Sinopsis C- Drama : Go Ahead Episode 6

 



Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV

Jian Jian merasa kalau Ling Xiao pasti sangat tidak senang. Dan Ziqiu membenarkan, sebab Chen Ting tidak tahu malu dan Meiying menyebalkan, jadi mana mungkin Ling Xiao bisa senang. Jadi karena itulah, Jian Jian merasa bersalah.

“Kamu kira Qin Meiying tidak patah tulang, mereka tiga generasi tidak akan mengganggunya?” tanya Ziqiu dengan sinis. Lalu dia memeluk Jian Jian. “Sudahlah, mereka akan segera pergi. Dunia kita akan kembali tenang lagi,” hiburnya. Dan Jian Jian hanya diam saja.

Tepat disaat itu, Ling Xiao pulang. Dan dengan senang, Jian Jian langsung berlari untuk menghampirinya. Tapi sebelum itu dia menyuruh Ziqiu untuk cepat panaskan nasi. Dan Ziqiu tertawa pelan.


“Kak,” panggil Jian Jian dengan bersemangat. “Kamu pulang. Lelah kah? Sudah makan? Pasti kelaparan. Masih ada nasi kentang dan daging semur merah. Dengar, daging hari ini sungguh sangat enak. Jika bukan kusisakan, sudah dihabiskan Kak Ziqiu,” katanya, cerewet.

Mendengar itu, Ling Xiao tertawa. Dan dengan lembut, dia mengelus kepala Jian Jian. “Aku tidak lapar, aku mau mandi dan tidur. Kamu sudah harus cuci rambut,” balasnya.


“Kak, aku tidak menyangka akan begini,” kata Jian Jian, merasa bersalah.

“Asal pikir apa? Aku ada dipihakmu,” balas Ling Xiao sambil memeluk bahu Jian Jian. “Aku lapar lagi, kamu sisakan daging, ‘kan?” tanyanya. Dan Jian Jian mengiyakan sambil tertawa dengan senang.


Pagi hari. Disekolah. Ziqiu membelikan dan mengantarkan sarapan yang Ling Xiao sukai, supaya Ling Xiao kembali bersemangat lagi. Dan menerima itu, Ling Xiao merasa tersentuh.


Dirumah sakit. Nenek Chen menegur Chen Ting yang tidak memperhatikan Ling Xiao. Sebab setiap malam, Ling Xiao harus menginap di rumah sakit dan paginya harus berangkat ke sekolah, kepadahal sekarang Ling Xiao sudah kelas 3 SMA. Jadi Ling Xiao pasti sangat kecapekkan. Mendengar itu, Chen Ting merasa kurang senang, karena dulu Nenek Chen yang bilang supaya dia memanfaatkan Meiying untuk mendekati Ling Xiao.

“Aku tidak minta kamu memanggil Ling Xiao menginap disini. Kamu lihat dulu lingkaran matanya,” kata Nenek Chen, menasehati.

“Intinya semua yang kulakukan salah,” balas Chen Ting, tidak senang.

“Maka lakukanlah yang benar untuk kulihat,” balas Nenek Chen dengan keras.

“Saat Ibu pamer menantu kaya Ibu? Ibu naik mercedes, bilang menantu memberimu uang? Ibu merasa aku selalu benar,” balas Chen Ting, menyindir.

“Apa yang bisa kupuji darimu? Anak orang lain selalu menemani disamping. Kamu? Menikah begitu jauh, saat aku sakit dan lainnya, selain kirim uang kamu bisa apa lagi?” balas Nenek Chen, mengeluh kesal. “Apa aku ini kekurangan uang? Seumur hidupku tidak akan hidup enak berkatmu.”


Tepat disaat itu, Li Haichao datang berkunjung untuk mengantarkan makanan. Dan Chen Ting merasa tidak enak, karena merepotkan. Tapi Nenek Chen tidak merasa kalau mereka telah merepotkan Li Haichao. Dan Chen Ting menjelaskan bahwa besok Meiying sudah bisa pulang, jadi Li Haichao tidak perlu datang untuk mengantarkan makanan lagi. Dan Li Haichao mengerti serta pamit untuk pergi.


