Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Ling Xiao duduk di atas atap memandangi langit malam sendirian. Kemudian Jian Jian datang bersama dengan Ziqiu dan menyelimutinya. Sehingga dia merasa hangat. Lalu mereka makan cemilan bersama dengan bersemangat sambil mengobrol.
“Ada meteor,
kah?” tanya Jian Jian sambil memandang ke langit.
“Diberita
bilang pukul satu subuh, sekarang belum tengah malam,” jawab Ling Xiao,
menjelaskan.
“Yakin bisa
melihatnya? Dua tahun lalu kita juga menunggu bintang andromeda itu, hasilnya
tidak terlihat, bahkan kita di gigit nyamuk,” keluh Jian Jian.
“Kali ini
berbeda. Lihat kali ini, dulu hujan sekarang cuacanya bagus. Dan sepertinya
kali ini meteor leonids,. 50 tahun sekali,” balas Ziqiu dengan cukup yakin.
Jian Jian
kemudian berhenti makan sebentar. Dia merasa akhir- akhir ini dia sudah terlalu
banyak makan cemilan dan bertambah gemuk. Dan Ziqiu menertawainya serta
menyuruhnya untuk diet. Tapi Jian Jian tidak mau, karena dia masih masa pertumbuhan.
Dengan
nakal, Ziqiu mencubit lemak ditubuh Jian Jia dan tertawa. Dengan kesal, Jian
Jian pun menendang nya dengan pelan.
“Meteor ini
kapan datangnya?” gumam Ling Xiao, bertanya.
“Itu,” kata
Jian Jian sambil menunjuk ke arah langit. “Pesawat,” candanya. Dan Ziqiu
tertawa dengan keras mendengar leluconnya.
Hari semakin
larut. Jian Jian tertidur sangat nyenyak. Sementara Ziqiu dan Ling Xiao masih
terjaga untuk menunggu turun nya meteor.
“Hei. Kamu
tidak tanya, kenapa Ibumu meninggalkanmu?” tanya Ziqiu, ingin tahu.
“Tidak. Aku
sudah tahu alasannya, penasaran apa lagi,” balas Ling Xiao dengan malas. “Dia
bukan meninggalkan ku, tetapi semua barang di masa lalu.”
“Ternyata
kita ini barang,” gumam Ziqiu, kecewa.
Dengan
perhatian, Ling Xiao menasehati Ziqiu untuk jangan berpikir terlalu banyak. Dia
yakin bila He Mei kembali, He Mei pasti akan menjemput Ziqiu. Dan mendengar
itu, Ziqiu mendengus. Lalu dia menanyai, bagaimana perasaan Ling Xiao saat Chen
Ting datang kembali. Dan dengan jujur, Ling Xiao menceritakan bahwa dia tidak
merasakan apapun, namun melihat Chen Ting hidup dengan baik, dia merasa
akhirnya bebannya terlepas. Kemudian dia bertanya balik kepada Ziqiu.
“Jika dia
kembali, aku minta kembali uang Ayahku, kemudian mengusirnya. Kamu kira aku itu
kamu, tidak berguna,” kata Ziqiu dengan sikap pura- pura benci kepada He Mei,
kepadahal sebenarnya tidak.
“Semoga
begitu,” balas Ling Xiao, singkat.
Tiba- tiba
meteor turun. Dan Ziqiu serta Ling Xiao secara bersamaan langsung membangunkan
Jian Jian. Lalu setelah itu, Ziqiu segera melipat tangannya dan berdoa.
Sementara Jian Jian berteriak dengan bersemangat sambil melambai- lambaikan
tangannya.
“Ibu! Ibu!
Aku disini! Sudah melihatku?” tanya Jian Jian, berteriak.
Mendengar
teriakan itu, Ziqiu dan Ling Xiao hanya diam saja. Mereka berdua tampak tidak
terlalu bersemangat melihat Jian Jian berteriak kepada Ibunya. Tapi Jian Jian
tidak menyadari hal tersebut dan terus saja berteriak dengan bersemangat.
