Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Tengah malam. Chen Ting menelpon Ling Xiao yang masih berada didepan ruang ICU. Dan Ling Xiao pun memberitahukan apa yang terjadi. Juga dia menenangkan Chen Ting untuk jangan menangis.
Keesokan harinya. Meiying menelpon Ling Xiao
sambil menangis. Dan Ling Xiao merasa bingung. Lalu Paman Qin yang berada
diujung telpon menjelaskan.
“Aku paman
Xiao Chengzi (panggilan Meiying). Begini, kamu harus siapkan mental. Kakakku
kecelakaan saat mengantar Ibumu ke bandara. Sekarang masih dirumah sakit,
keadaan tidak baik,”kata
Paman Qin, menjelaskan.
Mendengar kabar itu, Ling Xiao merasa seperti
tersambar, dan telinganya berdenging.
Tepat disaat itu, Ipar Chen memberitahu bahwa
Nenek Chen telah meninggal. Dan Ling Heping pun berteriak memanggil Ling Xiao
untuk masuk dan melihat.
Dengan terkejut, Ling Xiao diam dan berdiri
terpaku ditempatnya.
Li Haichao merasa matanya terus berdenyut.
Dan Ziqiu menasehati Li Haichao untuk menjaga kesehatan dengan baik, karena
ketika dia kuliah, dia tidak akan ada di samping Li Haichao lagi. Jadi dia
ingin Li Haichao terus sehat, biar dia tidak khawatir. Kemudian dia memberikan
obat kepada Li Haichao.
“Aku duduk
ditoko, tidak melakukan apapun. Aku makan kuaci, main mahjong, aku nikmati
hidup,” kata Li Haichao, menenangkan Ziqiu.
Disaat itu, Ling Heping menelpon. Dan ketika Li Haichao mendengar apa yang
terjadi, dia merasa terkejut.
Jam sudah
menunjukkan tengah malam, tapi Ling Heping dan Ling Xiao masih juga belum
pulang. Jadi Li Haichao pun menyarankan Ziqiu dan Jian Jian untuk tidur duluan
saja. Kemudian tepat disaat itu, Ling Heping pulang, tapi Ling Xiao tidak ada
ikut pulang dengan nya.
“Bagaimana
keadaan Chen Ting?” tanya Li Haichao, perhatian.
“Suaminya
meninggal ditempat, Chen Ting terluka parah. Masih kritis. Keluarga sumainya
meminta keluarga disini cepat urus visa untuk ke sana. Sore ini, aku bawa Ling
Xiao dan pamannya pergi urus Visa,” jawab Ling Heping, menjelaskan.
“Ling Xiao
bisa menanggung nya?”tanya Li Haichao, khawatir.
“Anak ini
sudah besar, bisa menanggung atau tidak, tetap harus bisa,” balas Ling Heping.
Dan dia juga merasa lelah.
Disekolah.
Jian Jian sama sekali tidak bisa fokus belajar, dia terus memikirkan tentang
kondisi Ling Xiao.
Dirumah.
Ziqiu tidak bisa fokus mencuci pakaian dengan baik.
Dirumah
sakit. Li Haichao mengurut tubuhnya.
Malam hari.
Ling Heping, Li Haichao, Ziqiu, dan Jian Jian, mereka berempat makan tanpa
semangat dan tawa seperti biasanya.
Para
tetangga sangat perhatian. Mereka memberikan banyak makanan dan minuman yang
bagus untuk tubuh Li Haichao. Karena akhir- akhir ini mata Li Haichao memerah.
Dan Li Haichao mengucapkan terima kasih.
Setelah itu,
mereka membahas tentang masalah keluarga Ling Xiao. “Selama ini, Chen Ting
tidak pernah mengurus Ling Xiao. Tapi begitu ada masalah, Ibu kandung tetaplah
Ibu kandung. Tetap harus diurus. Dan Ibu Ziqiu, kelak jika ada masalah pasti
juga akan datang,” komentar Bibi Qian.
