Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Yuxiang mengundang Jian Jian, Ling Xiao, dan Ziqiu untuk makan bersama. Dan saat direstoran, Mingyue agak kebingungan harus memesan apa, tapi Yuxiang menyuruhnya untuk memesan apa saja. Jadi diapun melihat- lihat menu dengan serius dan berpikir keras.
Sedangkan
Yuxiang sibuk mengobrol dengan Ling Xiao, yang memiliki nilai bagus dan
mendapatkan surat rekomendari dari sekolah. Begitu juga dengan Ziqiu yang cukup
berprestasi. Lalu dia memuji Jian Jian yang berhasil memenangkan lomba memahat.
Dan dia ingin tahu, darimana Jian Jian belajar memahat. Dengan bersemangat,
Jian Jian menceritakan bahwa dia belajar dari online, dan sebenarnya Ling Xiao
yang memasukkan hasil pahatannya untuk ikut lomba.
“Meski nilai
Jian Jian kurang baik, tetapi dia berbakat dalam seni. Jika karyanya dapat
penghargaan, lebih mudah diterima,” kata Ling Xiao, menjelaskan niatnya
mendaftarkan Jian Jian ke dalam lomba. “Kami sudah sepakat, kelak kuliah di Beijing.”
“Tergantung
aku bisa masuk atau tidak,” tambah Jian Jian sambil tertawa.
“Nilai seni
lebih rendah, kamu pasti bisa,” balas Yuxiang dengan ramah.
Yuxiang
kemudian menceritakan bahwa Mingyue nya ingin menjadi pengacara, jadi kelak
Mingyue akan masuk ke universitas hukum. Mendengar itu, senyum Mingyue sedikit
menghilang, karena itu bukanlah impiannya, tapi impian Yuxiang.
“Sudah bisa
pesan?” tanya pelayan.
“Oh. Bisa,”
jawab Mingyue. “Pesan sup daging pedas. Ng… iga sapi, terong tumis. Apakah ada
rekomendasi?” tanyanya, tidak tahu harus memesan apa lagi.
Mendengar
itu, Yuxiang langsung merebut kertas menu yang Mingyue pegang. “Setiap kali
pesan selalu tiga makanan ini. Banyak orang makan bersama, kamu tidak tanya
mereka,” tegurnya.
“Tidak apa.
Kami semua bisa makan,” kata Jian Jian, membantu Mingyue.
“Batalkan
sup daging pedas, ikan hari ini segar?” tanya Yuxiang kepada pelayan. Dan
Pelayan menjawab iya. “Ganti jadi sup ikan pedas. Satu ekor, aku ingin kepala
ikannya juga. Udang putih kalian gimana?” tanyanya lagi. Dan Pelayan menjawab
ada serta masih segar. “Baik. Bawa aku melihatnya,” katanya. Lalu dia pamit
kepada semuanya dan mengikuti si pelayan.
Dengan malu
dan canggung, Mingyue meminta semuanya untuk pengertian, kareana Ibunya memang
seperti ini. Dan dia sebenarnya tidak ingin menjadi pengacara, tapi Ibunya yang
ingin dia menjadi pengacara. Mengetahui itu, Jian Jian bersyukur sekali, karena
Ayahnya tidak seperti itu. Dan Ling Xiao menegur Jian Iian untuk jangan
membicarakan orang.
Selesai
makan, Mingyue meminta izin kepada Ibunya untuk pergi bermain di tempat Jian
Jian. Dan Yuxiang mengizinkan. Juga dia menyadari perasaan suka Mingyue kepada
Ziqiu, karena Mingyue selalu melirik ke arah Ziqiu, dan akhir- akhir ini
Mingyue selalu bercermin. Dan dengan gugup, Mingyue menyangkal.
“Jangan
terlalu peduli penampilan. Jika kamu seperti Ling Xiao, bisa peringkat satu
umum, kamu bahkan bisa bersinar di malam hari,” kata Yuxiang.
“Ling Xiao
juga tidak bersinar,” gumam Mingyue, pelan. Tapi Yuxiang tetap mendengar, dan
diapun menepuk pelan kepala Mingyue.
“Aku tahu
apa yang kamu pikirkan,” kata Yuxiang, memarahi Mingyue. Lalu dia mencabut pita
yang Mingyue pakai. Setelah itu dia mengizinkan Mingyue untuk pergi.
