Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Dalam
perjalan ke tempat les, Mingyue mengeluh kepada Yuxiang, karena hari libur
hanya ada satu hari saja, tapi dia masih harus belajar. Dan Yuxiang
mengomentari bahwa kelas matematika ini bagus untuk Mingyue, karena matematikan
Mingyue cukup lemah sampai Mingyue salah menjawab satu soal. Dan Mingyue tidak
terima, sebab dia salah menjawab karena guru salah memasukkan soal SMA kelas
tiga ke dalam ujian.
“Wang Yajie
bisa dapat nilai 100. Kelak kamu bertemanlah dengan Wang Yajie. Jangan selalu
bersama dengan Li Jian Jian,” kata Yuxiang, bersikap sangat ketat.
“Ya.
Biasanya aku juga berdiskusi dengan Wang Yajie,” jawab Mingyue dengan cemberut.
Dan mendengar itu, Yuxiang baru memuji Mingyue sebagai anak baik.
Yuxiang
kemudian membahas tentang ulang tahun Mingyue yang akan datang. Dia mau
membelikan Mingyue kamera digital sebagai hadiah. Tapi dengan satu syarat,
yaitu di ujian selanjutnya nilai Mingyue harus melebihi Wang Yajie. Karena
semenjak SMP, Mingyue terus saja mendapatkan peringkat kedua, dan dia merasa
tidak puas.
Awalnya
Mingyue merasa sangat senang dan bersemangat, karena akan dibelikan hadiah.
Tapi selanjutnya, dia kembali cemberut.
Sesampainya
didepan sekolah, Yuxiang menanyai, nanti malam Mingyue ingin memakan apa. Dan
dengan sedikit gugup, Mingyue menjawab bahwa malam ini dia mau pergi ke café
dengan Wang Yajie untuk mengerjakan PR dan makan hotpot bersama. Mengetahui hal
itu, Yuxiang merasa sangat senang dan mengizinkan.
“Apa uangmu
cukup? Kamu traktir dia saja,” kata Yuxiang. Dan Mingyue langsung meminta
tambahan uang 100 Yuan. “Ini, Ibu beri kamu 300 Yuan,” kata nya.
“Ibu memang
terbaik,” puji Mingyue dengan senang. Lalu dia pamit dan keluar dari mobil.
Ziqiu mengikuti
pertandingan basket dan dia serta timnya bermain dengan sangat baik, mereka
mencetak banyak skor. Dan Mingyue yang berada di bangku penonton bersorak
dengan keras untuk menyemangati Ziqiu. Sementara Jian Jian sibuk menggambar.
“Semangat,
He Ziqiu! Semangat, He Ziqiu!” sorak Mingyue dengan keras.
Ketika
permainan selesai, Ziqiu datang dan meminta air. Dan Mingyue langsung
memberikan airnya. Sementara Jian Jian menunjukkan gambarnya.
“Ini sangat
jelek. Kaki dan tangannya tidak mirip denganku,” kata Ziqiu, mengomentari hasil
gambar Jian Jian.
“Kamu sangat
bau. Kamu keringatan, jangan dekati aku,” balas Jian Jian, kesal. Dan Ziqiu
langsung mengambil jaket Jian Jian untuk mengelap keringat nya. “He Ziqiu. Bawa
pergi, bawa pulang dan cuci,” keluhnya.
Melihat
keakraban mereka berdua, Mingyue tertawa.
Chen Ting
datang ke sekolah. Dan melihat kedatangan nya, Ling Xiao sama sekali tidak
tampak senang, dan bahkan dia mengepalkan tangannya dengan kuat.
Tepat disaat
itu, Ziqiu lewat dan melihat hal tersebut.
Dicafe. Chen
Ting berusaha bersikap ramah kepada Ling Xiao. Dia menceritakan bahwa sekarang
dia tinggal di Singapura dan juga sudah menikah lagi. Lalu dia juga punya
seorang anak perempuan. Namanya Qin Meiying. Dan Meiying ingin sekali bertemu
dengan Ling Xiao. Dengan sikap dingin, Ling Xiao langsung menolak, karena dia
tidak kenal dengan Chengzi.
“Tapi
ditubuh kalian ada darah yang sama. Dia juga keluargamu,” kata Chen Ting dengan
lembut. Dan Ling Xiao malas mendengarkan itu serta ingin pergi saja.
