Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Ling Xiao dan Ziqiu sama- sama melototi Ran.
Dan melihat itu, Jian Jian pun langsung mengusir Ziqiu untuk duduk disebelah
Ling Xiao saja. Lalu setelah itu, dia memperkenalkan mereka bertiga.
“Kalian
bertiga teman kecil itu?” tanya
Ran dengan bersemangat. “Ya ampun,
Jian Jian. Aku bertemu dengan muse- mu.”
“Ibu bukan
apa- apa dengan muse- mu, tidak bisa dibandingkan. Karyaku adalah tentang
kehidupan, bukan tentang fantasi kehidupan,” balas
Jian Jian, merendah.
“Ini
berbeda, tapi intinya tetap sama,” balas
Ran.
Ran yang merasa bersemangat mulai menjadi
cerewet. Dan Jian Jian menanggapi semuanya itu dengan bersemangat juga. Mereka
membahas tentang seni dan inspirasi seni mereka. Mendengar pembicaraan mereka
berdua, Ziqiu dan Ling Xiao sama- sama merasa tidak mengerti serta bingung.
Dengan tidak sabaran, Ling Xiao mengetuk meja
untuk menarik perhatian mereka berdua. “Maaf,
menyela. Sepertinya, kalian bukan pertama kali berjumpa.”
“Benar, ini kedua kalinya. Yang pertama
dipameran pahatan,” jawab Ran.
“Jadi… setelah kamu bertemu Jian Jian, baru
mengajaknya pacaran?” tanya Ling Xiao, memastikan. Dan Ran
mengiyakan. “Jadi apa
yang kamu sukai darinya?”
“Sepertinya… sampai saat ini aku tidak tahu apa yang
tidak kusukai,” jawab Ran.
“Aku juga. Aku merasa Ran sangat baik. Kami
banyak topik pembicaraan,” kata Jian Jian, ikut menjawab sambil tertawa
senang. Dan Ziqiu mendengus.
Malam hari.
Saat makan malam, Ziqiu dan Ling Xiao sama- sama mengomentari bahwa Ran
bukanlah orang yang baik. Karena Ran hanya melihat Jian Jian dari penampilan
saja, juga sifatnya tidak dewasa, lalu Ran juga baru lulus kuliah tidak begitu
lama, serta masih bergantung pada orang tuanya.
Mendengar
semua itu, Jian Jian merasa kesal. “Dia tidak separah yang kamu katakan,” katanya,
membela Ran.
“Apa bagusnya dia?” tanya Ling
Xiao, menantang.
“Sudah, jangan bahas lagi,” bentak Jian
Jian, marah. “Makanlah,” katanya
dengan sedikit melunak.
Dengan
tegas, Ling Xiao memberikan ponselnya dan menyuruh Jian Jian untuk menelpon
serta memutusin Ran sekarang juga. Dan Ziqiu setuju dengan tindakan Ling Xiao.
“Atas dasar apa?” keluh Jian Jian, kesal. “Atas dasar
apa kalian ikut campur dalam hidupku?” tanyanya.
Dengan
gugup, Li Haichao meminta Jian Jian untuk tenang, karena dia percaya bahwa Ling
Xiao dan Ziqiu melakukan ini demi kebaikan Jian Jian.
“Aku baik- baik saja. Aku sangat baik. Saat
mereka tidak ada, aku juga sangat baik. Aku ada teman, ada hal yang kusukai,
setiap hari aku senang. Kenapa saat kalian pulang, harus memaksa masuk dalam
hidupku? Bahkan lapor polisi,”keluh Jian Jian, tidak senang.
“Aku tidak bisa menghubungimu. Kata- kata Ran
di weibo cukup ambigu,” balas Ling Xiao, menjelaskan.
“Sekarang kalian memberi pengaruh besar pada
kehidupanku, tahu tidak?” bentak Jian Jian.