Dengan
senang, Mingyue pun mengucapkan selamat tinggal. Lalu dia langsung pergi
bersama dengan Jian Jian, Ziqiu, dan Ling Xiao untuk bermain.
Malam hari.
Jian Jian sedikit demam, karena sakit di giginya. Dan Li Haichao pun menyuruh
Jian Jian untuk besok pergi dan mencabut gigi.
“Besok pagi
aku sekolah atau tidak?” tanya Jian Jian, dengan lemas.
“Besok baru
tentukan,” balas Li Haichao. Lalu dia pergi.
“Demamlah.
Sakitlah,” gumam Jian Jian, sangat berharap.
Akhirnya,
besok Jian Jian tidak datang ke sekolah. Dan didalam kelas, Mingyue membantu
membuatkan catatan pelajaran untuk Jian Jian.
“Ziqiu,
pemberian Ayahmu,” kata seorang kawan Ziqiu, memberikan barang yang di titipkan
padanya. Dan Ziqiu mengira itu hadiah dari Li Haichao. Jadi dia langsung keluar
dari kelas untuk menemui Li Haichao. Tapi tidak ada siapapun di luar.
Dan ketika
Ziqiu memeriksa hadiah yang diberikan padanya, ternyata itu adalah hadiah dari
Huaguang. Mengetahui itu, diapun langsung pergi untuk mencari Huaguang dan
mengembalikan hadiah tersebut.
Ketika Ziqiu
lewat, Mingyue memanggilnya, karena dia ingin menitipkan catatan untuk Jian
Jian. Tapi Ziqiu mengabaikannya dan berjalan melewatinya begitu saja. Dengan
heran, Mingyue pun mengikutinya.
Dilapangan.
Teman- teman setim Ziqiu sedang menikmati makanan yang diberikan oleh Huaguang.
Dan melihat itu, Ziqiu mengambil semua makanan tersebut. Lalu dia pergi untuk
mengembalikan semua itu kepada Huaguang nantinya.
“Kakak, He
Ziqiu pergi kemana?” tanya Mingyue kepada teman- teman setim Ziqiu.
“Kejar Ayah
kandungnya.”
“Ayah
kandung?” gumam Mingyue, terkejut dan heran.
Ketika Ziqiu
melihat Huaguang, dia langsung melemparkan semua makanan dan barang pembelian dari
Huaguang kepadanya. Lalu dia ingin menghajar Huaguang. Tapi Zhuang Bei yang
mengikutinya, langsung menahannya.
“Jangan
muncul lagi. Aku tidak akan mengakui mu,” kata Ziqiu, berteriak marah. “Kita
tidak ada hubungan,” tegas nya.
“Ziqiu,
ayo,” ajak Zhuang Bei sambil menarik Ziqiu untuk pergi.
“Kenapa aku
bisa punya anak sebodoh itu?” keluh Huaguang, kesal.
Ziqiu
mencuci mukanya untuk menenangkan diri. Lalu setelah itu, dia menjauhi Zhuang
Bei yang menurut nya tidak bersikap seperti teman. Dan Zhuang Bei pun mengalah
serta meminta maaf. Lalu dia menasehati Ziqiu untuk memberitahukan tentang hal
ini kepada Li Haichao supaya nanti Li Haichao bisa menghadapinya. Namun Ziqiu
sama sekali tidak mau membahas tentang itu.
Dirumah
sakit. Jian Jian merasa sangat ngeri dan takut untuk dicabut giginya nanti,
ketika dia melihat seorang anak kecil menangis, setelah giginya dicabut. Dan
Ling xiao menenangkan Jian Jian untuk jangan khawatir.
“Aku mau ke
toilet,” kata Jian Jian, beralasan supaya bisa kabur.
“Li Jian
Jian,” tahan Ling Xiao. “Kamu sudah ke toilet tadi. Tidak apa, tidak sakit jika
dibius,” katanya, menenangkan.
Tepat disaat
itu, perawat datang dan memanggil nama Jian Jian. Dengan ngeri, Jian Jian pun
langsung merengek. Dan Ling Xiao menenangkannya untuk menarik nafas berulang
kali supaya tenang. Dan setelah Jian Jian tampak tenang, dia memegang tangan
Jian Jian dan berjanji bahwa dia akan menemani Jian Jian.