“Tunggu,” pinta Chen Ting. “Kebetulan, aku bulan depan akan kembali ke Singapura. Uang ini jangan merasa sedikit,” katanya sambil memberikan amplop uang kepada Li Haichao.

“Tidak perlu,” balas Li Haichao, menolak.


“Kamu dengarkan dulu. Selama ini aku tidak disamping Ling Xiao, berkat kamu, Ling Xiao bisa sebaik ini. Aku ingin berterima kasih, tapi tidak tahu harus bagaimana. Jadi aku merasa harus melakukan sesuatu. Dan hari selanjutnya masih harus merepotkanmu. Jadi terimalah,” kata Chen Ting menjelaskan, sambil memaksa Li Haichao.

“Tidak perlu,” tegas Li Haichao, menolak. “Aku tulus menganggap Ling Xiao sebagai anak sendiri. Kamu tenang, tanpa ini aku juga akan menjaganya dengan baik,” jelasnya. Lalu diapun pamit dan langsung pergi.

Setelah Li Haichao pergi, Nenek Chen kembali memarahi Chen Ting lagi. Dan Chen Ting pun hanya diam serta menurut saja.



Akhirnya, Chen Ting dan Meiying akan pulang ke Singapura. Dan melihat itu, Jian jian merasa sangat senang sekali. Begitu juga dengan Ziqiu. Mereka berdua langsung berlari dan memeluk Ling Xiao sambil tertawa gembira.

Jian Jian, Ling Xiao, dan Ziqiu, pergi berfoto bersama.



Pergi belanja bersama. Dan seperti anak kecil, Jian Jian dan Ziqiu selalu mengambil begitu banyak cemilan secara diam- diam dari Ling Xiao yang selalu mengawasi mereka dengan ketat. Ziqiu mengambil banyak cemilan demi Jian Jian yang menginginkannya. Tapi pada akhirnya, pada saat di kasir, Ling Xiao langsung mensortir semuanya. Dan dengan kesal, Jian Jian pun memukulnya. Tapi Ling Xiao tidak peduli dan tetap tidak mengizinkan nya.

Dirumah. Jian Jian sama sekali tidak mau mengerjakan PR nya dan belajar. Dia ngambek, karena tidak ada cemilan. Dan Ling Xiao berjanji akan membelikan Jian Jian cemilan, setelah gigi Jian Jian sudah di cabut. Tapi Jian Jian tidak percaya.


“Eh, Qi Mingyue bilang mau datang, ‘kan?” tanya Ziqiu, teringat.

“Ujian semesternya urutan ketiga, Ibunya bilang dia menurun, jadi tambahkan les nya lagi,” jawab Jian Jian, menjelaskan. Dan mendengar itu, Ziqiu serta Ling Xiao tertawa geli. “Ah. Liburan sungguh membosankan,” keluh Jian Jian, bersikap malas- malasan.

Tepat disaat itu, telpon rumah berbunyi. Dan Jian Jian pun langsung mengangkatnya. “Kamu ini penipu kah? Matio saja penipu!” umpatnya. Lalu dia langsung mematikan telpon dengan kasar.

“Penipu apa?” tanya Ziqiu, penasaran.

“Dia bilang pahatan kayuku menang. Kapan aku ikut lomba? Mau menipu juga tidak selidiki dulu,” keluh Jian Jian, mengomel. Dan Ziqiu serta Ling Xiao tertawa.


Kemudian telpon rumah kembali berbunyi, dan Ling Xiao langsung membantu Jian Jian untuk mengangkat telpon itu. “Halo… Benar, rumah Li Jian Jian… Karyanya aku yang kirim, aku kakak nya… Dia sendiri tidak tahu… Terima kasih.”

Mendengar itu, Jian Jian sangat kaget dan menatap ke arah Ziqiu. Tapi Ziqiu juga tidak tahu apapun.

Jian Jian, Ziqiu, dan Ling Xiao dengan kompak bekerja sama untuk menempelkan ‘kata selamat’ didepan pintu toko. Dan ketika ada tetangga yang lewat dan bertanya, dengan bersemangat Jian Jian langsung memberitahu mereka tentang kabar gembira nya.