“Sebenarnya, aku hanya demi kebaikanmu,” jawab
Ziqiu.
“Terima kasih, aku tidak butuh,” balas Jian
Jian. “Kalian
lewati hidup kalian dengan baik, itu sudah cukup. Gigiku sakit, aku pergi ke
dokter gigi. Dokternya juga baik. Aku mau makan kue, aku bisa pergi beli
sendiri dijalan. Dijalanan penuh dengan toko kue. Kalian beneran tidak perlu
begini padaku. Kalian bukan kakak kandungku, kita bahkan tidak ada hubungan
hukum. Kalian tidak perlu melakukan apapun untukku, tahu tidak?” tanyanya,
meluapkan semua keluhannya.
Dan
mendengar itu, suasana pun menjadi sangat canggung. Ling Xiao pamit serta
langsung pergi. Dan Li Haichao memarahi Jian Jian. Sedangkan Ziqiu hanya diam
saja dan makan dengan tenang.
Didalam bus.
Ling Xiao diam dan merenung. Dia mengingat kembali kenangan dulu.
Flash back
Dengan sikap
manja dan agak keras kepala, Jian Jian meminta Ling Xiao untuk membelikannya
permen. Tapi dengan tegas, Ling Xiao menolak dan mengajak Jian Jian untuk pulang.
Dan Jian Jian pun mengambek.
“Kamu mau jalan atau tidak?” tanya Ling
Xiao.
“Belikan aku satu, aku akan jalan,” jawab Jian
Jian, keras kepala. Lalu dia berjongkok dengan wajah cemberut.
“Aku hitung sampai tiga, kamu tidak jalan, aku akan pergi,” ancam Ling Xiao. “Satu, dua, tiga,” hitungnya. Lalu dia beneran berjalan pergi.
Setelah
berjalan cukup jauh, Ling Xiao kembali ke belakang untuk memeriksa Jian Jian.
Tapi ternyata Jian Jian telah menghilang dari tempatnya, dan dia merasa sangat
panik.
Ternyata
Jian Jian hampir saja diculik. Untungnya Ling Xiao berhasil menemukan nya tepat
waktu. Dia melindungi Jian Jian sambil berteriak keras memanggil pertolongan.
Mendengar
teriakan itu, para warga sekitar datang dan menyelamatkan mereka berdua.
Dan Ling
Xiao sangat senang sekali, menerima Jian Jian menjadi adiknya. Mereka berdua
saling bersujud memberika hormat, dan memanggil ‘kakak’ serta ‘adik’. Dan Ling Heping serta Li Haichao juga
merasa sangat senang.
Flash back end
Ling Xiao
merenungkan kenangan itu.
Dalam
perjalanan pulang, Ziqiu terus mengikuti Jian Jian dari belakang. Dan dengan
kesal, Jian Jian bertanya, kenapa Ziqiu terus mengikutinya. Dan Ziqiu meminta
maaf.
“Kamu tidak bersalah padaku, tidak perlu minta
maaf,” kata Jian
Jian, merasa tidak nyaman.
“Aku sungguh minta maaf. Aku tidak tahu
ternyata kamu begitu membenci kami,” kata Ziqiu dengan gugup dan hati- hati.
Dengan
jujur, Jian Jian memberitahukan perasaannya. Dia tidak membenci Ziqiu dan Ling
Xiao. Walaupun saat mereka berdua tidak menepati janji padanya, dia memang
merasa sedikit marah. Tapi dia mengerti. Dan mereka berdua sama sekali tidak
ada berhutang apapun padanya, jadi
mereka tidak perlu menebus apapun kepadanya. Karena mereka bersikap seperti ini,
malah membuatnya merasa terbebani.
“Kami memang berhutang padamu,” tegas
Ziqiu.
