Original Network :
Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Jian Jian merasa kalau Ling Xiao pasti sangat tidak senang. Dan Ziqiu
membenarkan, sebab Chen Ting tidak tahu malu dan Meiying menyebalkan, jadi mana
mungkin Ling Xiao bisa senang. Jadi karena itulah, Jian Jian merasa bersalah.
“Kamu kira Qin Meiying tidak patah tulang, mereka tiga generasi tidak akan mengganggunya?” tanya Ziqiu dengan sinis. Lalu dia memeluk Jian Jian. “Sudahlah, mereka akan segera pergi. Dunia kita akan kembali tenang lagi,” hiburnya. Dan Jian Jian hanya diam saja.
Tepat disaat itu, Ling Xiao pulang. Dan dengan senang, Jian Jian
langsung berlari untuk menghampirinya. Tapi sebelum itu dia menyuruh Ziqiu
untuk cepat panaskan nasi. Dan Ziqiu tertawa pelan.
“Kak,” panggil Jian Jian dengan bersemangat. “Kamu pulang. Lelah kah?
Sudah makan? Pasti kelaparan. Masih ada nasi kentang dan daging semur merah.
Dengar, daging hari ini sungguh sangat enak. Jika bukan kusisakan, sudah
dihabiskan Kak Ziqiu,” katanya, cerewet.
Mendengar itu, Ling Xiao tertawa. Dan dengan lembut, dia mengelus kepala
Jian Jian. “Aku tidak lapar, aku mau mandi dan tidur. Kamu sudah harus cuci
rambut,” balasnya.
“Kak, aku tidak menyangka akan begini,” kata Jian Jian, merasa bersalah.
“Asal pikir apa? Aku ada dipihakmu,” balas Ling Xiao sambil memeluk bahu
Jian Jian. “Aku lapar lagi, kamu sisakan daging, ‘kan?” tanyanya. Dan Jian Jian
mengiyakan sambil tertawa dengan senang.
Pagi hari. Disekolah. Ziqiu membelikan dan mengantarkan sarapan yang Ling
Xiao sukai, supaya Ling Xiao kembali bersemangat lagi. Dan menerima itu, Ling
Xiao merasa tersentuh.
Dirumah sakit. Nenek Chen menegur Chen Ting yang tidak memperhatikan
Ling Xiao. Sebab setiap malam, Ling Xiao harus menginap di rumah sakit dan
paginya harus berangkat ke sekolah, kepadahal sekarang Ling Xiao sudah kelas 3
SMA. Jadi Ling Xiao pasti sangat kecapekkan. Mendengar itu, Chen Ting merasa
kurang senang, karena dulu Nenek Chen yang bilang supaya dia memanfaatkan
Meiying untuk mendekati Ling Xiao.
“Aku tidak minta kamu memanggil Ling Xiao menginap disini. Kamu lihat
dulu lingkaran matanya,” kata Nenek Chen, menasehati.
“Intinya semua yang kulakukan salah,” balas Chen Ting, tidak senang.
“Maka lakukanlah yang benar untuk kulihat,” balas Nenek Chen dengan
keras.
“Saat Ibu pamer menantu kaya Ibu? Ibu naik mercedes, bilang menantu
memberimu uang? Ibu merasa aku selalu benar,” balas Chen Ting, menyindir.
“Apa yang bisa kupuji darimu? Anak orang lain selalu menemani disamping.
Kamu? Menikah begitu jauh, saat aku sakit dan lainnya, selain kirim uang kamu
bisa apa lagi?” balas Nenek Chen, mengeluh kesal. “Apa aku ini kekurangan uang?
Seumur hidupku tidak akan hidup enak berkatmu.”
Tepat disaat itu, Li Haichao datang berkunjung untuk mengantarkan
makanan. Dan Chen Ting merasa tidak enak, karena merepotkan. Tapi Nenek Chen
tidak merasa kalau mereka telah merepotkan Li Haichao. Dan Chen Ting
menjelaskan bahwa besok Meiying sudah bisa pulang, jadi Li Haichao tidak perlu
datang untuk mengantarkan makanan lagi. Dan Li Haichao mengerti serta pamit
untuk pergi.
