dan malah nanya kenapa Moran kembali? Bukankah Moran buka bar di luar negeri?
 “Bar-nya tutup jadi aku pulang. Karna tiba-tiba kembali, aku bahkan membuat orang pingsan karna ketampananku. Jika aku memberitahu lebih awal, bukankah seluruh karyawan di Royal Grup bisa runtuh?” pamer Moran.
Tidak ada tanggapan sama sekali dari Aoran yang menganggapnya hanya bicara omong kosong. Melihat reaksi Aoran, Moran kembali menegaskan kalau ucapannya itu serius. Barusan di depan seorang wanita pingsan karnanya. Aoran masih belum percaya.

“Kau masih nggak percaya? Barusan saja. Baru saja terjadi, seseorang bernama Xiao’en pingsan di hadapanku. Duanmu bahkan terburu-buru membawanya ke rumah sakit.”
“Siapa?” tanya Aoran, tampak sangat khawatir.
“Duanmu.”

“Yang pingsan.”
“Xiao’en?”

Begitu mendengar pasti nama itu, Aoran langsung berlari pergi begitu saja dengan ekspresi sangat khawatir. Ekspresi itu terlihat jelas sama Moran. Di tambah lagi saat dia melihat laptop Aoran yang masih belum sempat di matikan, ada data mengenai Xiao’en.
--


Qingfeng lagi antri untuk menyelesaikan pembayaran perawatan Xiao’en, dan Aoran tiba-tiba muncul dan menariknya keluar dari barisan antrian. Dengan sangat khawatir, dia menanyakan mengenai Xiao’en dan memarahi Qingfeng karna tidak melapor padanya. Qingfeng heran melihat reaksi Aoran dan lagian dia kan udah bilang sama Moran untuk bilang sama Aoran kalau dia izin. Kenapa Aoran masih juga datang?

Aoran tidak menjawab pertanyaannya dan hanya mau bergegas menjenguk Xiao’en. Qingfeng menahan tangannya dan memberitahu kalau Chuchu juga ada di sini. Aoran tidak peduli dan bergegas pergi.
Qingfeng juga akhirnya antri mau bayar lagi, tapi tempatnya tadi sudah di rebut orang dan dia harus antri dari awal lagi. Aish, semua gegara Aoran.
--


Xiao’en akhirnya sadar dan menyambut adalah tangisan Chuchu. Chuchu menanyakan keadaan Xiao’en dan lagi-lagi menyalahkan dirinya yang tidak berguna karna tidak bisa melakukan apapun. Xiao’en jadinya merasa nggak enak dan menyakinkan kalau dia baik-baik saja dan hanya sedikit pusing.
“Juga, jika kau nangis seperti ini, ini tanda kalau CEO sombong akan muncul,” gumamnya dalam hati.

Baru juga di pikirkan, Aoran muncul. Mau tidak mau, Xiao’en jadi berpikir kalau Aoran datang karna khawatir pada Chuchu, bukan karnanya. Belum lagi, Chuchu langsung berlari ke arah Aoran dan menyandarkan kepala ke dada Aoran sambil nangis.

“Apa kau baik-baik aja?” tanya Aoran, menatap ke arah Xiao’en.
“Aku baik-baik saja,” jawab Chuchu, mengira Aoran menanyakan keadaannya. Xiao’en jadi semakin salah paham dan memalingkan wajah, tidak mau melihat adegan mereka berdua. Aoran juga tampak bingung karna malah Chuchu yang menjawab pertanyaannya.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Aoran lagi, masih pada Xiao’en.
“Semua karna aku,” jawab Chuchu lagi, mengira itu pertanyaan khawatir untuknya. “Hari dimana aku tidak datang ke tempat janjian, sebenarnya ada masalah di rumahku.”
“Apa hubungannya dengan Zheng Xiao’en?”
“Keluargaku berhutang karna penyakit ayahku, jadi debt collector datang menagih hutang. Demi membantuku Xiao’en bekerja sambilan. Mungkin karna itu, tubuhnya tidak kuat.”
(Menjengkelkan! Chuchu beneran nggak peka atau bodo* aku pun nggak tahu lagi. Maksudku, masa dia nggak tahu Aoran nanyain kondisi Xiao’en. Helllo, yang masuk rumah sakit Xiao’en, ngapain Aoran nanyain kondisi orang yang nggak masuk rumah sakit. Maaf saja, entah kenapa karakternya jadi menjengkelkan akhir-akhir ini. Dan juga, kalau dia mau cerita semuanya secara jujur, ceritakan juga mengenai adiknya yang salah paham hingga memukul kepala Xiao’en hingga berdarah dan Xiao’en pingsan. Huft. Aoran juga kenapa nggak langsung bilang aja kalau dia nanya ke Xiao’en bukan Chuchu!)