Chen Ting
menghentikan Ling Xiao. Dengan perhatian, dia menanyai, apakah Li Haichao baik
kepada Ling Xiao. Dan apakah Li Haichao melakukan itu, karena Ling Heping
memberikan uang kepadanya. Mendengar itu, Ling Xiao merasa tidak senang kepada
Chen Ting dan membela Li Haichao yang tulus membesarkan nya.
“Maksudku,
jika kamu merasa sangat sulit, atau
tidak nyaman, kamu jangan pendam dalam hati, kamu bisa beritahu Nenek …” kata
Chen Ting, menjelaskan dengan rasa bersalah.
“Apa kamu
tidak berpikir terlalu berlebihan?” balas Ling Xiao dengan ketus. “Ayah Li
menjagaku seperti anak kandung, aku menganggapnya sebagai Ayahku. Kelak dia
tua, aku akan menjaga nya. Kamu ada keluarga, aku juga sama. Aku tidak tahu
kenapa kamu kembali dan berani mengatai keluargaku,” jelas nya dengan emosi.
“Dulu, kamu memberikan ku kepada Jian Jian.”
“Maaf,”
balas Chen Ting dengan sedih. “Ibu bersalah padamu. Tapi aku tidak ada cara
lain. Saat itu, keadaanku sangat buruk. Jika kamu tetap berada di sisiku,
mungkin penderitaanmu akan lebih banyak. Aku meninggalkan mu bukan …” katanya,
membela diri nya. “Aku sungguh merindukanmu.”
Ziqiu dan
Jian Jian berdiri diluar café, menunggu Ling Xiao. Dan setelah cukup lama,
Ziqiu menyarankan Jian Jian untuk masuk saja ke dalam dan seret Ling Xiao ke
luar. Tapi Jian Jian menolak, karena itu adalah Ibu Ling Xiao.
“Dia tidak
mau Ling Xiao lagi, ‘kan? Begitu lama tidak memperdulikan dia, bahkan tidak
menelpon. Ibu macam apa dia?” kata Ziqiu, mengeluh.
“Memang
begitu. Tapi …”
Jian Jian
berhenti bicara. Sebab dia teringat bahwa Ziqiu juga mengalami hal yang sama
seperti Ling Xiao. Lalu dengan perhatian, Jian Jian menanyai, apakah Ziqiu
tidak ingin mencari Ibunya. Dan mendengar itu, Ziqiu langsung berteriak emosi.
“Kamu anggap
kami sampah? Bisa dibuang dan diambil kembali sesuka hati?” teriak Ziqiu.
“Sudahlah.
Jika tidak mau, ya sudah, jangan marah,” balas Jian Jian, merasa bersalah.
Dengan
kesal, Ziqiu kemudian pamit pergi, dengan alasan dia mau masuk ke kelas. Jadi
dia tidak bisa menemani Jian Jian menunggu Ling Xiao.
Ziqiu
berdiri di tempat yang sepi dan menangis sambil menatap foto Ibunya.
Flash back
He Mei
mencium kening Ziqiu dengan lembut. “Tunggu aku sampai di Shenzhen, dan dapat
pekerjaan, aku akan menjemputmu,” jelasnya.
“Ibu. Kamu
harus cepat menjemputku,” balas Ziqiu. Dan He Mei tersenyum mengiyakan.
Kemudian dia berjalan pergi meninggalkan Ziqiu. “Ibu harus cepat menjemputku!”
teriak Ziqiu.
Flash back end
Ziqiu
menangis mengingat hal itu. Sebab sampai hari ini, Ibunya sama sekali tidak ada
kembali untuk menjemputnya.
Chen Ting
mengakui bahwa dirinya bersalah, dan dia ingin Ling Xiao memaafkan nya.
Mendengar itu, Ling Xiao tidak menanggapi. Dia menatap ke luar café dan melihat
Jian Jian yang sedang berjongkok menunggu nya.
“Masih ada
hal lain?” tanya Ling Xiao. Lalu dia pamit dan langsung pergi sebelum Chen Ting
sempat menghentikan nya.
Ling Xiao
menarik Jian Jian untuk ikut pergi dengan nya. Dan Chen Ting merasa sedih
melihat hal itu.
