Sinopsis C- Drama : Go Ahead Episode 7

 



Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV

Yuxiang mengundang Jian Jian, Ling Xiao, dan Ziqiu untuk makan bersama. Dan saat direstoran, Mingyue agak kebingungan harus memesan apa, tapi Yuxiang menyuruhnya untuk memesan apa saja. Jadi diapun melihat- lihat menu dengan serius dan berpikir keras.

Sedangkan Yuxiang sibuk mengobrol dengan Ling Xiao, yang memiliki nilai bagus dan mendapatkan surat rekomendari dari sekolah. Begitu juga dengan Ziqiu yang cukup berprestasi. Lalu dia memuji Jian Jian yang berhasil memenangkan lomba memahat. Dan dia ingin tahu, darimana Jian Jian belajar memahat. Dengan bersemangat, Jian Jian menceritakan bahwa dia belajar dari online, dan sebenarnya Ling Xiao yang memasukkan hasil pahatannya untuk ikut lomba.

“Meski nilai Jian Jian kurang baik, tetapi dia berbakat dalam seni. Jika karyanya dapat penghargaan, lebih mudah diterima,” kata Ling Xiao, menjelaskan niatnya mendaftarkan Jian Jian ke dalam lomba. “Kami sudah sepakat, kelak kuliah di Beijing.”

“Tergantung aku bisa masuk atau tidak,” tambah Jian Jian sambil tertawa.

“Nilai seni lebih rendah, kamu pasti bisa,” balas Yuxiang dengan ramah.


Yuxiang kemudian menceritakan bahwa Mingyue nya ingin menjadi pengacara, jadi kelak Mingyue akan masuk ke universitas hukum. Mendengar itu, senyum Mingyue sedikit menghilang, karena itu bukanlah impiannya, tapi impian Yuxiang.

“Sudah bisa pesan?” tanya pelayan.

“Oh. Bisa,” jawab Mingyue. “Pesan sup daging pedas. Ng… iga sapi, terong tumis. Apakah ada rekomendasi?” tanyanya, tidak tahu harus memesan apa lagi.

Mendengar itu, Yuxiang langsung merebut kertas menu yang Mingyue pegang. “Setiap kali pesan selalu tiga makanan ini. Banyak orang makan bersama, kamu tidak tanya mereka,” tegurnya.

“Tidak apa. Kami semua bisa makan,” kata Jian Jian, membantu Mingyue.

“Batalkan sup daging pedas, ikan hari ini segar?” tanya Yuxiang kepada pelayan. Dan Pelayan menjawab iya. “Ganti jadi sup ikan pedas. Satu ekor, aku ingin kepala ikannya juga. Udang putih kalian gimana?” tanyanya lagi. Dan Pelayan menjawab ada serta masih segar. “Baik. Bawa aku melihatnya,” katanya. Lalu dia pamit kepada semuanya dan mengikuti si pelayan.


Dengan malu dan canggung, Mingyue meminta semuanya untuk pengertian, kareana Ibunya memang seperti ini. Dan dia sebenarnya tidak ingin menjadi pengacara, tapi Ibunya yang ingin dia menjadi pengacara. Mengetahui itu, Jian Jian bersyukur sekali, karena Ayahnya tidak seperti itu. Dan Ling Xiao menegur Jian Iian untuk jangan membicarakan orang.


Selesai makan, Mingyue meminta izin kepada Ibunya untuk pergi bermain di tempat Jian Jian. Dan Yuxiang mengizinkan. Juga dia menyadari perasaan suka Mingyue kepada Ziqiu, karena Mingyue selalu melirik ke arah Ziqiu, dan akhir- akhir ini Mingyue selalu bercermin. Dan dengan gugup, Mingyue menyangkal.

“Jangan terlalu peduli penampilan. Jika kamu seperti Ling Xiao, bisa peringkat satu umum, kamu bahkan bisa bersinar di malam hari,” kata Yuxiang.

“Ling Xiao juga tidak bersinar,” gumam Mingyue, pelan. Tapi Yuxiang tetap mendengar, dan diapun menepuk pelan kepala Mingyue.