Chen Ting
menarik Meiying untuk pergi bersamanya ke toko mie dan menemui Ling Xiao. Tapi
Meiying tidak mau dan memberontak. Sebab dia tahu bahwa Ling Xiao tidak
menyukai nya dan hanya peduli kepada Jian Jian saja. Juga dia mau pulang ke
Singapura. Dan Chen Ting tertawa pelan, sebab mau tidak mau, mereka harus
tinggal disini untuk sementara, dan mereka hanya bisa pulang setelah tahun
baru. Juga dia membujuk Meiying untuk berhubungan baik sama Ling Xiao, karena
mereka berdua adalah saudara. Dan akhirnya, Meiying pun mengalah dan
mendengarkan bujukan Chen Ting.
“Ayo, sudah
mau hujan,” ajak Chen Ting sambil menarik tangan Meiying. Dan kali ini, Meiying
tidak memberontak dan mengikutinya dengan patuh.
Hujan turun
dengan sangat deras. Meiying dan Ling Xiao mengerjakan PR di meja yang sama.
Saat Meiying kesulitan mengerjakan PR nya, Ling Xiao menawarkan bantuan dan
mengajarinya. Dan Meiying merasa sangat senang di ajari oleh Ling Xiao. Melihat
itu, Chen Ting juga merasa senang.
Saat Ling
Xiao memperhatikan tanda lahir di belakang leher Meiying, senyum Chen Ting
menghilang. Dan kemudian dia membahas tentang masa lalu. “Tanda lahir ditempat
yang sama, ajaibkan? Hari itu juga petir sebesar ini. Kamu menggedor pintu,
tapi tetangga tidak mendengarnya. Sudah begitu lama, aku terus memimpikan petir
ini, tidak bisa pulang, tidak menemukan jalan, basah kuyup, dingin dan
gemetaran,” katanya. Dan mendengar itu, Ling Xiao teringat akan mimpi buruknya
juga. “Sembuh setelah melahirkan Meiying, tidak lagi bermimpi seperti itu,”
jelasnya, mengakhiri cerita masa lalu.
“Kenapa
memimpikan petir?” tanya Meiying, tidak mengerti.
“Karena Ibu
takut disambar petir,” jawab Chen Ting, berbohong.
“Takhayul,”
gumam Ling Xiao, pelan.
Ketika Jian
Jian keluar dari dapur dan melihat ke dekatan antara Ling Xiao dan Meiying, dia
merasa sangat sebal serta cemburu. Dan dia meremas sayur di tangannya untuk
melampiaskan emosinya. Melihat itu, Ziqiu menarik Jian Jian dengan paksa untuk
masuk kembali ke dalam dapur.
Disekolah.
Jian Jian merasa sangat tidak bersemangat. Dan Mingyue mengerti bahwa Jian Jian
pasti mengkhawatirkan tentang Ling Xiao. Dan Jian Jian membenarkan. Dia merasa
tidak nyaman, karena kedatangan Meiying. Juga dia membayangkan, jika Ibu Ziqiu
juga kembali dengan membawa seorang adik. Maka dia pasti akan terabaikan, dan
itu berarti seumur hidupnya ini, dia hanyalah pengganti saja. Mendengar itu,
Mingyue tertawa.
Mingyue
kemudian menanyai Jian Jian, apa yang Ziqiu sukai, karena ulang tahun Ziqiu
akan segera tiba. Mendengar itu, Jian Jian baru teringat. Namun dia merasa
aneh, kenapa Mingyue bisa tahu. Dan dengan gugup, Mingyue beralasan macam-
macam. Lalu dia bertanya lagi, apa yang Ziqiu sukai. Dan mendengar itu, Jian
Jian diam serta berpikir dengan keras.
Saat pulang,
Ling Xiao menunjukkan headset yang dibelikannya untuk Ziqiu. Dan Jian Jian
hanya ‘mmh’ kan dengan sikap acuh dan malas. Dan dengan heran, Ling Xiao
memeluk bahu Jian Jian dan bertanya.