Dengan erat,
Jian Jian terus memeluk lengan Ling Xiao. Walaupun Ling Xiao mengingatkan bahwa
tidak boleh berpacaran disekolah, karena bisa tertangkap oleh guru, Jian Jian
sama sekali tidak peduli dan semakin erat memeluk lengan Ling Xiao.
“Masalah
bertemu Ibuku, jangan beritahu para Ayah,” pinta Ling Xiao. Dan Jian Jian hanya
diam saja. “Dengar tidak?” tanyanya.
“Dengar,”
jawab Jian Jian sambil cemberut seperti anak kecil.
Tepat disaat
itu, seorang guru melihat mereka berdua. “Berhenti kalian! Kalian yang
sepasang!” teriak nya. “Kalian dari kelas mana?”
Mendengar
itu, Jian Jian dan Ling Xiao langsung berlari kabur.
Ling Heping
datang ke restoran menemui Chen Ting yang sudah menunggu nya. “Maaf. Ada
urusan, aku terlambat,” katanya, meminta maaf.
“Tidak
masalah. Hanya menunggu satu jam lebih, dulu lebih lama lagi,” balas Chen Ting.
Dan Ling Heping langsung merasa canggung.
Penampilan
Chen Ting yang sekarang tampak sangat cantik, dan sikap nya juga sangat anggun,
bahkan cara berbicara nya juga berbeda dari dulu. Jadi Ling Heping semakin
bertambah canggung mengobrol dengan nya. Lalu dia memberikan kertas
administrasi sekolah yang Chen Ting minta. Dan Chen Ting mengucapkan terima
kasih. Sesudah itu, mereka berdua mengobrol secara singkat. Dan kemudian, Ling
Heping pun pamit dan berniat untuk pergi.
“Itu …” kata Chen Ting, menghentikan Ling Heping. “Aku barusan pergi mencari Ling Xiao.”
Awalnya Ling
Heping bersikap sangat ramah dan sopan kepada Chen Ting. Tapi ketika dia
mengetahui bahwa barusan Chen Ting pergi menemui Ling Xiao, dia langsung
bersikap emosi. Dan Chen Ting menjelaskan bahwa dia sudah lama tidak bertemu
dengan Ling Xiao, dan orang tuanya serta kakak nya, mereka menyarankan nya
untuk perhatian kepada Ling Xiao. Juga putrinya, Meiying, ingin bertemu dengan
Ling Xiao, karena mereka adalah sauadara, tapi tidak pernah bertemu.
“Chen
Ting, kamu keterlaluan. Kamu perhatian padanya? Dari awal kamu kemana? 10 tahun
kamu menghilang. Sekarang mau perhatian? Kamu tidak tanya, dia mau bertemu atau
tidak?” tanya Ling Heping, marah. Dan karena suaranya sangat besar, banyak
orang menatap ke arahnya.
“Aku hanya
mau menebus kesalahan. Sebagai Ibu kandung, aku menemui anakku, tidak ada yang
salah dengan itu,” balas Chen Ting.
Ling Heping tetap tidak setuju dengan sikap Chen Ting yang tidak mempertimbangkan peraasan Ling Xiao terlebih dahulu, sama seperti ketika Chen Ting pergi meninggalkan Ling Xiao dan meninggalkan trauma didalam diri Ling Xiao. Dan Chen Ting tidak terima di salahkan, menurutnya Ling Heping tidak berbeda darinya, Ling Heping juga tidak melakukan tugas sebagai seorang Ayah. Karena Ling Heping hanya menitipkan Ling Xiao kepada tetangga dan memberikan uang setiap bulannya, hanya begitu saja. Juga dia meragukan, Li Haichao bisa membesarkan tiga anak secara sendirian dengan baik.
“Dengarkan,
mulai hari ini jangan temui Ling Xiao, jangan cari dia! Aku mohon. Bisa tidak
lepaskan kami?” teriak Ling Heping, kehilangan kesabarannya. “Dasar pengacau!”
umpatnya. Lalu diapun pergi.
Dengan
sedih, Chen Ting menutup matanya dan menangis.
Malam
hari. Ling Xiao dan Ziqiu bekerja sama membersihkan toko. Ling Xiao mengelap
meja dan Ziqiu menyapu lantai. Sementara Jian Jian hanya sibuk menggambar saja,
dan tidak mengerjakan PR nya sama sekali. Melihat itu, Ling Xiao pun menegur
nya. Dan Jian Jian langsung meminta bantuan dari Ziqiu. Dan Ziqiu langsung
menolong nya.