“Aku tahu apa yang kamu pikirkan,” kata Yuxiang, memarahi Mingyue. Lalu dia mencabut pita yang Mingyue pakai. Setelah itu dia mengizinkan Mingyue untuk pergi.

Dengan senang, Mingyue pun mengucapkan selamat tinggal. Lalu dia langsung pergi bersama dengan Jian Jian, Ziqiu, dan Ling Xiao untuk bermain.


Malam hari. Jian Jian sedikit demam, karena sakit di giginya. Dan Li Haichao pun menyuruh Jian Jian untuk besok pergi dan mencabut gigi.

“Besok pagi aku sekolah atau tidak?” tanya Jian Jian, dengan lemas.

“Besok baru tentukan,” balas Li Haichao. Lalu dia pergi.

“Demamlah. Sakitlah,” gumam Jian Jian, sangat berharap.


Akhirnya, besok Jian Jian tidak datang ke sekolah. Dan didalam kelas, Mingyue membantu membuatkan catatan pelajaran untuk Jian Jian.


“Ziqiu, pemberian Ayahmu,” kata seorang kawan Ziqiu, memberikan barang yang di titipkan padanya. Dan Ziqiu mengira itu hadiah dari Li Haichao. Jadi dia langsung keluar dari kelas untuk menemui Li Haichao. Tapi tidak ada siapapun di luar.


Dan ketika Ziqiu memeriksa hadiah yang diberikan padanya, ternyata itu adalah hadiah dari Huaguang. Mengetahui itu, diapun langsung pergi untuk mencari Huaguang dan mengembalikan hadiah tersebut.


Ketika Ziqiu lewat, Mingyue memanggilnya, karena dia ingin menitipkan catatan untuk Jian Jian. Tapi Ziqiu mengabaikannya dan berjalan melewatinya begitu saja. Dengan heran, Mingyue pun mengikutinya.


Dilapangan. Teman- teman setim Ziqiu sedang menikmati makanan yang diberikan oleh Huaguang. Dan melihat itu, Ziqiu mengambil semua makanan tersebut. Lalu dia pergi untuk mengembalikan semua itu kepada Huaguang nantinya.


“Kakak, He Ziqiu pergi kemana?” tanya Mingyue kepada teman- teman setim Ziqiu.

“Kejar Ayah kandungnya.”

“Ayah kandung?” gumam Mingyue, terkejut dan heran.


Ketika Ziqiu melihat Huaguang, dia langsung melemparkan semua makanan dan barang pembelian dari Huaguang kepadanya. Lalu dia ingin menghajar Huaguang. Tapi Zhuang Bei yang mengikutinya, langsung menahannya.

“Jangan muncul lagi. Aku tidak akan mengakui mu,” kata Ziqiu, berteriak marah. “Kita tidak ada hubungan,” tegas nya.

“Ziqiu, ayo,” ajak Zhuang Bei sambil menarik Ziqiu untuk pergi.

“Kenapa aku bisa punya anak sebodoh itu?” keluh Huaguang, kesal.



Ziqiu mencuci mukanya untuk menenangkan diri. Lalu setelah itu, dia menjauhi Zhuang Bei yang menurut nya tidak bersikap seperti teman. Dan Zhuang Bei pun mengalah serta meminta maaf. Lalu dia menasehati Ziqiu untuk memberitahukan tentang hal ini kepada Li Haichao supaya nanti Li Haichao bisa menghadapinya. Namun Ziqiu sama sekali tidak mau membahas tentang itu.


Dirumah sakit. Jian Jian merasa sangat ngeri dan takut untuk dicabut giginya nanti, ketika dia melihat seorang anak kecil menangis, setelah giginya dicabut. Dan Ling xiao menenangkan Jian Jian untuk jangan khawatir.

“Aku mau ke toilet,” kata Jian Jian, beralasan supaya bisa kabur.

“Li Jian Jian,” tahan Ling Xiao. “Kamu sudah ke toilet tadi. Tidak apa, tidak sakit jika dibius,” katanya, menenangkan.


Tepat disaat itu, perawat datang dan memanggil nama Jian Jian. Dengan ngeri, Jian Jian pun langsung merengek. Dan Ling Xiao menenangkannya untuk menarik nafas berulang kali supaya tenang. Dan setelah Jian Jian tampak tenang, dia memegang tangan Jian Jian dan berjanji bahwa dia akan menemani Jian Jian.