Mendengar
itu, Jian Jian merasa agak capek. “Kak, semua sudah berlalu. Apa kamu ingin
mengubahku jadi ulat pengikut seperti saat kecil?” tanyanya. Dan Ziqiu, diam. “Meski kalian
selalu disisiku, aku sudah berusia 20 tahun, aku tidak bisa setiap hari
mengikuti kakak ku, kan?”
“Jadi, apa maksudmu? Kamu tidak mau kami lagi?” tanya
Ziqiu, sedih.
“Apa kata- kataku masih tidak jelas,” balas Jian
Jian. Lalu dia berlari pergi dengan kesal. Dan Ziqiu berlari mengejarnya.
Ling Heping
dan Li Haichao membersihkan sayuran bersama sambil mengobrol. Mereka
membicarakan bahwa Ziqiu dan Ling Xiao memang kurang baik, karena Jian Jian
sudah dewasa, tapi mereka berdua malah memperlakukan Jian Jian seperti anak
kecil, pantas saja Jian Jian tidak merasa nyaman.
“Bagaimana ini?” tanya Ling Heping, dan Li Haichao tidak
mengerti. “Apa kamu
tidak mau urus?”
“Mau urus bagaimana? Anak sudah besar, punya
pendapat sendiri. Masalah mereka, harus mereka selesaikan sendiri. Semakin kamu
ikut campur, semakin dibenci,” balas Li Haichao, menjelaskan.
Ling Xiao
membaca sebuah buku cerita, dan merenungkannya.
Katanya dia sering pindah rumah, pindah
ke sana kemari, tidak tahu dimana rumah sebenarnya. Jika bisa seperti ikan,
begitu bebas, maka tidak perlu pusing lagi.
Kembang api diluar sangat ramai, didalam
rumah malah sangat sunyi.
Ayolah. Kita tinggalkan kota ini.
Pagi hari.
Ziqiu sudah datang untuk membuatkan sarapan bagi Jian Jian. Dan Mingyue yang
membuka kan pintu untuknya.
“Masalahku, kau tidak beritahu Ling Xiao, kan?” tanya
Mingyue, memastikan. Dan Ziqiu mengiyakan. “Baguslah. Aku masih ingin perasaan mesra
sementara waktu,” gumamnya,
lega.
“Kalian berdua sedang bermesraan?” tanya
Ziqiu, terkejut.
Dengan
cepat, Mingyue langsung menutupi mulut Ziqiu untuk jangan berbicara terlalu
keras. Dan tepat disaat itu, Tang Can muncul.
“Yo, yo, yo,” goda Tang Can. “Saling
bermesraan di pagi- pagi begini?” tanyanya. “Aku tidak
mengganggu,” katanya,
kemudian. Lalu masuk kembali ke kamar.
Dengan
canggung, Mingyue pun langsung melepaskan Ziqiu dan menjauhinya. Dan dengan
kesal, Ziqiu melototinya, lalu lanjut memasak kembali.
Saat Jian
Jian bangun dan keluar dari kamar, dia merasa canggung melihat Ziqiu sudah
datang dan memasak untuknya. “Aduh, perutku sakit,” alasannya.
Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi untuk menghindari Ziqiu.
Menyadari
itu, Ziqiu yang sudah selesai memasak, pamit dan pergi.
Saat
sarapan. Tang Can dan Mingyue terus membicarakan tentang Ran. Dan mendengar
itu, Jian Jian hanya diam dan bersikap acuh saja. Lalu tanpa sadar, pembicaraan
beralih ke arah nya.
“Li Jian Jian begitu bodoh dalam hal perasaan.
Dimatanya selain kayu, sisanya tidak terlihat. Aneh jika dia bisa bedakan,” komentar Tang Can.
“Benar., menyukai seseorang tidak mungkin
begitu tenang. Pasti bisa merasa semua pikiran dipenuhi olehnya,” komentar
Mingyue, setuju dengan Tang Can.