Mendengar
janji itu, Jian Jian mengangguk kan kepalanya dengan patuh. Dan mengikuti Ling
Xiao untuk masuk ke dalam ruang rawat.
Didalam
ruang rawat. Ketika perawat menyalakan lampu untuk mencabut gigi nya, Jian Jian
mengepalkan tangan nya dengan erat, karena dia merasa sangat gugup. Dan
menyadari itu, Ling Xiao memegang tangan Jian Jian yang terkepal erat dan
memanggil namanya dengan suara lembut. Dan mendengar suaranya, Jian Jian pun
memandang ke arah Ling Xiao dan dia menjadi tenang.
“Jangan
panik. Semakin panik, semakin takut. Jika dibius, tidak akan sakit,” kata
Dokter, menjelaskan. Lalu dia menyuruh Jian Jian untuk membuka mulut. Dan Jian
Jian pun membuka mulutnya dengan patuh.
Sampai
pulang, Ling Xiao terus dan tetap memegang tangan Jian Jian. “Memikirkan apa?”
tanyanya, memperhatikan Jian Jian yang dari tadi hanya diam saja.
“Kelak kamu
jadi Dokter Gigi saja,” balas Jian Jian, berharap. “Aku sungguh takut. Dokter
itu mengetuk gigi ku,” keluhnya. “Kamu jangan tanya laagi, aku tidak mau ingat
kembali,” gumam nya, sebal. Mendengar itu, Ling Xiao tersenyum kecil.
Mingyue
datang mengatarkan buku catatan dan PR di sekolah kepada Jian Jian. Dan Jian
Jian mengeluh malas.
“Aku sebagai
ketua kelas dan teman baikmu, aku harus mengawasi tugasmu,” kata Mingyue dengan
tegas. Tapi Jian Jian tidak mau belajar.
Ling Xiao
datang memberikan minuman kepada Mingyue, lalu dia bertanya, kenapa hari ini
Mingyue tidak pergi les. Dan Mingyue menjawab bahwa dia sengaja bolos.
Mendengar itu, Jian Jian dan Ling Xiao langsung mengacungkan jempol kepadanya.
Namun mereka juga khawatir kalau Mingyue akan di marahi nantinya. Tapi Mingyue
tidak takut, karena Nenek nya sedang sakit, jadi sudah dua hari ini Ibunya
berada dirumah sakit, karena itu Ibunya tidak akan tahu. Mengetahui itu, Jian Jian
dan Ling Xiao kembali mengacungkan jempol kepadanya. Dan Mingyue merasa sedikit
bangga.
“Oh. Ziqiu
mana?” tanya Mingyue, ingin tahu.
“Dia
membantu ditoko,” jawab Ling Xiao. Lalu diapun pamit kepada mereka berdua.
“Itu,” kata
Mingyue, menghentikan Ling Xiao. “He Ziqiu, apa dia baik- baik saja?” tanyanya
dengan gugup. “Ayah kandungnya datang mencarinya, dan dia sangat marah.”
Mengetahui
itu, Jian Jian dan Ling Xiao sama sekali tidak mengerti. Dan Mingyue pun
menceritakan apa yang terjadi di sekolah.
Tepat disaat
itu, Ziqiu pulang. Dan Jian Jian langsung bertanya, apakah benar Huaguang ada
mencari Ziqiu di sekolah. Mendengar pertanyaan itu, Ziqiu merasa heran,
darimana Jian Jian dan Ling Xiao tahu. Lalu saat dia tahu kalau Mingyue yang
memberitahu mereka berdua, dia langsung melotot padanya. Dan Mingyue merasa
bersalah.
“Kenapa
melotot? Ada apa?” tanya Ling Xiao. Dan Ziqiu tidak mau membahas itu, karena
dia tidak peduli. “Sudah berapa kali?”
“Beberapa
kali,” jawab Ziqiu dengan malas.
“Kenapa
tidak bilang?” tanya Ling Xiao.
“Sudah
kukatakan, aku tidak mau bahas itu, tidak peduli padanya. Mau aku katakan apa?”
balas Ziqiu, emosi.