“Nenek Qian, aku dapat piala emas. Makan mie diskon 80%,” kata Jian Jian sambil tertawa. Dan para tetangga ikut tertawa serta mengucapkan selamat kepada Jian Jian.

Malam tahun baru. Ketika Paman dan Bibi Li menelpon, Jian Jian dengan senang mengucapkan ‘selamat tahun baru’ kepada mereka, lalu dia memberikan telpon kepada Ayah. Setelah itu, dia mengingatkan Ling Xiao untuk cepat menelpon Nenek Chen, begitu juga Ziqiu untuk cepat menelpon Bibi He Lan, karena jika tidak mereka berdua pasti akan mengomel. Dan ternyata Ling Xiao dan Ziqiu sudah menelpon duluan.


Lalu disaat itu, Mingyue menelpon ke ponsel Ziqiu. Dan melihat itu, Jian Jian langsung menjawab nya duluan. “Halo, Yueliang (Mingyue), selamat tahun baru … kamu dimana? … Phuket? … Enak sekali, dari kecil aku belum pernah keluar provinsi … Hujan? Dingin tidak?”

Mendengar obrolan antara Jian Jian dan Mingyue, Ziqiu tertawa geli. “Phuket dingin tidak?” ejeknya. Dan semua orang tertawa. Tapi Jian Jian tidak peduli.


Jian Jian kemudian mengembalikan ponsel kepada Ziqiu. Dan Ziqiu serta Mingyue mengobrol selama sebentar. Lalu dia menyampaikan pesan dari Mingyue kepada Ling Xiao. “Selamat tahun baru darinya.”

“Selama tahun baru,” balas Ling Xiao sambil tertawa.

“Dia sudah tutup,” balas Ziqiu.




Dengan sikap manis, Jian Jian meminta Li Haichao untuk membelikannya ponsel, karena kedua kakak nya sudah punya ponsel. Tapi Li Haichao tidak mau. Dan Ling Heping lalu menawarkan diri untuk membelikan Jian Jian ponsel terbaru nantinya. Dan Jian Jian merasa sangat senang serta berterima kasih.

“Kamu manjakan saja dia,” tegur Li Haichao.

“Anak perempuan harus dimanja,” balas Ling Heping, tidak merasa ada yang salah. “Hanya anak bodoh ini yang harus dididik tegas,” jelasnya sambil menunjuk Ling Xiao dan Ziqiu.


Tiba- tiba Ling Heping mendapatkan telpon dari kantor. Jadi diapun pamit kepada semuanya dan pergi. Lalu Li Haichao juga meninggalkan meja makan.

Jadi dimeja makan pun hanya tinggal, Jian Jian, Ziqiu, dan Ling Xiao saja. Mereka bertiga menonton TV bersama dan tertawa bersama dengan gembira.


Didalam kelas. Guru Huang memperkenalkan seorang murid baru kepada semuanya. Dan ketika murid baru masuk ke dalam kelas, semua murid laki- laki langsung berseru dengan bersemangat, karena murid barunya sangat cantik. Dan Jian Jian yang awalnya tertidur pun langsung terbangun.


“Apa kabar semuanya, aku Tang Can. Senang bisa berteman dengan kalian. Tahun lalu karena syuting, aku ketinggalan satu tingkat. Ke depannya mungkin karena pekerjaan akan menunda pelajaran. Harap semuanya bisa membantuku. Terima kasih,” kata Tang Can dengan ramah. Dan semuanya pun bertepuk tangan. Kecuali Jian Jian yang masih merasa agak ngantuk.

“Iklan es krim coklat itu kamu?” tanya seorang murid.

“Benar. Nanti ku traktir kalian,” jawab Tang Can. Dan semuanya merasa senang.

Ketika semua murid sudah berhenti bertepuk tangan, Jian Jian pun langsung tidur kembali.