“Lihat ayah ibuku. Mereka kenalan dari kencan
buta. Dari awal bertemu, mereka merasa lumayan, cocok untuk menikah. Tetap
berakhir dengan baik, kan? Pokoknya, kami berdua membina perasaan dulu,” kata Jian
Jian, membela dirinya.
Tepat disaat
itu, bel rumah berbunyi. Dan dengan bersemangat, Mingyue pergi untuk membukakan
pintu, karena mengira itu Ling Xiao. Tapi ternyata yang datang adalah Ibu Ming.
Dan dia merasa sangat terkejut.
Mengetahui
itu, Jian Jian dan Tang Can merasa panik. Karena kamar serta seluruh apatermen
mereka sangat berantakan
Dengan sikap
perhatian dan cerewet, Ibu Ming banyak memberikan nasihat dan barang- barang
kepada mereka semua.
Pertama. Ibu
Ming memberikan bumbu- bumbu buatannya dan juga makanan- makanan buatannya yang
dibawanya dari rumah, kepada mereka. Dia menaruh semua itu didalam kulkas.
Kedua. Ibu
Ming membersihkan kamar Mingyue. “Kamu sudah besar, tapi masih memakain rok
merah jambu. Jika senggang banyak- banyak baca majalah busana,” katanya,
mengomeli Mingyue.
“Ibu, dulu Ibu yang sering membelikan warna
merah jambu,” keluh
Mingyue.
“Kapan? Setiap
kali membawamu beli baju, kamu yang pilih sendiri. Kamu yang mau beli,” balas Ibu
Ming, mengomeli Mingyue.
Dengan
capek, Mingyue menghela nafas pelan. Dia meminta Ibu Ming untuk jangan selalu
menyalahkannya. Dan Ibu Ming mengomel bahwa dia hanya peduli pada Mingyue, tapi
Mingyue malah tidak menghargainya.
Ketiga. Ibu
Ming membersihkan tempat kerja Jian Jian. Dan melihat itu, Jian Jian meminta
Ibu Ming untuk membiarkan dia
membersihkan nya sendiri, karena dia merasa tidak enak.
“Kenapa kamu sungkan padaku? Kamu dari kecil
tidak ada Ibu, tidak ada yang mengurusmu. Kamu sahabat Yueliang, bisa dianggap
aku adalah Ibumu,” komentar
Ibu Ming, bersimpati kepada Jian Jian.
“Aku juga tidak begitu menyedihkan. Ayahku
juga adalah Ibuku,” balas Jian
Jian sambil tertawa kering.
“Nona kecil yang kasihan,” kata Ibu Ming
sambil menyentuh Jian Jian dengan lembut. “tidak pernah merasakan cinta Ibu, tidak tahu
Ayah dan Ibu itu berbeda. Tidak masalah, aku disini,” jelasnya.
Mendengar
itu, Jian Jian tertawa dengan canggung.
Keempat. Ibu
Ming berniat membersihkan kamar Tang Can, tapi kamarnya sangat berantakan dan
kotor, jadi diapun menyerah. Dia menjelaskan kepada Tang Can bahwa dia tidak
bisa membantu membereskan kamarnya. Dan Tang Can menjawab tidak masalah, karena
terakhir kali Ibu Ming membantu membersihkan kamarnya, dia malah tidak tahu
dimana dia bisa menemukan barangnya.
“Tang Can, jangan bilang aku cerewet. Gajimu
tidak banyak, jangan hamburkan uang untuk membeli baju dan kosmetik,” kata Ibu
Ming, menasehati dengan lembut sambil memegang tangan Tang Can. “Anak perempuan,
investasi terbesar pada diri sendiri adalah belajar.”
“Bibi, aku beli baju karena keperluan
pekerjaan,” jawab Tang
Can dengan sabar. Tapi Ibu Ming malah menertawainya.