“Kamu sedang
apa? Biarkan dia menggambar,” kata Ziqiu.
Ling Xiao
mengabaikan Ziqiu. “Cepat kerjakan,” tegas nya kepada Jian Jian.
Tepat disaat itu, Ling Heping pulang. Dia ingin membahas tentang
Chen Ting kepada Ling Xiao, tapi karena Ling Xiao tampak tidak mau membahas
itu, maka diapun tidak membahas nya juga.
“Haichao,”
kata Ling Heping, memanggil Haichaou untuk ikut sebentar dengannya keluar. Dan
Haichao mengerti serta mengikutinya keluar.
Ling Heping menceritakan tentang Chen Ting kepada Li Haichao
Menurutnya, sikap Chen Ting yang sekarang sangat sombong sekali, seolah- olah
dia sangat hebat karena dia adalah Istri orang kaya. Jadi Ling Heping khawatir,
Chen Ting ada mengatakan sesuatu yang buruk kepada Ling Xiao. Dan dia mau bertanya
kepada Ling Xiao, tapi Ling Xiao tampak tidak mau membicarakan itu.
“Dia tidak
mau bilang, harus kamu tanyakan juga,” kata Li Haichao, menasehati.
“Apa
gunanya? Lihat dia begitu cerita, sepertinya tidak ada masalah,” balas Ling
Heping. “Sudah ku katakan pada Chen Ting tidak boleh ke sekolah mencari Ling
Xiao lagi.”
“Dia
setuju?” tanya Li Haichao, ingin tahu.
“Pokoknya
aku bilang dengan kasar. Tapi dengan sifatnya, belum tentu,” jawab Ling Heping,
tidak terlalu yakin. “Oh ya, jika kamu senggang, tanya pada Ling Xiao. Dia
selalu bercerita padamu,” pintanya.
“Baik, aku
akan cari cara. Kamu jangan panik,” kata Li Haichao, mengerti.
Tengah malam. Ling Xiao bermimpi tentang kejadian dulu.
Ketika Adiknya meninggal karena tersedak kacang kenari.
Saat itu, Ling Xiao memecahkan kaca jendela dan terus berteriak
memanggil bantuan. Tapi karena sedang hujan deras, tidak ada seorangpun yang
mendengar teriakannya. Lalu diapun berusaha untuk membuka pintu yang terkunci
dari luar, tapi tangannya tidak sampai. Kemudian diapun mendobrak pintu dengan
tubuhnya, tapi pintu tetap tidak mau terbuka.
Hal itu
menjadi trauma bagi Ling Xiao.
“Buka pintu!” teriak Ling Xiao. Kemudian dia tersentak dan terbangun dengan tubuh berkeringat.
Saat pulang sekolah, hujan turun dengan sangat deras. Ling Xiao, Jian Jian, dan Ziqiu, berteduh di depan pintu rumah orang. Kemudian saat ada dua kenalan mereka, si gendut dan Wang Doudou, lewat. Jian Jian dan Ziqiu saling tersenyum nakal.
“Menurutku tidak
baik,” kata Ling Xiao, berkomentar.
Jian Jian
tidak peduli. Dia berlari ke dekat si gendut dan merebut payungnya. Lalu dia
mengajak Ling Xiao dan Ziqiu untuk segera kabur.
“Li Jian
Jian, kembalikan payungku!” teriak si gendut, kesal.
“Apa yang
kamu lakukan, Li Jian Jian? Aku beritahukan Ayahmu!” teriak Doudou juga.
Sesampainya ditoko, Jian Jian, Ling Xiao, dan Ziqiu, tertawa
dengan keras. Tapi tawa mereka langsung berhenti, ketika melihat Nenek Chen ada
di toko.
“Nek, kenapa
datang?” tanya Ling Xiao, tanpa semangat.
“Kaki Ibumu
terkilir. Minta aku kemari memasak untukmu,” jawab Nenek Cheng.
Jian Jian
ingin ikut berbicara. Tapi Ziqiu langsung menarik nya untuk menjauh, karena
tidak baik untuk ikut campur dalam masalah Ling Xiao.