Ziqiu yang
sedang berada didapur dan mendengar itu, dia merasa tidak nyaman. Dan Li
Haichao pun mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
Setelah
Ziqiu selesai bermain basket bersama dengan Zhuang Bei. Dia menanyai, apa
universitas tujuan Zhuang Bei, karena dia sendiri masih belum tahu. Lalu dia
menanyai, bagaimana jika dia keluar negri untuk berkuliah selama 1 tahun. Dan
Zhuang Bei menjawab bahwa dia sangat setuju dan jika itu dia, maka dia pasti
akan pergi, juga dia tidak akan sungkan- sungkan untuk menghabiskan uang
Huaguang. Karena bila ada yang keluar uang, maka Ayah dan Ibunya tidak perlu
keluar uang lagi. Kemudian setelah dia menjadi hebat, dia akan pulang.
“Masuk
akal,” gumam Ziqiu.
“Ayah ku
mengajariku satu hal, manusia jangan bersikeras pada uang. Pikirkanlah,” kata
Zhuang Bei, menasehati.
“Sekarang
aku merasa hidup sangatlah kejam. Maksudnya saat kamu merasa masalah akan
memburuk, itu sungguh terjadi,” balas Ziqiu, bercerita.
Di
singapura. Ling Xiao dan Paman Chen mengucapkan turut berduka cita kepada
keluarga Qin. Dan Nenek Qin mengerti, serta dia menasehati Ling Xiao untuk
tetap kuat, karena Chen Ting pasti akan siuman nantinya. Lalu dia berniat untuk
membawa Meiying bersamanya ke Malaysia. Tapi Meiying tidak mau, dia mau bersama
dengan Ling Xiao.
“Disini
tidak ada yang menjagamu,” bujuk Paman Qin.
“Aku tidak
peduli. Aku tidak mau tinggalkan Kakak. Aku mau bersama Kakak, tunggu Ibu
siuman,” balas Meiying, bersikap keras kepala.
“Biarkan
saja dia disini. Setelah Ibuku siuman, pasti ingin melihatnya,” balas Ling Xiao
sambil mengendong Meiying. Dan keluarga Qin pun terpaksa setuju dengannya.
Didalam
kamar. Saat Ziqiu sedang membereskan buku- bukunya, dia menemukan album foto
kenangan masa kecil dulu. Foto nya bersama dengan Ling Xiao dan Jian Jian, foto
Jian Jian, fotonya bersama dengan Ling Xiao, Jian Jian, dan Li Haichao. Melihat
foto tersebut, dia tersenyum senang.
Lalu tiba-
tiba dia mendapatkan telpon dari Mingyue. Dan raut wajahnya berubah menjadi
sangat serius.
Jian Jian
terjatuh dan terluka. Ketika Ziqiu melihat itu, dia merasa khawatir. Dan
Mingyue menjelaskan apa yang terjadi, ketika ditangga ada seseorang yang
mendorong Jian Jian dari belakang, tapi tidak tahu siapa yang melakukannya.
Jian Jian
yang sedang diobati kemudian meringis kesakitan. Dan Ziqiu merasa tidak tega.
“Guru, pelan sedikit. Pelan sedikit,” pintanya.
Ziqiu
kemudian keluar dari UKS dan menelpon Huaguang. Dia menanyai, apakah Huaguang
yang mendorong Jian Jian.
“Kamu ini
sudah gila ya?” keluh Huaguang. “Kelak adikmu terluka sedikit atau kecelakaan,
semua aku yang lakukan huh?! Dua hari ini hasimu akan keluar, bagaimana ujian
mu?”
Sebelum
Huaguang selesai berbicara, dia langsung mematikan telpon darinya.
Ziqiu
mengendong Jian Jian pulang. Dan Jian Jian yang sedang tidak bersemangat
menceritakan bahwa dia sangat merindukan Ling Xiao. Dan jika Ziqiu nantinya
akan kuliah di Beijing, maka dia juga akan sangat merindukan Ziqiu.
“Tidak
masalah, nanti juga akan terbiasa. Lagipula, kita bisa telpon setiap hari,”
kata Ziqiu, menenangkan.
“Sungguh
setiap hari?” tanya Jian Jian, memastikan.
“Sungguh.
Tidak peduli dimanapun, aku akan menelponmu,” janji Ziqiu.
Ketika Ziqiu
dan Jian Jian sampai dirumah, mereka melihat mobil ambulans lewat. Dan ternyata
itu adalah Li Haichao.
Para
tetangga yang berada disana menceritakan kepada Ziqiu dan Jian Jian bahwa
barusan Li Haichao tiba- tiba pingsan, tapi tidak tahu kenapa. Mendengar itu,
Ziqiu langsung berlari dengan sambil tetap mengendong Jian Jian.