“Urus saja
adikmu yang itu, untuk apa mengurusku?’ kata Jian Jian, menunjukkan rasa
cemburunya. Tapi dia tidak mau mengakui bahwa dia cemburu. Lalu diapun berjalan
pergi duluan. Dan dengan geli, Ling Xiao tertawa serta mengejarnya.
Saat Ziqiu
sedang membantu Li Haichao memasak didapur, Ling Xiao datang untuk
menggantikannya. Tapi Ziqiu menolak, karena dia tidak tahu harus bicara apa
dengan Bibi kedua nya.
“Cepat pergi.
Bibimu datang merayakan ulang tahunmu. Cari topik pembicaraan,” kata Li Haichao
dengan tegas. “Cepat. Antarkan buah yang sudah di kupas di meja,” jelasnya
juga.
Dengan
terpaksa, Ziqiu pun meninggalkan dapur. Dan Ling Xiao menggantikan pekerjaan
nya.
Bibi kedua
bersikap sangat sopan sekali. Dia memanggil Jian Jian dengan sebutan ‘Nona Li’.
Dan Jian Jian merasa tidak nyaman di panggil seperti itu, jadi diapun meminta
Bibi kedua untuk memanggilnya dengan nama saja.
“Jian Jian,”
panggil Bibi kedua dengan sikap lebih santai. “Kamu buat ini, tidak menunda
belajarmu?” tanyanya, penasaran, melihat Jian Jian sibuk memahat kayu.
“Biasanya
nilaiku sudah jelek,” jawab Jian Jian, dengan bangga dan tanpa rasa malu.
Ziqiu
kemudian datang membawakan apel untuk mereka berdua. Lalu melihat Jian Jian
begitu jorok, dia memperingatkan Jian Jian untuk membersihkan meja sendiri
nanti. Dan Jian Jian mengiyakan. Tapi mendengar itu, Bibi kedua langsung
memukuli Ziqiu dengan pelan dan menariknya untuk keluar dan berbicara.
Ziqiu membawa
Bibi kedua ke dalam kamarnya. “Bibi mau bilang apa, bisa dikatakan diluar saja,
kan?” tanya nya, bingung.
“Duduk,”
perintah Bibi kedua. Dan Ziqiu pun menurut. “Tadi kenapa berbicara begitu pada
Jian Jian?” tanyanya. Dan Ziqiu merasa bingung apa yang salah. “Kamu makan dan
tinggal dirumahnya, mereka juga bayar uang sekolahmu. Kenapa jika kamu bantu
bersihkan meja mereka? Sudah sering Bibi katakan padamu, dirumah orang harus
lebih rajin,” katanya, menasehati dengan niat baik. Tapi Ziqiu merasa tidak nyaman.
“Dengar, kamu tidak sebanding dengan Ling Xiao, Ayahnya memberikan uang, dia
berbeda. Jadi kamu harus lebih pengertian,” katanya, menekankan.
Dengan tidak
berdaya, Ziqiu menganggukkan kepalanya dengan pelan.
Ling Heping
akhirnya datang. Dia datang dengan membawakan kue ulang tahun untuk Ziqiu.
Melihat itu, Li Haichao berniat untuk memanggil Ziqiu dan Bibi kedua untuk
keluar dari kamar. Namun sebelum dia sempat mengetuk pintu, dia tidak sengaja
mendengarkan pembicaraan mereka berdua didalam. Dan dia merasa bersimpati
kepada Ziqiu.
“Ziqiu,
bantu hidangkan,” panggil Li Haichao untuk membantu Ziqiu.
Mendengar
panggilan itu, Bibi kedua langsung menyuruh Ziqiu untuk segera keluar dan
membantu Li Haichao diluar.
Dimeja
makan. Bibi Kedua (He Lan) merasa canggung untuk makan bersama dengan semuanya.
Dan melihat itu, Ling Heping menyuruh He Lan untuk jangan sungkan dan makan
saja. Dan He Lan pun mengiyakan, lalu dia menuangkan Li Haichao minuman dan
mengajaknya untuk bersulang. Dan Li Haichao pun mengiyakan dan bersulang.