Ziqiu
kemudian menyuruh mereka untuk pergi saja, karena dia mau memasak. Tapi Jian
Jian tidak mau pergi. Dia mau tahu kenapa Huaguang datang mencari Ziqiu. Dan
Ziaiu pun menjawab dengan jujur. Lalu dia memarahi Mingyue yang menurutnya
kurang kerjaan. Dan Mingyue meminta maaf, dan ingin menjelaskan bahwa dia tidak
bermaksud seperti itu. Tapi Ziqiu tetap memarahinya.
“Saat aku
tidak bilang, itu artinya aku tidak ingin ada yang tahu. Kamu begitu kurang
kerjaan? Jika kurang kerjaan, minta Ibumu, tambahkan les mu lagi,” kata Ziqiu
dengan kasar dan tajam.
Mendengar
itu, Mingyue merasa sedih dan berniat untuk pergi saja. Dan Jian Jian pun langsung
mengejarnya. Sedangkan Ling Xiao menegur Ziqiu. Lalu dia menghentikan Jian Jian
serta menyuruh Jian Jian untuk beristirahat saja, dan biarkan dia yang mengejar
Mingyue.
“Kakak bawa
dia kembali ya,” pinta Jian Jian. Dan Ling Xiao mengiyakan.
Dengan kesal,
Jian Jian kemudian menatap tajam Ziqiu. Dan Ziqiu mengabaikan tatapannya itu
serta masuk ke dalam dapur untuk memasak.
Ditaman.
Ling Xiao menjelaskan kepada Mingyue untuk jangan memasukkan perkataan Ziqiu ke
dalam hati. Dan Mingyue mengerti, serta dia merasa dirinya memang bersalah
karena telah ikut campur, kepadahal Ziqiu tidak menganggap nya sebagai teman.
“Hal ini
jelas- jelas Ziqiu yang salah, kenapa kamu selalu suka cari kesalahan di
dirimu?” tanya Ling Xiao, heran. “Biasanya kita lihat teman tidak senang, juga
akan tanya kenapa. Perhatian seperti ini tidak salah,” jelasnya, menyadarkan
Mingyue untuk jangan menyalahkan diri sendiri.
“Begitukah?”
gumam Mingyue. “Tapi Ziqiu sangat marah.”
“Orang lain
marah karena merasa bersalah,” balas Ling Xiao, menjelaskan.“Mingyue, kamu
bermasalah,” tunjuk nya.
“Tidak ada
yang bisa kulakukan dengan baik. Aku mudah melakukan kesalahan,” balas Mingyue,
merasa tidak percaya diri.
“Kusarankan
kamu, jika kamu merasa bersalah atau Ibumu merasa kamu salah, kamu pikirkan dulu.
Jika hal ini dilakukan orang lain, termasuk salah atau tidak. Barulah kamu
putuskan,” kata Ling Xiao, memberikan nasihat baik. “Kamu sangat berbakat,
cantik, dan sifat mu baik. Kamu inisiatif belajar, dan tidak membuat khawatir
orang tua. Tapi kamu harus mengubah satu hal yaitu sifat tidak percaya dirimu.
Kamu harus belajar menentukan sesuatu, jangan karena perkataan orang lain,
langsung merendahkan diri,” tegasnya.
Mendengar nasihat itu, Mingyue merasa senang dan jadi terpesona kepada Ling Xiao. Dan dengan heran, Ling Xiao menyadarkan Mingyue yang menatap nya.
Jian Jian
dan Ziqiu saling bertatapan dengan tajam. Dan ketika Ling Xiao pulang, Jian
Jian langsung menanyai keadaan Mingyue. Dan Ling Xiao menjawab bahwa Mingyue
sudah pulang, dan Mingyue pulang dengan tersenyum. Mengetahui itu, Jian Jian
merasa lega. Begitu juga dengan Ziqiu, tapi dia tidak terlalu menampakkan nya.
Ling Xiao
dan Jian Jian kemudian mau membahas tentang Huaguang. Dan Ziqiu kembali emosi, sebab
dia sama sekali tidak mau membahas itu.
“Jadi,
beritahu Ayah atau tidak?” tanya Jian Jian, meminta pendapat Ling Xiao.