“Tunggu,” pinta Chen Ting. “Kebetulan, aku bulan depan akan kembali ke
Singapura. Uang ini jangan merasa sedikit,” katanya sambil memberikan amplop
uang kepada Li Haichao.
“Tidak perlu,” balas Li Haichao, menolak.
“Kamu dengarkan dulu. Selama ini aku tidak disamping Ling Xiao, berkat
kamu, Ling Xiao bisa sebaik ini. Aku ingin berterima kasih, tapi tidak tahu
harus bagaimana. Jadi aku merasa harus melakukan sesuatu. Dan hari selanjutnya
masih harus merepotkanmu. Jadi terimalah,” kata Chen Ting menjelaskan, sambil
memaksa Li Haichao.
“Tidak perlu,” tegas Li Haichao, menolak. “Aku tulus menganggap Ling
Xiao sebagai anak sendiri. Kamu tenang, tanpa ini aku juga akan menjaganya
dengan baik,” jelasnya. Lalu diapun pamit dan langsung pergi.
Setelah Li Haichao pergi, Nenek Chen kembali memarahi Chen Ting lagi.
Dan Chen Ting pun hanya diam serta menurut saja.
Akhirnya, Chen Ting dan Meiying akan pulang ke Singapura. Dan melihat
itu, Jian jian merasa sangat senang sekali. Begitu juga dengan Ziqiu. Mereka
berdua langsung berlari dan memeluk Ling Xiao sambil tertawa gembira.
Jian Jian, Ling Xiao, dan Ziqiu, pergi berfoto bersama.
Pergi belanja bersama. Dan seperti anak kecil, Jian Jian dan Ziqiu
selalu mengambil begitu banyak cemilan secara diam- diam dari Ling Xiao yang
selalu mengawasi mereka dengan ketat. Ziqiu mengambil banyak cemilan demi Jian
Jian yang menginginkannya. Tapi pada akhirnya, pada saat di kasir, Ling Xiao
langsung mensortir semuanya. Dan dengan kesal, Jian Jian pun memukulnya. Tapi
Ling Xiao tidak peduli dan tetap tidak mengizinkan nya.
Dirumah. Jian Jian sama sekali tidak mau mengerjakan PR nya dan belajar.
Dia ngambek, karena tidak ada cemilan. Dan Ling Xiao berjanji akan membelikan
Jian Jian cemilan, setelah gigi Jian Jian sudah di cabut. Tapi Jian Jian tidak
percaya.
“Eh, Qi Mingyue bilang mau datang, ‘kan?” tanya Ziqiu, teringat.
“Ujian semesternya urutan ketiga, Ibunya bilang dia menurun, jadi
tambahkan les nya lagi,” jawab Jian Jian, menjelaskan. Dan mendengar itu, Ziqiu
serta Ling Xiao tertawa geli. “Ah. Liburan sungguh membosankan,” keluh Jian
Jian, bersikap malas- malasan.
Tepat disaat itu, telpon rumah berbunyi. Dan Jian Jian pun langsung
mengangkatnya. “Kamu ini penipu kah? Matio saja penipu!” umpatnya. Lalu dia
langsung mematikan telpon dengan kasar.
“Penipu apa?” tanya Ziqiu, penasaran.
“Dia bilang pahatan kayuku menang. Kapan aku ikut lomba? Mau menipu juga
tidak selidiki dulu,” keluh Jian Jian, mengomel. Dan Ziqiu serta Ling Xiao
tertawa.
Kemudian telpon rumah kembali berbunyi, dan Ling Xiao langsung membantu
Jian Jian untuk mengangkat telpon itu. “Halo… Benar, rumah Li Jian Jian…
Karyanya aku yang kirim, aku kakak nya… Dia sendiri tidak tahu… Terima kasih.”
Mendengar itu, Jian Jian sangat kaget dan menatap ke arah Ziqiu. Tapi
Ziqiu juga tidak tahu apapun.
Jian Jian, Ziqiu, dan Ling Xiao dengan kompak bekerja sama untuk
menempelkan ‘kata selamat’ didepan pintu toko. Dan ketika ada tetangga yang
lewat dan bertanya, dengan bersemangat Jian Jian langsung memberitahu mereka
tentang kabar gembira nya.