“Ayahku
kenapa?” tanya Ziqiu dengan panik kepada perawat.
“Ayah kalian
tidak sakit parah. Hanya kelelahan, kurang istirahat, dan kekurangan gizi,”
jawab si perawat.
“Kenapa
tidak sadar?” tanya Jian Jian, tidak sabaran.
“Kurang
tidur, biarkan dia tidur,” jawab si perawat, menasehati. “Selesai diinfus, dia
sudah bisa pulang.”
Mengetahui
itu, Jian Jian dan Ziqiu merasa sangat sedih serta khawatir.
Saat pulang
ke rumah, Li Haichao menjelaskan bahwa besok dia akan pergi sembahyang ke kuil,
karena nilai Ling Xiao dan Ziqiu akan segera keluar. Mendengar itu, Ling Heping
menasehati Li Haichao untuk beristirahat saja. Dan Li Haichao pun menurut.
“Jian Jian,
jaga ayahmu. Aku harus pergi bekerja,” jelas Ling Heping. Dan Jian Jian serta
Ziqiu mengerti.
Ziqiu
kemudian membantu Jian Jian untuk melepaskan sepatunya. Dan Jian Jian merasa
kesakitan, tapi dia mengatakan tidak sambil tertawa dan bercanda.
Ketika Li
Haichao terbangun, dia heran kenapa Jian Jian ada disebelahnya dan Ziqiu duduk
didekatnya. Dan Ziqiu menjawab bahwa dia hanya mau menjaga Li Haichao saja.
Lalu Li Haichao pun bangun, dan tanpa sengaja mengenai kaki Jian Jian yang
terluka. Dan Jian Jian langsung meringis dan terbangun.
“Ayah. Kamu
baik- baik saja, kan?” tanya Jian Jian, saat melihat Li Haichao sudah bangun.
“Aku baik-
baik saja,” jawab Li Haichao. Lalu dia merasa khawatir, karena tidak sengaja
mengenai luka Jian Jian.
Melihat
kedekatan antara Jian Jian dan Li Haichao yang saling perhatian kepada satu
sama lain, Ziqiu tampak iri.
Suatu saat
He Mei datang ke restoran Li Haichao yang sedang direnovasi.
Direstoran.
He Mei memberikan banyak uang kepada Li Haichao, itu sebagai bayaran hutangnya
sekaligus bunganya. Dengan penasaran, Li Haichao menanyai, kemana saja He Mei
selama ini. Dan He Mei menjawab bahwa dia bekerja di salon kecantikan. Lalu Li
Haichao ingin menceritakan tentang nilai Ziqiu, tapi He Mei tidak mau mendengar
itu.
He Mei
datang, bukan karena dia mau membayar hutang ataupun karena Ziqiu. Tapi dia
datang, karena Huaguang sering datang serta mengganggunya, sebab Huaguang
menginginkan Ziqiu. Dan dia merasa Li Haichao pasti tidak akan bisa melawan
Huaguang, karena Li Haichao terlalu baik.
Dengan
tegas, Li Haichao menekankan bahwa bahkan walaupun dia harus mengemis dijalan, asalkan Ziqiu tidak
bersedia, maka Huaguang tidak akan bisa membawa Ziqiu pergi. Mendengar itu, He
Mei memuji betapa baiknya dan bisa diandalkannya Li Haichao. Dan menurutnya,
Ziqiu mengikuti Li Haichao, itu adalah pilihan yang terbaik. Dan dengan tidak
enak, Li Haichao menjelaskan bahwa dia tidak bermaksud seperti itu.
“Aku
langsung saja,” kata He Mei dengan serius. “Zhao Huaguang ini memang brengsek.
Tapi aku juga dengar, sekarang dia cukup kaya, tapi Istrinya tidak bisa
mempunyai anak. Jadi Huaguang mau mengakui Ziqiu, karena dia ingin punya
keturunan dan penerus. Dan hal ini tidak merugikan,” jelasnya.
“Kamu mau
Ziqiu diakui olehnya?” tanya Li Haichao, tidak menyangka. “Ziqiu bukan anak
yang menginginkan kekayaan,” katanya dengan yakin.