“Sudahlah,
jika dia merasa ini urusannya sendiri. Terserah padanya mau beritahu atau
tidak,” jawab Ling Xiao. Lalu dia membawa Jian Jian untuk beristirahat. Dan
meninggalkan Ziqiu sendirian di ruang makan.
Saat makan
malam, Li Haichao merasa seperti ada yang salah dengan ketiga anaknya. Karena
ketika Ziqiu mengambilkan makanan untuk Jian Jian dan Ling Xiao, mereka berdua
sama- sama menjauhkan piring nya dan mengabaikan Ziqiu. Sehingga suasana pun
menjadi agak canggung. Melihat itu, Li Haichao merasa heran.
“Ini
makanlah,” kata Li Haichao, mengambilkan
makanan untuk Ziqiu yang diabaikan. Dan Ziqiu mengucapkan terima kasih.
Keesokan
harinya, ketika sedang berada di toko, Ling Heping dan Li Haichao mendapatkan
telpon dari Huaguang.
Huaguang
datang berkunjung ke rumah Li Haichao. Disana dia melihat- lihat kamar Ziqiu.
“Bukankah ini terlalu kecil?” komentarnya.
“Awalnya itu
gudang, setelah Ziqiu datang, ku tambahkan kasur,” kata Li Haichao,
menjelaskan. Tapi Huaguang terus saja memandang rendah dirinya. Jadi diapun
melarang Huaguang untuk masuk ke dalam kamar Ziqiu dan mengajaknya untuk duduk
diruang tamu saja.
Disaat itu,
Ling Heping pulang. Dan Li Haichao memperkenalkan Huaguang kepada Ling Heping,
yang merupakan Ayah angkat Ziqiu juga.
“Begini, aku
ingin bahas masalah Ziqiu dengan Ayah asuhnya. Sebagai tetangga bukankah harus
pergi dulu?” tanya Huaguang, tidak nyaman dengan kehadiran Ling Heping.
“Bukan
tetangga, dia Ayah angkat Ziqiu. Kami sekeluarga,” tegas Li Haichao. “Ada apa
katakan saja langsung,” jelasnya.
“Tidak
cocok. Aku rasa tetangga harus menghindar dulu,” balas Huaguang, tetap merasa
tidak nyaman. Dan dengan tajam, Ling Heping serta Li Haichao menatapnya.
Huaguang akhirnya
pun menyerah untuk mengusir Ling Heping. Lalu dia mulai berbicara, pertama- tama, dia
memamerkan dirinya yang sukses. Kedua, dia menjelaskan bahwa dirinya dan
Istrinya sampai sekarang masih belum punya anak, jadi dia ingin membawa Ziqiu,
anaknya, bersama nya. Apalagi sekarang dia sudah kaya dan mampu untuk merawat
Ziqiu. Ketiga, dia berterima kasih karena Li Haichao sudah menjaga anaknya
selama ini.
“Pemikiran
konyol apa ini?” tanya Ling Heping dengan sinis. “Saat tidak mampu, kamu tidak
peduli, sekarang mampu, kamu mau ambil kembali? Kamu kira anak ini, berdiri di
simpang jalan, buka mulut, dan tumbuh besar dengan makan angin?”
“Kak, Anda
tahu jelas. Jika Anda sungguh baik kepada Ziqiu, lebih baik biarkan dia kembali
padaku,” kata Huaguang, mengabaikan Ling Heping dan membujuk Li Haichao.
“Selama ini Anda membesarkan Ziqiu pasti sudah menghabiskan sekitar 200.000-
300.000 yuan. Begini, aku berikan 1.000.000 yuan sebagai gantinya, bagaimana?”
Mendengar
penawaran itu, Li Haichao dan Ling Heping langsung berakting dengan kompak.
Mereka berakting seolah- olah mereka sangat terkejut dan sangat tertarik
mendengar uang sebesar itu. Dan Huaguang tertawa dengan puas.
Tapi
kemudian, Li Haichao dan Ling Heping langsung mengusirnya. Dan dengan kesal,
Huaguang menghina mereka berdua. “Dasar miskin,” hinanya.
Ketika
Huaguang berniat untuk pergi, tepat disaat itu, Ziqiu pulang, dan diapun
menyapanya. Tapi Ziqiu langsung melemparinya dengan tas dan mengusirnya.