Saat sudah jam pulang sekolah. Tang Can langsung buru- buru keluar dari dalam kelas, dan tanpa sengaja kartu bus nya terjatuh. Melihat itu, Mingyue langsung menarik tangan Jian Jian untuk segera menemaninya mengembalikan kartu bus Tang Can.


“Dia atlet jalan cepat?” keluh Jian Jian, capek berlari.

“Mungkin dia terlalu terburu- buru,” balas Mingyue.

Lalu tepat disaat itu, mereka merasa seperti melihat sesuatu. Jadi mereka pun berhenti berlari dan kembali ke gang kecil yang sempat mereka lewati sebelumnya. Dan disana mereka melihat, Tang Can yang berdandan sangat cantik sekali. Dan sedang latihan berakting.


Karena saking terkejutnya, Mingyue pun jadi cegukan. Dan karena itu, Tang Can pun jadi menyadari keberadaan mereka berdua. Dan suasana pun menjadi agak canggung. Lalu tanpa mengatakan apapun, Mingyue mengembalikan kartu bus Tang Can dengan cara meletakkan nya di lantai begitu saja. Lalu dia langsung menarik Jian Jian untuk berlari pergi.

Dengan sebal, Tang Can mengentakkan kakinya.



Ditoko. Jian Jian dan Mingyue melakukan akting iklan es krim milik Tang Can. Tapi melihat itu, Ling Xiao dan Ziqiu sama sekali tidak ada bereaksi, karena mereka sama sekali tidak kenal siapa Tang Can. Dan Jian Jian serta Mingyue merasa kecewa pada mereka berdua.


“Intinya dia ini baru pindah ke kelas kami. Saat baru datang, dia seperti Miss Universe,” kata Jian Jian, bercerita sambil memperagakkan nya dibantu oleh Mingyue yang memakaikan mahkota  bayangan di kepalanya. “Hasilnya begitu pulang langsung berubah. Diluar sekolah, palsu sekali.”

“Dia duduk dibelakang ku, bagaimana aku nanti?” tanya Mingyue, khawatir.

“Takut apa? Dia yang ketahuan oleh kita, dia yang seharusnya khawatir,” balas Jian Jian, tanpa rasa takut. “Tenang, aku jaga kamu,” janjinya. Dan Mingyue merasa lega.

Li Haichao kemudian datang mengantarkan mie untuk Mingyue dan Jian Jian. Sementara Ling Xiao dan Ziqiu mengambil punya mereka sendiri di dapur.


Ketika waktunya makan, Ziqiu memberikan beberapa daging nya kepada Jian Jian. Dan Jian Jian balas memberikan sayurnya. Lalu Ling Xiao juga begitu, dia memberikan beberapa makanan kesukaan Jian Jian. Dan Jian Jian balas memberikan telur kepadanya. Melihat itu, Mingyue mengaku bahwa dia merasa iri dan ingin punya kakak juga.

“Pilih, untukmu gratis,” kata Jian Jian dengan santai.

“Aku tidak mau,” balas Mingyue sambil melirik ke arah Ziqiu.



“Kenapa? Kamu pernah puji kak Ziqiu keren saat main basket,” balas Jian Jian dengan polos. Dan dengan malu- malu, Mingyue langsung menyangkal nya.

“Aku tidak keren?” tanya Ziqiu, terkejut.

“Aku…  aku tidak bilang begitu,” balas Mingyue dengan gugup.

“Pernah,” tegas Jian Jian, yakin.

Melihat sikap Mingyue yang tampak malu- malu, Ling Xiao tertawa dan mengatai Ziqiu bodoh, karena tidak paham. Dan Ziqiu tidak terima. Dia balas mengomentari Ling Xiao yang dari dulu hanya mau bicara lebih dari 100 kata kepada Jian Jian saja.

“Aku adalah dunianya,” kata Jian Jian dengan bangga. Dan Ling Xiao tersenyum membenarkan. Sedangkan Ziqiu langsung pura- pura muntah karena geli.