“Nenek Qian, aku dapat piala emas. Makan mie diskon 80%,” kata Jian Jian
sambil tertawa. Dan para tetangga ikut tertawa serta mengucapkan selamat kepada
Jian Jian.
Malam tahun baru. Ketika Paman dan Bibi Li menelpon, Jian Jian dengan
senang mengucapkan ‘selamat tahun baru’ kepada mereka, lalu dia memberikan
telpon kepada Ayah. Setelah itu, dia mengingatkan Ling Xiao untuk cepat
menelpon Nenek Chen, begitu juga Ziqiu untuk cepat menelpon Bibi He Lan, karena
jika tidak mereka berdua pasti akan mengomel. Dan ternyata Ling Xiao dan Ziqiu
sudah menelpon duluan.
Lalu disaat itu, Mingyue menelpon ke ponsel Ziqiu. Dan melihat itu, Jian
Jian langsung menjawab nya duluan. “Halo, Yueliang (Mingyue), selamat tahun
baru … kamu dimana? … Phuket? … Enak sekali, dari kecil aku belum pernah keluar
provinsi … Hujan? Dingin tidak?”
Mendengar obrolan antara Jian Jian dan Mingyue, Ziqiu tertawa geli.
“Phuket dingin tidak?” ejeknya. Dan semua orang tertawa. Tapi Jian Jian tidak peduli.
Jian Jian kemudian mengembalikan ponsel kepada Ziqiu. Dan Ziqiu serta
Mingyue mengobrol selama sebentar. Lalu dia menyampaikan pesan dari Mingyue
kepada Ling Xiao. “Selamat tahun baru darinya.”
“Selama tahun baru,” balas Ling Xiao sambil tertawa.
“Dia sudah tutup,” balas Ziqiu.
Dengan sikap manis, Jian Jian meminta Li Haichao untuk membelikannya
ponsel, karena kedua kakak nya sudah punya ponsel. Tapi Li Haichao tidak mau.
Dan Ling Heping lalu menawarkan diri untuk membelikan Jian Jian ponsel terbaru nantinya.
Dan Jian Jian merasa sangat senang serta berterima kasih.
“Kamu manjakan saja dia,” tegur Li Haichao.
“Anak perempuan harus dimanja,” balas Ling Heping, tidak merasa ada yang
salah. “Hanya anak bodoh ini yang harus dididik tegas,” jelasnya sambil
menunjuk Ling Xiao dan Ziqiu.
Tiba- tiba Ling Heping mendapatkan telpon dari kantor. Jadi diapun pamit
kepada semuanya dan pergi. Lalu Li Haichao juga meninggalkan meja makan.
Jadi dimeja makan pun hanya tinggal, Jian Jian, Ziqiu, dan Ling Xiao
saja. Mereka bertiga menonton TV bersama dan tertawa bersama dengan gembira.
Didalam kelas. Guru Huang memperkenalkan seorang murid baru kepada
semuanya. Dan ketika murid baru masuk ke dalam kelas, semua murid laki- laki
langsung berseru dengan bersemangat, karena murid barunya sangat cantik. Dan
Jian Jian yang awalnya tertidur pun langsung terbangun.
“Apa kabar semuanya, aku Tang Can. Senang bisa berteman dengan kalian.
Tahun lalu karena syuting, aku ketinggalan satu tingkat. Ke depannya mungkin
karena pekerjaan akan menunda pelajaran. Harap semuanya bisa membantuku. Terima
kasih,” kata Tang Can dengan ramah. Dan semuanya pun bertepuk tangan. Kecuali
Jian Jian yang masih merasa agak ngantuk.
“Iklan es krim coklat itu kamu?” tanya seorang murid.
“Benar. Nanti ku traktir kalian,” jawab Tang Can. Dan semuanya merasa
senang.
Ketika semua murid sudah berhenti bertepuk tangan, Jian Jian pun
langsung tidur kembali.
Saat sudah jam pulang sekolah. Tang Can langsung buru- buru keluar dari
dalam kelas, dan tanpa sengaja kartu bus nya terjatuh. Melihat itu, Mingyue
langsung menarik tangan Jian Jian untuk segera menemaninya mengembalikan kartu
bus Tang Can.