He Lan
kemudian menarik Ziqiu untuk berdiri dan bersulang dengan Li Haichao juga. Dan
Ziqiu pun melakukannya. Tapi lalu He Lan malah memukulinya dan memarahinya.
“Kamu ini masih belum menuangkan arak untuk Ayahmu,” katanya. Dan suasana pun
menjadi agak canggung serta tidak nyaman.
“Semuanya
duduk dan makanlah,” kata Ling Heping, berusaha mencairkan suasana. Dan Li
Haichao pun menarik Ziqiu untuk duduk.
“Ziqiu,
bersulang pada Ayah Ling,” kata He Lan, menarik Ziqiu untuk berdiri lagi. Dan
Ziqiu merasa sangat tidak berdaya dan hanya bisa menurut saja.
“Sudah,
sudah. Duduk, aku tidak perlu,” kata Ling Heping, segera menghentikan.
Jian Jian
kemudian langsung mengalihkan pembicaraan. Dia menanyai Ling Heping, dimana
ampao untuk kado ulang tahun Ziqiu. Dan Ling Heping tertawa keras. Melihat itu,
He Lan merasa agak canggung dan masih saja berdiri.
Ling Heping
kemudian memberikan ampao kepada Ziqiu, dan Jian Jian langsung merebutnya.
“Isinya begitu banyak? Di ulang tahunku, aku baru dapat 600 yuan,” keluhnya.
“Tahun ini
bertambah,” balas Ling Heping. Dan Ziqiu langsung merebut ampao nya kembali.
“Ulang tahunmu nanti, juga bertambah,” janjinya.
“Benarkah?”
balas Jian Jian. Dan Ling Heping mengiyakan sambil tertawa. Kemudian mereka
semua bersulang besama- sama. Dan mulai makan.
Dengan
canggung, He Lan duduk di tempatnya dan hanya memperhatikan semuanya makan
saja.
Setelah
makan- makan selesai, Li Haichao yang mulai mabuk bersikap sedikit kekanak-
kanakan. Dan melihat itu, Ling Xiao serta Ziqiu langsung membantunya.
“Kalian
berdua anakku, ‘kan?’” tanya Li Haichao sambil memegang tangan Ling Xiao dan Ziqiu dengan erat. “Kalian anakku,
meskipun tidak ada hubungan darah, tidak satu marga, kita tetaplah satu
keluarga ya,” katanya.
“Benar.
Semuanya anak kandungmu,” kata Ling Heping, menenangkan Li Haichao.
“Ling
Heping. Aku sedang sedih, kamu tahu tidak? Aku sedih!” teriak Li Haichao,
emosi. “Awalnya, aku merasa Tuhan sangat baik padaku. Memberiku anak- anak
sebaik ini. Kemudian, aku menghargainya. Aku besarkan mereka, menjaga mereka,
aku tidak tega pukul, tidak tega marah. Tetapi ada orang yang selalu
mengingatkanku, aku bukan Ayah kandung, aku bukan keluarganya. Jadi dimana
keluarga mereka?” tanyanya dengan sedih.
Mendengar
itu, He Lan dan Ling Heping merasa agak tidak enak. Sebab Li Haichao tampak
seperti sedang membicarakan tentang diri mereka.
“Neneknya
memukulnya, memarahinya. Ling Xiao, setelah bertemu Ibunya, dia tidak bisa
tidur, kurang tidur. Setiap hari tidak bisa tidur, aku sedih melihatnya. Siapa
yang peduli? Kalian siapa yang tahu?” tanya Li Haichao, emosi. “Ziqiu kami ini,
paling menderita. Semuanya selalu bilang padanya, kamu harus berbakti, kamu
harus menghormatinya. Kapan Ziqiu kami tidak berbakti? Ditengah malam, mencuci
baju di toilet, bantu aku mengepel dan memasak, kenapa tidak berbakti? Kamu
memukulnya didepanku, kamu mencubitnya. Kamu sedang memukul ku!” bentaknya,
marah. Lalu dia mulai terbatuk- batuk dan merasa tidak nyaman.