Setelah selesai berlari, Jian Jian melihat Tang Can yang ternyata sedang bergabung dengan grup perempuan yang tidak berlari, dan dia merasa sebal. Lalu ketika Tang Can menatap ke arahnya, dia merasa emosi. Dan Mingyue langsung menghentikan Jian Jian untuk jangan ribut. Tapi Jian Jian tidak mau berhenti. Dia meniru tindakan Tang Can kemarin untuk mengejek nya.

“Ayo pergi,” ajak Mingyue dengan panik, sebelum terjadi keributan nantinya. Tapi Jian Jian sama sekali tidak mau bergerak. “Kakak mu sedang main basket, kita lihat kakak mu main basket,” ajaknya sambil mendorong tubuh Jian Jian untuk pergi.

Seorang pria memperhatikan Ziqiu dari jauh.


Ketika Ziqiu selesai mencuci mukanya, pria barusan menghampirinya. Pria tersebut mengaku sebagai Ayah Ziqiu. Dan namanya adalah Zhao Huaguang. Mendengar itu, Ziqiu merasa terkejut.


Huaguang dan Ziqiu pergi ke tempat yang lebih sepi dan mengobrol disana. Huaguang menceritakan bahwa dulu dia sangat miskin, jadi semua orang meremehkannya, karena itu dia bukannya tidak mau merawat Ziqiu dulu, tapi dia tidak mampu dan dia tidak bisa. Dan sekarang dia kembali, karena dia merasa Ziqiu pasti sangat menderita tinggal di rumah orang lain. Mendengar itu, Ziqiu merasa marah, karena sekarang dia baik- baik saja, dan dia tidak ingin ada hubungan dengan Huaguang lagi. Lalu dia berniat untuk pergi. Tapi Huaguang langsung menahannya.

“Dengarkan aku sampai selesai,” pinta Huaguang. “Ayah asuhmu sekarang, dia hanya buka toko mie, ‘kan? Jika kamu terus begini, kamu tidak akan punya pendidikan bagus. Masa depanmu akan hancur. Aku mencarimu, bukan agar kamu mengakui ku. Tapi aku mau menanggung masa depanmu, mengerti? Sekarang aku tinggal di luar negeri, kita bisa pergi bersama. Kamu masuk universitas yang terkenal,” ajak Huaguang, membujuk Ziqiu dan menjelek- jelekkan Li Haichao.



Dengan kesal, Ziqiu mendengus. “Aku tidak pernah ingin sekolah di luar negeri,” tegas nya. Lalu dia berniat untuk pergi. Tapi lagi- lagi Huaguang menahannya.

Huaguang kemudian kembali menjelek- jelekkan Li Haichao. Dan dengan emosi, Ziqiu pun membentak nya. Lalu berjalan pergi dengan cepat.


Jian Jian dan Ling Xiao berjalan berdua sambil bermain- main. Sedangkan Ziqiu berjalan sendirian dibelakang mereka berdua. Dan menyadari itu, Jian Jian pun memanggilnya.


“Kakak. Kenapa di belakang? Ayo!” panggil Jian Jian sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya. Dan melihat itu, Ziqiu tersenyum.


Dengan akrab, Ling Xiao meletakkan tangannya dibahu Ziqiu. Dan Jian Jian memegang tangan Ziqiu. “Kenapa hari ini tidak senang?” tanyanya, perhatian.

“Nilai ujianmu jelek?” canda Ling Xiao.

Mood Ziqiu yang awalnya suram menjadi agak bersinar. “Kamu meremehkan ku? Nilai ujian uji cobaku 601,” katanya dengan bangga.

“Aku 700,” balas Ling Xiao, menghancurkan kebanggan Ziqiu. Dan Jian Jian tertawa.

Ketika mereka bertiga pulang, ternyata He Lan ada datang berkunjung dirumah. “Bibi kedua. Liburan musim panas, aku mau ke rumahmu petik buah,” kata Jian Jian dengan bersemangat.

“Pergi saja,” balas He Lan, setuju. “Minta kakak mu bawa kamu ke sarang kelinci. Itu menyenangkan,” jelasnya. Dan Jian Jian bertambah bersemangat.


Saat makan, Chen Ting tiba- tiba saja menelpon. Dan Ling Xiao sengaja tidak mau mengangkatnya.