Mendengar janji itu, Jian Jian mengangguk kan kepalanya dengan patuh. Dan mengikuti Ling Xiao untuk masuk ke dalam ruang rawat.


Didalam ruang rawat. Ketika perawat menyalakan lampu untuk mencabut gigi nya, Jian Jian mengepalkan tangan nya dengan erat, karena dia merasa sangat gugup. Dan menyadari itu, Ling Xiao memegang tangan Jian Jian yang terkepal erat dan memanggil namanya dengan suara lembut. Dan mendengar suaranya, Jian Jian pun memandang ke arah Ling Xiao dan dia menjadi tenang.



“Jangan panik. Semakin panik, semakin takut. Jika dibius, tidak akan sakit,” kata Dokter, menjelaskan. Lalu dia menyuruh Jian Jian untuk membuka mulut. Dan Jian Jian pun membuka mulutnya dengan patuh.



Sampai pulang, Ling Xiao terus dan tetap memegang tangan Jian Jian. “Memikirkan apa?” tanyanya, memperhatikan Jian Jian yang dari tadi hanya diam saja.

“Kelak kamu jadi Dokter Gigi saja,” balas Jian Jian, berharap. “Aku sungguh takut. Dokter itu mengetuk gigi ku,” keluhnya. “Kamu jangan tanya laagi, aku tidak mau ingat kembali,” gumam nya, sebal. Mendengar itu, Ling Xiao tersenyum kecil.


Mingyue datang mengatarkan buku catatan dan PR di sekolah kepada Jian Jian. Dan Jian Jian mengeluh malas.

“Aku sebagai ketua kelas dan teman baikmu, aku harus mengawasi tugasmu,” kata Mingyue dengan tegas. Tapi Jian Jian tidak mau belajar.


Ling Xiao datang memberikan minuman kepada Mingyue, lalu dia bertanya, kenapa hari ini Mingyue tidak pergi les. Dan Mingyue menjawab bahwa dia sengaja bolos. Mendengar itu, Jian Jian dan Ling Xiao langsung mengacungkan jempol kepadanya. Namun mereka juga khawatir kalau Mingyue akan di marahi nantinya. Tapi Mingyue tidak takut, karena Nenek nya sedang sakit, jadi sudah dua hari ini Ibunya berada dirumah sakit, karena itu Ibunya tidak akan tahu. Mengetahui itu, Jian Jian dan Ling Xiao kembali mengacungkan jempol kepadanya. Dan Mingyue merasa sedikit bangga.


“Oh. Ziqiu mana?” tanya Mingyue, ingin tahu.

“Dia membantu ditoko,” jawab Ling Xiao. Lalu diapun pamit kepada mereka berdua.

“Itu,” kata Mingyue, menghentikan Ling Xiao. “He Ziqiu, apa dia baik- baik saja?” tanyanya dengan gugup. “Ayah kandungnya datang mencarinya, dan dia sangat marah.”

Mengetahui itu, Jian Jian dan Ling Xiao sama sekali tidak mengerti. Dan Mingyue pun menceritakan apa yang terjadi di sekolah.



Tepat disaat itu, Ziqiu pulang. Dan Jian Jian langsung bertanya, apakah benar Huaguang ada mencari Ziqiu di sekolah. Mendengar pertanyaan itu, Ziqiu merasa heran, darimana Jian Jian dan Ling Xiao tahu. Lalu saat dia tahu kalau Mingyue yang memberitahu mereka berdua, dia langsung melotot padanya. Dan Mingyue merasa bersalah.

“Kenapa melotot? Ada apa?” tanya Ling Xiao. Dan Ziqiu tidak mau membahas itu, karena dia tidak peduli. “Sudah berapa kali?”

“Beberapa kali,” jawab Ziqiu dengan malas.

“Kenapa tidak bilang?” tanya Ling Xiao.

“Sudah kukatakan, aku tidak mau bahas itu, tidak peduli padanya. Mau aku katakan apa?” balas Ziqiu, emosi.