Nenek Chen kemudian memanggil Meiying dan memperkenalkan nya
kepada Ling Xiao. Dengan senang dan bersemangat, Meiying memperkenalkan
dirinya. Lalu dia memberikan hadiah pertemuan pertama mereka. Dan Nenek Chen
menyuruh Ling Xiao untuk menerima hadiah itu. Tapi Ling Xiao langsung menolak.
“Siapa yang
minta kamu bawa dia?” keluh Ling Xiao, emosi.
“Kemari
kamu,” bentak Nenek Chen, menarik Ling Xiao untuk berbicara diluar dengannya.
Li Haichao
merasa sangat khawatir. Jadi dia menyuruh Ziqiu untuk segera menghubungi Ling
Heping supaya cepat pulang. Dan Ziqiu mengerti.
Jian Jian menghampiri Meiying dan menatapnya dengan tajam. Lalu
dia mengulurkan tangan yang terkepal seolah ingin memukul. Tapi ternyata, dia
hanya ingin memberikan permen. Dan tanpa mengatakan apapun, Meiying langsung
mengabaikan Jian Jian.
Karena Meiying
menolak permennya, Jian Jian pun memakan permen itu sendiran.
Nenek Chen memarahi Ling Xiao. Dia menjelaskan bahwa walaupun Ling
Xiao tidak pernah bertemu dengan Meiying, tapi mereka berdua tetaplah saudara
yang berhubungan darah. Tidak seperti Jian Jian. Menurutnya Jian Jian tidak
bisa di bandingkan dengan Meiying. Dan Li Haichao juga menggunakan uang dari
Ling Heping untuk merawat Ling Xiao. Jadi Ling Xiao begitu bodoh bila membela
mereka.
“Jika kamu
bilang Ayah Li begitu lagi, kelak kalian jangan kemari lagi,” kata Ling Xiao
dengan tegas.
“Apa?! Kamu
ingin putus hubungan dengan Nenekmu ini? Kamu terlalu tidak pengertian. Apa aku
bisa mencelakaimu? Kamu tidak tahu siapa yang baik padamu?!” kata Nenek Chen
dengan ketus.
Ling Xiao tidak suka bila Nenek Chen terus menjelekkan
keluarganya. Juga dia ingin Nenek Chen untuk tidak ikut campur dan mencari-
cari Ayahnya lagi. Dengan kesal, Nenek Chen pun memukuli Ling Xiao.
Melihat itu,
Jian Jian langsung keluar dan melindungi Ling Xiao. Tapi Nenek Chen tidak
merasa tindakan nya salah, karena menurutnya Ling Xiao pantas dipukul, sebab
Ling Xiao tidak terdidik dengan baik.
Ling Xiao membujuk Jian Jian untuk masuk ke dalam saja, tapi Jian
Jian tidak mau. “Nenek itu … bicarakanlah didalam. Diluar kehujanan, sepatumu
sudah basah,” katanya. Lalu dengan sengaja dia meloncat- loncat didekat Nenek
Chen, sehingga air menjiprati kaki Nenek Chen. “Wah, pakai sepatu baru?”
katnaya dengan bersemangat.
“Sudahlah.
Anak yang tidak bisa dididik,” kata Nenek Chen, kesal.
Setelah Nenek Chen masuk ke dalam, Jian Jian langsung memeluk lengan Ling Xiao dengan erat untuk menghiburnya supaya jangan sedih.
Dengan kesal,
Nenek Chen ingin pergi. Tapi dia sengaja meninggalkan Meiying di tempat Li
Haichao. Dan mengetahui itu, Li Haichao menolak dengan halus.
“Jika Ling
Xiao tidak urus dia, buang dia di jalan juga boleh,” kata Nenek Chen, tidak
peduli. Lalu dia langsung pergi begitu saja. Dan Li Haichao merasa sangat
kebingungan.
“Nenek tua
ini gila,” teriak Jian Jian, kesal. Dan dengan perhatian, Ziqiu menepuk pelan
bahu Ling Xiao, tanpa mengatakan apapun.
Meiying menatap
tajam Jian Jian yang melotot padanya. ‘Siapa kamu? Kenapa kamu memanggil kakak
ku sebagai kakak?” tanyanya, cemburu.
“Karena dia
kakak ku,” jawab Jian Jian sambil bersandar dibahu Ling Xiao.
“Bagaimana mungkin? Ibuku bilang kakak ku hanya punya satu adik. Dia hanya melahirkanku dan kakak ku. Dan juga kalian tidak semarga,” balas Meiying, berteriak.