“Pekerjaan apa itu? Menyamar jadi orang tua
murid ke pertemuan orang tua. Bukankah itu menipu? Lihat kamu begitu cantik,
saat kecil kamu adalah artis cilik. Sudah besar, kenapa tidak jadi artis saja?” komentar
Ibu Ming, tanpa maksud jelek.
Mendengar
itu, Tang Can hanya tersenyum menanggapinya.
Mingyue
mengantarkan Ibunya yang mau pulang. Sambil berjalan bersama, Mingyue
memberanikan dirinya untuk berbicara. Dia memberitahu Ibu Ming bahwa dia merasa
tidak siap untuk mengikuti ujian negara. Dan di tempat kerjanya ada sebuah
kesempatan bagus, setengah tahun lagi mereka akan mengutus dua wartawan muda ke
Beijing jadi penduduk tetap, dan dia mau mencoba ke Beijing.
“Tidak bisa, Beijing terlalu jauh,” kata Ibu
Ming, melarang. “Disana
ramai, udara tidak bagus. Kamu tidak tahu keadaan disana, aku tidak tenang.”
“Temanku banyak disana. Lagian aku bukannya
tidak kembali lagi, hanya dua tahun saja,” kata Mingyue, membujuk Ibu Ming.
Mendengar
itu, seperti biasa, Ibu Ming mulai mengomeli Mingyue. Dan Mingyue merasa sangat
capek untuk merespon.
Ketika Jian
Jian sudah pergi, Tang Can menangis diam- diam didalam kamarnya.
Ling Xiao
sama sekali tidak bisa fokus untuk bekerja, karena dia terus teringat akan
perkataan Jian Jian kemarin malam.
Disaat Ling
Xiao sedang melamun, Xixi datang dan merebut kertas yang dipegang nya secara
tiba- tiba. “Kamu masih
punya adik lain? Qin Meiyang? Tidak semarga denganmu?”
komentarnya, bertanya.
Chen Ting
menelpon Ling Heping untuk mencari Ling Xiao. Dan Ling Heping menjawab bahwa
Ling Xiao sedang di rumah sakit.
“Kenapa dirumah sakit? Ling Xiao sakit?” tanya Chen
Ting. Dan Ling Heping merasa heran mendengar itu.
Saat pulang
ke toko mie, Ling Heping merasa tidak berselera untuk makan apapun. Dia
menceritakan kepada Li Haichao mengenai Chen Ting yang ada menelponnya hari
ini. Dan anehnya, Chen Ting sama sekali tidak tahu bahwa Ling Xiao sudah
bekerja di sini. Chen Ting mengira Ling Xiao pulang ke sini hanya untuk
mengunjunginya selama sementara saja. Dan Chen Ting mendesaknya untuk menyuruh
Ling Xiao agar segera pulang ke sana. Dan Ling Heping merasa kesal, kenapa Ling
Xiao tidak ada memberitahunya apapun.
“Kenapa kamu menyalahkan anak?” keluh Li
Haichao. “Sifat Chen
Ting, kamu juga tidak tahu. Chen Ting tidak mungkin begitu mudah membiarkan
Ling Xiao untuk pulang,” katanya, dengan yakin.
“Ini kesalahan orang tua, akhirnya anak yang
menderita,” kata Ling
Heping, merasa sedih dan tidak berdaya.
Li Haichao
menyarankan Ling Heping untuk membicarakan masalah ini baik- baik dengan Ling
Xiao. Dan Ling Heping merasa bingung harus bagaimana, karena Ling Xiao jarang
mau bicara padanya. Lalu dia meminta Li Haichao untuk berbicara dengan Ling
Xiao, sebab Ling Xiao paling banyak mengobrol dengan Li Haichao.
“Hal lain bisa aku urus. Tapi hal ini harus
kamu Ayah kandungnya, yang bicara,” kata Li Haichao dengan tegas.
“Kali ini aku jadi Ayah kandungnya? Kamu dulu
bilang dia anak kandungmu,” keluh Ling Heping.