He Mei
menjelaskan pendapatnya. Selama ini Ziqiu pasti selalu merasa berhutang kepada
keluarga Li. Dan karena itulah dia merasa lebih baik membiarkan Ziqiu pergi
belajar ke luar negri dan mengikuti Huaguang. Namun sekarang, Li Haichao adalah
orang tua Ziqiu, sedangkan dia hanya orang luar yang melahirkan Ziqiu saja.
Jadi dia membiarkan Li Haichao untuk memutuskan sendiri, apakah Li Haichao
ingin Ziqiu mempunyai masa depan yang baik atau tidak.
Setelah mengatakan
itu, He Mei pamit. Dan dia meminta Li Haichao untuk jangan menceritakan tentang
pertemuan mereka ini kepada Ziqiu.
“Ziqiu tetap
ingin bertemu denganmu,” kata Li Haichao, membujuk.
“Jujur saja,
aku sudah berkeluarga. Suamiku tidak tahu bahwa dulu aku punya anak. Sekarang
bagiku, dia hanya beban,” balas He Mei, berbicara dengan kejam.
Mendengar
itu, Li Haichao menghentikan He Mei. Dia mengembalikan uang bunga yang He Mei
berikan padanya. Lalu setelah itu, diapun pergi.
Dirumah. Li
Haichao terus saja kepikiran dengan perkataan He Mei.
Ling Xiao
tidak sengaja mendengarkan perkataan Paman Chen yang sedang bertelponan didekat
tangga. Paman Chen tidak mau mengurus Chen Ting, tapi dia terpaksa harus tetap
tinggal dan melakukannya.
Jian Jian
mengeluh kepada Ling Xiao ditelpon, dia heran kenapa akhir- akhir ini banyak
yang masuk ke rumah sakit. Lalu dia menanyai, apakah Ling Xiao bisa pulang
sebelum ulang tahun Ling Xiao.
“Mungkin
terlambat dua hari,” kata Ling Xiao, memberitahu.
“Kamu tidak
kembali bagaimana isi formulir pendaftaran?” tanya Jian Jian, bingung.
“Kamu bodoh?
Bisa dari internet,” balas Ling Xiao.
Mingyue yang
berada disamping, memberikan kode kepada Jian Jian supaya membantunya
berbicara. Dan Jian Jian pun melakukannya.
“Oh iya kak.
Ibu Yueliang (Panggilan Mingyue) membawakan hadiah lulus untuk kakak dan kak
Ziqiu sebuah pena. Ibunya bertanya, apakah catatan kalian bisa diberikan pada
Yueliang?” tanyanya.
“Boleh,”
jawab Ling Xiao. Dan Mingyue merasa sangat senang.
Ketika sudah
selesai, Jian Jian ingin mematikan telponnya. Tapi Ling Xiao menghentikannya.
“Cobalah bermanja,” pintanya.
“Kak, aku
sangat merindukanmu. Cepatlah pulang. Sayang padamu. Muah… muah…” kata Jian
Jian dengan nada manja. “Selesai?” tanyanya.
Mendengar
itu, Ling Xiao tersenyum dan merasa sangat puas. Sementara Mingyue menahan
tawanya, karena itu sangat lucu sekali.
Chen Ting
telah melewati masa kritisnya. Namun dia mengalami kerusakan saraf tulang
belakang yang parah, sehingga Chen Ting akan menjadi cacat dan tidak bisa
berjalan. Jadi Dokter mengingatkan anggota keluarga untuk menjaga Chen Ting
dengan baik. Jika pasien bersemangat dalam menjalani pengobatan, maka pasien
bisa membaik.
Mendengar
itu, Ling Xiao yang berdiri dibelakang hanya diam saja.
Paman Qin
tidak mau mengurus Chen Ting. Pertama, keluarganya dulu ada membelikan rumah
untuk Chen Ting dan Kakaknya (Suami Chen Ting), dan rumah itu sekarang akan
menjadi milik Chen Ting. Kedua uang simpanan Kakaknya dan asuransi Kakaknya,
jika ditotalkan hasilnya sangat banyak, dan semua itu juga akan diberikan untuk
Chen Ting. Ketiga, dia masih harus menjaga Ayah dan Ibunya, bahkan Meiying
juga. Keempat, Chen Ting hanyalah Kakak Iparnya saja, dan Kakak kandungnya
sudah meninggal. Jadi ini tidak ada hubungan dengan keluarganya lagi.