Aoran sebenarnya khawatir dengan kondisi Xiao’en tapi entah kenapa dia malah menunjukkannya dengan cara yang membuat Xiao’en salah paham. Dia nanya kenapa Xiao’en begitu kepo sama urusan orang lain. Xiao’en jadi tersinggung padahal dia membantu, tapi kenapa di sebut kepo.

“Bukan gitu. Maksudku, kenapa kau tidak mencariku untuk masalah ini?”
“Tidak bisa. Aku sudah membuat cukup masalah untuk CEO,” jawab Chuchu. “Bagaimana bisa aku merepotkan CEO dengan masalah keluargaku lagi?”
Aish, Xiao’en jadi semakin kesal. Dia memilih memalingkan mukanya lagi.
“Aku… aku tahu kau sangat baik dan tidak mau merepotkanku. Tapi kenapa kau membiarkan…. Membiarkan seorang gadis yang menghadapinya,” ujarnya pada Chuchu, yang sebenarnya adalah ungkapan kekesalan karna Chuchu tidak mau merepotkannya tapi malah merepotkan Xiao’en. “Dan karna aku sudah tahu sekarang, biar aku yang mengatasinya,” ujarnya pada Xiao’en.
Chuchu tidak mengerti maksud Aoran sebenarnya dan malah mengira itu adalah bentuk perhatian Aoran padanya. Xiao’en semakin salah paham dan merasa terluka (karna cemburu). Dia menutupi wajahnya untuk menyembunyikan tangisannya. Aoran menjadi khawatir melihat itu. Chuchu juga ikutan nanya, ada apa?
“Xiao’en mungkin lelah. Biarkan dia istirahat sebentar,” terdengar ucapan Qingfeng yang baru datang.

Aoran masih ingin melihat keadaan Xiao’en, tapi belum dia menyelesaikan kalimatnya, Chuchu malah sudah memotong ucapannya dan mengajaknya pergi dan membiarkan Xiao’en istirahat. Aoran masih belum mau pergi, tapi Chcuhu dan Aoran terus saja bising menyuruhnya pergi.
“Cukup! Ya udah. Agar Xiao’en bisa beristirahat dengan lebih baik, tukar kamar rawatnya menjadi kamar VIP sekarang juga dan sewa perawat pribadi. Dan juga, beli semua yang dia butuhkan. Tagihkan semuanya ke aku,” ujar Aoran pada Qingfeng. “Kau bisa memberitahuku apapun. Jangan menanggungnya sendiri,” ujarnya pada Xiao’en.
“Aku mengerti,” ujar Chuchu. Menjengkelkan!!!!!
Karna sudah menyampaikan semuanya, maka Aoran pun pergi dan Chuchu mengikutinya.

Yang tersisa hanyalah Qingfeng. Dia menyuruh Xiao’en untuk menurunkan selimutnya karna semua sudah pergi. Xiao’en hanya diam dan memegang erat selimutnya. Qingfeng akhirnya memaksa membukanya dan begitu di tarik, terlihatlah Xiao’en yang sedang menangis. Qingfeng sangat terkejut.
--


Xiao’en sudah agak tenang. Qingfeng marah karna Xiao’en kan sudah janji tidak akan menangis lagi. Xiao’en mengelak dengan alasan kalau dia sudah menyembunyikannya di bawah selimut, tapi Qingfeng malah menarik selimutnya.
“Sekali lagi, aku merasa, tidak peduli sekeras apapun aku mencoba, aku tidak akan pernah bisa menjadi pemeran utama wanitanya,” ujar Xiao’en, sedih.