“Dia atlet jalan cepat?” keluh Jian Jian, capek berlari.
“Mungkin dia terlalu terburu- buru,” balas Mingyue.
Lalu tepat disaat itu, mereka merasa seperti melihat sesuatu. Jadi
mereka pun berhenti berlari dan kembali ke gang kecil yang sempat mereka lewati
sebelumnya. Dan disana mereka melihat, Tang Can yang berdandan sangat cantik
sekali. Dan sedang latihan berakting.
Karena saking terkejutnya, Mingyue pun jadi cegukan. Dan karena itu,
Tang Can pun jadi menyadari keberadaan mereka berdua. Dan suasana pun menjadi
agak canggung. Lalu tanpa mengatakan apapun, Mingyue mengembalikan kartu bus
Tang Can dengan cara meletakkan nya di lantai begitu saja. Lalu dia langsung
menarik Jian Jian untuk berlari pergi.
Dengan sebal, Tang Can mengentakkan kakinya.
Ditoko. Jian Jian dan Mingyue melakukan akting iklan es krim milik Tang
Can. Tapi melihat itu, Ling Xiao dan Ziqiu sama sekali tidak ada bereaksi,
karena mereka sama sekali tidak kenal siapa Tang Can. Dan Jian Jian serta
Mingyue merasa kecewa pada mereka berdua.
“Intinya dia ini baru pindah ke kelas kami. Saat baru datang, dia
seperti Miss Universe,” kata Jian Jian, bercerita sambil memperagakkan nya
dibantu oleh Mingyue yang memakaikan mahkota
bayangan di kepalanya. “Hasilnya begitu pulang langsung berubah. Diluar
sekolah, palsu sekali.”
“Dia duduk dibelakang ku, bagaimana aku nanti?” tanya Mingyue, khawatir.
“Takut apa? Dia yang ketahuan oleh kita, dia yang seharusnya khawatir,”
balas Jian Jian, tanpa rasa takut. “Tenang, aku jaga kamu,” janjinya. Dan
Mingyue merasa lega.
Li Haichao kemudian datang mengantarkan mie untuk Mingyue dan Jian Jian.
Sementara Ling Xiao dan Ziqiu mengambil punya mereka sendiri di dapur.
Ketika waktunya makan, Ziqiu memberikan beberapa daging nya kepada Jian
Jian. Dan Jian Jian balas memberikan sayurnya. Lalu Ling Xiao juga begitu, dia
memberikan beberapa makanan kesukaan Jian Jian. Dan Jian Jian balas memberikan
telur kepadanya. Melihat itu, Mingyue mengaku bahwa dia merasa iri dan ingin
punya kakak juga.
“Pilih, untukmu gratis,” kata Jian Jian dengan santai.
“Aku tidak mau,” balas Mingyue sambil melirik ke arah Ziqiu.
“Kenapa? Kamu pernah puji kak Ziqiu keren saat main basket,” balas Jian
Jian dengan polos. Dan dengan malu- malu, Mingyue langsung menyangkal nya.
“Aku tidak keren?” tanya Ziqiu, terkejut.
“Aku… aku tidak bilang begitu,”
balas Mingyue dengan gugup.
“Pernah,” tegas Jian Jian, yakin.
Melihat sikap Mingyue yang tampak malu- malu, Ling Xiao tertawa dan
mengatai Ziqiu bodoh, karena tidak paham. Dan Ziqiu tidak terima. Dia balas
mengomentari Ling Xiao yang dari dulu hanya mau bicara lebih dari 100 kata
kepada Jian Jian saja.
“Aku adalah dunianya,” kata Jian Jian dengan bangga. Dan Ling Xiao tersenyum membenarkan. Sedangkan Ziqiu langsung pura- pura muntah karena geli.
Setelah selesai berlari, Jian Jian melihat Tang Can yang ternyata sedang
bergabung dengan grup perempuan yang tidak berlari, dan dia merasa sebal. Lalu
ketika Tang Can menatap ke arahnya, dia merasa emosi. Dan Mingyue langsung
menghentikan Jian Jian untuk jangan ribut. Tapi Jian Jian tidak mau berhenti.