Dengan
segera, semuanya segera membantu Li Haichao dengan panik, kecuali He Lan. Dia
berdiri dan lalu duduk dengan canggung di tempatnya.
Jian Jian
merasa tidak tega kepada Ayahnya yang terlalu menahan banyak hal sendirian. Dan
Ling Xiao pun menasehati Jian Jian untuk jangan sampai seperti ini juga.
“Aku menahan
apa?” tanya Jian Jian, tidak mengerti.
“Kamu
membenci Xiao Chengzi (Meiying),” balas Ling Xiao, tahu.
“Aku
membencinya?” teriak Jian Jian, emosi. Dan Ling Xiao langsung memberikan tanda
supaya Jian Jian jangan berteriak, karena takut Li Haichao akan terbangun nantinya.
“Aku benci tiga generasi keluarga Nenekmu,” tegasnya.
“Sudah mirip
hamster,” balas Ling Xiao dengan sikap memanjakan. Tapi Jian Jian terus saja
cemberut. “Jangan marah. Hanya sampai tahun baru,” bujuknya. Tapi Jian Jian
tidak peduli.
Ketika Jian
Jian dan Ling Xiao keluar dari kamar, Li Haichao membuka matanya secara
perlahan dan melamun.
Flash back
Jian Jian
membawa Li Haichao dan Ling Xiao ke desa untuk menjemput Ziqiu. Dan secara
serius, Ling Xiao memberitahu Jian Jian bahwa Li Haichao dan He Mei tidak jadi
menikah, jadi Ziqiu bukanlah kakak Jian Jian lagi, karena itu mereka tidak bisa
menjemput dan membawa Ziqiu begitu saja.
“Tetapi Ayah
sudah beli tempat tidurnya. Ayah sudah beli tempat tidur,” kata Jian Jian,
bersikap keras kepala.
Tepat disaat
itu, Ziqiu lewat. Dan Jian Jian pun langsung berlari ke arahnya sambil
berteriak ‘Kakak’ dengan suara keras.
Melihat
kondisi Ziqiu yang sangat susah, Li Haichao merasa sedih sekali. Dia membantu
Ziqiu untuk mengangkat keranjang yang dibawanya. Dan sesampainya diladang dia
membantu Nenek Ziqiu bekerja sambil mendengarkan tentang kisah hidup Ziqiu,
setelah He Mei pergi meninggalkannya sendirian.
Sementara
Ziqiu, Jian Jian, dan Ling Xiao, mereka bertiga bermain- main bersama di
samping ladang.
Li Haichao
memperhatikan anak- anak yang tampak gembira bermain bersama. Dan dia merasa sangat tidak tega.
“Serahkan
Ziqiu padaku,” pinta Li Haichao, mengejutkan Nenek Ziqiu dan He Lan. “Aku akan
bawa dia ke kota, ku carikan sekolah. Aku besarkan dia,” katanya dengan tulus.
Saat Ziqiu
tinggal dirumah Li Haichao, setiap malam dia selalu mencucikan baju semua orang
secara diam- diam. Dan ketika Li Haichao mengetahui itu, dia merasa sedih dan
juga tidak tega.
Saat makan,
Ziqiu selalu hanya makan sayur saja, dan menolak untuk memakan daging. Namun Li
Haichao memaksanya untuk memakan daging. Dan dengan senang, Ziqiu mengucapkan
terima kasih. Mendengar itu, Li Haichao merasa sedih untuk Ziqiu.
Saat Ziqiu
membantu ditoko, ada tetangga yang suka sekali mengejeknya. Mereka menanyai,
apakah He Mei ada mengirim uang. Lalu mereka mengatai, bila Ziqiu tidak patuh,
maka Li Haichao akan mengusir nya. Dan mendengar itu, Ziqiu merasa sangat
sedih. Dan Li Haichao langsung menegur dua tetangga yang mengejek Ziqiu dengan
tegas. Kemudian dia menghibur Ziqiu.