“Kenapa
bicara begitu? Kakak mu tidak ada, jadi tidak ada hubungan lagi?” keluh Paman
Chen. Karena dia sendiri juga tidak mau menjaga Chen Ting, yang merupakan
adiknya sendiri.
Secara diam-
diam, Ling Xiao mendengarkan perdebatan mereka berdua.
Ditaman.
Paman Chen menanyakan pendapat Ling Xiao. Dan Ling Xiao tidak mau berkomentar.
“Kamu sudah
18 tahun. Sudah dewasa. Keadaan Ibumu sekarang, kedepannya harus
mengandalkanmu,” kata Paman Chen, melemparkan tanggung jawab kepada Ling Xiao.
“Aku berpikir, sekarang hasil ujianmu sudah keluar, dan nilainya juga bagus.
Bisa kuliah dimana saja. Sekarang Ibumu harus tinggal dirumah sakit, dan
takutnya butuh waktu lama. Jadi bagaimana bila kamu kuliah saja disini. Dengan
begini, kamu bisa menjaga Ibumu, juga tidak mengganggu kuliahmu. Gimana?”
tanyanya, membujuk dengan halus.
“Menurutku
atas dasar apa?” balas Ling Xiao, tidak peduli.
“Dia Ibumu.
Kamu tidak akan abaikan dia, kan?”
“Saat
bercerai, dia tidak menginginkanku. Dia tidak peduli padaku, kenapa aku harus?”
balas Ling Xiao, tidak senang.
“Saat itu,
Ibumu memang salah. Tapi dia tetap Ibumu. Sebagai anak harus memaafkannya. Atas
dasar dia Ibumu. Jika dia tidak ada, tidak ada kamu,” jelas Paman Chen,
membujuk. “Ling Xiao, kamu tidak akan mengabaikan dia, kan?”
“Jadi kamu?”
balas Ling Xiao, bertanya.
Paman Chen
memberikan banyak alasan, kenapa dia tidak bisa menjaga Chen Ting. Dia sudah
cuti satu bulan dari pekerjaannya, dan Istrinya terus menelpon serta memintanya
untuk cepat pulang. Dan mendengar alasan itu, Ling Xiao merasa sangat malas serta
kesal.
Li Haichao
berniat membiarkan Ziqiu untuk berkuliah diluar negri. Dan mengetahui itu, Ling
Heping memukul bahu Li Haichao yang sakit dan memarahi nya. Dan Li Haichao
menjelaskan bahwa ini demi masa depan Ziqiu yang lebih baik.
“Kenapa kamu
berubah begitu cepat? Dua hari lalu bersikeras mau mencari pengacara, mau ke
pengadilan,” keluh Ling Heping, heran.
“Berbeda.
Ini dilihat dari sisi anak, dan demi masa depannya,” balas Li Haichao, tidak
merasa ada yang salah.
Ling Heping
tidak mau membahas hal ini lagi, karena Ziqiu pasti tidak akan setuju. Dan Li
Haichao tahu, jadi dia ingin Ling Heping untuk bekerja sama dengannya dan
membujuk Ziqiu.
“Di dunia
ini ada semacam burung, khusus untuk bertelur disarang orang lain, dan meminta
burung lain untuk menjaga telurnya. Kemudian setelah burung kecil itu besar,
dia kembali untuk membawa burung kecil itu pergi,” kata Ling Heping, memberikan
perumpamaan. “Kamu tahu kamu burung yang mana? Kamu burung bodoh yang menjaga
anak orang lain,” jelasnya.
“Jangan
bahas. Ini berbeda,” tegas Li Haichao. Karena dia yakin suatu saat Ziqiu pasti
akan kembali padanya lagi. Sebab anak- anak mereka tahu balas budi. Dan
akhirnya, Ling Heping pun setuju untuk membantu Li Haichao.
Ketika Ziqiu
pulang. Ling Heping menjelaskan kepada Li Haichao bahwa dia tidak bisa dan
tidak mau membujuk Ziqiu, karena Ziqiu lebih mendengarkan Li Haichao. Dan Li
Haichao mengeluh kesal, karena barusaja mereka sepakat. Tapi Ling Heping tidak
peduli.
Saat makan,
Ziqiu memberitahukan tentang nilainya. Lalu dia menceritakan tentang
keinginannya, dia ingin berkuliah diluar negri.
Mendengar
itu, Li Haichao merasa tidak menyangka.