“Kamu
berulang- ulang mau memukulku? Kenapa kamu tidak mirip denganku sama sekali?
Kamu tumbuh di lingkungan miskin ini, bisa jadi apa nanti? Jika dia sungguh
baik padamu, harusnya dia biarkan kamu kuliah di luar negeri,” kata Huaguang,
memarahi Ziqiu.
Mendengar
hinaan itu, Ziqiu ingin sekali menghajar Huaguang. Tapi Ling Xiao dan Jian Jian
langsung menahannya. “Masalah kami tidak perlu kamu campuri, kamu ini apa?!”
bentak nya.
“Abaikan
saja orang luar ini,” tegas Ling Xiao sambil menarik Ziqiu untuk masuk ke dalam
kompleks. Dan Huaguang merasa kesal.
“Kamulah si
miskin itu!” ejek Jian Jian, sebelum ikut masuk ke dalam kompleks.
Jian Jian
masih merasa kesal, karena Huaguang mengatai keluarga mereka miskin. Dan Ling
Heping menenangkan Jian Jian untuk tidak perlu khawatir, karena dia adalah
polisi, jadi mereka tidak akan bisa mudah di tindas. Juga barusan Li Haichao
sangat keren saat mengusir Huaguang. Mengetahui itu, Jian Jian merasa sangat
bangga kepada Ayahnya.
Sementara
Ziqiu merasa sangat canggung dan gugup. Dia merasa bersalah, karena tidak
memberitahu Li Haichao sebelumnya.
Dengan
perhatian, Li Haichao menegur Ziqiu, Jian Jian, dan Ling Xiao. Lalu dia
menasehati mereka untuk lain kali memberitahunya, jangan dipendam sendiri,
apalagi sekarang mereka sudah mau ujian, dia tidak ingin ini mempengaruhi
mereka. Kemudian dia menjelaskan bahwa dia akan mencari pengacara dan pergi ke
pengadilan untuk membantu Ziqiu mengurus Huaguang. Dan Ling Heping setuju
dengan caranya.
“Lihat.
Sudah diatasi,” kata Jian Jian dengan senang dan bangga. “Hanya ke pengadilan
saja,” katanya. Lalu dia mengeluh, “Kenapa semua begitu tidak tahu malu? Nyonya
besar baru saja pergi, sekarang datang lagi orang kaya baru. Datang sesuka
hati, mereka kira kita restoran cepat saji?” keluhnya.
Mendengar
itu, Ziqiu hanya diam saja sambil mengambilkan makanan untuk setiap orang.
Sedangkan Ling Xiao menegur Jian Jian untuk berhenti membaca novel dan fokus
saja mempersiapkan lomba memahatnya.
Didalam
kamar. Ziqiu memandangi foto Ibunya. Lalu ketika Li Haichao mengetuk pintu, dia
langsung menyimpan foto itu dan mempersilahkan Li Haichao untuk masuk.
Li Haichao
memberikan segelas susu kepada Ziqiu yang sedang belajar. Lalu dia duduk dan
berbicara kepadanya.
“Aku tahu
dari kecil kamu merasa berhutang pada keluarga ini. Jadi kamu selalu ingin
menebusnya. Bantu lakukan tugas rumah, cuci baju, bersih- bersih, bantu di toko
mie. Terhadap Xiao Jian, bahkan Ling Xiao, kamu sangat mengalah,” kata Li
Haichao, sadar.
“Ayah,
jangan bilang begitu. Aku sendiri yang ingin melakukannya,” balas Ziqiu.
Li Haichao
kemudian menceritakan tentang Jian Jian. Dulu ketika Ibu Jian mengandung anak
laki- laki, Jian Jian terus saja berbicara ‘Aku mau kakak. Aku tidak mau adik.’
Dan setelah itu, Ziqiu datang. Dan dia merasa Tuhan sangat baik sekali, karena
akhirnya Jian Jian punya kakak, dan dia bisa menjadi Ayah lagi. Jadi segala hal
didunia ini tidak pasti. Kita bisa bertemu hal yang lebih baik, bisa bertemu
hal yang lebih buruk, dan bisa saja yang buruk ini menjadi hal yang baik
kemudian. Karena itu, dia ingin Ziqiu untuk tenang, sebab tidak peduli apapun
yang terjadi, dia akan ada untuk Ziqiu sebagai seorang Ayah. Dan mendengar itu,
Ziqiu merasa tersentuh.