“Kita juga
tidak semarga,” balas Ling Xiao.
“Kakak seharusnya
bermarga Qin denganku, benar kan?” tanya Meiying, menuntut jawaban.
“Tidak,”
jawab Jian Jian dan Ziqiu secara bersamaan.
“Dulu Ibumu
membuangnya. Dia tidak ada hubungannya dengamu,” kata Ziqiu dengan tegas.
“Sembarangan.
Setiap Ibuku memikirkan kakak ku, pasti akan menangis. Ibu bilang, meski tidak
hidup bersama, tetapi hati tertap terjalin,” balas Meiying.
Mendengar
itu, Jian Jian dan Ziqiu langsung muntah. Dan gagak berbunyi dengan keras. Kwak… kwak … kwak… hahahahha.
Melihat
sikap mereka berdua, Li Haichao menasehati mereka untuk jangan memperlakukan
anak kecil seperti itu. Dan Jian Jian membalas bahwa dia juga masih anak- anak.
“Kamu sudah
besar,” keluh Li Haichao. Tapi Jian Jian tidak peduli.
Tepat disaat itu, Ling Heping datang. Dan Ling Xiao, Jian Jian, dan Ziqiu, langsung pergi untuk pulang ke rumah bersama- sama. Dengan sedih, Meiying mengejar Ling Xiao dan ingin mengikutinya. Tapi Ling Heping langsung menghentikannya.
“Aku antar
kamu pulang,” bujuk Ling Heping dengan lembut.
“Aku tidak
mau, aku mau kakak,” rengek Meiying. Dan Ling Heping serta Li Haichao merasa
kebingungan harus bagaimana menenangkannya.
Nenek Chen dan Chen Ting pergi berbelanja bersama ke pasar. Dan
disana sikap Nenek Chen sangat menyebalkan, dia mencabuti daun sawi putih
sambil mengeluh kalau harganya itu mahal, kemudian dia membanggakan dirinya
sendiri dan Chen Ting yang merupakan Istri orang kaya, karena menantunya adalah
petinggi di perusahaan di Singapura dan selalu membawa mobil mercedes
kemanapun. Mendengar itu, si pedangan merasa agak kurang senang.
“Maaf. Dia
sudah tua,” kata Chen Ting, menghentikan Ibunya. “Berapa?” tanyanya dengan
ramah.
“Dua Yuan
sembilan sen,” jawab si pedagang.
“Timbang
yang benar,” keluh Nenek Chen sambil mengambil uang nya.
“Nenek,
lihat sendiri, bukankah ini dua yuan sembilan sen?” balas si pedagang sambil
menunjukkan angka di timbangan nya.
Dalam
perjalanan pulang, Chen Ting mengomentari bahwa sikap Nenek Chen yang tiba-
tiba membawa Meiying untuk menemui Ling Xiao kemarin adalah salah. Karena
menurutnya, Ling Xiao masih membutuhkan waktu untuk menerima. Tapi Nenek Chen
sama sekali tidak merasa tindakannya salah. Dan Chen Ting menjelaskan bahwa
sekarang dia bahkan tidak tahu harus berbicara bagaimana kepada Ling Xiao, juga
ketika dia bertemu dengan Ling Xiao, dia merasa takut.
“Saat itu
sudah kubilang, kamu bercerai dan tidak memperdulikan anakmu, pada akhirnya
pasti akan menyesal. Hasilnya apa?” kata Nenek Chen. “Saat itu aku tidak setuju
kamu menikah dengan Ling Heping. Aku kenalkan kamu pada rekan kakak mu, dia
berbisnis di Beijing dan begitu berwibawa,” katanya, mengomeli Chen Ting.
“Memang
berwibawa, 90 kg,” balas Chen Ting, kesal. “Bisa tidak jangan selalu bahas masa
lalu? Menantu sekarang tidak baik?” keluhnya, bertanya.
“Kamu ini
cukup beruntung mendapatkannya,” balas Nenek Chen.
“Dan jangan
selalu merepotkan Ling Heping. Kamu sendiri tidak punya anak?” kata Chen Ting,
mengingatkan.