Ziqiu kemudian menyuruh mereka untuk pergi saja, karena dia mau memasak. Tapi Jian Jian tidak mau pergi. Dia mau tahu kenapa Huaguang datang mencari Ziqiu. Dan Ziaiu pun menjawab dengan jujur. Lalu dia memarahi Mingyue yang menurutnya kurang kerjaan. Dan Mingyue meminta maaf, dan ingin menjelaskan bahwa dia tidak bermaksud seperti itu. Tapi Ziqiu tetap memarahinya.

“Saat aku tidak bilang, itu artinya aku tidak ingin ada yang tahu. Kamu begitu kurang kerjaan? Jika kurang kerjaan, minta Ibumu, tambahkan les mu lagi,” kata Ziqiu dengan kasar dan tajam.



Mendengar itu, Mingyue merasa sedih dan berniat untuk pergi saja. Dan Jian Jian pun langsung mengejarnya. Sedangkan Ling Xiao menegur Ziqiu. Lalu dia menghentikan Jian Jian serta menyuruh Jian Jian untuk beristirahat saja, dan biarkan dia yang mengejar Mingyue.

“Kakak bawa dia kembali ya,” pinta Jian Jian. Dan Ling Xiao mengiyakan.

Dengan kesal, Jian Jian kemudian menatap tajam Ziqiu. Dan Ziqiu mengabaikan tatapannya itu serta masuk ke dalam dapur untuk memasak.



Ditaman. Ling Xiao menjelaskan kepada Mingyue untuk jangan memasukkan perkataan Ziqiu ke dalam hati. Dan Mingyue mengerti, serta dia merasa dirinya memang bersalah karena telah ikut campur, kepadahal Ziqiu tidak menganggap nya sebagai teman.

“Hal ini jelas- jelas Ziqiu yang salah, kenapa kamu selalu suka cari kesalahan di dirimu?” tanya Ling Xiao, heran. “Biasanya kita lihat teman tidak senang, juga akan tanya kenapa. Perhatian seperti ini tidak salah,” jelasnya, menyadarkan Mingyue untuk jangan menyalahkan diri sendiri.

“Begitukah?” gumam Mingyue. “Tapi Ziqiu sangat marah.”

“Orang lain marah karena merasa bersalah,” balas Ling Xiao, menjelaskan.“Mingyue, kamu bermasalah,” tunjuk nya.

“Tidak ada yang bisa kulakukan dengan baik. Aku mudah melakukan kesalahan,” balas Mingyue, merasa tidak percaya diri.



“Kusarankan kamu, jika kamu merasa bersalah atau Ibumu merasa kamu salah, kamu pikirkan dulu. Jika hal ini dilakukan orang lain, termasuk salah atau tidak. Barulah kamu putuskan,” kata Ling Xiao, memberikan nasihat baik. “Kamu sangat berbakat, cantik, dan sifat mu baik. Kamu inisiatif belajar, dan tidak membuat khawatir orang tua. Tapi kamu harus mengubah satu hal yaitu sifat tidak percaya dirimu. Kamu harus belajar menentukan sesuatu, jangan karena perkataan orang lain, langsung merendahkan diri,” tegasnya.

Mendengar nasihat itu, Mingyue merasa senang dan jadi terpesona kepada Ling Xiao. Dan dengan heran, Ling Xiao menyadarkan Mingyue yang menatap nya.



Jian Jian dan Ziqiu saling bertatapan dengan tajam. Dan ketika Ling Xiao pulang, Jian Jian langsung menanyai keadaan Mingyue. Dan Ling Xiao menjawab bahwa Mingyue sudah pulang, dan Mingyue pulang dengan tersenyum. Mengetahui itu, Jian Jian merasa lega. Begitu juga dengan Ziqiu, tapi dia tidak terlalu menampakkan nya.

Ling Xiao dan Jian Jian kemudian mau membahas tentang Huaguang. Dan Ziqiu kembali emosi, sebab dia sama sekali tidak mau membahas  itu.


“Jadi, beritahu Ayah atau tidak?” tanya Jian Jian, meminta pendapat Ling Xiao.