“Ziqiu
jangan nangis, tidak apa. Nenek salah bicara, aku tidak akan mengusir mu, tidak
akan,” kata Li Haichao, menyakinkan Ziqiu.
“Aduh. Nenek
hanya bercanda, kamu sungguh menangis,” ejek si tetangga sambil tertawa.
“Makanlah.
Jika tidak makan, nanti mengembang,” tegas Li Haichao, tidak senang dengan
sikap si tetangga. Lalu dia membawa Ziqiu untuk menjauh.
Li Haichao
kemudian kembali menghibur dan menenangkan Ziqiu untuk jangan sedih. Karena
baginya, Ziqiu sama seperti Jian Jian, sama- sama anaknya. Jadi dia tidak akan
meninggalkan Ziqiu. Mendengar itu, Ziqiu hanya diam saja dan menggangguk.
Suatu hari,
He Lan datang dengan membawakan surat dari He Mei untuk Li Haichao. Dalam surat
itu, He Mei berterima kasih banyak kepada Li Haichao, karena sudah mau menjadi
Ayah bagi Ziqiu dan menolong Ziqiu. Lalu dia menjelaskan bahwa sekarang dia
juga sedang sangat kesulitan, jadi dia
tidak bisa mengirim biaya apapun. Namun dia menenangkan Li Haichao untuk tidak
perlu khawatir, karena Ziqiu pasti akan menjadi anak yang berbakti dan tahu
membalas budi. Lalu uang yang dipinjamnya, suatu saat dia pasti akan
mengembalikannya. Dan dia juga meminta maaf.
Flash back
end
He Lan
meminta maaf, karena sudah membuat Ayah Ziqiu marah. Dan Ziqiu menjawab tidak
apa- apa, karena dia tahu He Lan mengatakan semua itu demi kebaikannya.
“Ziqiu.
Berjanjilah satu hal,” pinta He Lan. “Lupakan Ibumu. Jangan cari kabarnya lagi,
jangan cari dia lagi. Dia sudah pergi begitu lama. Begini lebih baik untuk
kalian,” katanya, menasehati.
“Aku tidak
ada maksud lain, aku hanya ingin tahu kenapa,” balas Ziqiu, berpura- pura tidak
peduli dengan He Mei. Kepadahal dia sangat peduli.
“Ziqiu. Kita
harus punya hati nurani. Ayahmu begitu baik padamu, jangan buat dia sedih,” pinta
He Lan dengan serius dan tulus. Dan Ziqiu pun mengiyakan.
Keesokan
harinya. Mingyue memberikan hadiah jam tangan kepada Ziqiu. Dan Ziqiu menerima
hadiah itu dengan sikap biasa saja dan cuek. Namun walaupun begitu, Mingyue
sudah merasa sangat senang.
Dicafe.
Seperti biasa, Jian Jian bersikap bermalas- malasan, sementara Ziqiu dan Ling
Xiao sibuk belajar dan mengerjakan tugas dengan rajin.
Sedangkan
Mingyue, dia terus menatap ke arah Ziqiu. Dia memperhatikan, Ling Xiao memakai
jam tangan yang sama dengan jam yang dia berikan sebelumnya kepada Ziqiu.
Sementara Ziqiu sendiri tidak ada memakai jam tangan apapun, dan dia merasa
agak kecewa.
Suatu hari,
Meiying datang berkunjung ke rumah Jian Jian untuk bertemu dengan Ling Xiao.
Dan Jian Jian menyuruh Meiying untuk duduk di tangga dan menunggu saja disana,
karena Ling Xiao sedang tidak ada dirumahnya. Namun Meiying menolak dan
menyuruh Jian Jian untuk membawanya mencari Ling Xiao. Jika Jian Jian tidak
mau, maka dia tidak akan pergi. Dan Jian Jian tidak peduli.