Dia meniru tindakan Tang Can kemarin untuk mengejek nya.
“Ayo pergi,” ajak Mingyue dengan panik, sebelum terjadi keributan
nantinya. Tapi Jian Jian sama sekali tidak mau bergerak. “Kakak mu sedang main
basket, kita lihat kakak mu main basket,” ajaknya sambil mendorong tubuh Jian
Jian untuk pergi.
Seorang pria memperhatikan Ziqiu dari jauh.
Ketika Ziqiu selesai mencuci mukanya, pria barusan menghampirinya. Pria
tersebut mengaku sebagai Ayah Ziqiu. Dan namanya adalah Zhao Huaguang.
Mendengar itu, Ziqiu merasa terkejut.
Huaguang dan Ziqiu pergi ke tempat yang lebih sepi dan mengobrol disana.
Huaguang menceritakan bahwa dulu dia sangat miskin, jadi semua orang
meremehkannya, karena itu dia bukannya tidak mau merawat Ziqiu dulu, tapi dia
tidak mampu dan dia tidak bisa. Dan sekarang dia kembali, karena dia merasa
Ziqiu pasti sangat menderita tinggal di rumah orang lain. Mendengar itu, Ziqiu
merasa marah, karena sekarang dia baik- baik saja, dan dia tidak ingin ada
hubungan dengan Huaguang lagi. Lalu dia berniat untuk pergi. Tapi Huaguang
langsung menahannya.
“Dengarkan aku sampai selesai,” pinta Huaguang. “Ayah asuhmu sekarang,
dia hanya buka toko mie, ‘kan? Jika kamu terus begini, kamu tidak akan punya
pendidikan bagus. Masa depanmu akan hancur. Aku mencarimu, bukan agar kamu
mengakui ku. Tapi aku mau menanggung masa depanmu, mengerti? Sekarang aku tinggal
di luar negeri, kita bisa pergi bersama. Kamu masuk universitas yang terkenal,”
ajak Huaguang, membujuk Ziqiu dan menjelek- jelekkan Li Haichao.
Dengan kesal, Ziqiu mendengus. “Aku tidak pernah ingin sekolah di luar
negeri,” tegas nya. Lalu dia berniat untuk pergi. Tapi lagi- lagi Huaguang
menahannya.
Huaguang kemudian kembali menjelek- jelekkan Li Haichao. Dan dengan
emosi, Ziqiu pun membentak nya. Lalu berjalan pergi dengan cepat.
Jian Jian dan Ling Xiao berjalan berdua sambil bermain- main. Sedangkan
Ziqiu berjalan sendirian dibelakang mereka berdua. Dan menyadari itu, Jian Jian
pun memanggilnya.
“Kakak. Kenapa di belakang? Ayo!” panggil Jian Jian sambil tersenyum dan
mengulurkan tangannya. Dan melihat itu, Ziqiu tersenyum.
Dengan akrab, Ling Xiao meletakkan tangannya dibahu Ziqiu. Dan Jian Jian
memegang tangan Ziqiu. “Kenapa hari ini tidak senang?” tanyanya, perhatian.
“Nilai ujianmu jelek?” canda Ling Xiao.
Mood Ziqiu yang awalnya suram menjadi agak bersinar. “Kamu meremehkan
ku? Nilai ujian uji cobaku 601,” katanya dengan bangga.
“Aku 700,” balas Ling Xiao, menghancurkan kebanggan Ziqiu. Dan Jian Jian
tertawa.
Ketika mereka bertiga pulang, ternyata He Lan ada datang berkunjung
dirumah. “Bibi kedua. Liburan musim panas, aku mau ke rumahmu petik buah,” kata
Jian Jian dengan bersemangat.
“Pergi saja,” balas He Lan, setuju. “Minta kakak mu bawa kamu ke sarang
kelinci. Itu menyenangkan,” jelasnya. Dan Jian Jian bertambah bersemangat.
Saat makan, Chen Ting tiba- tiba saja menelpon. Dan Ling Xiao sengaja
tidak mau mengangkatnya.