“Asalkan
kalian bisa tumbuh sehat dan tumbuh gembira. Ayah sudah puas,” kata Li Haichao
dengan tulus. “Tapi Ayah akan menua.”
“Ayah tenang
saja. Saat itu, ada aku,” kata Ziqiu dengan tegas.
“Benar ada
kamu. Aku tenang jika ada kamu,” balas Li Haichao, senang. Lalu diapun pergi
meninggalkan kamar Ziqiu.
Dengan tersentuh,
Ziqiu memperhatikan susu yang Li Haichao berikan. Lalu dia melanjutkan belajarnya
dengan fokus.
Di kantin. Tang
Can mentraktir dua temannya. Dan mengajarkan caranya berakting kepada mereka
berdua. Ketika Jian Jian lewat dan mendengar itu, dia tertawa dengan keras. Dan
bahkan menyindirnya, dengan menanyai Mueying, apakah dia harus membuka kelas
bimbingan, karena murid peringkat akhir sudah bisa menjadi guru.
“Guru Tang,
abaikan dia. Dia itu iri. Tang Can adalah bintang cilik, punya kualifikasi.
Yang syuting iklan selalu memanggilnya ‘Guru’. Dan meski tidak berusaha,
keluarganya tetap baik,” kata teman 1 membela Tang Can.
“Guru Tang
terkenal diseluruh Tiongkok. Orang yang peringkat tiga dari belakang mungkin
masih mencuci piring,” kata teman 2, menyindir Jian Jian.
Mendengar
sindiran itu, Jian Jian tertawa. Dan mempersilahkan Mingyue untuk bantu
menjelaskan. “Begini, mungkin kalian tidak kenal He Ziqiu, tapi kenal Ling
Xiao, ‘kan? Juara umum pertama yang selalu ada di papan pengumuman,” kata
Mingyue, menjelaskan. “Itu kakak Jian Jian. Dan dia masih ada satu kakak lagi
yang nilainya juga bagus. Kelak mereka yang menghidupinya.”
“Intinya,
piring …” kata Jian Jian.
“Intinya,
piring dirumahnya, tidak pernah dia yang cuci,” kata Mingyue, lanjut
menjelaskan. Lalu dia bertepuk tangan dan bertosan dengan Jian Jian dengan
bangga.
“Hidupku ini
ditakdirkan menjadi ulat yang berbahagia,” kata Jian Jian sambil menari- nari
dan tersenyum mengejek Tang Can.
“Ayo, ulat.
Kita antarkan teh untuk kakakmu,” ajak Mingyue sambil tertawa.
“Kenapa
keluarga kita hanya boleh satu anak dan mereka bisa tiga?” tanya Tang Can,
sangat heran. Dan kedua temannya juga merasa heran.
Mingyue
dengan baik menasehati Jian Jian untuk jangan terus mengejek Tang Can. Dan Jian
Jian menjelaskan bahwa dia hanya sebal melihat Tang Can sok berlagak manis.
“Oh ya, Li
Jian Jian, kamu antarkan ke kakakmu. Aku ke kelas dulu. Tugas les akhir pekan
ku belum selesai,” kata Mingyue, menghentikan Jian Jian yang terus berjalan.
“Kamu masih
marah dengannya? Aku sudah bilang padanya untuk minta maaf,” kata Jian Jian.
“Tidak,”
sangkal Mingyue. “Tugasku sungguh belum selesai. Aku pergi dulu,” jelasnya.
Lalu dia langsung berlari pergi.
Akhirnya
Jian Jian pun pergi sendirian mengantarkan minum kepada Ziqiu yang baru selesai
bermain basket. Setelah itu, diapun langsung pergi.
“Senangnya
punya adik,” kata Ziqiu dengan senang.
Mendengar
itu, Zhuang Bei merasa iri dan merebut minumam Ziqiu dan langsung meminumnya
sambil puas. Setelah itu dia pun pergi.
“Cih, tidak
jaga kebersihan,” keluh Ziqiu, membalikkan pipetnya. Lalu diapun lanjut meminum
minumannya lagi.
Lanjut💕💕💕💕
ReplyDelete