“Memang. Pertama kali Nenek mu melihatnya, nenek bilang dia hanya pandai bicara saja, bukan orang baik,” balas He Lan, membenarkan. “Sudahlah. Intinya, aku tidak dengar dia ada penyakit. Kalau tidak, nanti kutanyakan.”

“Tidak perlu, Bibi. Aku hanya bertanya saja,” balas Ziqiu dengan gugup. Lalu dia pamit dan keluar dari dalam kamar nya. Karena He Lan akan menginap di kamarnya malam ini.

Malam hari. Ziqiu tidak bisa tidur, jadi dia berniat mengajak Ling Xiao berbicara. Tapi Ling Xiao malas berbicara dengan nya dan menyuruhnya untuk lebih baik tidur dibawah saja, karena dia tidak suka tidur bersama orang lain.

“Kamu tidur di lantai, aku tidur di atas,” kata Jian Jian yang berada dibawah.

“Kamu tidur dilantai saja,” balas Ling Xiao dengan kesal. “Kenapa kamu tidur di kamarku?” keluhnya.


“Aku takut kalian membicarakan ku,” balas Jian Jian. Dan mendengar itu, Ziqiu serta Ling Xiao merasa geli. “Intinya, antara kalian tidak boleh ada rahasia antar pria. Aku harus tahu semuanya.”

“Rahasia apa dari kami yang bisa ditutupi darimu?” balas Ling Xiao.

“Kak Ziqiu hari ini tidak senang, juga tidak mengatakan apa- apa,” kata Jian Jian, sadar. Lalu dia mulai berbicara seperti orang tua. “Anak laki- laki jika besar, sulit diatur. Mulai ada pemikirannya sendiri, mulai menutupi dari adiknya.”

“Gila,” keluh Ziqiu.

Ziqiu kemudian menceritakan bahwa dia hanya sedang merasa tidak tenang saja. Dia mulai memikirkan tentang kehidupannya, apakah dia terlalu bahagia, akankah dia dirusak. Mendengar itu, Jian Jian langsung menasehati dengan sikap santai dan bebas. Jangan pikirkan, karena semakin dipikirkan, maka semakin tidak paham.

“Jika tidak dipikirkan, bagaimana?” tanya Ling Xiao, ingin tahu.

“Dilalui saja. Dilalui setiap hari. Setelah hari ini kemudian besok. Makan, tidur, dan pikirkan ujian. Jika beban hari ini tidak dilalui, masih ada beban besok. Asalkan masih hidup, lalui hari demi hari tiada habisnya,” jawab Jian Jian sambil tertawa.


“Dari perkataanmu, aku merasa hidup ini tidak berarti,” gumam Ziqiu, capek.

“Tidak berarti, jadi harus hidup lebih berarti,” balas Jian Jian dengan sikap sok bijak. “Anak kecil, jika bertemu masalah, jangan menyulitkan diri. Makan yang enak, minum yang enak, dan lakukan hal yang menyenangkan.”

“Ternyata Li Jian Jian yang begitu bodoh bisa memikirkan teori kehidupan,” komentar Ziqiu, merasa lucu. “Patut disenangi.”

Dengan tegas, Ling Xiao kemudian mengingatkan Jian Jian untuk tenang. Karena besok Ziqiu ada ujian. Dan Jian Jian pun langsung diam. Tapi dia masih belum mengantuk. Dan Ling Xiao pun menyarankannya untuk menghitung domba saja.

“Satu domba, dua domba, tiga, empat, lima domba, enam, tujuh, delapan domba,” hitung Jian Jian dengan patuh.



Mendengar suaranya, Ziqiu jadi teringat akan tangan yang Jian Jian ulurkan kepadanya. Dan dia tersenyum bahagia.


Mingyue merasa lemas, melihat peringkat nya. Karena dia hanya mendapatkan peringkat tiga saja, dan Ibunya pasti akan marah. Sedangkan Jian Jian merasa senang, karena dia berhasil mendapatkan peringkat tiga dari belakang, sebab sebelumnya dia selalu mendapatkan peringkat dua dari belakang saja.