“Sudahlah, jika dia merasa ini urusannya sendiri. Terserah padanya mau beritahu atau tidak,” jawab Ling Xiao. Lalu dia membawa Jian Jian untuk beristirahat. Dan meninggalkan Ziqiu sendirian di ruang makan.




Saat makan malam, Li Haichao merasa seperti ada yang salah dengan ketiga anaknya. Karena ketika Ziqiu mengambilkan makanan untuk Jian Jian dan Ling Xiao, mereka berdua sama- sama menjauhkan piring nya dan mengabaikan Ziqiu. Sehingga suasana pun menjadi agak canggung. Melihat itu, Li Haichao merasa heran.

“Ini makanlah,” kata Li Haichao, mengambilkan  makanan untuk Ziqiu yang diabaikan. Dan Ziqiu mengucapkan terima kasih.

Keesokan harinya, ketika sedang berada di toko, Ling Heping dan Li Haichao mendapatkan telpon dari Huaguang.


Huaguang datang berkunjung ke rumah Li Haichao. Disana dia melihat- lihat kamar Ziqiu. “Bukankah ini terlalu kecil?” komentarnya.

“Awalnya itu gudang, setelah Ziqiu datang, ku tambahkan kasur,” kata Li Haichao, menjelaskan. Tapi Huaguang terus saja memandang rendah dirinya. Jadi diapun melarang Huaguang untuk masuk ke dalam kamar Ziqiu dan mengajaknya untuk duduk diruang tamu saja.


Disaat itu, Ling Heping pulang. Dan Li Haichao memperkenalkan Huaguang kepada Ling Heping, yang merupakan Ayah angkat Ziqiu juga.

“Begini, aku ingin bahas masalah Ziqiu dengan Ayah asuhnya. Sebagai tetangga bukankah harus pergi dulu?” tanya Huaguang, tidak nyaman dengan kehadiran Ling Heping.

“Bukan tetangga, dia Ayah angkat Ziqiu. Kami sekeluarga,” tegas Li Haichao. “Ada apa katakan saja langsung,” jelasnya.

“Tidak cocok. Aku rasa tetangga harus menghindar dulu,” balas Huaguang, tetap merasa tidak nyaman. Dan dengan tajam, Ling Heping serta Li Haichao menatapnya.



Huaguang akhirnya pun menyerah untuk mengusir Ling Heping.  Lalu dia mulai berbicara, pertama- tama, dia memamerkan dirinya yang sukses. Kedua, dia menjelaskan bahwa dirinya dan Istrinya sampai sekarang masih belum punya anak, jadi dia ingin membawa Ziqiu, anaknya, bersama nya. Apalagi sekarang dia sudah kaya dan mampu untuk merawat Ziqiu. Ketiga, dia berterima kasih karena Li Haichao sudah menjaga anaknya selama ini.

“Pemikiran konyol apa ini?” tanya Ling Heping dengan sinis. “Saat tidak mampu, kamu tidak peduli, sekarang mampu, kamu mau ambil kembali? Kamu kira anak ini, berdiri di simpang jalan, buka mulut, dan tumbuh besar dengan makan angin?”



“Kak, Anda tahu jelas. Jika Anda sungguh baik kepada Ziqiu, lebih baik biarkan dia kembali padaku,” kata Huaguang, mengabaikan Ling Heping dan membujuk Li Haichao. “Selama ini Anda membesarkan Ziqiu pasti sudah menghabiskan sekitar 200.000- 300.000 yuan. Begini, aku berikan 1.000.000 yuan sebagai gantinya, bagaimana?”

Mendengar penawaran itu, Li Haichao dan Ling Heping langsung berakting dengan kompak. Mereka berakting seolah- olah mereka sangat terkejut dan sangat tertarik mendengar uang sebesar itu. Dan Huaguang tertawa dengan puas.


Tapi kemudian, Li Haichao dan Ling Heping langsung mengusirnya. Dan dengan kesal, Huaguang menghina mereka berdua. “Dasar miskin,” hinanya.



Ketika Huaguang berniat untuk pergi, tepat disaat itu, Ziqiu pulang, dan diapun menyapanya. Tapi Ziqiu langsung melemparinya dengan tas dan mengusirnya.