“Aku sengaja
agar bisa berhubungan dengan Ling Xiao. Ling Heping yang bodoh itu, anak
sendiri sudah mau ikut marga orang lain. Dia masih begitu senang. Hal ini harus
andalkan aku untuk merencanakannya,” kata Nenek Chen, merasa dirinya sangat
hebat.
Ziqiu tidak fokus dalam bermain basket, karena dia masih memikirkan tentang Ibunya. Dan Zhuang Bei menyadari itu. “Kenapa denganmu? Bukan Ibumu yang kembali, kenapa kamu begitu kesal?” tanyanya, heran.
“Meski
kuceritakan, kamu juga tidak paham,” balas Ziqiu, malas.
Zhuang Bei
kemudian mengomentari bahwa bagaimanapun Chen Ting adalah Ibu Ling Xiao, dan
Meiying adalah adik Ling Xiao. Jadi terlalu kejam mengabaikan mereka berdua.
Mendengar itu, Ziqiu merasa kesal dan mendorong Zhuang Bei. Dia menyuruh Zhuang
Bei untuk jangan asal bicara.
“Kenapa kamu
mendorongku?” tanya Zhuang Bei, kesal.
“Dengarkan,
keluarga kami hanya lima orang. Yang lain adalah orang luar,” tegar Ziqiu.
“Jadi untuk apa kamu cari Ibumu, orang luar itu?” balas Zhuang Bei, masih kesal.
“Aku ingin
bertanya kenapa dia meninggalkan ku dan meminta kembali uang Ayahku,” balas
Ziqiu.
“Jika dia
bilang saat itu dia kesusahan?” tanya Zhuang Bei.
“Ibumu akan
meninggalkan mu jika kesusahan?” balas Ziqiu, bertanya balik.
“Misalkan
dia menungut sampah di jalan?” tanya Zhuang Bei, lagi.
“Ibumu yang
memungut sampah!” bentak Ziqiu. Lalu dia mengambil tasnya dan berniat untuk pergi saja.
Tepat disaat itu, Ziqiu melihat seorang wanita yang tampak mirip dengan Ibunya. Dan diapun langsung berlari mengejar wanita tersebut. Tapi sayang nya, wanita tersebut bukanlah Ibunya.
“Ziqiu,” panggil Zhuang Bei, heran. “Kamu kenal dia?”
“Maaf, salah
orang,” kata Ziqiu kepada wanita tersebut.
Jian Jian mengomel kesal, karena Ziqiu datang terlambat ke halte
bus. Dan Ziqiu meminta maaf, karena barusan dia ada bertemu Mingyue dan Ibu
Mingyue. Lalu tepat disaat itu, bus datang. Dan mereka bertiga pun langsung
masuk ke dalam bersama- sama.
Didalam bus.
Ziqiu langsung menutup matanya dan tidur. Lalu Jian Jian yang duduk di tengah,
dia menyadarkan kepalanya di bahu Ling Xiao dan tidur juga.
“Bagaimana kamu kenal anak kelas 3 SMA?” tanya Yuxiang.
“Itu kakak
Jian Jian,” jawab Mingyue dengan jujur.
“Kamu bilang
namanya He Ziqiu?” tanya Yuxiang, heran. “Kakak sepupu?”
“Bukan.
Begini, Ibu He Ziqiu hampir menikah dengan Ayah Li Jian Jian. Kemudian …. Intinya
kakaknya,” jawab Mingyue, kesulitan untuk menjelaskan.
Yuxiang
tidak peduli dengan keluarga Jian Jian. Yang jelas dia tidak senang bila
Mingyue masih bermain- main di dekat Jian Jian. Karena sekarang waktu yang
sangat penting untuk Mingyue belajar. Dan Mingyue langsung menjelaskan bahwa
kedua kakak Jian Jian sangat pintar, yang satu selalu masuk peringkat sepuluh
besar dan yang satu lagi selalu
mendapatkan juara satu, jadi kelak pasti akan masuk ke Universitas Beijing.
Mengetahui itu, Yuxiang sama sekali tidak menyangka. Dan akhirnya, diapun tidak
mengatakan apapun lagi.
Li Haichao selalu termenung saat memasak, dia sama sekali tidak bisa fokus. Namun walaupun begitu, dia masih bisa memasak banyak hidangan dengann baik.
Ling Heping yang bertugas mengupas sayuran. Dia bekerja sambil
mengomel tentang Nenek Chen yang sungguh keterlaluan, karena Nenek Chen sering
sekali membawa Meiying ke sini. Dan dia ingin mengusir juga tidak bisa.