“Tidak bisa aku urus, sungguh.”
“Bicarakanlah,” pinta Ling Heping.
Ketika Ziqiu
pulang, Ling Xiao menanyai, kenapa Ziqiu memakai bajunya. Dan Ziqiu menjawab
bahwa dia tidak sadar, dia mengira ini punya nya, karena dia punya satu yang
mirip dengan ini. Lalu Ling Xiao menanyai tentang sepatu nya yang Ziqiu pakai
juga.
“Saat kecil kamu juga sering pakai punyaku,” kata Ziqiu.
“Semua sepatu boleh kamu pakai, tapi jangan
pakai pemberian Li Jian Jian,” kata Ling Xiao, mengingatkan.
“Aku yang harus ingatkan kamu. Jangan kamu
pakai sepatu yang itu, aku sendiri tidak rela pakai. Lihat punyamu, sudah
robek,” balas
Ziqiu. “Istirahatlah,” katanya,
mengingatkan. Lalu diapun masuk ke dalam kamar.
Ketika Jian Jian
pulang, dia ingin makan ceri diatas meja. Tapi saat tahu kalau itu dibawa oleh
Ziqiu, dia tidak jadi makan.
Tang Can
yang sedang sibuk kerja mulai mengomel kesal. Dan dia meminta pendapat Jian
Jian. “Setelah
rapat orang tua, aku baik hati membawa anaknya bermain. Aku habiskan puluhan
Yuan untuk bermain, aku traktir anaknya makan KFC, habiskan puluhan Yuan. Sudah
tidak berterima kasih biarlah, tapi malah menilaiku biasa saja. Kenapa ada
orang seperti dia?”
“Kamu diutus untuk ikut rapat orang tua, bukan
untuk bermain dengan anak,” balas Jian Jian, menyadarkan Tang Can.
“Aku berniat baik,” protes Tang
Can.
“Kamu merasa baik, tapi dia tidak merasa
begitu. Ini disebut membuat masalah,” balas Jian Jian.
Tang Can dan
Jian Jian kemudian bertengkar kecil.
Tepat disaat
Jian Jian masuk ke dalam kamar, Ayah Tang menelpon, dan melihat itu, Tang Can
sama sekali tidak mau mengangkatnya.
Pagi hari.
Saat Jian Jian bangun, sarapan sudah siap diatas meja, tapi Ziqiu sudah pergi
duluan. Dan dia tidak terlalu peduli.
Jian Jian
kemudian pergi ke dokter gigi. Tapi kali ini, dia tidak diurus oleh Ling Xiao,
tapi oleh Xixi. Dan dia merasa malas sekali, karena Xixi banyak sekali
bertanya- tanya tentang Ling Xiao.
Setelah
selesai berobat, Jian Jian mengintip Ling Xiao dari luar ruangan. Dan Ling Xiao
melihatnya serta mengabaikannya.
‘Tetap berlagak seakan seluruh dunia berhutang
padanya,” keluh Jian
Jian, dengan kesal didalam hati. Lalu diapun pergi.
Ran datang
ke studio pahat Jian Jian. Dia mengobrol bersama dengan Jian Jian, Du Juan, dan
karyawan Du. Mereka membicarakan tentang sikap Ling Xiao dan Ziqiu yang terlalu
posesif terhadap Jian Jian. Buktinya Jian Jian baru menghilang sebentar saja
dan karena ponsel Jian Jian tidak sengaja rusak, jadi tidak bisa dihubungi,
mereka berdua langsung melapor ke kantor polisi.
“Dua kakakmu ada saudara kandung?” tanya Du
Juan, ingin tahu.
“Ada,” jawab Jian Jian.
“Nah, saudara kandungnya…”
“Aku lapar, kalian tidak lapar?” tanya Jian Jian, mengalihkan pembicaraan. “Ayo makan, aku yang traktir,” ajaknya. Dan semua setuju.