“Pernahkah kau merasa kalau mungkin saja bekerja di arah yang salah?”
“Apa yang salah?”
“Jika dua orang di atur untuk bersatu, maka orang ketika tidak perlu untuk ikut campur ke dalamnya kan?
“Maksudmu, kau tidak ingin terlibat lagi?” tanya Xiao’en.

Qingfeng bingung, kenapa jadi dia? Padahal, maksud Qingfeng adalah meminta Xiao’en menyerah dalam hubungan Aoran dan Chuchu. Tapi, Xiao’en masih tidak sadar kalau perasaan Qingfeng sudah beralih padanya. Dia masih mengira Qingfeng menyukai Chuchu.
“Kalau kau tidak ingin terlibat lagi, lalu kau mau apa?”
“Bukankah masih ada alien (merujuk ke Xiao’en)?”

Xiao’en terperangah untuk sesaat. Tapi, memang di pikirannya, Qingfeng adalah karakter novel dan menyukai Chuchu, jadinya dia mengira Qingfeng mau menggunakannya sebagai pelarian. Dia malah menyemangati Qingfeng untuk tidak menggunakan orang lain sebagai pelarian.
“Aku hanya merasa kalau kau terus seperti ini, kau bisa terluka,” ujar Qingfeng, tulus dan penuh kekhawatiran.

Raut wajah Xiao’en kembali murung. Qingfeng jadi tidak mau membahas hal itu lagi dan mengalihkan topik dengan menanyakan alasan Xiao’en tiba-tiba pingsan tadi. Xiao’en baru teringat dan menanyakan pria menyeramkan yang tadi bicara dengannya.
“Moran? Dia kakak tiri Aoran, Situ Moran.”
“Apa dia jahat?”
“Tidak sampai begitu. Hanya saja kepribadiannya terlalu santai dan blak-blakan. Investasinya juga terlalu liar sehingga tingkat kegagalannya juga tinggi.”


Xiao’en sangat khawatir kalau Situ Moran di novel sama dengan Tianjian di dunia nyata. Karna itu, dia meminta Qingfeng memperingati Aoran untuk berhati-hati pada Moran. Qingfeng mau tahu alasannya. Xiao’en juga tidak tahu cara menjelaskannya dan hanya beralasan kalau dia kan alien jadi punya kemampuan merasakan hal berbaya. Qingfeng tidak bertanya lagi dan akan membantu mengawasi.
Setelah itu, Xiao’en meminta keluar rumah sakit. Dia sudah sangat pulih. Qingfeng sebenarnya nggak mau, tapi karna Xiao’en memaksa, dia jadi mengizinkan.
--
Moran masih ada di perusahaan dan tanpa sengaja bertemu dengan Susan dan Qiutian. Dia tampaknya sudah sering berkunjung sebelum keluar negeri karna Susan dan Qiuitan juga sudah akrab dengannya. Moran memanfaatkan moment untuk menanyakan mengenai pekerja wanita bernama Xiao’en. Apa Aoran peduli pada Xiao’en?
“Ummmm… susah di katakan,” ujar Susan dan Qiutian.
“Kalau susah di katakan, ya ngomong pelan-pelan saja. Aku punya banyak waktu mendengarkan," balas Moran. “Jadi, gimana hubungan mereka?”

Susan dan Qiutian menjelaskan dengan perumpamaan. Ibaratnya itu kayak kalau lampu mati, gelap. Kayak bekal yang sudah basi, busuk. Jika Xiao’en adalah tikus maka Aoran adalah tikus. Jika Xiao’en adalah kelinci, maka Aoran adalah serigala.
“Tunggu! Aku mengerti. Jadi mereka adalah musuh alami,” simpulkan Moran. “Tapi, kelihatannya nggak begitu.”
Susan dan Qiuitan lanjut cerita kalau sebenarnya Xiao’en tidak layak menjadi target CEO. Tapi, ini semua karna gadis beracun, Chuchu.
 “Chuchu? Siapa dia?” tanya Moran.
Susan dan Qiuitan langsung menutup mulut dan kabur, sadar kalau sudah keceplosan.