“Memang. Pertama kali Nenek mu melihatnya, nenek bilang dia hanya pandai
bicara saja, bukan orang baik,” balas He Lan, membenarkan. “Sudahlah. Intinya,
aku tidak dengar dia ada penyakit. Kalau tidak, nanti kutanyakan.”
“Tidak perlu, Bibi. Aku hanya bertanya saja,” balas Ziqiu dengan gugup.
Lalu dia pamit dan keluar dari dalam kamar nya. Karena He Lan akan menginap di
kamarnya malam ini.
Malam hari. Ziqiu tidak bisa tidur, jadi dia berniat mengajak Ling Xiao
berbicara. Tapi Ling Xiao malas berbicara dengan nya dan menyuruhnya untuk
lebih baik tidur dibawah saja, karena dia tidak suka tidur bersama orang lain.
“Kamu tidur di lantai, aku tidur di atas,” kata Jian Jian yang berada
dibawah.
“Kamu tidur dilantai saja,” balas Ling Xiao dengan kesal. “Kenapa kamu
tidur di kamarku?” keluhnya.
“Aku takut kalian membicarakan ku,” balas Jian Jian. Dan mendengar itu,
Ziqiu serta Ling Xiao merasa geli. “Intinya, antara kalian tidak boleh ada
rahasia antar pria. Aku harus tahu semuanya.”
“Rahasia apa dari kami yang bisa ditutupi darimu?” balas Ling Xiao.
“Kak Ziqiu hari ini tidak senang, juga tidak mengatakan apa- apa,” kata
Jian Jian, sadar. Lalu dia mulai berbicara seperti orang tua. “Anak laki- laki
jika besar, sulit diatur. Mulai ada pemikirannya sendiri, mulai menutupi dari
adiknya.”
“Gila,” keluh Ziqiu.
Ziqiu kemudian menceritakan bahwa dia hanya sedang merasa tidak tenang
saja. Dia mulai memikirkan tentang kehidupannya, apakah dia terlalu bahagia,
akankah dia dirusak. Mendengar itu, Jian Jian langsung menasehati dengan sikap
santai dan bebas. Jangan pikirkan, karena semakin dipikirkan, maka semakin
tidak paham.
“Jika tidak dipikirkan, bagaimana?” tanya Ling Xiao, ingin tahu.
“Dilalui saja. Dilalui setiap hari. Setelah hari ini kemudian besok.
Makan, tidur, dan pikirkan ujian. Jika beban hari ini tidak dilalui, masih ada
beban besok. Asalkan masih hidup, lalui hari demi hari tiada habisnya,” jawab
Jian Jian sambil tertawa.
“Dari perkataanmu, aku merasa hidup ini tidak berarti,” gumam Ziqiu,
capek.
“Tidak berarti, jadi harus hidup lebih berarti,” balas Jian Jian dengan
sikap sok bijak. “Anak kecil, jika bertemu masalah, jangan menyulitkan diri.
Makan yang enak, minum yang enak, dan lakukan hal yang menyenangkan.”
“Ternyata Li Jian Jian yang begitu bodoh bisa memikirkan teori
kehidupan,” komentar Ziqiu, merasa lucu. “Patut disenangi.”
Dengan tegas, Ling Xiao kemudian mengingatkan Jian Jian untuk tenang.
Karena besok Ziqiu ada ujian. Dan Jian Jian pun langsung diam. Tapi dia masih
belum mengantuk. Dan Ling Xiao pun menyarankannya untuk menghitung domba saja.
“Satu domba, dua domba, tiga, empat, lima domba, enam, tujuh, delapan
domba,” hitung Jian Jian dengan patuh.
Mendengar suaranya, Ziqiu jadi teringat akan tangan yang Jian Jian
ulurkan kepadanya. Dan dia tersenyum bahagia.
Mingyue merasa lemas, melihat peringkat nya. Karena dia hanya
mendapatkan peringkat tiga saja, dan Ibunya pasti akan marah. Sedangkan Jian
Jian merasa senang, karena dia berhasil mendapatkan peringkat tiga dari
belakang, sebab sebelumnya dia selalu mendapatkan peringkat dua dari belakang
saja.