“Kamu berulang- ulang mau memukulku? Kenapa kamu tidak mirip denganku sama sekali? Kamu tumbuh di lingkungan miskin ini, bisa jadi apa nanti? Jika dia sungguh baik padamu, harusnya dia biarkan kamu kuliah di luar negeri,” kata Huaguang, memarahi Ziqiu.


Mendengar hinaan itu, Ziqiu ingin sekali menghajar Huaguang. Tapi Ling Xiao dan Jian Jian langsung menahannya. “Masalah kami tidak perlu kamu campuri, kamu ini apa?!” bentak nya.

“Abaikan saja orang luar ini,” tegas Ling Xiao sambil menarik Ziqiu untuk masuk ke dalam kompleks. Dan Huaguang merasa kesal.

“Kamulah si miskin itu!” ejek Jian Jian, sebelum ikut masuk ke dalam kompleks.


Jian Jian masih merasa kesal, karena Huaguang mengatai keluarga mereka miskin. Dan Ling Heping menenangkan Jian Jian untuk tidak perlu khawatir, karena dia adalah polisi, jadi mereka tidak akan bisa mudah di tindas. Juga barusan Li Haichao sangat keren saat mengusir Huaguang. Mengetahui itu, Jian Jian merasa sangat bangga kepada Ayahnya.

Sementara Ziqiu merasa sangat canggung dan gugup. Dia merasa bersalah, karena tidak memberitahu Li Haichao sebelumnya.


Dengan perhatian, Li Haichao menegur Ziqiu, Jian Jian, dan Ling Xiao. Lalu dia menasehati mereka untuk lain kali memberitahunya, jangan dipendam sendiri, apalagi sekarang mereka sudah mau ujian, dia tidak ingin ini mempengaruhi mereka. Kemudian dia menjelaskan bahwa dia akan mencari pengacara dan pergi ke pengadilan untuk membantu Ziqiu mengurus Huaguang. Dan Ling Heping setuju dengan caranya.


“Lihat. Sudah diatasi,” kata Jian Jian dengan senang dan bangga. “Hanya ke pengadilan saja,” katanya. Lalu dia mengeluh, “Kenapa semua begitu tidak tahu malu? Nyonya besar baru saja pergi, sekarang datang lagi orang kaya baru. Datang sesuka hati, mereka kira kita restoran cepat saji?” keluhnya.

Mendengar itu, Ziqiu hanya diam saja sambil mengambilkan makanan untuk setiap orang. Sedangkan Ling Xiao menegur Jian Jian untuk berhenti membaca novel dan fokus saja mempersiapkan lomba memahatnya.

Didalam kamar. Ziqiu memandangi foto Ibunya. Lalu ketika Li Haichao mengetuk pintu, dia langsung menyimpan foto itu dan mempersilahkan Li Haichao untuk masuk.


Li Haichao memberikan segelas susu kepada Ziqiu yang sedang belajar. Lalu dia duduk dan berbicara kepadanya.

“Aku tahu dari kecil kamu merasa berhutang pada keluarga ini. Jadi kamu selalu ingin menebusnya. Bantu lakukan tugas rumah, cuci baju, bersih- bersih, bantu di toko mie. Terhadap Xiao Jian, bahkan Ling Xiao, kamu sangat mengalah,” kata Li Haichao, sadar.

“Ayah, jangan bilang begitu. Aku sendiri yang ingin melakukannya,” balas Ziqiu.


Li Haichao kemudian menceritakan tentang Jian Jian. Dulu ketika Ibu Jian mengandung anak laki- laki, Jian Jian terus saja berbicara ‘Aku mau kakak. Aku tidak mau adik.’ Dan setelah itu, Ziqiu datang. Dan dia merasa Tuhan sangat baik sekali, karena akhirnya Jian Jian punya kakak, dan dia bisa menjadi Ayah lagi. Jadi segala hal didunia ini tidak pasti. Kita bisa bertemu hal yang lebih baik, bisa bertemu hal yang lebih buruk, dan bisa saja yang buruk ini menjadi hal yang baik kemudian. Karena itu, dia ingin Ziqiu untuk tenang, sebab tidak peduli apapun yang terjadi, dia akan ada untuk Ziqiu sebagai seorang Ayah. Dan mendengar itu, Ziqiu merasa tersentuh.