 “Ini tampak… menarik,” gumam Moran.
--


Mingli pergi ke rumah sakit menjenguk tn. He. Ibu juga ada di sana dan begitu melihat Mingli, dia memohon agar Mingli membiarkan tn. He pergi dan jangan menyiksanya seperti ini lagi (memasang alat pendukung hidup).
“Dia mendapatkan hal yang layak di dapatkannya,” ujar Mingli.
“Bagaimana bisa kau bilang begitu?” marah Ibu.

Mingli tampak sangat marah. Dia memberitahu Ibu kalau dia sudah membaca surat wasiat tn. He. Isinya adalah tn. He mewariskan perusahaan pada Tianxing, sementara semua harta lainnya kepada Tianjian. Dan dia? Namanya saja tidak di sebutkan di dalam wasiat! Apa dia bukan bagian dari keluarga He?!


 Ibu tidak mengerti alasan marah Mingli dan malah menyuruh Mingli untuk menikah kalau mau harta. Dengan menikah, maka harta suaminya secara otomatis menjadi hartanya juga.
“Sebagai seorang wanita, bagaimana bisa Ibu bicara begitu dengan begitu gampang?! Apa yang salah pada Ibu?!”
“Kau yang bermasalah! Seorang wanita malah sibuk bertarung dengan orang lain. Kau tidak elegan sama sekali. Aku merasa sangat malu setiap kali seseorang membahasmu di pertemuanku dengan temanku.”

Mingli sangat marah, Ibu malah menyiramkan minyak kepada kemarahannya dengan menyuruh agar perusahaan di alihkan pada Tianjian. Mingli sangat kecewa dan marah hingga akhirnya dia menangis.
“Ini yang terakhir. Mulai dari sekarang, tidak ada satupun yang akan bisa melukaiku!” peringati Mingli sembari pergi dari sana.
--

Begitu kembali ke perusahaan, melihat berbagai memo penyemangat yang masih tertempel di dinding, berharap akan kesembuhan Tianxing, membuat emosi Mingli semakin memuncak. Dia mencabut semua kertas itu. Bahkan peringatan dari Qiaozhi kalau orang-orang bisa melihat, tidak di pedulikan sama Mingli.
--

Begitu tiba di rumah, sudah ada Tianjian yang menunggu dan meminta melihat isi surat wasiat. Mingli tidak mau memperlihatkan. Tianjian tetap memaksa karena dia kan juga anak tn. He, jadi dia pantas untuk melihatnya.
Mingli sama sekali tidak mau memperlihatkannya. Dan untuk melenyapkan surat wasiat itu agar tidak di baca oleh Tianjian, dia membakar surat itu di depan mata Tianjian.
“Kau sudah gila!!” maki Tianjian, tampak sangat marah.
--


Di tengah rapat pemegang saham, mereka membahas mengenai harga saham Tianliang yang jatuh. Dan karna itu, mereka ingin melakukan penggantian CEO. Semua memojokka Mingli dan menyuruhnya untuk mundur. Mingli menolak mundur.

Dan saat itu, tn. He, ibu, Tianxing dan Tianjian masuk ke dalam ruang rapat. Semua menatap Mingli dengan mengintimitasi. tn. He juga berteriak memarahi Mingli yang menghancurkan Tianliang dan lebih baik memberikannya pada Tianxing. Ibu menyuruh Mingli memberikannya pada Tianjian. Tianjian juga memarahi Mingli yang tidak pantas. Tianxing juga menyuruhnya untuk mengakui kekalahan. Semua menyudutkannya.
“Diam!! TUTUP MULUT KALIAN!!!” teriaknya, frustasi.
 Psaat!  Dan semua itu hanyalah mimpi buruk Mingli.
--

Karna rasa takut yang begitu besar, Mingli memerintahkan Qiaozhi untuk tidak membiarkan siapapun menjenguk Tianxing, termasuk juga Tianjian. Dia juga menyuruh agar memasang kamera CCTV di kamar rawat Tianxing, jadi dia bisa melihat perkembangan Tianxing setiap detiknya.
“Semuanya baik-baik saja. Aku pasti menang. Tidak ada siapapun yang bisa menghentikanku. Tidak ada. Aku akan menang. Pasti menang,” gumamnya pada diri sendiri.



Post a Comment

Previous Post Next Post