Lalu Tang Can, dia mendapatkan peringkat terakhir. Dan dia sedang sibuk menangis. Melihat itu, Jian Jian berkomentar bahwa itu adalah air mata palsu.

Guru Huang menegur Jian Jian, karena Jian Jian hanya mendapatkan peringkat ketiga dari belakang saja, tapi sudah sangat bangga dan mengejek Tang Can.


Disaat itu, Ibu Tang datang bersama Tang Can. Dan Guru Huang pun menyuruh Jian Jian untuk berdiri diluar dan merenungkan kesalahannya. Dan Jian Jian pun menurut.

Ibu Tang meminta izin kepada Guru Huang untuk Tang Can, karena hari Jumat mereka mau ke Shanghai, sebab Tang Can ada syuting disana, dan itu kira- kira butuh waktu tiga hari. Dan Guru Huang pun memberikan izin padanya.

Mendengar itu, Jian Jian merasa sebal.


Tang Chan ingin sekali bisa belajar dan bersekolah dengan benar untuk mendapatkan nilai bagus, jadi sebenarnya dia tidak ingin ikut syuting. Tapi Ibu Tang tidak setuju. Menurut nya, belajar itu tidak terlalu penting.

“Bu. Aku mau jadi artis film, tidak mau jadi bintang iklan,” keluh Tang Chan.

“Kamu ini pemalas,” balas Ibu Tang, tidak serius. “Kamu tenang saja. Ibu sebagai manajermu, aku jamin pasti berusaha agar kamu dapat film terkenal,” janjia nya. Dan Tang Chan tersenyum senang.


Tang Chan kemudian mengatakan kepada Ibu bahwa hari ini dia mau makan roti goreng. Tapi Ibu Tang tidak mengizinkan, dia menyuruh Tang Chan untuk makan salad saja, karena dua hari lagi Tang Chan akan ikut syuting iklan. Dan  Tang Chan pun cemberut.

“Lihat wajah kecilmu akan bulat seperti bakpao. Masih makan pulak. Makan salad saja ya,” bujuk Ibu Tang. Lalu dia pun pergi.

Mingyue pergi berbelanja bersama Ibunya, Yuxiang. Dan sambil berjalan- jalan, Yuxiang mengomentari sikap Ibu Tang yang tidak baik dalam mengajarkan anak, karena dia malah membuat anak bermimpi untuk menjadi artis saja. Dan Mingyue membalas bahwa itu tidak ada salahnya, karena Tang Can memang cantik.

Mendengar itu, Yuxiang menatap Mingyue dengan tajam. Dan Mingyue pun langsung diam. “Tampak cantik tidak sebaik hidup cantik. Jangan belajar darinya,” katanya, menasehati. “Oh ya, dulu kuminta kamu mentraktir kakak Li Jian Jian, sudah kamu bilang?” tanyanya.

“Sudah. Mereka bilang bisa,” jawab Mingyue. Dan mengetahui itu, Yuxiang merasa puas.


Mingyue kemudian memilih baju putih yang disukainya. Tapi Yuxiang malah mengomentari bahwa baju putih mudah kotor, jadi tidak baik. Lalu Mingyue pun memilih baju hitam. Tapi Yuxiang malah mengomentari bahwa baju hitam tidak bagus untuk Mingyue, lebih bagus warna cerah. Jadi Mingyue pun membiarkan Yuxiang yang memilihkan baju untuknya.


Lalu Yuxiang memilihkan warna merah jambu untuk Mingyue. “Gimana? Suka?” tanyanya.

“Boleh juga,” jawab Mingyue, bersikap patuh.

“Kamu persis dengan Ayahmu. Dari tatapan sampai nada bicara, tidak punya pendirian. Selalu jawab boleh juga,” komentar Yuxiang dengan ketus.


Dengan lelah, Mingyue menghela nafas. Karena apapun yang dilakukannya percuma, sebab Yuxiang selalu menganggapnya salah.

2 Comments

  1. Lanjut💕💕💕💕 semangat🔛🔥 💞💞💞💞

    ReplyDelete
Previous Post Next Post