“Aku orang
luar,” kata Li Haichao, tidak ingin ikut campur.
“Apa yang kamu
bilang? Kenapa merasa jadi orang luar?” balas Ling Heping, tidak setuju.
“Tenang, anak kita tahu lebih dekat dengan siapa. Jika tidak, kita tahan saja,
hanya beberapa bulan.”
“Kita bisa
tahan, anak- anak bagaimana?” tanya Li Haichao, emosi. “Lihat Ling Xiao
sekarang, begitu tidak bersemangat. Bahkan Ziqiu dan Xiao Jian juga sama,”
keluhnya.
Ling Heping menjelaskan bahwa dia tidak tahu harus bersikap bagaimana, jadi dia hanya bersikap pasrah saja. Dan menurutnya, Ling Xiao juga terlalu sensitif. Tidak seperti Ziqiu yang bersikap lapang dada. Mendengar itu, Li Haichao tidak senang dan malas menanggapi Ling Heping lagi.
“Haichao,
sayur sudah begitu banyak. Taoge ini tidak usah masak lagi,” kata Ling Heping,
mengalihkan pembicaraan.
“Kenapa
tidak masak? Aku bisa apa lagi? Aku hanya bisa masak,” balas Li Haichao dengan
suara keras. “Saat mereka tidak senang, makan masakanku yang enak dan kenyang,
mereka akan senang. Kenapa tidak biarkan aku masak? Aku masak kenapa tidak
boleh?” keluhnya, emosi.
“Masaklah.
Masaklah. Aku lanjutkan,” balas Ling Heping sambil tertawa mengalah. Dan Li
Haichao langsung mengabaikan nya lagi. Sehingga suasana menjadi agak tidak
enak.
Jian Jian menceritakan kepada Mingyue tentang masalah Nenek Chen yang terus membawa Meiying ke toko. Dan Mingyue merasa bahwa sikap Nenek Chen begitu keterlaluan. Lalu dia menanyai tentang reaksi Ayah Ling. Dan Jian Jian mendengus kesal serta menyuruh Mingyue untuk jangan bertanya tentang Ayah Ling, karena Ayah Ling adalah orang pertama yang menghindar paling cepat.
“Kedepan nya
jangan cari suami seperti Ayah Lin,” kata Jian Jian, menasehati dengan serius.
Mingyue
kemudian gantian menasehati Jian Jian. Menurutnya, mau ditinggalkan seperti
apapun, juga harus menemukan orang tua sendiri. Jadi Jian Jian harus berhati-
hati supaya kedua kakak Jian Jian tidak di rebut. Dan Jian Jian tertawa.
“Kedua kakak
ku berbeda dengan orang lain,” kata Jian Jian dengan sangat yakin. “Kami
sekeluarga melawan orang luar,” jelasnya dengan bangga
“Jian Jian,
aku sungguh iri padamu. Aku juga ingin punya kakak yang baik padaku, dan bisa
mengubah perhatian Ibuku padaku. Dengan begini aku bisa lebih bahagia,” balas
Mingyue, berharap. “Akhir pekan masih harus les, melelahkan sekali,” keluhnya.
Dan Jian Jian merasa bersimpati padanya.
Para tetangga yang bermain mahjong bersama di toko mie, mereka menggosipi tentang Nenek Chen yang selalu pamer dan membawa Meiying datang. Juga menggosipi tentang Chen Ting. Juga Ling Xiao.
“Saat itu
Chen Ting begitu kejam, meninggalkan anak kandung nya sendiri, masih berani
kembali,” kata Bibi Qian.
“Chen Ting
bercerai itu bagus. Dulu dia juga kesusahan. Melihat anak dan suaminya, pasti
teringat putrinya yang mati. Dia sendiri sudah di ujung tanduk. Jika tidak
cerai dan pergi, mungkin sudah bunuh diri dan tidak bisa hidup lagi,” kata
tetangga yang lain.
Mereka semua yang bergosip didalam toko, suaranya sangat keras, sampai kedengaran keluar. Dan Ling Xiao yang baru pulang serta berada diluar mendengar pembicaraan mereka.
Kak kok gak ada gambar nya
ReplyDelete💞💞💞💞💞
ReplyDelete