Lalu Tang Can, dia mendapatkan peringkat terakhir. Dan dia sedang sibuk
menangis. Melihat itu, Jian Jian berkomentar bahwa itu adalah air mata palsu.
Guru Huang menegur Jian Jian, karena Jian Jian hanya mendapatkan
peringkat ketiga dari belakang saja, tapi sudah sangat bangga dan mengejek Tang
Can.
Disaat itu, Ibu Tang datang bersama Tang Can. Dan Guru Huang pun
menyuruh Jian Jian untuk berdiri diluar dan merenungkan kesalahannya. Dan Jian
Jian pun menurut.
Ibu Tang meminta izin kepada Guru Huang untuk Tang Can, karena hari
Jumat mereka mau ke Shanghai, sebab Tang Can ada syuting disana, dan itu kira-
kira butuh waktu tiga hari. Dan Guru Huang pun memberikan izin padanya.
Mendengar itu, Jian Jian merasa sebal.
Tang Chan ingin sekali bisa belajar dan bersekolah dengan benar untuk
mendapatkan nilai bagus, jadi sebenarnya dia tidak ingin ikut syuting. Tapi Ibu
Tang tidak setuju. Menurut nya, belajar itu tidak terlalu penting.
“Bu. Aku mau jadi artis film, tidak mau jadi bintang iklan,” keluh Tang
Chan.
“Kamu ini pemalas,” balas Ibu Tang, tidak serius. “Kamu tenang saja. Ibu
sebagai manajermu, aku jamin pasti berusaha agar kamu dapat film terkenal,”
janjia nya. Dan Tang Chan tersenyum senang.
Tang Chan kemudian mengatakan kepada Ibu bahwa hari ini dia mau makan
roti goreng. Tapi Ibu Tang tidak mengizinkan, dia menyuruh Tang Chan untuk
makan salad saja, karena dua hari lagi Tang Chan akan ikut syuting iklan.
Dan Tang Chan pun cemberut.
“Lihat wajah kecilmu akan bulat seperti bakpao. Masih makan pulak. Makan
salad saja ya,” bujuk Ibu Tang. Lalu dia pun pergi.
Mingyue pergi berbelanja bersama Ibunya, Yuxiang.
Dan sambil berjalan- jalan, Yuxiang mengomentari sikap Ibu Tang yang tidak baik
dalam mengajarkan anak, karena dia malah membuat anak bermimpi untuk menjadi
artis saja. Dan Mingyue membalas bahwa itu tidak ada salahnya, karena Tang Can
memang cantik.
Mendengar
itu, Yuxiang menatap Mingyue dengan tajam. Dan Mingyue pun langsung diam.
“Tampak cantik tidak sebaik hidup cantik. Jangan belajar darinya,” katanya,
menasehati. “Oh ya, dulu kuminta kamu mentraktir kakak Li Jian Jian, sudah kamu
bilang?” tanyanya.
“Sudah.
Mereka bilang bisa,” jawab Mingyue. Dan mengetahui itu, Yuxiang merasa puas.
Mingyue
kemudian memilih baju putih yang disukainya. Tapi Yuxiang malah mengomentari
bahwa baju putih mudah kotor, jadi tidak baik. Lalu Mingyue pun memilih baju
hitam. Tapi Yuxiang malah mengomentari bahwa baju hitam tidak bagus untuk
Mingyue, lebih bagus warna cerah. Jadi Mingyue pun membiarkan Yuxiang yang
memilihkan baju untuknya.
Lalu Yuxiang
memilihkan warna merah jambu untuk Mingyue. “Gimana? Suka?” tanyanya.
“Boleh
juga,” jawab Mingyue, bersikap patuh.
“Kamu persis
dengan Ayahmu. Dari tatapan sampai nada bicara, tidak punya pendirian. Selalu
jawab boleh juga,” komentar Yuxiang dengan ketus.
Dengan
lelah, Mingyue menghela nafas. Karena apapun yang dilakukannya percuma, sebab Yuxiang
selalu menganggapnya salah.
Lanjut💕💕💕💕 semangat🔛🔥 💞💞💞💞
ReplyDeleteLanjuttt
ReplyDelete