“Asalkan kalian bisa tumbuh sehat dan tumbuh gembira. Ayah sudah puas,” kata Li Haichao dengan tulus. “Tapi Ayah akan menua.”

“Ayah tenang saja. Saat itu, ada aku,” kata Ziqiu dengan tegas.

“Benar ada kamu. Aku tenang jika ada kamu,” balas Li Haichao, senang. Lalu diapun pergi meninggalkan kamar Ziqiu.

Dengan tersentuh, Ziqiu memperhatikan susu yang Li Haichao berikan. Lalu dia melanjutkan belajarnya dengan fokus.


Di kantin. Tang Can mentraktir dua temannya. Dan mengajarkan caranya berakting kepada mereka berdua. Ketika Jian Jian lewat dan mendengar itu, dia tertawa dengan keras. Dan bahkan menyindirnya, dengan menanyai Mueying, apakah dia harus membuka kelas bimbingan, karena murid peringkat akhir sudah bisa menjadi guru.


“Guru Tang, abaikan dia. Dia itu iri. Tang Can adalah bintang cilik, punya kualifikasi. Yang syuting iklan selalu memanggilnya ‘Guru’. Dan meski tidak berusaha, keluarganya tetap baik,” kata teman 1 membela Tang Can.

“Guru Tang terkenal diseluruh Tiongkok. Orang yang peringkat tiga dari belakang mungkin masih mencuci piring,” kata teman 2, menyindir Jian Jian.


Mendengar sindiran itu, Jian Jian tertawa. Dan mempersilahkan Mingyue untuk bantu menjelaskan. “Begini, mungkin kalian tidak kenal He Ziqiu, tapi kenal Ling Xiao, ‘kan? Juara umum pertama yang selalu ada di papan pengumuman,” kata Mingyue, menjelaskan. “Itu kakak Jian Jian. Dan dia masih ada satu kakak lagi yang nilainya juga bagus. Kelak mereka yang menghidupinya.”

“Intinya, piring …” kata Jian Jian.

“Intinya, piring dirumahnya, tidak pernah dia yang cuci,” kata Mingyue, lanjut menjelaskan. Lalu dia bertepuk tangan dan bertosan dengan Jian Jian dengan bangga.


“Hidupku ini ditakdirkan menjadi ulat yang berbahagia,” kata Jian Jian sambil menari- nari dan tersenyum mengejek Tang Can.

“Ayo, ulat. Kita antarkan teh untuk kakakmu,” ajak Mingyue sambil tertawa.

“Kenapa keluarga kita hanya boleh satu anak dan mereka bisa tiga?” tanya Tang Can, sangat heran. Dan kedua temannya juga merasa heran.


Mingyue dengan baik menasehati Jian Jian untuk jangan terus mengejek Tang Can. Dan Jian Jian menjelaskan bahwa dia hanya sebal melihat Tang Can sok berlagak manis.

“Oh ya, Li Jian Jian, kamu antarkan ke kakakmu. Aku ke kelas dulu. Tugas les akhir pekan ku belum selesai,” kata Mingyue, menghentikan Jian Jian yang terus berjalan.

“Kamu masih marah dengannya? Aku sudah bilang padanya untuk minta maaf,” kata Jian Jian.

“Tidak,” sangkal Mingyue. “Tugasku sungguh belum selesai. Aku pergi dulu,” jelasnya. Lalu dia langsung berlari pergi.


Akhirnya Jian Jian pun pergi sendirian mengantarkan minum kepada Ziqiu yang baru selesai bermain basket. Setelah itu, diapun langsung pergi.

“Senangnya punya adik,” kata Ziqiu dengan senang.


Mendengar itu, Zhuang Bei merasa iri dan merebut minumam Ziqiu dan langsung meminumnya sambil puas. Setelah itu dia pun pergi.

“Cih, tidak jaga kebersihan,” keluh Ziqiu, membalikkan pipetnya. Lalu diapun lanjut meminum minumannya lagi.


1 Comments

Previous Post Next Post