“Bawa aku
cari kakak ku,” kata Meiying, keras kepala. Dia memegang baju Jian Jian dengan
erat dan tidak mau melepaskannya.
“Lepaskan.
Jika tidak kupukul kamu,” ancam Jian Jian. “Hitung sampai tiga…”
“Kuberi 100
yuan,” kata Meiying sambil memberikan uang nya. Dan Jian Jian pun menerima uang
itu dengan senang.
Jian Jian
dengan sengaja membawa Meiying berkeliling, tanpa benar- benar membantunya
mencarikan Ling Xiao. Dan karena Meiying bersikap agak menjengkelkan, maka dia
pun sengaja berlari. Tanpa sengaja, disaat itu, Meiying malah terpeleset dan
terjatuh dari tangga. Dan Jian Jian merasa sangat terkejut.
Sesampainya
di rumah sakit, Ling Xiao yang panik mengabaikan Jian Jian. Dia langsung
menghampiri perawat dan mengenai keadaan Meiying, lalu dia mengikuti si perawat
masuk ke dalam ruang UGD untuk melihat keadaan Meiying yang mengalami patah
tulang.
Sedangkan
Ziqiu, dia menenangkan Jian Jian yang berdiri terpaku, karena masih merasa syok
dengan apa yang terjadi.
Chen Ting
memarahi Li Haichao dan Jian Jian secara habis- habisan. Dan ketika Ling Xiao
memberitahu bahwa Meiying sudah siuman, barulah dia berhenti.
“Bagaimana?”
tanya Li Haichao, dengan perasaan bersalah.
“Tidak apa,
Ayah. Kembalilah ke toko. Disini ada aku,” jawab Ling Xiao, menenangkan Li
Haichao. “Abaikan Ibuku.”
“Kak …”
panggil Jian Jian, ingin bicara. Tapi tepat disaat itu, terdengar sura Meiying
yang berteriak memanggil Ling Xiao. Dan Ling Xiao pun menyuruh Jian Jian untuk
pulang duluan. Mendengar itu, Jian Jian merasa sedih dan juga syok.
“Ayo. Kita
hanya mengganggu,” ajak Ziqiu, menarik tangan Jian Jian.
Chen Ting
kembali membahas masa lalu, dan menghubungkan semuanya dengan masa lalu. Dia
membahas bahwa dulu Ling Xiao sangat menyayangi Adik serta selalu menjaga Adik
dengan sangat baik. Dan sekarang Meiying juga menyayangi Ling Xiao, walaupun
mereka baru pertama kali bertemu. Dan Meiying adalah Adik baru Ling Xiao. Jadi
Chen Ting berharap Ling Xiao bisa memberikan sedikit rasa sayang Ling Xiao ke
Jian Jian kepada Meiying.
“Yang
kuberikan kepada Li Jian Jian, tidak akan kubagi. Aku bukan kamu,” kata Ling
Xiao dengan tegas. Lalu dia masuk ke dalam kamar rawat Meiying, dan mengabaikan
Chen Ting.
Jian Jian
berdiri merenung diatas atap sambil
memandang ke arah jalan. Melihat itu, Ziqiu mengerti apa yang sedang Jian Jian
tunggu.
“Ayah tidak
izinkan, selagi Ayah tidak ada, makanlah permen ini,” kata Ziqiu, untuk
menghibur Jian Jian. “Mengabaikanku. Buka mulutmu. Ah… Ah… pintar,” pujinya,
saat Jian Jian dengan patuh membuka mulutnya dan memakan permen pemberiannya.
Jian Jian
menceritakan perasaannya kepada Ziqiu. Dia tahu kalau dirinya tidak bersalah,
karena Meiying terjatuh bukan karenanya. Tapi setiap hari Ling Xiao selalu ke
rumah sakit dan tinggal disana, dan dia sudah lama tidak bertemu Ling Xiao. Dia
yakin bahwa Ling Xiao pasti merasa tidak senang.
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ’žðŸ’žðŸ’ž
ReplyDeleteSemangat min, lanjut sampai tamat
ReplyDelete